20
2.2. Pengertian Pendidikan Inklusif
Inklusif berasal dari kata bahasa Inggris yaitu inclusion. Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini
dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki
hambatan dengan cara-cara yang realistik dan
kompeherensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh. Smith, 2006.
Sedangkan, Pendidikan
inklusif Menurut
UNESCO1994 :
“ At the core of inclusive education is the human right to education, pronounced in the Universal Declaration
of Human Rights in 1949. Equally important is the right of children not to be discriminated against,
stated in Article 2 of the Convention on the Right of the Child UN, 1989. A logical consequence of this
right is that all children have the right to receive the kind of education that does not discriminate on
grounds of disability, ethnicity, religion, language, gender, capabilities, and so on.
Artinya bahwa Pendidikan inklusif merupakan inti dari hak azazi manusia untuk memperoleh pendidikan. Hal
ini telah dinyatakan dalam Deklarasi Universal tentang hak azazi manusia di tahun 1949. Kesamaan
kepentingan adalah
hak anak
untuk tidak
didiskriminiasikan, dinyatakan dalam pasal 2 dari Konvensi tentang hak anak. Konsekuensi logik dari
hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk
menerima jenis
pendidikan yang
tidak mendiskriminasikan pada latar dari ketidakmampuan,
etnik, agama, bahasa, jender, kapabilitas dan lain sebagainya.
21
Pendidikan inklusif merupakan suatu pendekatan pendidikan
yang inovatif
dan strategis
untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak
berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang cacat. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan
inklusi juga dapat dimaknai sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti
diskriminasi, perjuangan
persamaan hak
dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan
bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun,
serta upaya merubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus. Sunaryo, 2009.
Alimin 2005 menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah proses dalam merespon
kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan
masyarakat, dan mengurangi eklusivitas di dalam pendidikan. Pendidikan inklusif mencakup perubahan
dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan, struktur dan strategi yang dapat mengakomodasi
kebutuhan semua anak seseuai dengan kelompok usianya.
Selain itu, pendidikan inklusif sendiri menurut Sapon-
Shevin O’Neil, 1994 yaitu bahwa Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama
teman-teman seusianya. Widyastono, 2004.
22
Disamping itu, Staub dan Peck 2005 menyatakan pendidikan
inklusi adalah
penempatan anak
berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa
kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan
bagaimanapun gradasinya. Selanjutnya, Menurut Smith 2006Pendidikan
Inklusif adalah program yang mengakomodasikan seluruh siswa dalam kelas yang sama sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya, termasuk didalamnya siswa yang berlainan. Bagi sebagian besar pendidik,
istilah ini dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang
memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistik dan kompeherensif dalam kehidupan pendidikan yang
menyeluruh. Smith, 2006. Berdasarkan
pengertian tentang
pendidikan inklusif,
bahwa pendidikan
inklusif merupakan
pendidikan yang terbuka bagi semua, yang menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan. Dalam
pendidikan inklusif setiap anak yang memiliki kelainan serta potensi kecerdasan dan bakat istimewa diberikan
kesempatan untuk
belajar bersama,
tanpa membedakan satu dengan yang lainnya, memahami
perbedaan, serta bekerjasama melengkapi kekurangan yang ada.
Sedangkan,untuk sekolah inklusif sendiri menurut Sapon-
Shevin O’Neil, 1994 Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menerima
23
semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
program pendidikan
yang layak,
menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar peserta didik berhasil. Sekolah inklusi merupakan
tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari suatu kelas dan saling membantu dengan guru dan teman
sebayanya, maupun dengan anggota masyarakat lain agar
kebutuhan individualnya
dapat terpenuhi
Stainback dan Stainback, 1990. Sejalan dengan itu, Choate dalam Dyah, 2008
mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang mengijinkan peserta didik yang berkebutuhan
khusus untuk dapat belajar dikelas pendidikan umum. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif harus
memenuhi beberapa
persyaratan yang
sudah ditentukkan
antara lain
keberadaan siswa
berkebutuhan khusus, komitmen terhadap pendidikan inklusif, manajemen sekolah, sarana-prasarana, dan
ketenagaan. Suparno,2007 Dalam penerimaan siswa di sekolah inklusi perlu
diadakannya identifikasi ABK oleh guru terutama oleh guru kelas. Identifikasi adalah usaha untuk mengenali
atau menemukan
anak berkebutuhan
khusus berdasarkan ciri yang ada. Dalam mengidentifikasi
terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan antara lain: observasi, wawancara, dan tes psikologi. Setelah
diidentifikasi dilakukan assesmen yang bertujuan untuk: menyaring kemampuan anak, pengklasifikasian,
24
penempatan dan penetuan program, penentuan arah dan
tujuan pendidikan,
pengembangan program
pendidikan individual, penentuan strategi Suparno 2007.
Sekolah umumreguler yang menerapkan program pendidikan
inklusif akan
berimplikasi secara
manajerial di sekolah, diantaranya adalah: a.
Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman, dan
menghargai perbedaan. b.
Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan
pembelajaran dengan pendekatan individual. c.
Guru di kelas umumreguler harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
d. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
e. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan Direktorat
PLB, 2007.
2.3. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Inklusi