Hukum dan Hak Asasi Manusia yang terdiri atas wakil dari unsur Kantor Wilayah Kementerian dan biro hukum pemerintah daerah provinsi. Adapun penjelasan Panitia
Pengawas Daerah akan dibahas lebih lanjut dalam Bab IV Huruf D nomor 4 yang membahas tentang pengawas bantuan hukum.
Permohonan yang diterima oleh Pemberi Bantuan Hukum dapat memberikan bantuan hukumnya sesuai dengan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
Pelaksanaan pemberian bantuan hukum wajib memberitahukan dasar hukum terhadap penangan kasus yang akan diselesaikan, jam pelayanan dalam pemberian bantuan
hukum, personalia dan struktur organisasi, dan jenis layanan yang diberikan. Pemberi Bantuan Hukum haruslah mampu menjamin keadilan yang akan diberikan kepada
Penerima Bantuan Hukum lewat advokasinya dengan memperhatikan sumber daya manusia Pemberi Bantuan Hukum berupa petugas yang berkompeten dan profesional
ditambah sarana pelayanan hukum yang layak untuk menghindari adanya rasa diskriminasi Penerima Bantuan Hukum.
D. Pemberian Bantuan Hukum Dalam Proses Hukum Pidana.
Undang-undang yang disahkan tentang bantuan hukum adalah suatu peraturan yang mengatur tertibnya pelaksanaan bantuan hukum dengan syarat-syarat pemberian
bantuan hukum, hal ini karena terdapat banyak orang yang memiliki keahlian dalam bidang hukum dan ingin memberikan bantuan hukum.
Bantuan hukum kepada tersangka diberikan atau dapat diminta sejak dalam penangkapan atau penahanan pada semua tingkat pemeriksaan, baik pada tingkat
penyidikan meupun pada tingkat pemeriksaan pengadilan. Pada pemeriksaan tingkat penyidik, maka tersangka didampingi oleh penasihat hukum, yang boleh hadir dalam
pemeriksaan ytang sedang berjalan, hanya bersikap pasif, artinya ia hanya
Universitas Sumatera Utara
mendengarkan dan melihat pemeriksaan, yang diatur dalam Pasal 69 hingga Pasal 74 dan Pasal 115 ayat 1, dan Pasal 156 KUHAP.
93
Pemeriksaan tersangka di muka persidangan Pengadilan Negeri, maka penasihat hukum selama pemeriksaan terdakwa berjalan bersikap aktif, artinya kehadiran
penasihat hukum dapat menggunakan hak-haknya seperti yang dimiliki oleh hakim dan jaksa, yakni hak bertanya jawab, termasuk cross examination
94
, hak mengajukan pembuktian: baik saksi yang mengentengkan saksi a de charge maupun surat-surat
dan alat bukti lainnya, hak mengucapkan pembelaan pledooi. Dalam hal demikian posisi penasihat hukum sebagai procurator dan sekaligus sebagai pleiter atau
verdediger atau pembela.
95
Pada pemeriksaan di persidangan yang dipakai ialah sistem acusatoir, dimana terdakwa mempunyai hak yang sama nilainya dengan
penuntut umum, sedangkan hakim berada di atas kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara pidana antara mereka menurut peraturan hukum pidana yang
berlaku.
96
Pada acara pemeriksaan cepat, yakni acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Pada acara pemeriksaan
ringan yang diancaman dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan
93
Martiman Prodjohamidjojo, Penasihat dan Organisasi Bantuan Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hal. 19.
94
Cross examination pemeriksaan silang adalah pemeriksaan silang adalah interogasi saksi dipanggil oleh lawan. Hal ini didahului dengan pemeriksaan langsung dikenal sebagai pemeriksaan-in-chief dan dapat diikuti
oleh redirect. Tujuan utama pemeriksaan silang yang untuk memperoleh fakta-fakta baik dari saksi, atau untuk mendakwa kredibilitas saksi bersaksi untuk mengurangi berat kesaksian yang tidak menguntungkan. Pemeriksaan
silang sering menghasilkan bukti penting dalam uji coba, terutama jika saksi bertentangan kesaksian sebelumnya. Pemeriksaan silang dianggap sebagai komponen penting dari juri pengadilan karena dampak itu pada pendapat
hakim dan juri. Beberapa pengacara praktek hukum pengadilan atau litigasi yang kompleks dan biasanya merujuk kasus tersebut kepada orang-orang yang memiliki waktu, sumber daya dan pengalaman untuk menangani sidang
yang kompleks dan komitmen yang terlibat untuk menyelesaikan sidang berhasil. Beberapa pengacara mendapatkan praktek yang diperlukan untuk mengembangkan teknik yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan
yang efektif saksi pemeriksaan silang. Terjemahan dari http:en.wikipedia.orgwikicross examination, Sabtu, 29 November 2014, 11.36 WIB.
95
Martiman Prodjohamidjojo, Penasihat dan Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987, hal. 16.
96
Martiman Prodjohamidjojo, Kedudukan Tersangka dan Terdakwa dalam Pemeriksaan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984,
hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
atau denda setidak-tidaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan.
