bertindak terhadap yang salah sebatas kesalahannya.
218
C. Hak-Hak Anak sebagai Korban dari Li’an
Sehingga istri berahak atas perlindungan terhadap nama baiknya didalam masyarakat apabila istri mengangkat
sumpah penolakan atas tuduhan zina yang dituduhkan oleh suaminya tersebut, karena tuduhan zina memberikan aib yang dapat mencemarkan nama baiknya dan keluarga
di kalangan masyarakat. Dengan istri bersedia mengagkat sumpah penolakan maka gugurla had zina atas dirinya.
Anak merupakan keturunan kedua, atau hubungan antara orang tua dan anak atau anak-anak disatu pihak atau orang tua yang menurunkannya di lain pihak. Oleh
karena itu, keturunan adalah dasar dari hubungan darah.
219
Dengan kata lain, anak adalah seorang hasil hubungan sebagai keturunan dari seseorang laki-laki dan seorang
perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah. Hubungan darah merupakan tiang utama bangunan keluarga, sebab merupakan perekat dan tali pengikat antara
anggotanya, kalau tali pengikat ini tidak ada, maka ia akan terpecah serta kasih sayang antara anggotanya akan sirna.
220
Perceraian li’an terjadi karena adanya tuduhan zina yang dilakukan oleh pihak suami terhadap istrinya atau karena penolakan terhadap anak yang didalam
kandungan maupun yang telah dilahirkannya. Li’an dapat terjadi dalam hal penolakan anak yang dikandung atau yang dilahirkan oleh istrinya, sehingga pihak suami wajib
218
Muh. Alwy Al Maliki, Loc.Cit.
219
Iman Jauhari, Op.Cit, hal., iii.
220
Ibid, hal., 1.
Universitas Sumatera Utara
melakukan sumpah sebanyak empat kali sebagai ganti karena suami tidak dapat menghadirkan empat orang saksi sebagai saksi atas tuduhannyadan pihak istri juga
wajib mengangkat sumpah balasan sebagai penolakan atas tuduhan yang dilakukan pihak suami terhadapnya. Menurut hukum Islam , jika suami menuduh istrinya bezina
ataupun menafikan anak yang ada didalam kandungan istrinya,maka ia harus menunjukkan empat orang saksi yang jujur dan dipercaya, yang benar-benar
menyaksikan perbuatan tersebut. Jika tidak dapat empat orang saksi, maka ia harus bersumpah kepada Allah empat kali, bahwa ia adalah orang yang benar.
221
Nabi Muhammad SAW melarang keras seorang ayah mengingkari anaknya dan seorang ibu membangsakan anaknya dengan laki-laki yang bukan ayahnya. Nabi
Muhammad SAW bersabda yang artinya : Namun
dalam perceraian karena li’an ini pasti terdapat salah satu pihak yang berbohong, mungkin pihak istri yang berbohong atas penolakannya ataupun pihak suami yang
berbohong atas tuduhannya.
222
“Setiap wanita yang melakukan perbuatan serong zina, maka tidak akan mendapatkan satu apapun dari Allah, dan tidak akan dimasukkan ke
surgaNya.Sebaliknya setiap laki-laki yang mengingkari seorang anak, sedang ia tahu bahwa anak tersebut betul-betul anaknya, maka Allah akan
memurkainya dan membuka aibnya di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat nanti.”Hadist riwayat Abu Daud, Imam Nasai, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban dan Al-Hakim dari Abu Hurairah.
Di antara hubungan darah yang terpenting ialah hubungan darah antara anak dengan orang tua. Hubungan anak yang sah atau mempunyai akibat keperdataan di
221
A. Fuad Said, Op.Cit, hal., 131.
222
Iman Jauhari, Op.Cit, hal., 1.
Universitas Sumatera Utara
antara mereka, saling mewarisi dan alimentasi, ialah hubungan anak dengan orang tua yang sah, berdasarkan pernikahan yang dilakukan menurut syari’at Hukum Islam
pada dasarnya hanya memberikan akibat hukum kepada hubungan anak orang tua berdasarkan pernikahan tersebut, demi untuk membedakan manusia yang beradab
dari hewan.
223
Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya :
224
“Anak adalah milik suami istri, sedang bagi orang yang melakukan zina ialah pidana mati.”
Berdasarkan hadist diatas ialah yang dapat menimbulkan hubungan keperdataan antara anak dengan ayah, ialah hanya pernikahan sesuai syaria’at,
sedangkan hubungan diluar perkawinan tidak patut diberikan akibat hukum keperdataan , sebab akan menimbulkan kekacauan didalam masyarakat.
