Wadah Pelaksana Bantuan Hukum

BAB III PELAKSANA BANTUAN HUKUM

Pelaksana Bantuan Hukum sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan undang-undang ini. Pelaksana Bantuan Hukum dalam undang-undang tentang Mahkamah Agung pada Pasal 42 disebut juga sebagai pembela. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan adanya pengakuan pemberian bantuan hukum sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 38 ayat 2 huruf d. Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum memuat pemberian bantuan hukum dengan ketentuan Pasal 68C dimana setiap Pengadilan Negeri dibentuk Pos Bantuan Hukum, ini berarti dalam Undang-Undang peradilan umum mengayomi masyarakat miskin yang terjerat masalah hukum dengan memberikan jasa bantuan hukum melalui pos bantuan hukum.

A. Wadah Pelaksana Bantuan Hukum

Pemberian bantuan hukum menurut Undang-Undang Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pelaksana Bantuan Hukum yang memenuhi syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Bantuan Hukum yakni sudah berbadan hukum, terakreditasi, sudah memiliki kantor atau sekretariat tetap, memiliki pengurus dan memiliki program bantuan hukum. Menurut pendapat Emanuel Khan dalam Professor and Head Department of Political Science University of Sind yang dikutib oleh Abdul Ghofur Anshori Universitas Sumatera Utara menyebutkan, every state has undertaken to eradicate the schourges of ignorance disease, squalor, hunger, and every type of injustice from among its citizens so that everybody may pursue a happy life in a free way. Terjemahan, setiap negara bagian telah dilakukan untuk memberantas momok penyakit kebodohan, kemelaratan, kelaparan, dan setiap jenis ketidakadilan di antara warganya sehingga setiap orang dapat mengejar hidup bahagia dengan cara gratis. 118 Pendapat Khan tersebut tergambar sebuah pengertian, bahwa tujuan akhir hukum berupa keadilan harus dicapai dari sebuah institusi legal dan independen dalam sebuah negara. Hal tersebut menunjukkan pentingnya mewujudkan keadilan bagi setiap warga negara manusia sebagai orientasi hukum. 119 Sehubungan dengan Pemberi Bantuan Hukum maka diharapkan titik akhir pelaksanaan program tersebut dapat memberikan keadilan, khususnya bagi Penerima Bantuan Hukum. Wadah Pelaksana Bantuan Hukum sendiri dalam Undang-Undang Bantuan Hukum dibagi menjadi dua, yakni Lembaga Bantuan Hukum dan Organisasi Kemasyarakatan yang memenuhi kriteria sebagai Pelaksana Bantuan Hukum. 1. Lembaga Bantuan Hukum Lembaga Bantuan Hukum LBH sesuai yang termuat dalam Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma diartikan sebagai lembaga yang memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan tanpa menerima pembayaran honorarium. Lembaga Bantuan Hukum erat kaitannya dengan sejarah pendiriannya yang digagas oleh Adnan Buyung Nasution dimana Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia pada awalnya pada Kongres III dari Organisasi Persatuan Advokat 118 Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit., hal. 54. 119 Ibid. Universitas Sumatera Utara Indonesia Peradin tahun 1969 di Jakarta mengesahkan Lembaga Bantuan Hukum dan resmi didirikan dengan terbitnya surat keputusan dari Peradin pada tanggal 28 Oktober 1970 secara fisik berdiri pada 1 April 1971 dengan adanya dukungan penuh oleh Ali Sadikin pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Pendirian Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta diikuti dengan pendirian kantor-kantor cabang LBH di daerah seperti Banda Aceh, Medan, Palembang, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Makassar, Manado, Papua dan Pekanbaru. Nama yang diberikan pada lembaga ini bermacam-macam, ada yang diberikan dengan nama Lembaga Bantuan Hukum, badan bantuan hukum dan juga biro bantuan hukum. Saat ini YLBHI telah memiliki 15 kantor cabang LBH di 15 Provinsi, dan 10 pos LBH di 10 Kabupaten. 