97
Pelaksana Bantuan Hukum pada awalnya memberikan penjelasan kepada tersangka selaku Penerima Bantuan Hukum tentang permasalahan hukum dan dasar
peraturan yang akan diberlakukan. Menurut keterangan Penerima Bantuan Hukum atas nama FM yang diputus Pengadilan Negeri Medan Perkara No.
502Pid.B2014PN Medan, mengaku tidak mengetahui tentang prosedur beracara di pengadilan, pihak Penerima Bantuan Hukum merasa bersyukur telah dibantu negara
dengan memberikan pengacara negara selaku pendamping Pelaksana Bantuan Hukum. Ketika peneliti menanyakan prosedur apakah yang telah dijalani kepada
pihak Penerima Bantuan Hukum hanya memberikan penjelasan bahwa tidak mengetahui dan mengikuti saja prosedur yang harus dijalani, pihak Penerima Bantuan
Hukum pasrah akan keputusan yang diberikan oleh hakim pada sidang putusan di pengadilan.
98
Pengakuan pihak Penerima Bantuan Hukum tersebut senada dengan Adnan Buyung Nasution yang menyatakan bahwa si miskin bahkan tidak menyadari
dan tidak tahu bahwa mereka mempunyai hak dan kewajiban hukum, jangankan tahu untuk mencari upaya hukum bahkan mereka yang tahupun tidak mempunyai
keberanian moral untuk mempergunakannya yang dipengaruhi oleh sikap mental dan nilai-nilai masyarakat.
99
Hal ini menjadi pertanyaan bagi peneliti, apakah pelaksanaan pemberian bantuan hukum tersebut telah sesuai prosedur dan memberikan keadilan
bagi Penerima Bantuan Hukum. Menurut Abdul Ghofur Anshori, tujuan akhir hukum adalah keadilan. Oleh
karena itu, segala usaha yang terkait dengan hukum mutlak harus diarahkan untuk menemukan sebuah sistem hukum yang paling cocok dan sesuai dengan prinsip
97
Ibid., hal. 29.
98
Opeh, wawancara oleh peneliti, Medan, 25 September 2014.
99
Adnan Buyung Nasution, The Extension of Legal Services to the Poor: The Role of the Lawyer in Developing Countries, makalah disampaikan pada Eight Conference of the Law of the World, World Peace through
Law Center, 21-27 Agustus 1977, Manila Philipina.
Universitas Sumatera Utara
keadilan. Hukum harus terjalin erat dengan keadilan, hukum adalah undang-undang yang adil, bila suatu hukum konkrit, yakni undang-undang bertentangan dengan
prinsip keadilan, maka hukum itu tidak bersifat normatif lagi dan tidak dapat dikatakan sebagai hukum lagi.
100
Pendapat tersebut berkaitan erat dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum dimana harus menciptakan rasa keadilan.
Menurut H. Zulfahmi sebagai Hakim yang juga menjabat selaku Wakil Ketua Pengadilan Negeri Medan, selama ini praktek dalam menangani sidang perkara
bantuan hukum dari pihak terdakwa tidak mengajukan eksepsi, terdakwa yang diancam sanksi pada perkara bantuan hukum tidak membantah akan tuduhan yang
ditujukan.
101
Hal tersebut menjadi tanda tanya oleh peneliti apakah pendamping dan terdakwa mengetahui akan hak-hak mereka dan apakah tahap-tahap acara pesidangan
telah dilakukan sesuai prosedur. Tahapan persidangan umumnya dilaksanakan dalam 4 tahap dengan tata urutan
persidangan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Tata urutan persidangan di Pengadilan Negeri
adalah:
102
1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum kecuali perkara tertentu ditutup untuk umum,
2. Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas,
3. Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima salinan surat dakwaan,
4. Terdakwa ditanya apakah dalam keadaan sehat dan bersedia diperiksa di depan
100
Abdul Ghofur Anshori. Op. Cit., hal. 53.
101
Zulfahmi, wawancara oleh peneliti, Medan, 5 September 2014.
102
http:katanewss.wordpress.com20130323tata-urut-persidangan-pidana-di-pengadilan-negeri, Jum’at, 17 Oktober 2014, 00.31 WIB.
Universitas Sumatera Utara
persidangan, 5. Terdakwa ditanya apakah didampingi oleh penasihat hukum,
6. Penuntut Umum membacakan surat dakwaan, 7. Terdakwa ditanya apakah mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan, jika
mengajukan eksepsi maka sidang harus ditunda, 8. Jaksa Penuntut Umum ditanya apakah mengajukan replik atas eksepsi terdakwa,
9. Majelis Hakim membacakan putusan sela, 10. Apabila eksepsi ditolak maka dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara
pembuktian, 11. Penuntut umum mengajukan saksi-saksi dimulai dari saksi selaku korban saksi
korban adalah yang memberatkan, 12. Memeriksa saksi yang meringankan bila ada,
13. Pemeriksaan terhadap terdakwa, 14. Tuntutan requisitoir,
15. Pembelaan pledoi, 16. Replik oleh Penuntut Umum,
17. Duplik, 18. Putusan perkara oleh Majelis Hakim.
Acara pemeriksaan di Pengadilan dapat dibedakan dalam acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat. Acara pemeriksaan
biasa dapat dijelaskan prosedurnya sesuai dengan penjelasan tata urutan persidangan di Pengadilan Negeri diatas. Sedangkan acara pemeriksaan singkat atau acara sumier
adalah jika JPU merasakan mudah dan sederhana dalam pemeriksaan perkaranya tentang pembuktian dan pelaksanaan hukum dan sekiranya akan dijatuhkan hukuman
yang tidak lebih berat dari hukuman penjara selama satu tahun, maka JPU dapat
Universitas Sumatera Utara
langsung mengajukan ke depan persidangan, JPU disini tidak wajib membuat BAP namun hanya berupa lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana
yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan.
