Faktor Yang Mempengaruhi Bantuan Hukum Pada Organisasi Masyarakat

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI

PEMBERI BANTUAN HUKUM Pemberian bantuan hukum bertujuan untuk memberikan keadilan dengan cara memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum, dalam pemenuhan hak pemberian bantuan hukum tersebut sering terjadi permasalahan yang timbul karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibahas sebagai berikut:

A. Faktor Yang Mempengaruhi Bantuan Hukum Pada Organisasi Masyarakat

1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dalam hal ini adalah para Pelaksana Bantuan Hukum. Para Pelaksana Bantuan Hukum ini terdiri dari Advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum. Kurangnya pengakuan terhadap paralegal dalam beracara merupakan kendala yang sangat dirasakan, paralegal tersebut telah mengerti tata cara beracara, meskipun begitu tidak ada peraturan yang dengan tegas mengatur kedudukan paralegal dalam beracara. peneliti telah melakukan wawancara secara langsung guna mengetahui kendala yang dihadapi dalam lapangan oleh lembaga swadaya masyarakat berbadan hukum berbentuk Yayasan yang konsern menangani perlindungan anak, perempuan dan lingkungan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Menurut narasumber Bapak Marjoko, selaku Advokat yang menjabat sebagai Koordinator Divisi Pengurangan Resiko Bencana dan Lingkungan di Yayasan Pusaka Indonesia, menjelaskan bahwa masih kurangnya sumber daya manusia yakni berupa tenaga profesional kuantitas untuk menangani masalah litigasi. Kurangnya Advokat yang tergabung dalam Universitas Sumatera Utara organisasi ini menjadikan program pelaksanaan menjadi terbatas, hal ini karena waktu yang diperlukan Pelaksana Bantuan Hukum profesional dalam menangani perkara harus benar-benar disesuaikan dengan program bantuan hukum yang cenderung padat. 164 Penambahan tenaga Pelaksana Bantuan Hukum profesional dalam hal ini adalah Advokat diharapkan dapat membantu untuk memberikan pelayanan, hal ini akan banyak bermanfaat karena secara manusiawi Pelaksana Bantuan Hukum adalah manusia yang membutuhkan istirahat dan para Pelaksana Bantuan Hukum ini juga harus mengatur waktu dengan keluarganya. Namun penambahan Advokat sendiri akan berdampak pada anggaran organisasi itu sendiri. Jadi dapat disimpulkan terhadap masalah sumber daya manusia ini adalah kurangnya Advokat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan, adapun alasan mengapa Advokat lebih memilih berprofesi di kantor Advokat yaitu karena mereka menilai akan lebih konsern dan tulus dalam menangani perkara sesuai dengan profesinya. 2. Anggaran Pelaksanaan Anggaran pelaksanaan program bantuan hukum dirasa sangat kecil, misalnya dalam penyelesaian perkara oleh Yayasan Pusaka Indonesia sebagai Organisasi Kemasyarakatan terdapat kendala ketika menyelesaikan perkara di luar kota medan, Deli Serdang dan Binjai, contohnya adalah dalam proses penyelesaian perkara anak secara litigasi di Simalungun dimana sidang anak tersebut mundur dua sampai tiga hari sehingga Advokat yang menangani perkara tersebut harus bermalam di daerah Simalungun, hal ini karena jarak tempuh yang jauh dari Kota Medan tempat Kantor Yayasan Pusaka Indonesia ke Simalungun. Para Pemberi Bantuan Hukum ini dengan 164 Marjoko, wawancara oleh peneliti, Medan, 7 Agustus 2014. Universitas Sumatera Utara anggaran yang terbatas tetap memberikan pelayanan hukum meskipun harus bermalam di losmen-losmen yang murah. Selain Simalungun juga pernah menyelesaikan perkara di Dairi. Anggaran negara yang diberikan BPHN sangat kecil dimana anggaran yang disediakan sebesar lima juta rupiah dalam menyelesaikan perkara litigasi sampai keputusannya berkekuatan hukum tetap, ini termasuk biaya perjalanan. Menurut Dartimnov M. T. Harahap selaku Kasubbid Penyuluhan