120 Sebelumnya, pembentukan LBH di daerah-daerah mendapat larangan dari Kopkamtib yang dikeluarkan pada tahun 1972 dimana menyebutkan bahwa larangan untuk sementara waktu pembentukan lembaga bantuan hukum didaerah-daerah kecuali LBH Jakarta demi stabilitas politik. Larangan tersebut akhirnya dihapuskan pada 29 Maret 1976 oleh Sudomo selaku Kaskopkamtib, adapun jika akan membuat LBH di daerah-daerah harus memenuhi syarat: 121 a. Pendirian LBH di daerah-daerah itu harus sama dengan konsepsi LBH di Jakarta, b. Harus adanya kerjasama antara semua LBH dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman. LBH menarik untuk diamati karena dapat tumbuh dalam kondisi sosial politik dan tetap memegang dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi. LBH sebagai aktor demokratisasi karena beberapa alasan berikut, pertama, LBH mampu berinteraksi secara aktif, baik dengan masyarakat maupun dengan negara, dimana di satu sisi LBH 120 Adnan Buyung Nasution, Op. Cit., hal. 2. 121 Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, Op. Cit., hal 20-21. Universitas Sumatera Utara dapat memberdayakan masyarakat melalui serangkaian gerakan-gerakan bantuan hukumnya, disisi lain LBH mendesakkan ide-ide demokratis melalui wacana “Negara Hukum” sebagaimana menjadi ideologi utama gerakan LBH dimana sebagai aspek legal dari demokrasi. Kedua, corak gerakan LBH akan membuka strategi demokratis secara gradual, tanpa pada saat yang bersamaan dicurigai akan turut merebut jabatan politik tertentu. Pada kurun waktu 1971-1974, gerakan bantuan hukum merupakan wujud tanggung jawab profesional para ahli hukum, terutama dalam bidang litigasi. Tahun 1974-1976 masih berpijak pada tanggung jawabprofesional ahli hukum, namun mulai menggabungkan bidang litigasi dan nonlitigasi. Kurun 1976-1979 sekalipun idang litigasi dan nonlitigasi masih sebagai ujung tombak, namun sudah berdiri pada pijakan tanggung jawab sosial ahli hukum. Sejak saat itu bantuan hukum mulai bercorak struktural. Kemudian tahun 1971-1996 dapat diketahui dinamika internal LBH, termasuk pembukaan cabang di berbagai daerah pada tahun 1978 dan dipayungi dibawah suatu yayasan YLBHI pada tahun 1980. 122 Lembaga Bantuan Hukum didirikan dengan visi secara umum sebagai berikut: 123 a. Terwujudnya suatu sistem masyarakat hukum yang terbina diatas tatanan hubungan sosial yang adil dan beradab atau berkeprimanusiaan secara demokratis, b. Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan tata cara prosedur dan lembaga-lembaga melalui mana setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum. c. Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menetikan setiap keputusan yang berkenaan dengan kepentingan mereka dan memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap 122 Mohammad Mahfud MD., Sunaryati Hartono, dkk., Op. Cit, hal. 902. 123 Muhammad Khaidir Harahap, wawancara oleh peneliti, LBH Medan, Medan, 25 Agustus 2014, 16.49 WIB. Universitas Sumatera Utara menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Lembaga Bantuan Hukum dalam memberikan pelayanan bantuan hukum dengan misi sebagai berikut: 124 a. Menanamkan, menumbuhkan dan menyebarluaskan nilai-nilai negara hukumyang berkeadilan, demokratis serta menjunjung tinggi HAM kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpaterkecuali, b. Menanamkan, menumbuhkan sikap kemandirian serta memberdayakan potensi masyarakat yang lemah dan miskin sedemikian rupa sehingga mereka mampu merumuskan, menyatakan, memperjuangkan serta mempertahankan hak-hak dan kepentingan mereka baik secara individual maupun secara kolektif, c. Mengembangkan sistem, lembaga-lembaga serta instrumen-instrumen untuk meningkatkan efektifitas upaya-upaya pemenuhan hak-hak lapisan masyarakat yang lemah dan miskin, d. Mempelopori, mendorong, mandampingi dan mendukung program pembentukan hukum, penegakan keadilan hukum dan pembaharuan hukum nasional sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan deklarasi umum HAM. e. Memajukan dan mengembangkan program-program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan gender, utamanya