103
Dasar pemikiran mengenai praktek persidangan di pengadilan yang telah diteliti perlu untuk dibahas pentingnya pengetahuan akan hak-hak tersangka atau terdakwa
yang perlu diketahui oleh Pelaksana Bantuan Hukum guna memberikan pendampingan.
Clarence J. Dias berpendapat bahwa pelayanan hukum dapat dilakukan mencakup beberapa kegiatan, yang meliputi:
104
1. Pemberian Bantuan Hukum, 2. Pemberian bantuan untuk menekan tuntutan agar suatu hak yang diakui oleh
hukum, tapi selama ini tidak pernah diimplementasikan tetap di hormati. 3. Usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran agar kebijaksanaan hukum yang
menyangkut kepentingan orang miskin dapat diimplementasikan secara lebih positif dan simpatis,
4. Usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran serta kelayakan prosedur di pengadilan dan di aparat-aparat lain yang menyelesaikan sengketa melalui usaha
perdamaian. 5. Usaha-usaha untuk memudahkan pertumbuhan dan perkembangan hak-hak di
bidang yang belum dilaksanakan atau diatur dalam hukum secara tegas. 6. Pemberian bantuan-bantuan yang diperlukan untuk menciptakan hubungan
kontraktual badan-badan hukum atau ormas-ormas yang sengaja dirancang untuk memaksimalkan kesempatan dan kemanfaatan yang telah diberikan oleh hukum.
103
Martiman Prodjohamidjojo, Pemeriksaan di Persidangan Pengadilan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983. hal. 28.
104
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op. Cit., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
Pemberi Bantuan Hukum dalam memberikan pelayanan kepada Penerima Bantuan Hukum hendaknya mengerti terlebih dahulu mengenai hak-hak individu
dalam proses hukum, hal ini karena seorang tersangka memiliki hak-hak hukum yang dijamin oleh UUD 1945, UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, UU No. 39 Tahun
1999 Tentang HAM, UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvenan Hak-Hak Sipil dan Politik, UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lainnya Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat, serta prinsip-prinsip peradilan yang adil fair trial yang
berlaku secara universal yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
105
1. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi serta larangan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang. Hak-hak ini mendasari hak selanjutnya
dalam proses hukum pidana. Pada prinsipnya, seseorang adalah individu yang bebas dan memiliki hak atas kemerdekaan secara pribadi namun dengan
mengakui pembatasan hak-hak orang lain. Pembatasan kemerdekaan seseorang melalui penangkapan dan penahanan dalam proses pidana hanya dapat dilakukan
dengan dasar alasan hukum yang jelas dimana ditemukannya bukti permulaan yang cukup dan adanya surat perintah dari instansi yang berwenang.
2. Hak untuk mengetahui alasan penangkapan dan penahanan. Setiap orang yang ditangkap atau ditahan berhak untuk diberitahukan alasan penangkapan dan
penahanannya secara jelas menurut bahasa yang dimengertinya, alasan tersebut mengenai penangkapan, tuntutan apa yang diajukan dan juga diberitahukan
mengenai hak-haknya dan diberi penjelasan bagaimana ia dapat menggunakan hak-haknya tersebut.
3. Hak atas bantuan hukum. Setiap orang yang menghadapi masalah hukum berupa
105
Muhammad Yasin dan Herlambang Perdana, Op. Cit., hal.225
Universitas Sumatera Utara
tuduhan pidana berhak untuk didampingi oleh penasihat hukum atas pilihannya sendiri untuk melindungi hak-haknya dan untuk mendampinginya dalam
pembelaan. Jika orang tersebut tidak dapat membayar jasa Advokat, maka harus diberikan baginya penasihat hukum yang berkualitas. Orang tersebut juga harus
diberikan waktu yang layak dan fasilitas yang cukup untuk berkomunikasi dengan penasihat hukumnya.
4. Hak untuk menguji penangkapan dan penahanan. Setiap orang yang mengalami penangkapan dan penahanan tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui
alasannya melainkan juga berhak untuk menguji penangkapan atau penahanan terhadap dirinya.
5. Asas praduga tidak bersalah presumption of innocence terhadap setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan dihadapkan ke depan sidang
pengadilansampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap inkracht van gewijsde.
6. Hak untuk diajukan dengan segera ke hadapan hakim dan persidangan dengan tidak menunda waktu yang telah ditentukan, hal ini karena setiap orang berhak
untuk secepatnya mendapatkan kepastian hukum terhadap dirinya. 7. Asas persamaan di muka hukum equality before the law. Setiap orang tanpa
terkecuali harus mendapatkan perlakuan yang sama tanpa membedakan status, latar belakang, agama, jenis kelamin, dan sebagainya dalam proses hukum.
