Faktor Yang Mempengaruhi Bantuan Hukum Pada Lembaga Bantuan Hukum

sengketa dibawah satu juta rupiah tidak dapat dikategorikan dalam kriteria Penerima Bantuan Hukum kecuali perkara tersebut menarik perhatian umum. Menanggapi hal tersebut, peneliti melakukan wawancara pada lembaga swadaya masyarakat dengan narasumber Marjoko selaku koordinator divisi pengurangan resiko bencana dan lingkungan di Yayasan Pusaka Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa kerugian dibawah satu juta rupiah yang dipermasalahkan dalam bantuan hukum diupayakan penyelesaiannya di luar pengadilan. 169 Dalam perkara anak misalnya pencurian sendal jepit, anak sebagai pelaku kejahatan diupayakan penyelesaian perkara tersebut secara diversi. 170

B. Faktor Yang Mempengaruhi Bantuan Hukum Pada Lembaga Bantuan Hukum

1. Anggaran Negara Pemerintah melalui BPHN menyediakan dana anggaran negara bagi Lembaga Bantuan Hukum dan organisasi kemasyarakatan yang memberikan bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang Bantuan Hukum. Mengenai hal tersebut, peneliti melakukan wawancara secara langsung di Lembaga Bantuan Hukum Medan yang selanjutnya disingkat LBH Medan. Dalam kesempatan itu peneliti membahas tentang kendala terhadap anggaran negara yang disediakan untuk penyelesaian perkara di LBH Medan. Sebelum diundangkannya Undang-Undang tentang bantuan hukum, LBH Medan telah memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau prodeo. Program bantuan hukum sebagimana diatur oleh Undang-Undang Bantuan Hukum ini sebenarnya mendapat penolakan oleh LBH Medan, namun karena YLBHI pusat telah 169 Marjoko, Op. Cit., 170 Diversi adalah sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana. Universitas Sumatera Utara mengkonfirmasi maka mau tidak mau LBH menggunakan aturan tersebut. Kendala yang timbul mengenai anggaran negara adalah dana yang diberikan dinilai terlalu kecil, misalnya saja dalam perkara pidana, anggaran yang diberikan untuk penyelesaian perkara pidana secara litigasi sampai putusannya berkekuatan hukum tetap atau inkrah sebesar lima juta rupiah, hal ini sama dengan permasalahan yang dialami oleh Organisasi Kemasyarakatan. Pemberian bantuan hukum ini tidak berhenti sampai disitu, untuk kepentingan pelaporan pemberian bantuan hukum maka perkara yang inkrah tersebut harus dimintakan putusan asli dari pengadilan, sedangkan LBH Medan hanya diberi kutipan atau salinan putusan pengadilan. Untuk melengkapi berkas pelaporan tersebut LBH Medan melengkapi dengan meminta putusan asli pengadilan, putusan asli pengadilan tersebut dapat diberikan oleh pengadilan dengan membayar biaya lima ratus ribu perkasus. 171 Menanggapi masalah ini, pihak KEMENKUMHAM menjelaskan bahwa Pengadilan memberikan salinan putusan kepada para pihak termasuk Pelaksana Bantuan Hukum, KEMENKUMHAM tidak mewajibkan dokumen asli putusan asli namun yang dapat disetorkan bukanlah fotocopy legalisir namun salinan asli dari pengadilan. 172 Perkara yang rumit dimana dibutuhkan saksi ahli yang harus dihadirkan untuk dimintakan keterangannya, di LBH Medan sendiri jarang menggunakan saksi ahli karena terkendala biaya jasa. Apabila saksi ahli dihadirkan maka LBH Medan memberikan permohonan berupa surat kepada stakeholder untuk menghadirkan saksi ahli yang berkompeten. Dalam perkara prodeo, LBH Medan memberikan contoh kasus Bangun Purba yang ditangani, kejadian suami membakar isteri, isteri tersebut kondisinya telah meninggal dunia dan dalam penyidikan didapat keterangan bahwa 171 Muhammad Kaidir F. Harahap, wawancara oleh peneliti, Medan, 8 Agustus 2014, 11.14 WIB. 172 Dartimnov M. T. Harahap, Op. Cit., Universitas