bagi masyarakat lemah dan miskin. Urgensi pendirian LBH didasari oleh realitas ketimpangan sosial, ketiadaan pendampingan hukum bagi masyarakat miskin di Pengadilan serta melihat eksistensi public defender di Australia saat Adnan Buyung Nasution berkunjung ke sana. Dari itu muncullah keinginan untuk mendirikan LBH. Untuk pertama kalinya LBH Jakarta mendampingi kasus Simprug di Kebayoran Baru, kasus Halim Perdana Kusuma, 124 Ibid. Universitas Sumatera Utara kasus Tanah Sunter Timur, kasus G30S dan perkara Buku Putih Mahasiswa Indonesia yang melibatkan Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, Institute Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Universitas Sumatera Utara, Universitas Hasanuddin, Universitas Sriwijaya Saptono, 2012. Meski tidak mudah, Adnan Buyung Nasution sebagai Ketua Panitia Ad Hoc pembentukan LBH Nasional. 125 Adapun tujuan YLBHI sebagai Yayasan seperti yang dimuat dalam situs resmi YLBHI yaitu untuk mendukung kinerja LBH yang tersebar di 15 Provinsi, dan saat ini dipimpin oleh Alvon Kurnia Palma sebagai Ketua Badan Pengurus dan Toeti Heraty N. Rooseno sebagai Dewan Pembina menggantikan Adnan Buyung Nasution yang diangkat oleh Presiden sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden tahun 2007. 126 Persoalan bantuan hukum terkait erat dengan kemiskinan struktural di Indonesia, kemiskinan struktural dimana Abdul Hakim dan Mulyana W. Kusumah menyebut sebagai kemiskinan buatan dimana berhubungan erat dengan perubahan ekonomi, teknologi dan pembangunan dipengaruhi oleh pembangunan nasional di segala bidang. Kemiskinan struktural terjadi karena kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. 127 Jika meninjau tentang kemiskinan struktural, maka dapat dijelaskan secara singkat tentang Konsep Bantuan Hukum oleh Yesmil Anwar dan Adang. Konsep bantuan hukum tersebut terdiri dari: 128 a. Konsep Bantuan Hukum Tradisional, adalah pelayan hukum yang diberikan kepada masyarakat miskin secara individual, sifat dari bantuan hukum pasif dan 125 Muhammad Yasin dan Herlambang Perdana, Op. Cit., hal. 463-464. 126 http:www.ylbhi.or.id, Senin, 1 Desember 2014, 11.40 WIB. 127 Abdul Hakim G. Nusantara dan Mulyana W. Kusumah, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural, Bandung: Alumni, 1981, hal.28. 128 Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana: Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Semarang: Widya Padjadjaran, 2009. hal. 250-251. Universitas Sumatera Utara cara pendekatannya formal-legal. Konsep ini juga berarti dalam melihat segala permasalahan hukum kaum miskin semata-mata dari sudut hukum yang berlaku, yang disebut oleh Selnick sebagai konsep yang normatif. Dalam artian, melihat segala sebagai permasalahan hukum bagi kaum miskin semata-mata dari sudut pandang hukum yang berlaku. b. Konsep Bantuan Hukum Konstitusional, adalah dimana bantuan hukum untuk rakyat miskin yang dilakukan dalam rangka usaha-usaha dan tujuan yang lebih luas, misalnya menyadarkan masyarakat miskin sebagai subjek hukum, penegakan dan pengembangan nilai-nilai hak asasi manusi sebagai sendi utama bagi tegaknya negara hukum. Sifat dan jenis bantuan hukum konstitusional diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. c. Konsep Bantuan Hukum Struktural, yaitu kegiatan yang bertujuan menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang mampu mengubah struktur yang timpang menuju ke arah struktural yang lebih adil, tempat peraturan hukum dan pelaksanaannya dapat menjamin persamaan kedudukan baik di lapangan hukum atau politik. Konsep bantuan hukum struktural ini erat kaitannya dengan kemiskinan struktural. Persoalan kemiskinan struktural sangat erat kaitannya dengan realitas hukum yang berlaku ditengah masyarakat, struktur yang berarti pola hubungan yang menjadi landasan kehidupan sosial menentukan produk dari proses-proses sosial yang terjadi dalam masyarakat dan hukum justeru lahir dari pola-pola hubungan sosial tertentu, oleh karena itu dalam suatu masyarakat dimana tiada pola hubungan yang sejajar maka sulit kiranya diharapkan terwujudnya hukum yang adil bagi semua orang. 