8. Larangan atas penyiksaan dalam proses peradilan. Tidak ada alasan apapun oleh aparat penegak hukum untuk dapat melakukan penyiksaan terhadap tersangka
atau terdakwa untuk memperoleh keterangan dari yang bersangkutan. Penyiksaan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
9. Hak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka. Setiap pemeriksaan di persidangan
Universitas Sumatera Utara
harus adil dan dapat dilihat oleh publik kecuali perkara asusila dan anak dibawah umur atau karena sifatnya tidak dapat dibuka untuk umum.
10. Hak untuk segera diberitahukan bentuk dan penyebab tuduhan pidana yang diberikan dalam bahasa yang dimengertinya.
11. Hak untuk mendapatkan waktu dan fasilitas yang cukup untuk mempersiapkan pembelaan.
12. Hak untuk membela dirinya sendiri atau melalui penasihat hukumnya. 13. Hak untuk memeriksa para saksi yang memberatkan.
14. Hak untuk mendapatkan penerjemah secara gratis dalam hal orang tersebut tidak mengetahui tuduhan yang diberikan.
15. Larangan untuk memaksa seseorang memberikan keterangan yang akan memberatkan dirinya sendiri self in crimination. Selanjutnya akan dibahas lebih
rinci pada halaman 65-67. Menurut YLBHI dalam buku yang berjudul “Panduan Bantuan Hukum di
Indonesia” membahas tentang pentingnya hak-hak individu dalam proses hukum pidana. Sebelum membahas lebih lanjut, peneliti akan memaparkan hak-hak tersangka
dalam proses hukum pidana diantaranya sebagai berikut:
106
1. Seseorang tersangka memiliki hak-hak tertentu tehadap proses penahanan yang diberikan, antara lain:
a. Menghubungi penasihat hukum atau bantuan hukum. Setiap orang yang menjadi tersangka atau terdakwa berhak didampingi oleh penasihat hukum,
hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan pembelaan dalam proses peradilan pidana seseorang yang menjadi tersangka atau terdakwa berhak
mendapatkan bantuan hukum dari seseorang atau lebih pada tiap tingkat
106
Ibid., hal. 235.
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan sebagaimana termuat dalam Pasal 54 KUHAP. Selain itu seorang tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya
sebagaimana termuat dalam Pasal 55 KUHAP. Bagi tersangka atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindak
pidana yang diamcam dengan pidana mati atau ancaman pidana 15 tahun penjara atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu membayar jasa
penasihat orang miskin yang diancam pidana 5 tahun atau lebih, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan
wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka sebagaimana yang termuat dalam Pasal 56 ayat 1 KUHAP. Pemberian bantuan hukum oleh penasihat
hukum diberikan kepada tersangka atau terdakwa secara cuma-cuma atau tanpa dipungut biaya sebagaimana termuat dalam Pasal 56 ayat 2 KUHAP.
Apabika tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana dikenakan penahanan, maka dia berhak untuk menghubungi penasihat hukumnya,
sebagaimana yang sudah dimuat di dalam Pasal 57 ayat 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sebagaimana diamandemen menjadi
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak mendapatkan
bantuan hukum. Bantuan hukum dalam Pasal ini diberikan oleh penasihat hukum atau Advokat Pasal 38 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Mengenai keterkaitannya dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, memuat seseorang yang menghadapi masalah
hukum, meliputi masalah hukum keperdataan, pidana dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi berhak untuk mendapatkan bantuan hukum.
b. Segera diperiksa penyidik setelah satu hari ditahan. Jangka waktu
Universitas Sumatera Utara
penangkapan paling lama 1 x 24 jam, setelah itu harus mendapat kejelasan apakah seseorang yang ditangkap tersebutstatusnya ditahan, wajib lapor, atau
dilepaskan. Jika penangkapan melebihi batas waktu 1 x 24 jam, maka aparat yang bertugas melakukan tindakan sewenang-wenang dan melanggar hukum.
c. Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapatkan bantuan
hukum. d. Meminta atau mengajukan penangguhan penahanan. Setiap tersangka atau
terdakwa berhak untuk mengajukan penangguhan penahanan oleh dirinya sendiri atau keluarganya. Penangguhan penahanan ini harus disertai dengan
jaminan baik itu orang maupun barang dimana yang telah dimuat dalam Pasal 31 ayat 1 KUHAP berbunyi, atas permintaan tersangka atau terdakwa,
penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau
tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. Penangguhann penahanan yang dikabulkan oleh pejabat yang berwenang
maka diadakan perjanjian sesuai syarat yang ditentukan yaitu berupa uang atau orang.
