Akibat Hukum dari Li’an Menurut Kompilasi Hukum Islam

C. Akibat Hukum dari Li’an Menurut Kompilasi Hukum Islam

Tidak seorangpun yang menginginkan perkawinannya putus di tengah jalan. Tidak ada anggota keluarga atau masyarakat yang mengharapkan keluarganya bubar.Tidak ada agama yang mengajarkan untuk mendorong perceraian.Hukum Islam mengajarkan bahwa perceraian adalah barang yang halal yang dibenci oleh Allah, salah satu asas didalam Undang-Undang Perkawinan adalah mempersulit perceraian. 177 Karena perceraianlah maka semua akibat perkawinan semua hak dan kewajiban selama perkawinan menjadi hapus sejak saat itu. 178 Terjadinya perceraian karena berbagai macam sebab yang timbul didalam perkawinan. Sebab perceraian yang secara langsung dapat berupa salah satu pihak tidak mencintai, tidak mempercayai atau mencurigai adanya pihak ketiga. 179 Li’an merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan, li’an adalah salah satu cara dalam perceraian yang ditempuh oleh pasangan suami istri melalui putusan hakim berdasarkan Pasal 128 Kompilasi Hukum Islam yaitu li’an hanya sah apabila Namun diluar sebab-sebab tersebut ada hal yang perlu difikirkan secara matang sebelum memutuskan untuk melalukan perceraian , yaitu berupa akibat dari perceraian tersebut. Dimana dengan terjadinya perceraian maka mulai saat terjadinya perceraian tersebut berlakulah akibat hukum kepada masing – masing pihak. 177 Moh Zahid, Dua Puluh Lima Tahun Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan, Jakarta : Departemen Agama R.I, badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002, hal., 81-82. 178 Soetojo Prawirohamidjo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Bandung : Alumni, 1986, hal.,120. 179 Ibid, hal.,91. Universitas Sumatera Utara dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama. 180 Setiap perceraian pasti memiliki akibat-akibat hukum tertentu begitu juga perceraian yang ditempun melalui li’anjuga memiliki akibat hukum tertentu bagi pihak istri dan pihak suami, yang mana akibat tersebut tidak dapat ditawar-tawar ataupun dihindari. Didalam Pasal 125 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa :“Li’an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama- lamanya”. Sehingga sahnya li’an sesuai dengan bunyi pasal tersebut hanya dapat diterapkan di hadapan sidang Pengadilan Agama dan berdasarkan pertimbangan hakim untuk menerapkannya. 181 Berdasarkan pasal tersebut perceraian karena li’an memiliki akbiat yang sangat berat, dimana suami istriyang bercerai dengan carali’an tidak dapat rujuk kembali untuk selama-lamanya. Li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan hakim, oleh karena itu hakim hendaklah terlebih dahulu memperingatkan tentang siksaan yang berat yang bakal diterima , apabila masing-maing suami istri memberikan keterangan yang tidak benar. 182 Setelah li’an diputuskan oleh hakim didalam pengadilan, maka perkawinan tidak dapat diwujudkan kembali, menurut semua mazhab Hukum Islam kecuali Imam Mengingat didalam tata cara pelaksanaan li’an yang diterapkan sesuai Pasal 127 Kompilasi Hukum Islam bahwa dalam pelaksanaan li’an yang dilakukan oleh suami istri tersebut melekat didalamnya atas nama Allah SWT dan memiliki akibat hukum yang sangat berat. 180 Lihat Pasal 128 Kompilasi Hukum Islam. 181 Lihat Pasal 125 Kompilasi Hukum Islam. 182 A.Fuad Said ,Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta Pusat : Pustaka AlHusna, 1994, hal., 149. Universitas Sumatera Utara Abu Hanifah yang berpendapat bahwa bila kemudian suami menyatakan dia telah berdusta sewaktu mengucapkan sumpah tuduhan itu, dan segala sesuatu yang telah berlangsung pada saat terjadinya pesidangan, maka suami harus dikenakan had, sesudah itu suami dapat melakukan pernikahan kembali dengan istrinya, dan apabila terjadi penolakan terhadapa anak yang dikandung atau pun dilahirkan oleh istrinya dapat menjadi anaknya kembali. 183 Dalam Pasal 101 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa : 184 “Seorang suami yang menginkari sahnya anak, sedang istri tidak menyangkalnya , dapat mengukuhkan pengingkarannya dengan li’an”. Disamping itu Pasal 102 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa: 185 1 Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari istrinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkara kepada Pengadilan Agama. 2 Pengingkaran diajukan sesudah lampau waktu tersebut tidak dapat diterima. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bila ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan istrimya. Pengadilan dapat memberi keputusan tentang sah atau tidaknya 183 Abdurrahman I.Do, Op.Cit, hal., 274.` 184 Lihat Pasal 101 Kompilasi Hukum Islam. 185 Lihat Pasal 102 Kompilasi Hukum Islam. Universitas Sumatera Utara anak atas permintaan pihak yang berkepentingan menurt Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. 186 Kedudukan anak mula’anah hukumnya sama dengan anak zina , ia tidak mengikuti nasab suami ibunya yang meli’an, tetapi mengikuti nasab ibunya. 187 Berdasarkan Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa anak yang yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya. 188 Sehingga cukup jelas bahwa anak akibat adanya penolakan dari suami ibu yang mengandungnya tidak memiliki nasab ataupun tidak merupakan ahli waris dari suami ibunya, melainkan hanya memiliki nasab kepada ibunya dan hanya dapat mewarisi atau diwarisi oleh ibunya. 186 Lihat Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. 187 Imam Jauhari, Op.cit, hal., 16. 188 Lihat Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTRI DAN ANAK AKIBAT