129 Artikel dari paralegal menjelaskan bahwa akibat sistem hukum yang tidak adil 129 Abdul Hakim Nusantar dan Mulyana W. Kusumah, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural, Bandung: Alumni,1981, hal. 29. Universitas Sumatera Utara dan menggusur kepentingan rakyat kecil, hukum lebih sebagai alat legitimasi bagi penguasa dan kelompok dominan untuk menguasai dan mengontrol berbagai sumber daya yang harusnya menjadi hak masyarakat yang termarjinalkan selama ini oleh ketimpangan struktur atau sosial. Pada 2014 ini para aktivis Pemberi Bantuan Hukum memasukkan konsep bantuan hukum gender struktural sebagai respon atas ketidak adilan gender akibat relasi kuasa yang timpang antar jenis kelamin. 130 Kegiatan bantuan hukum yang dikembangkan meliputi penyadaran dan pengorganisasian masyarakat, kampanye pers dan kerjasama dengan wartawan yang lain, mengusahakan pertisipasi mitra yang optimal dalam penanganan perkara hukum dan keadilan, menggali dan membuat nyata serta menganalisis kasus-kasus pelanggaran keadilan yang belum manifest, mengusahakan kerjasama dengan kekuatan yang ada dan tumbuh di massyarakat diantaranya tokoh informal baik indifidual maupun kolektif. 131 Kebijakan Pemerintah dalam hal dana bantuan hukum sebelumnya masih banyak tidak digunakan oleh para pencari keadilan yang disebabkan karena kurang penyebarluasan program bantuan hukum cuma-cuma ini, selain itu banyak perkara perdata yang ditangani oleh LBH-LBH tidak memperoleh bantuan dana karena tidak memenuhi kriteria dari Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.02.UM.09.08 Tahun 1980 kurang mengenai sasaran. 132 Saat ini Lembaga Bantuan Hukum mengatur anggarannya diperoleh dari Anggaran Belanja Pemerintah Daerah dan dana dari masyarakat serta bantuan dari luar negeri yang pemberiannya tidak mengikat. Sebelum program Undang-Undang Bantuan Hukum berjalan, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM yang dahulu disebut Departemen Kehakiman 130 Kelompok Kerja Paralegal Indonesia, Kritisi Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum dari Aspek Paralegal dan Pemberdayaan Hukum Legal Empowerment, Jakarta: KKPI, 2014, hal. 15. 131 Benny K. Harman, Mulyana W. Kusumah, Hendardi, Paskah Irianto, Sigit Pranawa, dan Tedjabayu, LBH Memberdayakan Rakyat, Membangun Demokrasi, Jakarta: YLBHI, 1995, hal. 7. 132 Prodjohamidjoyo, Martiman, Penassihat dan Bantuan Hukum Indonesia: Latar Belakang dan Sejarahnya Ghalia Indonesia: Jakarta 1987, hal. 36. Universitas Sumatera Utara 1945-1999, Departemen Hukum dan Perundang-undangan 1999-2001, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia 2001-2004, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia 2004-2009 dengan tujuan mewujudkan asas pemerataan memperoleh keadilan bagi seluruh masyarakat miskin pada khususnya memberikan dana yang disalurkan melalui dua jalur yaitu: a. Badan Pembinaan Hukum Nasional yang merupakan salah satu unit Kementerian Hukum dan HAM, yang dalam pelaksanaan program bantuan hukum itu ditugaskan kepada Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum dari Fakultas Hukum pada universitas negeri, pertimbangan ini karena diharapkan Fakultas Hukum lebih meningkatkan kegiatan masyarakat sebagaimana termuat dalam unsur Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: 1 pendidikan dan pengajaran, 2 penelitian dan pengembangan, 3 Pengabdian kepada masyarakat. b. Badan Peradilan Umum, yang dalam pelaksanaan program bantuan hukum itu ditugaskan kepada Pengadilan Negeri, dengan catatan hanya untuk perkara-perkara pidana, yang diancam dengan pidana lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana mati, serta yang diancam pidana kurang dari lima tahun yang perkaranya menarik perhatian masyarakat luas. Pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Budiono sebagai Wakil Presiden Indonesia dalam