Jaminan yang berupa uang, maka nominal uang tersebut harus disebutkan secara jelas, besaran nominal uang ditentukan oleh pejabat yang berwenang
Pasal 35 ayat 1 PP Nomor 22 Tahun 1983. Uang jaminan yang disepakati disetor oleh pemohon atau penasihat hukumnya atau keluarganya ke panitera
pengadilan dengan formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan. Pejabat yang berwenang
dapat mencabut penangguhan penahanan atas tersangka atau terdakwa jika
Universitas Sumatera Utara
melanggar syarat yang ditentukan, yaitu wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota. Adapun waktu penangguhan penehanan tersebut tidak termasuk masa
tahanan, oleh karena itu tidak dipotongkan dalam hukuman yang akan dijatuhkan kemudian.
e. Menghubungi atau meminta kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan. Terhadap tersangka yang sakit dan diharuskan dirawat di luar
rutan, maka ia berhak untuk dirawat dirumah sakit. Pasal 9 Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.04UM.01.061983 Tentang Tata Cara
Penempatan, Perawatan Tahanan dan Tata Tertib Rumah Tahanan Negara menetapkan sebagai berikut:
1 Perawatan kesehatan bagi tahanan yang sakit keras, dapat dilakukan di rumah sakit di luar rumah tahanan negara setelah memperoleh surat ijin
adri instansi yang menahan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dana atas nasehat dokter rumah tahanan negara.
2 Tahanan yang menderita sakit jiwa, dirawat di rumah sakit jiwa setempat yang terdekat, berdasarkan surat keterangan dokter rumah tahanan
negara setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit jiwa serta mendapat ijin dari instansi yang menahan.
3 Dalam keadaan terpaksa terhadap tahanan dapat dilakukan pengobatan di rumah sakit diluar rumah tahanan negara dan melaporkan kepada
instansi yang menahan untuk mengeluarkan ijinnya. 4 Pengawasan dan pengamanan tahanan yang dirawat dirumah sakit diluar
rumah tahanan negara dilakukan oleh polri atas permintaan instansi yang menahan.
f. Mendapatkan penangguhan penahanan atau perubahan status tahanan,
Universitas Sumatera Utara
g. Menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga. h. Mengirim surat atau menerima surat dari penasihat hukum dan sanak
keluarga tanpa diperiksa oleh penyidik penuntut umum hakimpejabat rumah tahanan negara.
i. Mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan kepada penyidik. j. Menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan.
k. Bebas dari tekanan seperti intimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik. 2. Seseorang tersangka memiliki hak-hak tertentu tehadap pembuatan berita acara
pemeriksaan pada tahap penyidikan. Point uatama dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan selanjutnya disebut
BAP tersangka adalah dengan adanya kerjasama tersangka dimana ia berhak memberikan keterangan secara bebas tanpa ada siksaan, tekanan, intimidasi dan
ancaman. Tersangka berhak dan harus memberikan keterangan sesuai fakta dan tidak boleh disuruh dan dipaksa dalam memberikan keterangan yang tidak
sebenarnya atau keterangan palsu yang memberatkan tersangka. Tersangka dalam pembuatan BAP berhak untuk menyampaikan keterangan yang
dia mengerti dengan bahasa yang dia pahami mengenai apa yang disangkakan padanya pada proses pemeriksaan sebagaimana yang termuat dalam Pasal 51
huruf a KUHAP. Penyampaian sesuai dengan pemahamannya ini bertujuan untuk melindungi kepentingannya dalam usaha persiapan pembelaan, dengan begitu
terdakwa akan memahami kondisi yang disangkakan terhadap dirinya. Tersangka berhak untuk didampingi oleh penasihat hukumnya tiap tahap
penyidikan. Saat diperiksa oleh penyidik, tersangka berhak menolak untuk tidak menjawab pertanyaan yang diajukan dimana pertanyaan tersebut isinya
menjebak atau membahayakan tersangka, selain itu pertanyaan yang tidak sopan
Universitas Sumatera Utara
dan tidak ada hubungannya yang diajukan oleh penyidik berhak untuk tidak dijawab.
Tersangka berhak untuk mengajukan saksi dan saksi ahli untuk memberikan keterangan yang meringankan tersangka ke dalam Berita Acara Pemeriksaan
yang selanjutnya disingkat BAP. BAP yang telah selesai dilaksanakan, dalam hal tersangka menolak memberi tanta tangan, maka penyidik membuat beriata acara
yang menjelaskan alasan tersangka monolak tanda tangan. Untuk kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa berhak meminta turunan berita acara
pemeriksaan sebagaimana termuat dalam Pasal 72 KUHP. 3. Hak tersangka dalam pemeriksaan persidangan.
Hak tersangka atau terdakwa dalam proses pemeriksaan persidangan dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yakni:
a. Hak pada permulaan persidangan, dimulai saat pembacaan dakwaan hingga hingga putusan sela,
b. Hak pada acara pemeriksaan, c. Hak pada akhir persidangan, dimana mulainya tuntutan hingga pembacaan
vonis hakim. Sebelum dimulainya persidangan, penuntut umum menyampaikan surat panggilan
kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa yang ia panggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan dalam
waktu selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai. Untuk kepentingan pembelaan, terdakwa atau kuasanya berhak untuk mendapatkan surat pelimpahan
perkara beserta surat dakwaan untuk dapat dipelajari. 4. Hak untuk mengajukan keberatan atau eksepsi.
Menurut pengakuan pihak Penerima Bantuan Hukum, proses yang telah dijalani
Universitas Sumatera Utara
oleh MR tergolong cepat dengan 3 tahapan acara di pengadilan, ini berarti terdakwa tidak melakukan eksepsi, dari hal ini penting untuk dibahas
pemberitahuan tentang eksepsi terhadap Penerima Bantuan Hukum.
107
Terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum, terdakwa dan penasihat hukumnya dapat mengajukan keberatan atau eksepsi, keberatan atau eksepsi dari
terdakwa atau penasihat hukumnya dapat menyangkut kewenangan mengadili atau mengenai kesahan surat dakwaan dengan tujuan agar pengadilan memutus
dengan Putusan Sela sebagai berikut: a. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, yang lebih dikenal
dengan istilah kewenangan mengadili atau kompetensi, b. Dakwaan tidak dapat diterima,
c. Dakwaan harus dibatalkan. Jika keberatan terdakwa diterima, maka pemeriksaan terhadap terdakwa tidak
dilanjutkan dan sebaliknya, jika ditolak, pemeriksaan dilanjutkan dengan proses pembuktian.
5. Hak dalam proses pembuktian, penuntutan, pembelaan dan putusan. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali seseorang apabila dengan sekurang-kurangnya memenuhi dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadidan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Adapun alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 KUHAP adalah:
a. Keterangan saksi
108
,
107
Sumanto, wawancara oleh peneliti, Medan, 17 Oktober 2014.
108
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut
alasan dari pengetahuan itu.
Universitas Sumatera Utara
b. Keterangan ahli,
109
c. Surat, d. Petunjuk,
e. Keterangan terdakwa. Membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas
suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Pada hukum acara pidana, acara pembuktian diperlukan dalam rangka
mencari kebenaran material, kebenaran yang sejati. Mencari kebenaran sejati ini sangat luas karena dalam KUHAP terdapat empat tahap dalam mencari kebenaran
sejati yakni melalui: a. Penyidikan,
b. Penuntutan, c. Pemeriksaan di persidangan,
d. Pelaksanaan, pengamatan, dan pengawasan. Sehingga acara pembuktian hanyalah merupakan salah satu fase dari hukum acara
pidana secara keseluruhan. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum juga tidak boleh mendapat sikap yang berbeda dari stakeholder sehubungan dengan proses
pembuktian tersebut.
110
Mengenai pembuktian, berkaitan dengan asas praduga tak bersalah untuk mewujudkan keadilan maka terdakwa dibebaskan dari kewajiban pembuktian.
Kewajiban pembuktian benar tidaknya terdakwa melakukan tindak pidana adalah merupakan kewajiban jaksa penuntut umum. Hakim dilarang menunjukkan sikap
atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau
109
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
110
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal. 11-12.
Universitas Sumatera Utara
tidaknya terdakwa sampai dapat dibuktikan mengenai kesalahan terdakwa dan telah mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Terdakwa
dan penasihat hukumnya dengan perantara hakim ketua sidang berhak diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi. Setiap saksi harus bebas
memberikan keterangan tanpa disertai ancaman baik psikis maupun fisik dalam bentuk apapun. Pertanyaan yang tidak berhubungan tidak harus dijawab oleh
terdakwa dan saksi. Terdakwa berhak untuk mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian tertentu yang memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya. Mengenai penuntutan, Jaksa Penuntut Umum selanjutnya disebut JPU akan
mengajukan tuntutan requisitor dengan mencantumkan besarnya tuntutan sesuai dengan derajat kesalahan yang diperoleh dari hasil pembuktian. Dalam hal ini,
terdakwa berhak memberikan pembelaan pledoi terhadap tuntutan JPU di siang pengadilan.
Mengenai putusan, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa berhak untuk diputus bebas. Jika perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
tidak memenuhi unsur tindak pidana, maka terdakwa diputus bebas dari segala tuntutan hukum. Dalam hal putusan telah diucapkan, maka terdakwa berhak
untuk: a. Hak untuk segera menerima atau menolak putusan,
b. Hak untuk mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, di dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh
Undang-Undang,
Universitas Sumatera Utara
c. Hak untuk meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan,
d. Hak meminta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam hal ia menolah putusan,
e. Hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.
Setiap orang yang melakukan tindak pidana wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada korban, ketika tindak pidana terjadi maka aparat penegak hukum
wajib melakukan proses hukum. Proses hukum pidana dalam penyelidikan dan penyidikan dapat dirumuskan secara sekilas yaitu mulai dari terjadinya suatu tindak
pidana, kemudian penyelidikan dilakukan untuk mengumpulkan bukti dan menetapkan siapa yang diduga bertanggung jawab atas akibat yang terjadi dengan
syarat tersangka tersebut telah memenuhi unsur pidana terhadap bukti permulaan yang ditemukan, setelah itu masuk dalam penyidikan sampai pada penetapan tersangka,
kemudian penyidik mengumpulkan keterangan dalam pemeriksaan saksi, meminta keterangan saksi ahli jika diperlukan atas bukti yang didapat, setelah itu dilakukan
pemberkasan secara lengkap untuk kemudian dilimpahkan ke kejaksaan penuntut umum.
