Ikon Metafora L’icône métaphore

c. L’index-indication

“L’index-indication qui est un signe qui possède des triades de qualités que possède aussi son objet en vertu d’une connexion réelle avec celui-ci.” L’index-indication adalah tanda yang memiliki hubungan triadik dan kualitas yang dimiliki objeknya berdasarkan pada hubungan riil dengan objek tersebut. Sebagai contoh adalah seseorang yang memiliki rumah besar dan mewah dapat dikatakan bahwa ia berasal dari kelas sosial yang tinggi dalam pandangan masyarakat. Orang tersebut kemudian dikatakan sebagai orang kaya. Rumah besar dan mewah, kelas sosial yang tinggi, dan kekayaan tersebut membentuk suatu hubungan triadik.

3. Simbol Le symbole

Peirce via Deledalle, 1978: 140 menyatakan bahwa “un symbole est un signe qui renvoie à l’objet qu’il dénote en vertu d’une loi, d’ordinaire une association d’idées générales, qui détermine l’interprétation du symbole par référence à cet objet.” Simbol adalah suatu tanda yang merujuk pada objek yang ditandakan berdasarkan kesepakatan, biasanya berupa sebuah gagasan umum, yang menentukan interpretasi pada simbol berdasarkan objek tertentu. Menurut Zaimar 2008: 6, simbol adalah tanda yang paling canggih diantara tanda yang lain karena sudah berdasarkan pada persetujuan masyarakat atau konvensi. Contohnya adalah bahasa itu sendiri. Kata ayah dalam bahasa Indonesia atau le père dalam bahasa Prancis merupakan sebuah simbol karena relasi di antara kata tersebut sebagai representamen dan ayah asli yang menjadi objeknya tidak memiliki motivasi atau arbitrer konvensional. Peirce http:robert.marty.perso.neuf.frNouveau20siteDUREMANUE Llesson16.htm diakses pada tanggal 3 Desember 2014 pukul 18.45 membedakan simbol ke dalam tiga jenis, yaitu le symbole emblême, le symbole allégorie, dan le symbole ecthèse.

a. Le symbole emblême

“Le symbole emblême qui est un signe dans lequel un ensemble de qualités est conventionnellement liée à un autre ensemble de qualités que possède son objet.” Le symbole emblême adalah tanda yang menunjukkan kemiripan sifat dasar secara konvensional yang dihubungkan dengan kualitas kemiripan sifat dasar yang lain yang ditunjukkan oleh objek tersebut. Sebagai contoh adalah warna hijau yang melambangkan alam, bendera merah adalah lambang dari komunis, bendera putih melambangkan kematian di daerah Yogyakarta, dan lain-lain.

b. Le symbole allégorie

“Le symbole allégorie qui est un signe dans lequel un dyade de qualités est conventionnellement liée à un autre dyade de qualités que possède son objet.” Le symbole allégorie adalah tanda dimana kualitas diadik objeknya, secara konvensional, dihubungkan dengan kualitas diadik lain yang ditunjukkan objek tersebut. Contohnya adalah lambang PBB yang terdiri dari proyek peta dunia yang berpusat di kutub utara yang diampit oleh ranting zaitun. Ratin zaitun melambangkan simbol perdamaian, sedangkan peta dunia melambangkan seluruh masyarakat di dunia itu sendiri.

c. Le symbole ecthèse

“Le symbole ecthèse qui représente la représentation d’une dyade de qualités choisies par convention dans un objet plus ou moins connu dans une autre dyade de qualités choisies aussi par convention.” Le symbole ecthèse menggambarkan sebuah kualitas diadik yang dipilih berdasarkan konvensi dalam sebuah objek dimana kualitas diadik terpilih lainnya didasarkan juga pada konvensi yang ada. Dalam penggunaan le symbole ecthèse ini diperlukan pembuktian untuk menyatakan suatu hal apakah ia valid atau tidak. Contohnya adalah seseorang yang berkewarganegaraan Prancis datang ke Indonesia, bagi sebagian masyarakat Indonesia akan memiliki anggapan bahwa semua orang Prancis memiliki sifat dan karakter yang sama seperti orang tersebut. Oleh karena itulah, diperlukan suatu pembuktian guna membuktikan anggapan masyarakat tersebut, apakah valid atau tidak.

E. Cerita Berbingkai

Schmitt dan Viala 1982: 52 menjelaskan bahwa sebuah cerita dapat dibingkai oleh cerita lain. Hal tersebut sering digunakan dalam cerita fiksi. Cerita yang menjadi bingkai bisa saja pendek beberapa baris, atau mungkin saja hanya satu baris, yang penting cukup untuk membangun dan memberi makna cerita. Kerangka atau bingkai cerita dapat muncul di awal atau di akhir cerita. Cerita berbingkai digunakan oleh narator untuk menyoroti tindakan dan perilaku yang dialami oleh tokoh baru lainnya yang diceritakan dan juga menunjukkan sebab dari suatu kejadian atau peristiwa. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bawa cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya mengandung cerita lain.