32
obatan, keadaan Gizi Ibu yang buruk saat hamil, radiasi sinar x, faktor Rhesus, golongan darah.
3. Faktor Natal Saat Proses kelahiran Kondisi kekurangan oksigen karena proses
kelahiran yang lama atau bermasalah dapat menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi
menjadi terhambat. 4. Faktor Postnatal sesudah lahir dan lingkungan.
Malnutrisi dan trauma fisik akibat jatuh atau kecelakaan, trauma pada otak atau beberapa
penyakit seperti meningitis dan encephalis harus juga
diperhatikan. Begitu
juga dengan
lingkungan. Lingkungan dapat berperan sebagai penyebab terjadinya anak lamban belajar atau
slow learner. Karena stimulasi yang salah, sehingga anak tidak dapat berkembang secara
optimal. Lingkungan yang dimaksud dapat lingkungan sekolah dapat pula lingkungan
rumah. Interaksi dari beberapa faktor dapat mempengaruhi fungsi mental anak.
2.6. Model Pembelajaran
2.6.1. Model-model Pembelajaran
Pembelajaran dapat difenisikan sebagai suatu sistem
atau proses
membelajarkan subjek
didikpembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar
sbjek didikpembelajar dapat mencapai kompetensi yang
dirumuskan secara
efektif dan
efisien. Komalasari,2011.
33
Gunter et al 1990 mendefinisikan model pembelajaran sebagai an instructional model is a step-
by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce Weil 1980 mendefinisikan model
pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman
dalam melakukan
pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi dasar.
Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An
instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help students achieve a
learning objective Burden Byrd, 1999. Model pembelajaran yang di kembangkan dengan
pendekatan Konstruktivistik
adalah Model
pembelajaran berdasarkan Masalah Problem based Learning dan pembelajaran kooperatif cooperative
learning. Model
pembelajaran ini
mencakup pendekatan pembelajaran luas, dan menyeluruh
Areunds,1997. A. Pembelajaran kooperatifCooperative Learning
Pembelajaran kooperatif Cooperative Learning adalah
suatu strategi
belajar mengajar
yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri dari dua orang atau lebih. Dalam tiap kelompok terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan,
34
melakukan berbagai
kegiatan belajar
untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi
pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar
apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar,
sehingga bersama-sama
mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua
anggota kelompok
berhasil memahami
dan melengkapinya. Semua siswa berusaha sampai semua
anggota kelompok
berhasil memahami
dan melengkapinya.
Lie,2000. Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu Hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu
dan pengembangan keterampilan sosial. Prinsip model
pembelajaran kooperatif yaitu 1 saling ketergantungan positif; 2 tanggung jawab perseorangan; 3 tatap muka;
4 komunikasi antar anggota; dan 5 evaluasi proses kelompok.
Belajar kooperatif secara teoretik dipandang mampu
mengembangkan bukan
saja capaian
akademik, tapi juga capaian non-akademik seperti hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok.
Menurut Arends
2007 belajar
kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga
tujuan penting; yaitu prestasi akademik, toleransi dan penerimaan
terhadap keanekaragaman,
serta pengembangan keterampilan sosial. Marning dan
Lucking 1991 mengatakan bahwa belajar kooperatif selain memberikan kontribusi secara positif terhadap
35
prestasi akademik, juga meningkatkan keterampilan sosial dan self-esteem siswa.
Pembelajaran kooperatif terdiri atas beberapa tipe antara lain :
1. Tipe Jigsaw Dari sisi etimologi jigsaw berasal dari bahasa
inggris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah fuzzle, yaitu sebuah teka-
teki yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara
bekerja sebuah gergaji jigsaw, yaitu siswa melakukan sesuatukegiatan belajar dengan cara bekerja sama
dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah
sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok
kecil bersama. Lie,2000 Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata
atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran
menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong
dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi
dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi. Arends, 2007
2. Three Minute Review Model pembelajaran kooperatif tipe three-step
review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat
tertentu selama
sebuah diskusi
atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu
36
apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-
kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-
pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam
tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu
proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.
3. Tipe Group Investigazion Menurut Winataputra 1992 model GI atau
investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai
tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk
membimbing para
siswa mendefinisikan
masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan,
mengembangkan dan mengetes hipotesis. Sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai
oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok
dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang
sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama
guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang
berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana
37
pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh
kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi
yang sesuai
dan diperlukan
untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok.
Model pembelajaran
kooperatif tipe
investigasi kelompok ini dikembangkan oleh John Dewey dan
Herbert A Thelen. Winataputra, 1992 4. Think Pair Share TPS
TPS merupakan metode yang menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator, mediator, evaluator dan
pembimbing, sedangkan
siswa dalam
kegiatan pembelajaran di dalam kelas memiliki peran aktif.
Kusuma dan Aisah, 2012 TPS menghendaki siswa untuk bekerja sendiri
danbekerja sama saling membantu dengan siswa lain dalam suatu kelompok kecil. Denganmetode klasikal
yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasilnyauntuk seluruh kelas, teknik Think
Pair Share memberi sedikitnya delapan kali kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan
menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain Anita Lie, 2008.
Pelaksanaan pembelajaran TPS ini diawali dari berpikir think sendiri mengenai pemecahan suatu
masalah. Tahap berpikir menuntut siswa untuk lebih tekun dalam belajar dan aktif mencari referensi agar
lebih mudah dalam memecahkan masalah atau soal yang diberikan guru. Siswa kemudian diminta untuk
mendiskusikan hasil pemikirannya secara berpasangan
38
pair. Tahap diskusi merupakan tahap menyatukan pendapat masing-masing siswa guna memperdalam
pengetahuan mereka. Diskusi dapat mendorong siswa untuk
aktif menyampaikan
pendapat dan
mendengarkan pendapat orang lain dalam kelompok, serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Setelah
mendiskusikan hasil
pemikirannya, pasangan-
pasangan siswa yang ada diminta untuk berbagi share hasil pemikiran yang telah dibicarakan bersama
pasangannya masing-masing kepada seluruh kelas. Tahap
berbagi menuntut
siswa untuk
mampu mengungkapkan pendapatnya secara
bertanggung jawab, serta mampu mempertahankan pendapat yang
telah disampaikannnya. Kusuma dan Aisah, 2012 5. CIRC Cooperative Integrated Reading Composition
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu
model pembelajaran
kooperatif yang
mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian
mengkomposisikannya menjadi
bagian- bagian yang penting.
Model pembelajaran
CIRC memiliki
lima komponen. Kelima komponen tersebut antara lain:
1Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa; 2Placement test, misalnya
diperoleh dari
rata-rata nilai
ulangan harian
sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada
bidang tertentu;3 Student creative, melaksanakan
39
tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau
dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; 4Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus
dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya;
5Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan
kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang
kurang berhasil
dalam menyelesaikan
tugas. suyitno,2005
6. Reciprocal teaching Tipe pengajaran timbal-balik reciprocal teaching
merupakan salah satu tipe dari pembelajaran koperatif yang
dirancang dengan
metode-metode tertentu,
sehingga siswa dapat belajar lebih serius dan menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama,
berfikir kritis,
keaktifan dalam
bertanya dan
keterlibatan dalam proses belajar. Strategi pengajaran reciprocal teaching adalah salah satu strategi dalam
pembelajaran kooperatif, dalam pelaksanaannya, siswa dibentuk kelompok-kelompok yang beranggotakan 4
siswa dengan tugas masing-masing sebagai predictor, clarifier, questioner, dan summarizer, dan dalam proses
pembelajaranya siswa dituntut untuk berinteraksi, ketergantungan, dan bekerjasama dengan kelompoknya
dalam mengerjakan tugasnya. http:library.um.ac.id
40
7. STADStudent Teams Achievement Divisions. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
efektif adalah STAD Student Teams Achievement Divisions. STAD terdiri dari rangkaian pembelajaran
yang sederhana, belajar kooperatif dalam memadukan kemampuan kelompok-kelompok dan kuis-kuis disertai
penghargaan yang
diberikan kepada
kelompok- kolompok yang anggotanya paling sukses melampaui
nilai mereka sendiri sebelumnya. Kelebihan
dalam penggunaan
pembelajaran kooperatif metode STAD sebagai berikut:
a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan
berpikir secara kritis dan kerja sama kelompok. b.
Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari ras yang berbeda.
c. Menerapkan bimbingan oleh teman.
d. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai
ilmiah. Kelemahan dalam penggunaan pembelajaran
kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut: a.
Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
b. Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-
kesalahan dalam pengelolaan kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang
terus menerus akan dapat terampil menerapkan model ini.
Langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut :
41
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai dengan menggunakan berbagai pilihan dalam cara
dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, antara lain dengan metode penemuan
terbimbing, tanya jawab atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali
pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu. b.
Guru memberikan teskuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akandiperoleh nilai awal
kemampuan siswa. c.
Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota, dimana anggota
kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda tinggi, sedang dan rendah. Jika
mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan
kesetaraan gender. d.
Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, mendiskusikan
secara bersama-sama, saling membantu antar anggota lain, serta membahas jawaban tugas yang
diberikan guru.
Tujuan utamanya
adalah memastikan
bahwa setiap
kelompok dapat
menguasai konsep dan materi. B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem
Based Learning Pembelajaran Berbasis Masalah PBM atau
Problem Based Learning PBL didasarkan pada hasil
42
penelitian Barrow and Tamblyn 1980, Barret, 2005 dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah
kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran
diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk
sekolah kedokteran
dimana mahasiswa
dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan
dibandingkan dengan
pendekatan pembelajaran
tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu
dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu
menyelesaikannya. Walaupun
pertama dikembangkan dalam pembelajaran ilmu kedokteran
tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan pembelajaran ilmu yang lain.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu
model pembelajaran
inovatif yang
dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBM
adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah Ward, 2002; Stepien,
dkk.,1993. Lebih lanjut Boud dan felleti, 1997, Fogarty1997 menyatakan bahwa PBM adalah suatu
pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar siswamahasiswa dengan masalah-
masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open
43
ended melalui stimulus dalam belajar. PBM memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1 belajar
dimulai dengan suatu masalah, 2 memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia
nyata siswamahasiswa,
3 mengorganisasikan
pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, 4 memberikan tanggung jawab yang besar
kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, 5
menggunakan kelompok kecil, dan 6 menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah
mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Fogarty,1997.
Berdasarkan penjelasan tentang PBM tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBM dimulai
oleh adanya masalah dapat dimunculkan oleh siswa atau
guru, kemudian
siswa memperdalam
pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk
memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan
sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
C. Program Pembelajaran Individual Istilah Program Pembelajaran individual PPI
merupakan terjemahan dari Individualized Educaional Program IEP. Mercer and Mercer 1989 dalam
Rochyadi dan Alimin 2003, mengemukakan bahwa program individual merujuk kepada suatu program
44
pengajaran dimana siswa bekerja dengan tugas –tugas
yang sesuai dengan kondisi dan motivasiya. Lynch 1994, menyatakan bahwa IEP merupakan
suatu kurikulum atau merupakan suatu kurikulum atau
merupakan suatu
program belajar
yang didasarkan kepada gaya, kekuatan dan kebutuhan-
kebutuhan khusus anak dalam belajar. Dengan demikian
pada dasarnya
Program Pembelajaran
Individual PPI merupakan suatu program yang didasarkan kepada kebutuhan setiap individu.
Program Pembelajaran Individual PPI disusun pada hakekatnya adalah mengacu pada pandangan
bahwa inividu itu unik bahkan tidak ada seorang manusiapun yang akan sama sekalipun kembar. Triani
dan Amir,2013. Dengan demikian setiap anak memiliki potensi masing-masing yang perlu dikembangkan
sehingga dapat mengaktualisasikan dirinya. Begitu juga dengan kebutuhannya, setiap peserta didik tentunya
memiliki kebutuhan masing-masing yang mungkin akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dalam Program Pembelajaran Individual PPI terdapat prosedur dalam penyusunannya menurut
Rochyadi dan Alimin 2003 yang menyebutkan bahwa Program Pembelajaran Individual disusun dengan
maksud untuk memenuhi kebutuhan tiap peserta didik. Prosedur ideal dalam pengembangan Program
Pembelajaran Individual dikemukakan Kitano dan Kirby 1986 memiliki lima aspek yaitu :pembentukan
tim PPI,
menilai kebutuhan
khusus anak,
mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka
45
pendek, meancang metode dan prosedur pembelajaran dan menentukan evaluasi kemajuan anak.
a. Membentuk Tim PPI
Tim PPI bertugas merencanakan dan menyusun program pembelajaran. Anggota tim sebaiknya
terdiri dari berbagai disiplin ilmu, seperti guru kelas atau guru mata pelajaran, kepala sekolah, orang
tua dan tim ahli jika memungkinkan. Tim ahli yang dimaksu adalah tim ahli yang terkait dengan
masalah yang dihadapi atau pengembangan dari potensi peserta didik seperti : konselor, instruktur
orientasi mobilitas, speech therapist, fisio therapist, pediatris atau psikolog. Namun jika sekolah belum
memungkinkan menyertakan tim ahli, maka tim PPI tetap dapat terbentuk dengan melibatkan guru atau
kepala sekolah dan orang tua. Tim PPI ini akan duduk bersama mendiskusikan
tentang rancangan program pembelajaran yang akn diberikan kepada peserta didik. Dengan demikian
antara pihak sekolah dengan pihak orang tua memiliki persepsi yang sama tentang program yang
akan dilaksankan. Dengan demikian orang tua dan pihak sekolah sama-sama aktif dalam memberikan
informasi atau melakukan treatment atau program- program pembelajaran yang dianggap perlu.
b. Menilai Kebutuhan Khusus Anak
Menentukan kebutuhan khusus apa yang peserta didik perlukan, terlebih dahulu tim PPI melihat
informasi yang dperoleh dari hasil assesmen tentang
kelemahan-kelemahan dan
kekuatan-
46
kekuatan yang dimiliki peserta didik. Berdasarkan dari data atau informasi tersebut tim baru
memutuskan kebutuhan khsus seorang peserta didik.
c. Mengembangkan Tujuan Pembelajaran
Jangka Panjang dan Jangka Pendek Tujuan
pembelajaran dilakukan
dengan melakukan
penyelarasan antara
target yang
diharapkan dari kurikulum dengan kemampuan yag dimiliki peserta didik berdasarkan hasil assesmen
yang telah dilakukan. Tujuan pembelajaran jangka panjang adalah tujuan yang hendak dicapai pada
waktu yang relatif lama, seperti capaian yang tertera pada SK Standar Kompetensi. Sedangkan
tujuan pembelajaran jangka pendek adalah tujuan yang hendak dicapai dalam waktu yang relatif
singkat, seperti capaian pada KD Kompetensi Dasar.
Untuk mempermudah
pengukuran kebehasilannya, satu kompetensi dasar tentunya
disusun menjadi
indikator-indikator dengan
menggunakan kata
kerja operasional
dalam penyusunannya.
d. Menyusun
Metode dan
Prosedur Pembelajaran
Metode dan
Prosedur Pembelajaran
yang dirancang dalam Program Pembelajaran Individual
ini, tentunya disusun secara jelas dan sistematis sehingga memudahkan dalam proses penilaiannya.
Proses pembelajaran
dapat dirancang
secara berkelompok
namun tetap
dikelola secara
47
individual. Banyak metode dan pendekatan yang dapat dilakukan seorang guru dengan berprinsip
pada Pembelajaran yang Aktif Inovatif Kreatif dan menyenangkan
PAIKEM. Dengan
demikian pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.
e. Menentukan Evaluasi Kemajuan Anak
Evaluasi kemajuan belajar anak henaknya dapat mengukur derajat pencapaian tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan. Dalam melakukan evaluasi sedapat mungkin mampu menggambarkan kondisi
peserta didik bukan membandingkan dengan peserta didik yang lain yang ada dikelasnya. Karena
ketuntasan belajar
yang dimaksud
adalah ketuntasan belajar individual sesuai dengan potensi
yang dimilikinya. Banyak ragam jenis evaluasi, tentunya jenis dna
bentuk tes yang diberikan disesuaikan dengan kondisi anak serta tujuan dari pelaksanaan evaluasi
itu sendiri. Dalam pelaksanaan evaluasi ini sebaiknya dilakukan baik evaluasi proses maupun
product atau hasil. Dengan demikian dapat diperoleh informasi tentang kemajuan peserta didik
baik dalam proses pelaksanaan pembelajarannya serta tingkat pencapaian keberhasilan tujuan
pembelajaran.
2.7. Model Pengembangan Pembelajaran