225
Dalam kajian hukum Islam, Abu Hanifah berpendapat bahwa anak yang terlahir mempunyai
hubungan darah dengan laki-laki yang tidur seranjang dengan ibunya. Bila dilahirkan di luar perkawinan maka menurut Abu Hanifah anak tersebut meski tidak memiliki
hubungan nasab dengan ayah biologisnya ia tetap menjadi mahram haram dinikahi oleh ayah ayah biologisnya sama dengan mahram melalui pernikahan.
226
Berdasarkan Pasal 290 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa kekeluargaan sedarah adalah suatu pertalian keluarga antra mereka, yang mana
223
Ibid, hal., 2.
224
Ibid.
225
Ibid.
226
Ibnu Rusydi, Bidyatul Mujtahid, Juz 1, Mesir : Mustafa Al Halaby, 1960, hal., 34.
Universitas Sumatera Utara
yang satu adalah keturunan yang lain atau yang semua mempunyai nenek moyang yang sama.
227
Anak merupakan keturunan kedua, sedangkan menurut R.H. Soerojo Wongsodjojo anak merupakan hubungan antara orang tua dan anak atau anak-anak di
satu pihak serta orang tua yang menurunkan pihak lain.
228
Berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang artinya :
229
“Anak yang lahir sah berhak ditetapkan nasab keturunan, dan penzina berhak dilontar dengan batu.”Hadist Riwayat Jama’ah terdiri dari Ahmad
dan para pengarang kitab Nayl al-Autar, jilid VI Hadist tersebut menjelaskan bahwa anak yang lahir dari hubungan suami istri
yang sah dinasbkan keturunannya kepada orang tuanya yaitu pihak ayah dan ibu yang melahirkannya, dimana zina tidak layak menjadi sebab bagi mewujudkan nasab,
melainkan hanya berhak menerima hukuman rajam. Sehingga anak dinasabkan kepada bapak nya setelah berlaku satu tempat tidur, dan nasab tidak ditetapkan
melainkan dibolehkan berlaku pada perkawinan yang sah atau fasid.
230
Dalam Hukum Islam terdapat bermacam-macam kedudukan atau status anak, sesuai dengan
sumber asal usul anak itu sendiri, sumber asal itulah yang akan menentukan kedudukan atau status seorang anak.
231
227
Lihat Pasal 290 Kitab Undang-ndang Hukum Perdata.
228
Iman Jauhari, Op.Cit, hal., 5.
229
Ibid.hal., 4.
230
Ibid.
231
Ibid, hal., 5.
Universitas Sumatera Utara
Jika terjadi suatu pernikahan antara wanita dan seorang pria namun wanita melahirkan anak dalam waktu enam bulan sejak dia menikah maka tidak ada
dihukum.
232
Imam Syafi’i dan Imam Malik berpendapat bahwa jika anak di lahirkan kurang dari enam bulan setelah terjadi pernikahan antara wanita dan pria, maka tidak
ada nasab anak kepada pria yang menikahi ibu yang melahirkan anak tersebut, maka suami ibunya bukan merupakan mahram dari anak tersebut dan ia bisa dinikahi oleh
suami ibunya.
233
Ketentuan bahwa istri melahirkan anaknya minimal setelah berlaku enam bulan dari akad, adalah masa hamil yang paling sedikit menurut hukum Islam,
berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahqaf ayat 15 dan Surat Luqman ayat 14.
234
Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab VIII tentang Kawin hamil, Pasal 53 disebutkan sebagai berikut:
235
1 Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya, 2
Perkawinandengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya,
3 Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak dikandung lahir. Anak mula’anah merupakan anak yang lahir dari seorang wanita yang dili’an
oleh suaminya, atau anak mula’anah merupakan anak yang dinafikan oleh suami ibu yang mengandungnya atau yang melahirkannya. Kedudukan anak mula’anah
232
Sulaiman bin Ahmad bin Yahya Al-Faifi, Op.cit, hal, 605.
233
Ibnu Rusydi,Op.cit.,hal., 37.
234
Iman Jauhari, Op.cit, hal.,16.
235
Lihat Pasl 53 Kompilasi Hukum Islam.
Universitas Sumatera Utara
hukumnya sama dengan anak zina, anak tersebut tidak mengikuti nasab suami yang telah meli’an ibunya, berdasarkan hadist riwayat Malik dari dari Nafi’ dari Ibnu
Umar bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk melakukan li’an antara seorang suami dengan istrinya dan suami tersebut menyanggah putranya dari
kehamilan istrinya, maka Nabi Muhammad SAW menyuruhnya untuk meli’an istrinya dan mengikutkan anak tersebut kepada ibunya.
