Para Pelaksana Bantuan Hukum

Tata Cara Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan pekumpulan dalam undang-undang tersebut adalah dana hukum yang merupakan kumpulan orang yang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, kemanusiaan dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya. Pemohon badan hukum adalah setiap orang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang secara langsung memberikan kuasa kepada notaris untuk mengajukan permohonan kepada Sistem Administrasi Badan Hukum 135 . Badan Hukum untuk dapat disahkan harus melalui pengajuan kepada Menteri secara elektronik pengecualian permohonan nonelektronik ditentukan pada BAB IV Pasal 18 dengan mengisi form yang telah disediakan. 136

B. Para Pelaksana Bantuan Hukum

Pemberian bantuan hukum diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dilaksanakan oleh Pelaksana Bantuan Hukum, sebagaimana telah dijelaskan bahwa Pemberi Bantuan Hukum terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum dan Organisasi Kemasyarakatan dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam Undang-Undang. Pelaksana Bantuan Hukum dalam implementasinya berhak merekrut Advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum yang selanjutnya peneliti sebut sebagai para Pemberi Bantuan Hukum, hal ini diharapkan para Pemberi Bantuan Hukum dapat memberikan pelayanan secara maksimal dalam Pelaksana Bantuan Hukum yang membutuhkan tenaga. Adapun para Pemberi Bantuan Hukum tersebut dapat digolongkan kewenangan masing-masing, antara lain: 1. Advokat 135 Sistem Administrasi Badan Hukum yang selanjutnya disingkat SABH, adalah sistem pelayanan administrasi badan hukum secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. 136 Permenkumham No. 6 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan. BAB I - III. Universitas Sumatera Utara Advokat sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Advokat. Advokat memberikan jasa bantuan hukum berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien, dalam hal ini adalah klien yang tidak mampu atau orang miskin. Dasar pertama pemberian bantuan hukum oelh Advokat adalah Mukadimah Anggaran Dasar PERADIN, yang menyatakan bahwasannya adalah menjadi hak setiap orang untuk mendapat perlakuan dan perlindungan yang sama oleh undang-undang, maka terhadap tiap pelanggaran hukum yang dituduhkan kepadanya dan pembelakangan yang dideritanya ia berhak pula untuk menuntut hukum yang diperlukan sesuai dengan asas rule of law dalam masyarakat merdeka. 137 Standar pelaksanaan yang dilakukan oleh Advokat dalam memberikan bantuan hukum harus memenuhi syarat, syarat tersebut diantaranya menyebutkan bahwa Advokat tersebut terdaftar pada salah satu Pemberi Bantuan Hukum yang terakreditasi, selain itu Advokat tersebut tidak sedang menjalani hukuman pemberhentian sementara waktu atas pelanggaran kode etik profesi yang dibuktikan dengan surat keterangan dari organisasi induk Advokat. Advokat yang tergolong dalam Pemberi Bantuan Hukum tersebut tidak sedang menjalani hukuman atas pelanggaran anggaran dasar, anggaran rumah tangga danatau pelanggaran peraturan internal, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Pemberi Bantuan Hukum. Advokat sebagai Pemberi Bantuan Hukum memiliki hak dalam memberikan bantuan hukum, hak-hak Advokat tersebut diantaranya adalah bahwa Advokat bebas 137 Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, Op. Cit., hal. 33. Universitas Sumatera Utara mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, selain itu juga Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya, Menurut Syafruddin Kalo sebagai Guru Besar Fakultas Hukum USU, kata bebas pada Advokat dalam menjalankan kewajiban adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. 