rapat telah menyesalkan dana anggaran bantuan hukum yang tidak tersalurkan secara maksimal, maka dari itu diundangkanlah Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dan diharapkan dana yang disediakan dapat tersalurkan dengan adil kepada pencari keadilan yang tidak mampu melalui Penyelenggaraan dan Pelaksana Bantuan Hukum. Universitas Sumatera Utara 2. Organisasi Kemasyarakatan Organisasi Kemasyarakatan atau biasa disingkat Orkemas adalah organisasi berbasis kemasyarakatan yang tidak bertujuan politis, pembentukanya dilakukan oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela berdasarkan kesamaan dan tujuan yang akan dicapai, diantaranya adalah persamaan agama, peningkatan pendidikan, hingga untuk mencapai tujuan sosial tertentu atau menciptakan tatanan masyarakat umum civil society, dalam hal bantuan hukum ini adalah menciptakan keadilan dengan melindungi hak-hak orang atau kelompok miskin berupa pemberian layanan bantuan hukum. Dasar hukum setiap orang berhak menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dalam organisasi kemasyarakatan sebagaimana termuat dalam Pasal 28e UUD 1945 yang tentunya tetap tunduk pada aturan dan wajib menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain dalam rangka tertib hukum serta menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk berpartisipasi dalam pembangunan guna mewujudkan tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila. Organisasi kemasyarakatan awalnya berdasarkan Pasal 1663-1664 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata, serta Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan kini di amandemen menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Definisi organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut orkemas setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2012 istilahnya menjadi orkemas menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi kemasyrakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, Universitas Sumatera Utara kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Organisasi kemasyarakatan agar terverifikasi Kemenkumham dan dinyatakan sebagai Pelaksana Bantuan Hukum sesuai Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum haruslah berbadan hukum, dasar aturan orkemas berbadan hukum awalnya termuat dalam badan hukum, yakni berdasarkan Staatsblad 1870 No. 64, serta Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004. Pengaturan tentang organisasi kemasyarakatan diperbaharui dalam dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Orkemas dan dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 11 sampai dengan Pasal 13 Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang isinya memuat: Pasal 11 1 Organisasi kemasyarakatan berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a dapat berbentuk: a. perkumpulan; atau b. Yayasan. 2 Organisasi kemasyarakatan berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a didirikan dengan berbasis anggota. 3 Organisasi kemasyarakatan berbadan hukum Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b didirikan dengan tidak berbasis anggota. Pasal 12 1 Badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 huruf a didirikan dengan memenuhi persyaratan: a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD dan ART, Universitas Sumatera Utara b. program kerja, c. sumber pendanaan, d. surat keterangan domisili, e. nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan, dan f. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan. 2 Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. 3 Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan setelah meminta pertimbangan dari instansi terkait. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur dengan Undang-Undang. Pasal 13 Badan hukum Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 huruf b diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 12 ayat 1 huruf b tentang program kerja, dimana program kerja harus secara jelas diarahkan kepada rakyat miskin yang tertindas, program kerja ini harus merupakan suatu aksi terpadu yang merupakan perpaduan antara litigasi dengan nonlitigasi. Program kerja harus memiliki manfaat atau dampak positif jangka panjang yang dapat diprediksi melalui argumentasi yang jelas. Program kerja tidak lepas hubungannya dengan biaya pelaksanaan, meskipun demikian diharapkan prinsip pembiayaan ini harus realitis dalam penganggarannya. Menurut Hisar P. Rumapea selaku staf di Badan Kesatuan Bangsa selanjutnya disingkat Bankesbang menyatakan bahwa syarat administrasi dalam mendirikan Universitas Sumatera Utara sebuah Yayasan ataupun perkumpulan yang berbadan hukum adalah: 133 a. Anggaran Dasar dan Anggaran LSM maksud dan tujuan, jangka waktu, modal yang dipisahkan, organ perkumpulan yang terdiri dari pendiri yang jumlahnya tidak ditentukan, pembina, pengurus dan pengawas, susunan pengurus, b. SKT kota administrasi kabupaten, c. Selembar foto tampak depan kantor sekretariat orkemas LSM lengkap dengan papan nama dan alamat ukuran kartu pos, d. Surat ijin domisili kantor dari kelurahan atau kecamatan, e. Surat keterangan diatas materai Rp.6.000,- yang menyatakan bahwa tidak sedang terjadi konflik internal dualisme multi kepengurusan, f. Surat keterangan tidak berafiliasi dengan atau underbow partai politik, dan tidak menggunakan lambang Garuda sebagai lambang organisasi, g. Data keuangan, h. Khusus untuk partai politik, ada ketentuan tambahan yang mengharuskan untuk didaftarkan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, i. Pendaftaran pada Kementerian Dalam Negeri, j. Pendaftaran pada Bankesbang. 1 Akte pendirian, 2 ADART, 3 Program kerja, 4 Susunan kepengurusan pusat, 5 Biodata pengurus, 6 Formulir isian diperoleh dari kantor Kesbang dan Pemberdayaan Kota Administrasi Kabupaten setempat. 133 Hisar P. Rumapea, Bankesbang, Medan, 17 Oktober 2014, 10.32 WIB. Universitas Sumatera Utara Sementara tahapan yang harus dilakukan dalam proses pendirian Yayasan dan perkumpulan berbadan hukum diantaranya: 134 a. Pendirian Pendirian Yayasan dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih “orang” disini dapat berarti perseorangan ataupun badan hukum, dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal. Dasar pendirian Yayasan ini dapat berupa kesepakatan para pendiri Yayasan untuk melakukan kegiatan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, ataupun dapat berdasarkan kepada suatu surat wasiat, Proses pendiriannya sendiri dilakukan dengan akta notaris, kecuali untuk pendirian Yayasan oleh orang asing atau bersama-sama dengan orang asing akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, b. Pengesahan Status badan hukum bagi Yayasan baru timbul setelah akta pendirian yang dibuat oleh notaris memperoleh pengesahan dari Menkumham yang dilaksanakan oleh kantor wilayah setempat. Pengesahan dari pemerintah tersebut harus diberikan paling lambat 30 hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila permohonan pengesahan ditolak, maka penolakan pengesahan oleh menteri wajib diberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya. Namun demikian dalam memberikan pengesahan kepala kantor wilayah dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait. Dalam hal diperlukan pertimbangan instansi terkait, pengesahan ataupun penolakan pengesahan diberikan paling lambat 14 hari sejak jawaban dari instansi terkait, ataupun 30 hari sejak tidak diterimanya jawaban dari instansi terkait. 134 Ibid. Universitas Sumatera Utara c. Pengumuman Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum wajib diumumkan dalam tambahan berita negara besarnya biaya pengumuman akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Pengumuman tersebut harus diajukan permohonannya paling lambat 30 hari sejak akta pendirian disahkan. Konsekuensi dari tidak dilakukannya pengumuman adalah bahwa selama pengumuman belum dilakukan, pengurus Yayasan bertanggung jawab secara renteng atas seluruh kerugian Yayasan. Setelah ketiga proses tersebut selesai dilaksanakan pendirian, pengesahan, dan pengumuman , maka Yayasan tersebut telah sah menjadi suatu badan hukum. Organisasi kemasyarakatan sesuai Undang-Undang Bantuan Hukum untuk dapat memberikan pelayanan bantuan hukum selain berbadan hukum juga wajib memiliki anggaran dasar atau anggaran rumah tangga dalam wadah organisasi kemasyarakatan tersebut karena terkait fungsi Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga sebagai sumber pengaturan atau sumber hukum organisasi, yaitu anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai ketentuan dasar dan operasional bagi organisasi massa dimana anggaran dasar memuat pokok-pokok mekanisme organisasi, sedangkan anggaran rumah tangga adalah penjabaran pelaksanaan anggaran dasar organisasi kemasyarakatan. Penyusunan anggaran dasar dan anggar rumah tangga dalam organisasi masyarakat dihasilkan dalam rapat anggota atau dapat juga dikuasakan kepada beberapa orang pendiri organisasi yang ditetapkan oleh rapat anggota, kemudian beberapa pendiri organisasi yang bersangkutan diberi kuasa untuk menandatangani, mengesahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga hingga memperoleh akta pendirian organisasi kemasyarakatan. Universitas Sumatera Utara Pengaturan mengenai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2011 tentang organisasi kemasyarakatan dimuat pada Pasal 35 dan Pasal 36. Pasal 35 ayat satu mewajibkan Organisasi Kemasyarakatan yang berbadan hukum wajib memiliki Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga, kemudian Pasal 35 ayat kedua dalam penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga paling sedikit memuat nama dan lambang, tempat kedudukan, asas, tujuan dan fungsi, kepengurusan, hak dan kewajiban anggota, pengelolaan keuangan, mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal, dan pembubaran organisasi. Pasal 36 Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan membahas mengenai perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dimana perubahan harus dilakukan melalui forum tertinggi pengambilan keputusan organisasi kemasyarakatan tersebut, selanjutnya perubahan yang telah disepakati tersebut harus dilaporkan kepada kementerian, gubernur, bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya dengan jangka waktu maksimal enam puluh hari terhitung sejak ditetapkannya perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Mengenai keuangan organisasi kemasyarakatan dapat diperoleh dari beberapa sumber, yaitu iuran anggota, bantuan atau sumbangan masyarakat, hasil dari usaha yang dilakukan organisasi kemasyarakatan atau kegiatan lain yang sah menurut hukum yaitu misalnya melakukan suatu penelitian tertentu, dapat juga dari bantuan atau sumbangan dari orang asing atau lembaga asing, dan organisasi kemasyarakatan yang dalam hal ini terverifikasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai Pemberi Bantuan Hukum dapat memperoleh dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara danatau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pada tahun 2014, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengundangkan Permenkumham No. 6 Tahun 2014 yang diberlakukan pada 25 Maret 2014 Tentang Universitas Sumatera Utara Tata Cara Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan pekumpulan dalam undang-undang tersebut adalah dana hukum yang merupakan kumpulan orang yang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, kemanusiaan dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya. Pemohon badan hukum adalah setiap orang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang secara langsung memberikan kuasa kepada notaris untuk mengajukan permohonan kepada Sistem Administrasi Badan Hukum 135 . Badan Hukum untuk dapat disahkan harus melalui pengajuan kepada Menteri secara elektronik pengecualian permohonan nonelektronik ditentukan pada BAB IV Pasal 18 dengan mengisi form yang telah disediakan. 136

B. Para Pelaksana Bantuan Hukum