dan Bantuan Hukum pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Medan menjelaskan bahwa kebijakan penetapan besaran anggaran yang dialokasikan terkait sarana dan prasarana fasilitas yang disediakan untuk pelaksanaan program Bantuan Hukum kepada Pelaksana Bantuan Hukum telah melalui penelitian atau kajian oleh Mahkama Agung, KEMENKUMHAM dan KEMENKEU, adapun anggaran yang disediakan tidak mendapatkan potongan pajak tidak dikenai pajak, anggaran bantuan hukum litigasi kasus pidana dengan patokan 5 juta dirasa lebih manusiawi dibandingkan anggaran sebelumnya dari MA dengan patokan 1 juta. Meskipun beberapa Pelaksana Bantuan Hukum menilai kecil, namun KEMENKUMHAM berharap Pelaksana Bantuan Hukum dapat sepenuhnya kerja sosial untuk membantu orang miskin. 165 Anggaran negara sampai saat ini masih belum cair, hal ini dikarenakan anggaran penyelesaian perkara bantuan hukum tahun 2013 reimburse 166 ke tahun 2014. Negara tidak dapat membayar langsung pengajuan rencana penyelesaian perkara yang diberikan, meskipun teorinya untuk perkara litigasi bahwa disediakan uang muka sebesar dua juta kemudian pada saat inkrah dibayar 3 juta, namun hal ini pada kenyataannya belum bisa kleim. Mengenai masalah reimburse, pihak 165 Dartimnov M. T. Harahap, Op. Cit., 166 Reimburse berasal dari reimbursement adalah suatu mekanisme klaim penggantian biaya atau keuangan. Penggantian pembayaran dilakukan kepada Pemberi Bantuan Hukum dengan jumlah tertentu atau yang diajukan kepada BPHN. Universitas Sumatera Utara KEMENKUMHAM menjelaskan bahwa hal ini dipengaruhi oleh sistem bantuan hukum yang kurang sesuai, lahirnya Undang-Undang No. 16 tahun 2011 belum serta merta dapat langsung dijalankan seperti yang KEMENKUMHAM bayangkan, pelaksanaannya memerlukan peraturan turunan. Undang-Undang Bantuan Hukum lahir di tahun 2011 sekitar Oktober sampai November, sedangkan peraturan pelaksana dibawahnya lahir pada 2013, hal inilah yang menjadi faktor yang berpengaruh dimana anggaran pelaksanaan yang dialokasikan untuk Bantuan Hukum seluruh wilayah Indonesia sebesar kurang lebih 42 Milyar rupiah tidak dapat terserap dengan baik. Perkara yang boleh di reimburse pada 2013 adalah perkara yang ditangani LBH atau Ormas yang pendaftarannya sejak 1 Juli 2013, sedangkan saat itu LBH atau Ormas belum mengetahui bahwa pendaftaran dapat dilakukan pada 1 Juli 2013, KEMENKUMHAM Wilayah Sumatera Utara baru mengetahui informasi tersebut sekitar Oktober 2013. Informasi tersebut berpengaruh besar terhadap pelaksanaan dimana info yang didapat dengan batas waktu yaitu Oktober-November hanya selisih 1 bulan maka pengurusan data sebagai syarat tekhnis tidak dapt dengan cepat dikonfirmasi, mekanisme yang seharusnya adalah Januari-November 2013. Dana anggaran Bantuan Hukum untuk SUMUT sebesar kurang lebih 2 M rupiah dan hanya terserap kurang lebih 500 juta rupiah. 14 LBHOrmas yang terdaftar, hanya 12 yang melaksanakan program dan selebihnya hanya melakukan perjanjian kontrak saja dan tidak melaksanakan program atau tidak berbuat apapun abstain. Dengan kurang diserapnya anggaran Bantuan Hukum yang disediakan untuk SUMUT, maka pihak KEMENKUMHAM SUMUT mendapat pinalti, hal ini dipengaruhi juga oleh belum terincinya sistem yang ada. Reimburse dana pada 2014 sudah dapat dijalankan per Januari Januari-November 2014. 167 167 Dartimnov M. T. Harahap, Op. Cit., Universitas Sumatera Utara Faktor lain adalah masalah administratif dimana Penerima Bantuan Hukum tidak masuk syarat-syarat Penerima Bantuan Hukum dan terdapat kekurangan admistratif lainnya berupa drafting dokumen dan surat keputusan pengadilan yang asli sedangkan yang asli hanya dimiliki pihak pengadilan. 