138 Advokat dalam menjalankan kuasanya, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dengan memperhatikan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Pemberian bantuan hukum oleh Advokat harus didukung beberapa bukti, bukti tersebut sebagai hak Advokat dalam memperoleh informasi, data dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun dari pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang digunakan untuk pembelaan kepentingan Penerima Bantuan Hukum. Meskipun Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat, pembelaan yang dilakukan oleh Advokat adalah guna kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum, maka dari itu Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara oleh pihak yang berwenang danatau masyarakat. Adapun Advokat selain memiliki hak juga memiliki kewajiban secara umum dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin, diantaranya bahwa Advokat dalam menjalankan tugas profesinya tidak boleh membedakan pelayanan 138 Syafruddin Kalo, Suatu pemikiran Mengenai Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Masih Relevan Untuk Dipertahankan, Makalah Seminar Nasional Kajian Akademisi Tentang RUU Advokat, Gedung Peradilan Semu FH USU, Medan, Sabtu, 16 Agustus 2014 hal. 8. Universitas Sumatera Utara atau memberikan perlakuan yang sama pada perkara bantuan hukum secara cuma-cuma dengan perkara hukum pada klien yang membayar honorarium. 139 Advokat juga dilarang membeda-bedakan perlakuan terhadap Penerima Bantuan Hukum berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. Advokat wajib dalam mejaga kerahasiaan segala sesuatu yang diketahui atau yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum karena hubungan profesinya. Advokat yang tidak terdaftar sebagai Pemberi Bantuan Hukum di Lembaga Bantuan Hukum atau organisasi kemasyarakatan yang terakreditasi sesuai dengan Undang-Undang Bantuan Hukum tetap dapat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, hal ini merupakan salah satu kewajiban Advokat. 140 Organisasi Advokat dapat mengembangkan program bantuan hukum secara cuma-cuma dengan cara bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum, untuk melaksanakan program bantuan hukum secara cuma-cuma tersebut, organisasi Advokat membentuk unit kerja yang secara khusus menangani bantuan hukum secara cuma-cuma. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ini bukanlah suatu belas kasihan terhadap orang yang tidak mampu, tetapi lebih kepada penghargaan terhadap hak asasi manusia dalam mewujudkan keadilan masyarakat secara sukarela. Kewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma oleh Advokat tidak terlepas dari jaminan keadilan bagi semua orang justice for all 141 dan merupakan hak bagi setiap orang untuk didampingi pembela tanpa terkecuali. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ini terlepas dari konsep Pemberi Bantuan Hukum yang diselenggarakan Kemenkumham, merupakan bentuk pengabdian Advokat dalam menjalankan profesinya sebagai salah satu unsur sistem peradilan dan salah satu pilar dalam 139 Kode Etik Advokat Pasal 4 Huruf f 140 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasal 22 jo Kode Etik Advokat Pasal 7 huruf h . 141 Fans Hendra Winarta, Bantuan Hukum..., Op. Cit., hal. 89. Universitas Sumatera Utara menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Ruang lingkup pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma di luar program bantuan hukum Kemenkumham meliputi perkara perdata, pidana, tata usaha negara, perburuhan, pidana militer, dan tidak menutup kemungkinan dapat menerima perkara lainnya, bantuan hukum secara cuma-cuma ini diberikan pula bagi perkara nonlitigasi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan. Adapun mengenai sanksi yang diberikan pada Advokat yang melakukan pelanggaran kode etik dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma ini dapat diputuskan oleh organisasi profesi Advokat, dalam peraturan dijelaskan mengenai larangan atau sanksi kepada Advokat yang menolak pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dengan alasan diluar ketentuan, menerima atau meminta imbalan jasa terhadap pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Sanksi tersebut berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari profesi Advokat selama tiga sampai dengan dua belas bulan berturut-turut, dan dapat juga mendapatkan sanksi tegas berupa pemberhentian tetap dari profesi Adokat. 