Sumatera Utara kematian korban disebabkan karena bunuh diri. Peristiwa ini dirasa janggal oleh LBH Medan, selanjutnya LBH Medan menyurati pihak kepolisian untuk mengusut kembali kasus tersebut. Kemudian pihak kepolisian mengangkat kembali kasus ini dengan menghadirkan saksi ahli dari forensik untuk melakukan otopsi di lapangan. Setelah dilakukan otopsi diketahui kematian korban adalah karena usaha pembunuhan oleh suaminya. Sehubungan dengan itu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar saksi ahli mulai dari otopsi sampai pada pengadilan ditanggung oleh pihak kepolisian, malahan untuk dapat dimintakan ijin dari keluarga korban untuk melakukan otopsi ulang, pihak kepolisian mengeluarkan biaya untuk keluarga korban sebesar lima juta rupiah. Untuk mengatasi hal ini, Lembaga Bantuan Hukum harus mencari dana sebanyak-banyaknya baik dari sumber domestik maupun dari luar negeri. Kalau dapat dirumuskan maka sumber dana tersebut menjadi sebagai berikut: a. Pengadaan Dana Dalam Negeri 1 Intern iuran anggota, 2 Anggaran dana negara melalui BPHN APBN, 3 Anggaran dana dari Pemerintah Daerah APBD, 4 Melakukan kerjassama untuk memperoleh sumbangan dari perusahaan dalam negeri, 5 Kerjasama dengan lembaga atau organisasi donor, 6 Sumbangan dari jasa hukum diluar honor yang diberikan klien. b. Pengadaan Dana Luar Negeri 1 Bekerjasama untuk mendapatkan sumbangan dari luar negeri namun prinsipnya dengan tidak mengikat. 2 Kerjasama dengan lembaga atau organisasi donor luar negeri donor asing, Universitas Sumatera Utara 2. Pengawas Kemenkumham Kemenkumham sebagai penyelenggara bantuan hukum berwenang untuk mengawasi kegiatan Pemberi Bantuan Hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Salah satu aturannya adalah bahwa dalam pemberian bantuan hukum, LBH Medan tidak boleh meminta atau menerima biaya perkara kepada korban seribu rupiahpun sampai keputusannya inkrah, apabila terjadi pelanggaran maka Pemberi Bantuan Hukum bisa dilaporkan dan mendapat sanksi berupa pemberian penurunan grate, jadi dapat dikatakan bahwa keasalahan salah satu oknum yang bekerja LBH akan dapat berpengaruh terhadap LBH itu sendiri dengan pemberian sanksi personal dan juga bagi LBH itu sendiri. Adapun pengawasan yang dilakukan oleh BPHN adalah dengan mengadakan pemeriksaan langsung ke LBH secara berjangka namun kedatangannya tidak dapat di prediksi, kadang Pengawas tersebut datang dalam tiga bulan sekali. 3. Kriteria Penerima Bantuan Hukum Soerdjono mengutib pendapat S. Tasrif yang mengatakan: 173 “Bahwa orang-orang yang dapat diberi bantuan atau nasihat hukum oleh LBH ini hanyalah orang-orang miskin yang harus memiliki surat keterangan miskin atau tidak mampu dari lurah atau pejabat lainnya yang berwenang dan tidak diperkenankan untuk memberi bantuan atau nasihat hukum kepada orang yang mampu membayar honorarium kepada seorang Advokat atau pengacara biasa. Demikian juga petugas-petugas LBH tidak diperkenankan memungut honorarium dari orang-orang yang berkepentingan dibela oleh LBH Jakarta.” Lebih lanjut Soerdjono juga mengutib pengacara terkemuka lainnya yaitu Adnan Buyung Nasution berpendapat, sebagai berikut: 174 “ 1. bantuan hukum disini dimaksudkan khusus bantuan hukum bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah atau dalam bahasa populer adalah 173 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal. 25. 174 Ibid. Universitas Sumatera Utara “si miskin”. Ukuran kemiskinan sampai saat ini masih tetap merupakan masalah yang sulit dipecahkan, bukan saja bagi negara-negara yang berkembang bahkan di negara-negara yang sudah maju pun masih tetap menjadi masalah. 2. Buta hukum adalah suatu istilah yang peneliti ajukan pertama kalinya dalam Kongres ke-III Peradin tanggal 18 sampai dengan 20 Agustus 1969 di Jakarta, maksudnya adalah lapisan masyarakat yang buta huruf atau berpendidikan rendah yang tidak mengetahui dan menyadari hak-haknya sebagai subjek hukum atau karena kedudukan sosial dan ekonomi serta akibat tekanan-tekanan dari yang lebih kuat tidak punya keberanian untuk membela dan memperjuangkan hak-haknya.” Pemberian bantuan hukum diberikan hanya kepada orang atau kelompok orang miskin secara ekonomi dengan bukti melampirkan surat keterangan tanda miskin. Pemberi Bantuan Hukum dalam menerima permohonan bantuan hukum haruslah mengkonfirmasi terlebih dahulu bahwa apakah pemohon tersebut benar-benar masuk kriteria Penerima Bantuan Hukum. Sebelumnya LBH Medan melakukan investigasi lapangan dengan maksud untuk mengetahui kondisi pemohon tersebut apakah dalam keadaan miskin, dalam salah satu investigasi tersebut didapat bahwa pemohon bantuan hukum ternyata memiliki aset yang tergolong bukan orang miskin berupa dua unit mobil dan rumah yang terlihat bagus. Hal ini menjadi polemik bagi LBH Medan karena harus menolah permonan bantuan hukum tersebut dengan alasan bahwa pemberian banuan hukum ini hanya diperuntukkan bagi orang atau kelompok orang miskin. Dalam investigasi tersebut LBH Medan mengeluarkan anggaran perjalanan dan bermaksud dimasukkan pada anggaran negara namun pihak BPHN menolak karena perkara tersebut masuk litigasi dan karena permohonan tersebut ditolak maka tidak ada anggaran negara yang diperuntukkan untuk investigasi terhadap kriteria Penerima Bantuan Hukum tersebut. 175 Selanjurnya LBH Medan mengkonfirmasi perihal kriteria orang miskin pada 175 Muhammad Kaidir F. Harahap, wawancara oleh peneliti, Medan, 25 Agustus 2014, 16.49 WIB. Universitas Sumatera Utara Pengawas, menurut penjelasan Pengawas bahwa syarat untuk mendapatkan bantuan hukum adalah orang miskin yang dibuktikan dengan surat keterangan miskin, apabila pemohon mengajukan permohonan bantuan hukum dengan syarat administrasi yang lengkap maka permohonan tersebut harus diterima. Lebih lanjut lagi apabila lembaga batuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang terdaftar sebagai Pelaksana Bantuan Hukum menolak karena diluar itu pemohon termasuk orang kaya, maka ini merupakan pelanggaran Pelaksana Bantuan Hukum dan dapat dilaporkan karena telah melawan negara, pemerintah menentukan kriteria miskin dengan bukti administrasi surat keterangan miskin. Hal ini merupakan kelemahan dari pelaksanaan bantuan hukum yang dapat dimanfaatkan Pelaksana Penerima Bantuan Hukum yang tidak bertanggungjawab. 4. Sumber Daya Manusia Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian bantuan hukum adalah sumber daya manusia dalam hal ini yaitu para Pelaksana Bantuan Hukum yang dapat beracara, sebagaimana peraturan dalam beracara hanya Advokat yang terdaftar sebagai anggota Peradi yang dapat beracara membela kepentingan klien di pengadilan. Faktor tersebut menjadi kendala tersendiri dimana Pelaksana Bantuan Hukum selain Advokat Peradi di LBH Medan pernah di eksepsi dikarenakan Pelaksana Bantuan Hukum tersebut bukan Advokat yang menangani perkara di muka pengadilan, hal ini juga terjadi diluar kota Medan seperti Tapanuli dimana paralegal sudah jauh-jauh berangkat namun ditolak pengadilan dengan alasan yang sama, namun juga bagi sebagian hakim di Pengadilan Negeri Medan memperbolehkan volunter beracara dengan melampirkan SKTM dan kartu LBH Medan. Universitas Sumatera Utara

C. Faktor Yang Mempengaruhi Bantuan Hukum Pada Kantor Advokat