168 Disinggung mengenai biaya saksi ahli untuk perkara yang membutuhkan keterangan ahli, pihak Yayasan Pusaka Indonesia bekerjasama dengan Akademisi dapat menghadirkan saksi ahli secara sukarela. Anggaran litigasi yang disediakan BPHN adalah temasuk semua proses beracara, jadi dibutuhkan peran Akademisi yang profesional dan memiliki jiwa sosial tinggi dalam membantu memberikan keterangan di muka pengadilan dengan sukarela guna menciptakan keadilan dan melindungi hak Penerima Bantuan Hukum tersebut. Penanganan masalah yang akan ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia diajukan kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, dalam pengajuan tersebut menyebutkan target pelaksanaan yang menjadi tangguingjawab pemberian bantuan hukum sebanyak lima belas perkara litigasi pertahun, meskipun demikian penyelesaian perkara cuma-cuma ini tidak dibatasi hanya lima belas saja karena di Yayasan Pusaka Indonesia sendiri sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Bantuan Hukum juga telah melakukan penanganan perkara bantuan hukum. Dari penjabaran diatas dapat disimpulakan bahwa penanganan pemberian bantuan hukum di salah satu lembaga swadaya masyarakat dalam hal ini Yayasan Pusaka Indonesia terkendala pada sumber daya manusia, dimana minimnya tenaga profesional yang dapat beracara. Faktor yang mempengaruhi selanjutnya adalah anggaran negara secara eksternal yang disediakan pemerintah, anggaran yang disediakan BPHN dalam proses litigasi tergolong sangat kecil, meskipun demikian 168 Marjoko, Op. Cit., Universitas Sumatera Utara belum menjadi masalah yang serius karena di Yayasan Pusaka Indonesia sendiri memiliki anggaran yang diperoleh secara internal. 3. Kurangnya kerjasama antara pemangku kepentingan bantuan hukum. Faktor yang mempengaruhi pemberian bantuan hukum di Yayasan Pusaka Indonesia adalah masih kurangnya kerjasama antara stakeholder dalam penanganan kasus, terutama terhadap korban-korban trafikking. Mengatasi hal ini Yayasan Pusaka Indonesia bekerjasama dengan pemerintah dalam program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A yang merupakan pusat kegiatan terpadu yang didirikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang memberikan pelayanan bagi masyarakat Indonesia terutama perempuan dan anak korban tindak kekerasan. Perkara trafikking yang terjadi dan belum mendapat penanganan dari pemerintah berupa belum masuknya korban ini ke rumah aman, Yayasan Pusaka Indonesia menyediakan ruang khusus untuk tinggal sementara sampai datangnya bantuan pemerintah. P2TP2A bertujuan untuk melakukan pelayanan bagi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dan berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Pengelola P2TP2A sendiri terdiri dari masyarakat, unsur pemerintah, LSM perempuan, pusat studi wanita, perguruan tinggi dan organisasi perempuan serta berbagai pihak lainnya yang peduli dengan pemberdayaan perempuan dan anak dengan fasilitator Badan Pemberdayaan Masyarakat di setiap provinsi seluruh Indonesia. 4. Kerugian dibawah upah normatif regional. Kerugian dibawah upah normatif regional disebutkan dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum bahwa pemasalahan hukum dengan objek Universitas Sumatera Utara sengketa dibawah satu juta rupiah tidak dapat dikategorikan dalam kriteria Penerima Bantuan Hukum kecuali perkara tersebut menarik perhatian umum. Menanggapi hal tersebut, peneliti melakukan wawancara pada lembaga swadaya masyarakat dengan narasumber Marjoko selaku koordinator divisi pengurangan resiko bencana dan lingkungan di Yayasan Pusaka Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa kerugian dibawah satu juta rupiah yang dipermasalahkan dalam bantuan hukum diupayakan penyelesaiannya di luar pengadilan. 169 Dalam perkara anak misalnya pencurian sendal jepit, anak sebagai pelaku kejahatan diupayakan penyelesaian perkara tersebut secara diversi. 170

B. Faktor Yang Mempengaruhi Bantuan Hukum Pada Lembaga Bantuan Hukum