142 Pemberian bantuan hukum dapat juga dilakukan oleh calon Advokat CA, calon Advokat ini di lapangan juga sering disebut sebagai kandidat. Kewenangan dari calon Advokat dalam beracara tidak dapat mandiri, calon Advokat terbatas dalam melakukan pembelaan di muka pengadilan dengan memerlukan pendampingan dari Advokat pendamping. Seorang calon Advokat dapat diberikan izin sementara praktik Advokat izin Sementara segera setelah diterimanaya Laporan Penerimaan Calon Advokat Magang yang memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat. Dalam aturan pelaksanaannya memuat 142 Kode Etik Advokat Pasal 16. Universitas Sumatera Utara ketentuan dimana untuk kepentingan magang, calon Advokat yang memiliki izin sementara dapat diikutsertakan di dalam surat kuasa Advokat pendamping, ini berarti calon Advokat tidak dapat menjalankan praktik Advokat atas namanya sendiri dimana calon Advokat tersebut dapat berpraktik sebagai asisten dari Advokat pendamping. Izin sementara praktek Advokat hanya berlaku selama calon Advokat menjalani masa magangnya dimana ia menjalani masa magangnya sekurang-kurangnya dua tahun terus-menerus pada kantor Advokat serta menyelesaikan Laporan Sidang. Kantor Advokat yang dimaksud adalah kantor yang didirikan seorang atau lebih Advokat yang memberi jasa hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan para pendirinya terdaftar sebagai anggota Perhimpunan Advokat Indonesia PERADI. Adapun beberapa kantor Advokat yang mengkhususkan diri pada bidang non-litigasi adalah kantor Advokat yang seluruh Advokat tergabung di dalamnya tidak pernah menangani perkara litigasi. Kantor atau lembaga yang memberikan pelayana bantuan hukum secara cuma-cuma termasuk yang berada di lingkungan perguruan tinggi yang ingin dipersamakan sebagai kantor Advokat yang selanjutnya digunakan untuk menerima magang seorang calon Advokat, harus menyerahkan surat permohonan. Calon Advokat dapat membantu menangani perkara sampai dengan adanya putusan instansi peradilan tingkat pertama atas masing-masing perkara. Perkara yang berlanjut ke tingkat pemeriksaan berikutnya banding, kasasi, dan peninjauan kembali diperhitungkan sebagai perkara yang sama. Perkara pidana dan perkara perdata yang ditangani calon Advokat sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan magang adalah seluruh perkara pidana dan perdata yang diperiksa di pengadilan negeri. Sebelumnya aturan mengenai Advokat Magang ini telah diatur dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der Justitie yang merupakan aturan Universitas Sumatera Utara negeri Belanda yang diberlakukan juga di Indonesia yang memuat pendamping pengganti hanya dapat mengikuti sidang apabila pendamping itu sendiri berhalangan atau karena suatu sebab tidak dapat hadir, maka Advokat yang didampingi ditunjuk sebagai penggantinya. 143 2. Paralegal Paralegal adalah seseorang yang bukan pengacara atau bukan Advokan tetapi mendapatkan pelatihan atau memiliki keterampilan hukum sehingga dapat membantu kerja pengacara atau Advokat dalam memberikan bantuan hukum. Pengertian tersebut sesuai tulisan dalam Black’s Law Dictionary keluaran tahun 1979 pada halaman 1001 sebagaimana dikutib oleh Kelompok Kerja Paralegal Indonesia, Paralegal is a person with legal skills, but who is not an attorney, and who works under the supervision of a lawyer or no is otherwise authorized by law to use those legal skills, 144 terjemahan tersebut adalah paralegal merupakan seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun bukanlah seorang penasihat hukum yang profesional dan bekerja dibawah bimbingan seorang Advokat atau yang dinilai memiliki kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya. Tugas dari seorang paralegal sendiri adalah membantu seorang Advokat dalam bekerja menangani kasus-kasus perkara yang masuk guna membela kepentingan klien, dalam hal ini adalah Penerima Bantuan Hukum. Pada era di keluarkannya Undang-Undang Bantuan Hukum, tugas dari seorang paralegal tidak hanya terbatas membantu pekerjaan Advokat, namun dapat beraktivitas lebih luas di bidang pemberdayaan dan pendidikan hukum masyarakat dengan menjalankan aktivitas advokasi, pengorganisasian, pembelaan hak dan kepentingan hukum masyarakat 143 Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der Justitie Pasal 192. 