236
Hadist tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya penolakan suami terhadap anak yang dikandung
oleh istrinya maka suami harus meli’an istrinya, dan putusnya hubungan keluarga antara anak li’an dengan suami yang telah meli’an ibunya, karena anak tersebut
dinilai asing oleh ayahnya dan antar keduanya tidak ada hubungan nasab. Imam Syafi’i dan Imam Malik membolehkan si ayah mengawini anak tersebut, jika sang
anak yang lahir adalah perempuan.
237
“Rasulullah SAW telah menjatuhkan hukuman dalam perkara anak dari dua orang yang berli’an , bahawa anak itu mewarisi ibunya dan ibunya
pun mewarisinya . Barang siapa melontarkan tuduhan berzina kepada ibunya, maka ia didera.”
Nabi Muhammad SAW bersabda didalam hadistnya yang artinya :
238
Berdasarkan hadist diatas cukup jelas bahwa ketika suami mengangkat sumpah li’an, maka mulai saat diucapkannya sumpah tersebut saat itulah putus
236
Iman Jauhari, Loc.Cit.
237
Ibid.
238
A.Fuad Said, Op.Cit, hal., 162.
Universitas Sumatera Utara
hubungan anak dengan ayahnya dan tidak ada kewajiban memberikan belanja dan keduanya tidak dapat pusaka mempusakai, keturunana anak itu dihubungkan kepada
ibunya dan anak tersebut dengan ibunya dapat saling waris mewarisi.
239
Baik anak mula’anah maupun anak zina dapat disebut juga sebagai anak diluar kawin, dalam hal ini berakibat putusnya nasab kepada ayahnya dan hilangnya
kewajiban atau tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah, anatara keduanya adalah sebagai orang lain.
240
Anak mula’anah secara nyata memperoleh akibat – akibat tertentu yang sama dengan anak zina, diantaranya seperti
hilangnya kewarisan antar anak dengan bapaknya dan hanya memiliki hak kewarisan kepada ibunya dan hilangnya martabat muhrim dalam keluarga, Sebagai jalan keluar
dari tidak dapat mewarisi harta dari ayahnya anak zina maupun anak mula’anah dapat dihubungkan melalui jalan hibah ataupun wasiat, apabila sang ayah biologistnya
marasa bertanggung jawab atas perbuatannya yang menyebabkan kelahiran anak itu, karena adalam hukum Islam dikenal adanya hibah dan wasiat.
241
Dan apabila anak itu adalah wanita, maka antara ayah yang meli’an ibunya dan anak tersebut dibolehkan
melakukan pernikahan. Hal ini juga diperjelas berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan , yaitu :
242
1 Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.
239
Ibid.
240
Ibid, hal., 12.
241
Iman Jauhari, Op.Cit.,hal., 14.
242
Lihat Pasal 43 Undang-Undang No.1 Tahun 1974.
Universitas Sumatera Utara
2 Kedudukan anak tersebut ayat 1 diatas selanjutnya akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Tentang kedudukan hukum dan hak anak mula’anah sama dengan anak zina,
dimana anak zina merupakan anak yang lahir dari hasil hubungan tanpa pernikahan, atau dapat disebut juga sebagai anak tidak sah, atau bisa juga disebut dengan anak
haram, karena perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahirannya adalah perbuatan yang diharamkan oleh syara’.
243
Anak mula’anah di dalam Fiqih Islam tidak memiliki hak apapun atas pria yang meli’an ibunya, karena kedudukan
anak mula’anah hanya dinasabkan kepada ibu yang melahirkannya, namun apabila suami dari ibu yang melahirkannya ingin memberikan harta ataupun merasa
bertanggung jawab atas anak tersebut dikemudian hari dapat melalui jalan hibah dan wasiat. Tidak ada larangan atas hibah yang diberikan kepada anak li’an atau anak
mula’anah oleh suami yang meli’an ibunya, hal tersebut dapat dikaitkan dengan kaedah fiqih yang menyatakan bahwa “Asal dari segala sesuatu adalah boleh, sampai
ada dalil yang menunjukkan kepada keharaman”.
244
Firman Allah dalam surah Al- Baqarah ayat 177, yang artinya :
245
“Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberi harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang
243
Iman Jauhari, Op.Cit, hal.,11.
244
Muchtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Bandung: Al Ma’arif Bandung,1993,hal 500.
245
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah,Op.Cit, hal., 27.