Pemberian bantuan hukum ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu pemberian bantuan hukum terhadap kepentingan tertuduh dan pemberian bantuan hukum kepada
kepentingan pemeriksaan.
111
1. Pemberian bantuan hukum terhadap kepentingan tertuduh. Pemberian bantuan hukum kepada tertuduh ini adalah pemberian pelayanan
hukum untuk menjamin hak-hak dalam proses peradilan tidak terjadi diskriminasi,
111
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
meskipun tadak jarang seorang Pemberi Bantuan Hukum mengusahakan tidak hanya menolong namun juga membantu dan melindungi setiap orang yang memerlukan
bantuan hukum. Pemberian bantuan hukum kepada tertuduh ini seakan pembelaan yang muncul untuk membela seseorang yang terdesak, seorang yang lemah untuk
menghadapi pihak yang kuat atau yang lebih kuat dari padanya, sehingga mampu menciptakan suatu keseimbangan keadilan terhadap hak-hak dan kepentingan
tertuduh. Seorang Pemberi Bantuan Hukum kepada tertuduh dalam perkara pidana
haruslah dapat membantu dan menolong tertuduh agar supaya jangan sampai dikenakan hukuman atau setidaknya mendapat sanksi ringan dan juga melindungi dari
ketidak adilan dari setiap proses peradilan. Pelaksanaannya tidak jarang banyak pendapat masyarakat yang memandang bahwa Pemberi Bantuan Hukum kepada
tertuduh ini seolah-olah membantu melindungi dan tidak jarang membenarkan perbuatan pidana yang dituduhkan kepada tertuduh dan kalau memungkinkan akan
mengusahakan agar tertuduh dibebaskan sehingga berkesan menentang kebenaran. Istilah memutar balikkan fakta atau keadaan yang sebenarnya dalam usaha menolong
tertuduh yang bersalah, sehingga tidak jarang bahwa Pemberi Bantuan Hukum kepada tertuduh ini di nilai negatif di kalangan umum masyarakat. Untuk mengatasi hal ini,
maka Pemberi Bantuan Hukum diharapkan dilakukan dengan pemberian nasihat-nasihat yang dipandang perlu, petunjuk-petunjuk tentang bagaimana seorang
tertuduh harus bersikap pada setiap proses peradilan, dan melakukan tindakan hukum sebagaimana mestinya. Pemerintah dalam hal ini telah mengundangkan aturan standar
pemberian bantuan hukum secara litigasi dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemberian bantuan hukum terhadap kepentingan pemeriksaan. Para Pemberi Bantuan Hukum yang membantu dan mengawasi jalannya
pemeriksaan dapat melakukan pendekatan terhadap terdakwa guna mencari informasi fakta atau keadaan yang sebenarnya, fakta ini akan dapat menjadi argumen Pemberi
Bantuan Hukum dalam membela kepentingan tertuduh di muka pengadilan. Jika argumen ini benar pada kenyataannya maka hal ini akan dapat mempengaruhi majelis
hakim dalam menentukan putusan sesuai dengan keyakinanya. Menurut M. H. Tirtaamidjaja pemberian hak kepada tertuduh dapat diberikan
dengan alasan karena hak setiap warga negara dalam pemeriksaan persidangan bahwa ia sebagai tertuduh diberi kesempatan untuk membela diri terhadap apa yang
dituduhkan, kemudian lebih lanjut karena tertuduh biasanya dalam perkara bantuan hukum adalah kurangnya pengetahuan mengenai hukum sehingga tidak sanggup
membela diri sendiri dan memerlukan bantuan hukum dari Pelaksana Bantuan Hukum guna melindungi hak-hak dan kepentingannya.
112
Pendapat Julius Vargha dalam terjemahan buku “Die Veteidigung in Strafschen” menjelaskan tentang pentingnya pembela dalam hal ini Pemberi Bantuan Hukum
dalam perkara pidana sebagai berikut:
113
“Justeru karena seorang tersangka dalam proses pada umumnya lebih merasa adanya ancaman bahaya pada dirinya yang lebih besar, dari pada menganggap
dirinya sebagai pelindung yang cakap terhadap posisinya maka ia harus didampingi oleh seorang pembela, yang dapat dianggap sebagai wakil proses,
sehingga dalam menghadapi jaksa penuntut umum terlihat ada kesimbangan kekuatan dalam argumentasi hukum yang serasi.”
Berbicara mengenai kedudukan Pemberi Bantuan Hukum dalam membela suatu proses pidana dapat menghubungkan dengan pendapat P. M. Trapman yang dimuat
oleh Muljatno yang secara bebas menunjukkan perbedaan pandangan dan posisi dari
112
M. H.Tirtaamidjaja, Kedudukan Hakim dan Jaksa, Jakarta: Pembangunna, 1960, hal. 45.
113
R.M.M. Isnaini, Pembela Hukum, Jakarta: Sangkakala Peradilan,1973, hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
para pihak dalam perkara pidana yaitu sebagai berikut:
114
“Subjectieve beoordeling van een subjectieve positie. Objectieve beoordeling van een subjectieve positie. Subjectieve beoordeling van een objectieve positie.