144 Kelompok Kerja Paralegal Indonesia, Kritisi Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum dari Aspek Paralegal dan Pemberdayaan hukum: Legal Empowerment, Jakarta: PokjaparalegalIndonesia, 2014, hal. 3. Universitas Sumatera Utara community-based paralegal. 145 Paralegal dalam memberikan layanan bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum harus memenuhi persyaratan bahwa paralegal tersebut harus terdaftar pada salah satu Kantor Pelaksana Bantuan Hukum yang terakreditasi, Paralegal tersebut haruslah telah mengikuti pelatihan paralegal yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan paralegal yang diselenggarakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, Perguruan Tinggi, lembaga swadaya masyarakat yang memberika bantuan hukum, dan lembaga pemerintah yang menjalankan fungsinya dibidang hukum. Paralegal wajib tunduk dan patuh terhdap kode etik pelayanan bantuan hukum paralegal yang dibuat oleh Pemberi Bantuan Hukum tempat paralegal tersebut terdaftar. 146 Kewenangan paralegal dalam bantuan hukum yang diberikan dibatasi pada masalah hukum perkara perdata, pidana, perburuhan dan tata usaha negara. Ruang lingkup peran paralegal sebagai Pemberi Bantuan Hukum adalah menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum. D.J. Ravindran dalam Guidance for Paralegal merumuskan peran paralegal sebagai berikut: 147 a. Melaksanakan program-program pendidikan sehingga kelompok masyarakat yang dirugikan dapat menyadari hak-hak dasarnya. b. Memfasilitasi terbentuknya organisasi rakyat sehingga mereka dapat menuntut dan memperjuangkan hak-hak mereka. c. Membantu melakukan mediasi dan rekonsiliasi apabila terjadi konflik. 145 Ibid., hal. 4. 146 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Pasal 9 jo PP No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 13 ayat 4 jo. Permen No. 22 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 27. 147 Mulyana W. Kusumah, Paralegal dan Akses Masyarakat Terhadap Keadilan, Jakarta: YLBHI, 1991. Universitas Sumatera Utara d. Melakukan penyelidikan awal terhadap kasus-kasus yang terjadi sebelum ditangani pengacara. e. Membantu pengacara dalam membuat pernyataan-pernyataan pengumpulan bukti yang dibutuhkan dan informasi lain yang relevan dengan kasus-kasus yang dihadapi. Paralegal dan mahasiswa Fakultas Hukum dalam pemberian bantuan hukum berbeda dengan Advokat dan dosen, perannya sebatas konsultasi hukum dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, akan tetapi Advokat dapat melibatkan paralegal dalam memberikan bantuan hukum secara litigasi. Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam bukunya berjudul “Fenomena Paralegal di Indonesia”, menjelaskan bahwa kemunculan paralegal sebagai reaksi karena ketidakberdayaan hukum dan dunia profesi hukum pengacaraAdvokat untuk memahami dan menangkap serta memenuhi asumsi-asumsi sosial yang diperlukan guna mewujudkan hak-hak masyarakat miskin yang secara jelas dilindungi oleh hukum. Sementara itu, Fauzi Abdullah mempertajam peran pengacara dalam prakteknya dimana pengacara pada dasarnya merupakan kepanjangan tangan dari hukum positif. 148 Implementasi seorang paralegal dalam program pemberian bantuan hukum mulai dari mewawancarai Penerima Bantuan Hukum, memilah dan mengelompokkan fakta fakta yang relevan menurut hukum dan mana yang argumentasi Penerima Bantuan Hukum yang tidak berdasar hukum, memasukkan masalah dalam kategori-kategori yang tersedia, serta atas dasar itu menyusun rencana tindakan hukum yang akan dilakukan dalam Advokasi, dengan kata lain paralegal memfasilitasi bekerjanya 148 https:www.causes.comcauses303502-bantuan-hukum-berbasis-masyarakatupdates404644-kritisi-ruu- bantuan-hukum-dari-aspek-paralegal-dan-pemberdayaan-hukum-legal-empowerment-2, Rabu, 3 Desember 2014, 4.57 WIB. Universitas Sumatera Utara hukum positif dalam menghadapi persoalan hukum Penerima Bantuan Hukum. Paralegal sangat dibutuhkan dalam kegiatan pencerahan hukum sebagai bukti rencananya akan dibuat sertifikasi dari Organisasi Advokat kepada paralegal yang lolos kualifikasi dengan syarat-syarat tertentu. 