Universitas Sumatera Utara
meminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yng menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orng-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itu adalah orang-orang yang benar imannya,
dan mereka itulah orang-orng yang bertaqwa. QS. Al-Baqoroh : 177
Berkaitan dengan pemberian hibah dan wasiat kepada anak mula’anah, walaupun secara hukum tidak melekat kewajiban apapun kepada suami yang meli’an
ibunya atau anak mula’anah tidak memiliki hak apapun atas suami yang meli’an ibunya, namun tidak ada yang mengharamkan bagi anak mula’anah untuk menerimah
hibah maupun wasiat dari suami yang meli’an ibunya. Karena dalam pemberian hibah dan wasiat tersebut tidak ada memiliki syarat apapun kepada penerima hibah
ataupun wasiat.
246
Berdasarkan Firman Allah surah Al-Baqorah ayat 180 yang artinya:
247
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang diantara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua
dan karib kerabat dengan cara yang baik, sebagai kewajban bagi orang- orang yang bertaqwa
Sayyid Sabiq berpendapat bahwa masih terdapat cara bagi anak mula’anah untuk bisa mendapatkan harta dari suami yang meli’an ibunya melalui: hibah
pemberian saat pemberi masih hidup, wasiat pemberian untuk dimiliki saat sipemberi sudah meninggal dunia, pemberian suka rela dari ahli waris lainnya, saat
246
Rahman I Doi, Op.Cit, hal.,426.
247
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
pusaka dibagikan.
248
“Bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: “Barang siapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-
harapkan dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimany dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang diberi Allah kepadanya”.
Berdasarkan Hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad ra.dan Khalid bin ‘Adi ra., yang artinya :
249
Berdasarkan hadist tersebut diatas maka tidak terdapat larangan bagi suami yang meli’an ibu dari anak mula’anah untuk memberikan hadiah berupa hibah
maupun wasiat dan sebaliknya tidak ada larangan bagi anak mula’anah untuk menerima hadiah berupa hibah maupun wasiat.
Hibah sebagai pemberian kepada sesame memiliki fungsi sosial bertujuan untuk saling mempererat hubungan antara sesama manusia dan kedekatan kepada
tuhan karena sifat hibah berkaitan erat juga dengan hubungan kepada Allah sebagai bukti kecintaan sesama makhluk ciptaannya.
250
Dalam Pasal 171 huruf f Kompilasi Hukum Islam menjelaskan “Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris
kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia”.
251
Dalam Pasal 195 ayat 2 dijelaskan bahwa wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya 13 dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris
menyetujui.
252
248
Sayyid Sabiq, Op.Cit, hal.,56.
Disampng wasiat masih terdapat hibah, Dalam Pasal 171 huruf g
249
Khulashah Ibnu Katsir, Op.Cit.,hal., 276.
250
Muhammad Daud Ali, Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos, 1999, hal., 34.
251
Lihat Pasal 171 huruf f Kompilasi Hukum Islam
252
Lihat Pasal 195 ayat 2 Kompilsi Hukum Islam
Universitas Sumatera Utara
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan “Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk
dimiliki”.
253
Dalam pasal 210 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa orang yang dapat melakukan hibah sekurang-kurangnya berusia 21 tahun berakal
sehat tanpa adanya paksaan dalam melakukan hibah, dapat melakukan hibah sebanyak-banyaknya 13 harta benda kepada orang lain dan dalam melakukan hibah
dilakukan dihadapan dua orang saksi.
254
Setiap anak berhak memperoleh haknya sebagia anak yang perlu dilindungi dan memperoleh kesejahteraan dan lain-lain, baik anak tersebut anak sah maupun
anak diluar kawin. Sehingga setiap kedudukan anak atau status hukum dari masing- masinggolongan anak maka dalam hal bekemampuan maupun yang tidak ,
mempunyai hak yang sama antara lain:
255
1 Berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan
kasih sayang 2
Berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya.
3 Berhak atas pemeliharaan dan perlindungan.
4 Berhak atas pendidikan.
5 Dan lain-lain.
Setiap anak yang lahir tidak berhak menanggung aib dari ayah dan ibunya.Anak-anak tersebut berhak atas kesejahteraan, perawatan, pengasuhan dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang, yang merupakan hak setiap anak baik anak
253
Lihat Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam
254
Lihat Pasal 210 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam
255
Iman Jauhari, Op.Cit.,hal., 11.
Universitas Sumatera Utara
tersebut anak sah maupun anak luar nikah.Anak zina atau dalam hal ini anak mula’anah tidak berhak menanggung dosa dari kedua orang tua yang menyebabkan
kelahirannya. Anak li’an sama hal nya dengan anak sah yang harus menerima pendidikan yang layak, berhak atas pemeliharaan dan perlindungan sampai anak
tersebut tumbuh dewasa dan cakap menurut hukum.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN