Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin oleh penilai. 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 7. Setelah semua siswa mendapatkan pasangannya kemudian siswa yang berperan sebagai penilai berganti peran menjadi pemegang kartu pertanyaan dan sebagian memegang kartu jawaban. Sedangkan siswa pada kelompok 1 dan 2 sebelumnya berganti peran sebagai penilai. 8. Kemudian lakukan kegiatan seperti langkah pada nomor 4 dan 5. 9. Kesimpulan dan penutup Perlu diketahui bahwa tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban maupun penilai mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan dan jawaban yang mereka pasangkan telah cocok atau tidak. Demikian halnya dengan penilai, mereka juga belum mengetahui secara pasti apakah penilaian mereka benar atas pasangan pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Berdasarkan situasi inilah guru memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan dan jawaban dan melaksanakan penilaian. http:coretanpenacianda.wordpress.com20130210model-pembelajaran-make- a-match Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda tinggi, sedang dan rendah dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawabansoal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Menurut Huda 2013: 135 pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut: 1. mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan 2. materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa 3. mampu meningkatkan hasil belajar siswa Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu: 1. diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan 2. waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran. 3. guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai http:tarmizi.wordpress.com20081203pembelajaran-kooperatif-make-a- match Teknik metode pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan, dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode ini adalah sebagai berikut. 1. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok yang heterogen beragam. Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa. 2. Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok. 3. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya adalah kartu jawaban. 4. Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A dan kelompok B. 5. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B. 6. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan jawaban. 7. Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu yang dipegangnya. 8. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya. 9. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin. 10. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian peran. Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi pembawa kartu jawaban di babak berikutnya. 11. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. 12. Guru bersama dengan siswa kemudian membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran yang berhasil didapatkannya. Kelebihan model pembelajaran Make a Match Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika gurupengajar melakukan metode pembelajaran dengan cara Make a Match diantaranya : 1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu. 2. Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa. 3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar. 4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang dibuat oleh guru. Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga kekurangan yang dirasakan saat melakukan prosesnya. Inilah kekurangan- kekurangan tersebut : 1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi pelajaran. 2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran. 3. Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan aktifitas yang lebih. http:wacanawebsite.blogspot.com201210model-pembelajaran-kooperatif- make-match.html Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran make a match merupakan pembelajaran kooperatif yang memacu siswa secara individual dengan mencari pasangan soal dan jawaban. Penerapan model ini dimulai dengan teknik mengajar guru, kemudian membagi kertas kepada peserta didik dimana mereka diminta untuk mencari pasangan kartu dalam batas waktu yang ditentukan dan diakhiri dengan klarifikasi dan kesimpulan.

5. Kecerdasan Adversitas

Menurut Stoltz 2004: 8, suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh Adversity Quotient AQ. Dikatakan juga bahwa AQ berakar pada bagaimana merasakan dan menghubungkan dengan tantangan-tantangan. Orang yang memiliki AQ lebih tinggi tidak menyalahkan pihak lain atas kemunduran yang terjadi dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah.Stoltz membagi tiga kelompok manusia yang diibaratkan sedang dalam perjalanan mendaki gunung yaitu pertama, high-AQ dinamakan Climbers, kelompok yang suka mencari tantangan. Kedua, low-AQ dinamakan Quitters, kelompok yang melarikan diri dari tantangan. Ketiga, moderat-AQ dinamakan campers. AQ mempunyai tiga bentuk yaitu. 1. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan 2. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan 3. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan. Agar kesuksesan menjadi nyata maka Stoltz 2004 berpendapat bahwa gabungan dari ketiga unsur di atas yaitu pengetahuan baru, tolok ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar meraih sukses. Secara umum ada indikator yang merupakan gejala dari kesulitan menurut Stoltz yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan: Di saat yang krisis, apakah Anda bangkit untuk menghadapi tantangan secara mendalam dan menunjukkan kebesaran? Apakah Anda tidak merasa takut terhadap gangguan, tantangan dan ketidakpastian harian? Atau, ketika kesulitan menggunung, apakah Anda terperosok dalam keadaan yang kacau, semangat menurun, serta menyesuaikan nilai inti dan tujuan yang sebelumnya demikian disanjung-sanjung? Menyalahkan orang lain, mengeluh, mengelak tanggung jawab, menghindari risiko dan menolak untuk berubah? Tidaklah cukup untuk mencapai kesuksesan hanya dengan IQ tinggi, atau EQ tinggi. Sementara itu EQ sendiri tidak mempunyai standar pengukuran yang sah dan metode yang jelas untuk mempelajarinya. Maka, kecerdasan emosional tetap sulit untuk dipahami. Pertanyaan yang mengusik Stoltz adalah, mengapa ada orang yang kecerdasan intelektualnya IQ-nya tinggi serta kemampuan bergaul dan komunikasi yang mengesankan EQ-nya juga tinggi, namun ternyata gagal untuk meraih sukses? Jawabannya, menurut Stoltz lagi, ada dalam kerangka berpikir yang disebutnya dengan Adversity Quotient kecerdasan menghadapi tantangan. Baginya, AQ mendasari semua segi kesuksesan. Oleh Stoltz AQ diartikan sebagai, ..mampu bertahan menghadapi serta kemampuan untuk mengatasi kesulitan.... Saat melakukan suatu kegiatan tidak selamanya semuanya berjalan lancar, adakalanya dihadapkan pada kegagalan, hambatan, dan kesulitan. Mortel dalam Stoltz 2004: 17 mengemukakan kegagalan ialah suatu proses yang perlu dihargai. Selain itu juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah suatu pengalaman yang akan menghantar untuk mencoba berusaha lagi dengan pendekatan yang berbeda. Oulletle dalam Stoltz 2004: 86, mengemukakan bahwa orang yang tahan banting tidak terlalu menderita terhadap akibat negatif yang berasal dari kesulitan. Sifat tahan banting dalam diri manusia merujuk pada kemampuan menghadapi kondisi-kondisi kehidupan yang keras, suatu perasaan tentang komitmen, tantangan dan pengendalian. Senada dengan itu Werner dalam Stoltz 2004:89, mengatakan bahwa orang yang ulet adalah orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan orang yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus. Sementara itu Seligmen dalam Stoltz 2004: 84, menyatakan seseorang yang punya gaya penjelasan atau atribusi lebih optimis dalam meramal kesuksesannya. Bandura dalam Winatapura 2008:17, juga mengungkapkan bahwa orang yang memiliki rasa efektivitas diri bangkit kembali dari kegagalan. Mereka mendekati segala sesuatu dengan melihat bagaimana menghadapinya, bukan mencemaskan apa jadinya nanti bila keliru. Menurut Maxwell dalam Stoltz 2004:73, ada tujuh kemampuan yang dibutuhkan untuk mengubah kegagalan menjadi batu loncatan yaitu: 1. Para peraih prestasi pantang menyerah dan tidak jemu-jemunya mencoba karena tidak mendasarkan harga dirinya pada prestasi 2. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai sementara sifatnya 3. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai insiden-insiden tersendiri 4. Para peraih prestasi memiliki ekspektasi yang realistic 5. Para peraih prestasi memfokuskan perhatian pada kekuatan-kekuatannya 6. Para peraih prestasi menggunakan berbagai pendekatan dalam meraih prestasinya 7. Para peraih prestasi mudah bangkit kembali. http:www.e-jurnal.com201309pengertian-kecerdasan-adversitas.html Menurut kamus adversity berarti kemalangan, kesulitan, dan penderitaan. AQ disini adalah kecerdasan kita pada saat menghadapi segala kesulitan tersebut. Beberapa orang mencoba untuk tetap bertahan menghadapinya, sebagian lagi mudah takluk dan menyerah. Dengan demikian kecerdasan adversitas adalah sebuah daya kecerdasan budi-akhlak-iman manusia menundukkan tantangan- tantangannya, menekuk kesulitan-kesulitannya, dan meringkus masalah- masalahnya sekaligus mengambil keuntungan dari kemenangan-kemenangan itu. http:tharita66.wordpress.com20110518pengertian-iq-eq-sq-aq-cq Konsep tentang kecerdasan adversity atau adversity intelligence AI dibangun berdasarkan hasil studi empirik yang dilakukan oleh banyak ilmuwan serta lebih dari lima ratus kajian di seluruh dunia, dengan memanfaatkan tiga disiplin ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Kecerdasan adversity memasukkan dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan aplikasinya dalam dunia nyata. Konsep kecerdasan adversity pertama kali digagas oleh Paul G. Stoltz 2004: 5.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) DAN TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1

0 9 88

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN MAKE A MATCH DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 6 METRO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 18 100

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 28

0 13 186

STUDI PERBANDINGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS DAN TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR

1 11 105

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DAN TALKING STICK DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN

0 6 85

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER(NHT) DAN TIPE THINK TALK WRITE(TTW) DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASANADVERSITAS SISWA KELAS VIII SMPN 1KASUI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 4 86

Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03

0 10 174