149 3. Dosen Dosen adalah seorang yang berprofesi sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mengajarkan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang dikuasai melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan mulia dan tanggung jawab. Dosen Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disebut dosen PNS sebelumnya tidak boleh beracara, kemudian setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum maka dosen mendapat hak dalam pemberian bantuan hukum. Sejarah dosen PNS dilarang beracara sendiri terdapat dalam Staatblad Tahun 1935 Nomor 443 dan dirumuskan ulang dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 Lembaran Negara Nomor 203 dimana dalam Bab I memuat pengaturan bahwa pegawai dilarang melakukan pekerjaan dalam lapangan partikelir jikalau peraturan jawatan melarang melakukan itu, aturan ini didasarkan pada pertimbangan supaya kejujuran dan kehormatan pegawai tidak terganggu serta kepeningkatan jawatan atau Negeri tetap diutamakan atau dapat diartikan bahwa kegiatan bantuan hukum secara litigasi dikhawatirkan akan mengakibatkan mundurnya perhatian dan kegiatannya sebagai dosen PNS. 150 Kemudian dalam perkembangannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1956 yang khusus mengenai 149 Dartimnov M. T. Harahap, Op. Cit. 150 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 Lembaran Negara Nomor 203 Tentang Penghasilan dan Usaha Pegawai Negeri dalam Lapangan Partikelir, Pasal 2 huruf b. Universitas Sumatera Utara kata pegawai dapat dijelaskan bahwa dosen sebagai pegawai dimana dalam peraturan ini pegawai adalah semua pegawai negeri sipil dalam dinas aktif harus mematuhi peraturan dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952. 151 Aturan ini didasarkan pertimbangan bahwa untuk menyederhanakan dan mempercepat pekerjaan perlu diadakan perubahan dalam peraturan mengenai pemberian izin kepada pegawai negeri yang hendak berusaha di lapangan partikelir. Pengundangan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 mempertegas pelarangan dosen yang berstatus PNS dalam beracara dimana dalam Bab III tentang pembatasan duduk dalam usaha sosial menyebutkan bahwa dosen dengan status PNS golongan ruang IVA dilarang duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dalam Badan Sosial, apabila untuk itu ia menerima upahgajihonorarium atau keuntungan materiil atau finansiil lainnya, namun dosen PNS golongan IVA dan IIID dapat eksis dalam Badan Sosial berbentuk Yayasan atau perkumpulan yang bergerak dalam bidang kemasyarakatan dengan tidak menerima upahgajihonorarium atau keuntungan materiilfinansiil lainnya dan harus memperoleh izin tertulis dari Penjabat Yang Berwenang namun dengan tetap tidak boleh mengabaikan tugas utamanya sebagai dosen berstatus PNS atau tidak mengakibatkan ketidaklancaran pelaksanaan tugas dari yang bersangkutan, dan tidak merusak nama baik instansi tempat bekerja. 152 Sejak Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 ini diundangkan, maka Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 dan perubahannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1956 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pemerintah dalam menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin PNS dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dimana dalam aturan 151 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1956, Pasal 1 huruf a. 152 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 Pasal 4 ayat 1, 2 dan 4. Universitas Sumatera Utara tersebut tidak melarang dosen sebagai PNS melakukan pemberian bantuan hukum, namun seorang dosen berstatus PNS yang memiliki hubungan kasus yang ditangani antara klient dengan pemerintah dikhawatirkan akan dapat terjadi penyalahgunaan wewenang, membocorkan informasi dan juga dapat memanfaatkan rahasia negara yang diketahui. Pada tahun 2010, pemerintah menilai bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, maka diundangkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dimana peraturan ini memasukkan larangan terhadap peran PNS dalam politik. Berkenaan dengan bantuan hukum, peraturan ini tidak melarang PNS untuk beracara. 153 Keterlibatan para dosen Fakultas Hukum dalam program pemberian bantuan hukum mempunyai arti penting terutama bagi negara yang masih mempunyai pengacara dalam jumlah yang sedikit sebagaimana kondisi ini terjadi di Indonesia. Kenyataannya pelaksanaan bantuan hukum di lapangan yaitu yang terdapat di kantor Pelaksana Bantuan Hukum dapat dilihat dari akreditasinya, contohnya seperti di Kota Medan yang terakreditasi B hanya LBH Medan, selebihnya terakreditasi C dimana jumlah Advokat yang menangani perkara hanya dua orang. 154 Kalau dirasakan jumlah Advokat ini tidak seimbang, hal ini akan berpengaruh pada pelayanan bantuan hukum. dosen Fakultas Hukum sangat diperlukan eksistensinya, disamping berperan dalam pelaksanaan bantuan hukum juga pelaksanaan pemberian bantuan hukum oleh dosen ini umumnya mengandung aspek-aspek teoritis dalam argumentasinya sebagaimana profesi utamanya sebagai pendidik klinis di Fakultas Hukum. Dosen dalam melakukan pemberian bantuan hukum harus memenuhi syarat dengan terdaftar sebagai Pemberi Bantuan Hukum yang terakreditasi dan berijazah 153 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, Pasal 4. 154 Dartimnov M. T. Harahap, Op. Cit. Universitas Sumatera Utara sarjana dibidang hukum yang mengajar pada Fakultas Hukum atau Fakultas Syariah. Pada acara Seminar Nasional Kajian Akademisi Tentang Rancangan Undang-Undang Advokat, disebutkan oleh Harry Witjaksono sebagai Anggota Pansus RUU Advokat DPR RI menyatakan bahwa seharusnya dalam memberikan pelayanan bantuan hukum hanya dapat diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang independen dan bukan PNS, lebih lanjut lagi beliau menjelaskan alasan pembatasan eksistensi PNS dalam pengadilan dikarenakan untuk menjaga kualitas, dimana dosen sebagai PNS sedikit banyak dapat terintervensi pemerintah karena PNS berada dibawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 155 Menurut Sahala Siahaan selaku Ketua Harian KAI pada Seminar Nasional Kajian Akademisi Tentang Rancangan Undang-Undang Advokat, disebutkan tentang dosen sebagai Advokat. 156 Bagi dosen PNS yang aktif mengajar di Fakultas Hukum, seharusnya tidak mendapat izin untuk praktek Advokat, karena Pegawai Negeri Sipil termasuk pejabat yang gaji atau pembayaran jasanya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara periodik dalam jangka waktu 2 tahun secara berturut-turut atau lebih, kecuali dosen yang bukan PNS tentu bisa mendapat izin untuk praktik sebagai Advokat. Hal ini kontradiktif atau bertentangan dengan ketentuan Pasal 9 Huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang menyatakan bahwa Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap Advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum. Ketentuan tersebut menguatkan kedudukan dosen untuk dapat memberikan bantuan hukum, tanpa membedakan dosen PNS maupun bukan PNS. Ketentuan ini semakin dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 155 Harry Witjaksono, wawancara oleh peneliti, Gedung Peradilan Semu FH USU, Sabtu, 16 Agustus 2014. 156 Sahala Siahaan, wawancara oleh peneliti, Gedung Peradilan Semu FH USU, Sabtu, 16 Agustus 2014. Universitas Sumatera Utara 006PUU-II2004 yang dalam bagian Menimbang disebutkan: 157 “Menimbang bahwa sebagai Undang-Undang yang mengatur profesi, seharusnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak boleh dimaksudkan sebagai sarana legalisasi dan legitimasi bahwa yang boleh tampil di depan pengadilan hanya Advokat karena hal demikian harus diatur dalam hukum acara, padahal hukum acara yang berlaku saat ini tidak atau belum mewajibkan pihak-pihak yang berperkara untuk tampil dengan menggunakan pengacara verplichte procureur stelling. Oleh karena tidak atau belum adanya kewajiban demikian, menurut hukum acara, maka pihak lain diluar Advokat tidak boleh dilarang untuk tampil mewakili pihak yang berperkara di depan pengadilan. Hal ini juga sesuai dengan kondisi riil masyarakat saat ini dimana jumlah Advokat sangat tidak sebanding dan tidak merata dibandingkan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang memerlukan jasa hukum.” Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.006PUU-II2004 menimbulkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Advokat tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat maka secara hukum dosen melalui Lembaga Bantuan Hukum kampus pun boleh memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu. Pada Undang-Undang Bantuan Hukum, memuat Pemberi Bantuan Hukum yang dapat merekrut dosen, namun mengenai kedudukan dan wewenang pengaturannya belum jelas. Undang-Undang Bantuan hukum memberikan wewenang kepada dosen dalam memberikan pelayanan bantuan hukum dalam proses litigasi hanya sebatas apabila jumlah Advokat tidak memenuhi dalam menangani perkara yang dimohonkan, hal ini akan berpengaruh terhadap pemberian bantuan hukum dimana seolah-olah dosen sebagai Pemberi Bantuan Hukum secara litigasi hanya sebatas pelengkap jika diperlukan terhadap perkara yang tidak dapat diselesaikan oleh Advokat. Pengabdian pada masyarakat ditunjukan dengan cara memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu membayar Advokat. Dosen memberikan bantuan hukum kepada masyarakat tunduk dengan Undang-Undang Bantuan Hukum. Hal ini berarti dosen hanya dapat beracara dalam perkara prodeo atau bantuan hukum 157 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006PUU-II2004. hal. 31. Universitas Sumatera Utara secara cuma-cuma dan dalam memberikan bantuan hukum harus mendapat surat tugas dan mengatas namakan lembaga atau organisasi Pemberi Bantuan Hukum sesuai dengan peraturan. 4. Mahasiswa Fakultas Hukum Diundangkannya Undang-Undang Bantuan Hukum membuat mahasiswa Fakultas Hukum merasa diuntungkan, di dalam Undang-Undang Bantuan Hukum ini termuat paralegal, paralegal ini merupakan mahasiswa yang terlibat di dalam pemberian bantuan hukum. Selain Lembaga Bantuan Hukum di tiap wilayah propinsi cabang dari YLBHI, mahasiswa juga terdapat pada tiap Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum pada Fakultas Hukum yang merupakan tempat berprakteknya mahasiswa, apabila mahasiswa tidak diberikan ruang maka bagaimana mahasiswa hukum tersebut bisa berpraktek dalam menerapkan ilmunya sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi 158 dimana memuat poin pendidikan, penelitian, dan pengabdian di masyarakat lewat kerja nyata. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Bantuan Hukum, yang dapat memberikan jasa hukum adalah Advokat, namun Lembaga Bantuan Hukum di Universitas Muhammadiyah Malang melakukan permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi dan berhasil membatalkan aturan bahwa hanya Advokat yang boleh memberikan jasa hukum, sayangnya putusan MK ini belum dilakukan perubahan pada Undang-Undang Advokat. Mahasiswa sebagai Pemberi Bantuan Hukum harus memenuhi beberapa syarat, syarat-syarat tersebut diantaranya adalah bahwa mahasiwa tersebut terdaftar pada 158 Tri Dharma Perguruan Tinggi: a. Memberikan konsultasi hukum serta jasa-jasa lain yang berhubungan dengan hukum, b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya kepada pencari hukum untuk menjunjung tinggi norma-norma hukum, c. Memberikan bantuan hukum secara aktif dan langsung secara merata kepada masyarakat, khususnya kepada para pencari hukum. Universitas Sumatera Utara salah satu Pelaksana Bantuan Hukum yang terakreditasi, mahasiwa tersebut merupakan mahasiswa Fakultas Hukum atau fakultas syariah yang dibuktikan dengan kartu tanda mahasiswa yang masih berlaku. Mahasiswa sebagai Pemberi Bantuan Hukum juga harus lulus mata kuliah hukum acara pidana, hukum acara perdata, danatau hukum acara tata usaha negara yang dibuktikan dengan fotokopi transkrip nilai yang telah dilegalisir, selanjutnya mahasiswa Pemberi Bantuan Hukum harus telah mengikuti pelatihan paralegal yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan paralegal yang diselenggarakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat yang memberikan bantuan hukum atau lembaga pemerintah yang menjalankan fungsinya dibidang hukum. 159 Mahasiswa Fakultas Hukum dalam pemberian bantuan hukum sebelumnya diharapkan melalui Biro Bantuan Hukum di LKBH mahasiswa ini dapat dibimbing secara aktif oleh dosen-dosen yang berpengalaman dalam memahami tahap-tahap pemeriksaan perkara hukum dalam proses peradilan, yaitu mulai dari penangkapan, penyidikan, penuntutan, peradilan, pembelaan dan pelaksanaan hukum.

C. Pemberi Bantuan Hukum dalam memperoleh Verifikasi dan Akreditasi