Objectieve beoordeling van een objectieve positie.” Terjemahan pendapat P. M. Trapman tersebut adalah bahwa dalam proses pidana,
pendirian terdakwa adalah sebagai penilaian yang subjektif dari pada suatu keadaan yang subjektif. Pembela terdakwa pendiriannya adalah penilaian yang objektif dari
pada keadaan yang subjektif. Penuntut umum mengambil sikap mengadakan penilaian subjektif dari keadaan objektif. Hakim mengadakan penilaian objektif dari keadaan
yang objektif. Pendapat yang dikemukakan P. M. Trapman tersebut dapat diartikan adanya
perbedaan dan penilaian posisi dari seorang pembela atau penasihat hukum dengan hubungannya dalam membela kepentingan terdakwa, jaksa dan hakim. Seorang
terdakwa mengadakan penilaian subjektif dari posisinya yang subjektif yaitu melakukan penilaian tentang keadaannya dari kacamata pribadinya sendiri untuk
membela kepentingan dirinya sendiri yang pada umumnya agar tidak mendapat sanksi atas perbuatan hukum yang dilakukannya dengan menyatakan bahwa terdakwa tidak
bersalah.
115
Sedangkan seorang pembela melakukan penilaian yang objektif dimana pembela melihat dan meneliti fakta secara umum untuk menentukan perbuatan hukum
terdakwa tersebut apakah tergolong dalam tindak pidana atau tidak dari posisinya yang subjektif sama dengan terdakwa yaitu untuk kepentingan pribadinya. Dengan
demikian ia harus memandang posisi terdakwa dengan pandangan yang layak dan wajar pada fakta kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Ruang lingkup pemberian bantuan hukum menurut Undang-Undang No. 16
114
Muljatno, Hukum Acara Pidana II, Yogjakarta: Gajah Mada, 1964, hal. 20.
115
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2011 Pasal 4 ayat 2 terbatas pada permasalahan hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi.
Meninjau pendapat tentang bagaimana Pemberi Bantuan Hukum ini dalam bersikap, apakah memperjuangkan kepentingan terdakwa dengan mengesampingkan
kerugian dalam tindak pidana ataukah memperjuangkan kepentingan terdakwa dengan adil dimana pembelaan tersebut tidak menutup-nutupi kesalahan terdakwa selaku
penerima bantuan hukium, untuk meninjau hal ini maka peneliti mengutip pendapat M. H. Tirtaamidjaja dimana beliau memuat sebagai berikut:
116
“Ada satu pendapat yang berpendapat bahwa seluruh perhatian pembela itu hendaknya ditujukan kepada pembelaan kepentingan terdakwa, ia hendaknya
memperjuangkan segala sesuatu yang menguntungkan si terdakwa, ia hendaknya menentang segala sesuatu yang memberatkan si terdakwa bahkan jika ia yakin
akan kesalahan terdakwa hendaknya berusaha untuk melemahkan pembuktian akan kesalahan itu atau bila ia berpendirian bahwa kepentingann umum
menghendaki penghukuman si terdakwa ia harus berusaha sekuatnya untuk menghindarkan penghukuman itu.”
Pendapat lainnya yang dikemukakan beliau adalah diharapkan pembela dalam hal ini Pemberi Bantuan Hukum memandang pelayanan hukum yang diberikan
bertujuan objektif sama seperti hakim dan jaksa penuntut umum dimana lebih mementingkan kepentingan umum, pendapat tersebut sebagai berikut:
117
“Pembela hendaknya bertujuan sama seperti hakim dan penuntut umum, yaitu membela kepentingan umum, khususnya bagi si pembela ialah kepentingan
umum bahwa orang yang bersalah juga harus dijatuhi hukuman. Menurut pendapat ini, pembela tersebut hendaknya tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kepentingan umum itu. Sebagai konsekuensi ialah berbeda dengan pendapat pertama si pembela hendaknya tidak memperjuangkan
kepentingan si terdakwa bila ia yakin akan kesalahannya.” Pembela tidak hanya membela kepentingan kliennya tetapi juga membela
kepentingan umum, demikian inilah yang menjadi tujuan dari Advokat seperti yang termuat dalam salah satu anggaran dasarnya yang isinya adalah untuk turut
membenatu menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam Negara Kesatuan
116
M. H. Tirtaamidjaja, Kedudukan Hakim dan Jaksa, Jakarta: Pembangunna, 1960, hal. 45.
117
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia melalui tugas Advokat dan memperjuangkan hak asasi manusia sesuai dengan asas rule of law dalam masyarakat merdeka. Hal ini berarti bahwa tugas
pembela dalam hal ini Pelasnana Pemberi Bantuan Hukum diharapkan tidak hanya terbatas untuk mengusahakan bebasnya terdakwa seperti yang umumnya dilakukan
dalam praktek, namun juga berkewajiban untuk membantu menegakkan keadilan secara umum dengan membantu alat-alat negara penegak hukum dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat banyak. Meskipun begitu, tidak berarti Pelaksana Pemberi Bantuan Hukum yang berkewajiban memberi layanan bantuan
hukum akan mengabaikan kepentingan dari terdakwa yang dibelanya bila dalam proses peradilan ada ketidakbenaran terhadap apa yang seharusnya dijalaninya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PELAKSANA BANTUAN HUKUM