PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK DARI MIKROBA LOKAL TERHADAP GAMBARAN DARAH AYAM PETELUR

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ADDITIONAL PROBIOTIC FROM LOCAL MICROBIAL TO BLOOD DESCRIPTION OF LAYER

by

Konita Lutfiana

The purpose of this research was 1) investigated the effect of additional probiotic from local microbial to blood description of layer, especially erythrocytes, leukocytes and hemoglobin; 2) investigated the level of optimalitation additional probiotic from local microbial of layer. The research was conducted on 20th of December 2014 until 19th of January 2015 in Varia Agung Jaya village, Seputih Mataram subdistrict, Lampung Tengah. The fabrication of probiotic from local mikrobial at 8th until 19th December 2014 in the Laboratory of Molecular Biology, Lampung University. This experiment arranged a completely randomized design (CRD) with 4 probiotic levels of local microbes (0%, 1%, 2%, and 3%) and 5 replications. The data obtained were analyzed using Analysis of Variance at 1% and continued with Polynom Orthogonal test at 1%. The result of this research showed that the additional of probiotic from local microbial (0%, 1%, 2%, and 3%) was not significant effect (P>0,05) to the number of erythrocytes of layer, but highly significant effect (P<0,01) to the number of leukocytes and hemoglobin of layer. Probiotic levels of local microbial (0%, 1%, 2%, and 3%) can increase the number of leukocytes with regression equality (Ŷ = 19.91 + 4,73X) and increase hemoglobin with regression equality (Ŷ= 6.68 + 0.48x).

Keyword: layer, probiotic from local microbial, the number of erythrocytes, leukocytes, and hemoglobin


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK DARI MIKROBA LOKAL TERHADAP GAMBARAN DARAH AYAM PETELUR

Oleh Konita Lutfiana

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengetahui pengaruh pemberian probiotik

dari mikroba lokal terhadap gambaran darah ayam petelur, khususnya sel darah merah, sel darah putih, dan hemoglobin; 2) mengetahui tingkat pemberian

probiotik dari mikroba lokal yang optimal pada gambaran darah ayam petelur. Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember 2014--19 Januari 2015 di kandang ayam petelur milik CV. Varia Agung Jaya, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Pembuatan probiotik dari mikroba lokal dilakukan pada 8--19 Desember 2014 di Laboratorium Biologi Molekuler FMIPA, Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan pemberian probiotik dari mikroba lokal (0%, 1%, 2%, dan 3%) dan 5 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf 1% dan dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal pada taraf 1%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik dari mikroba lokal (0%, 1%, 2%, dan 3%) tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrosit ayam petelur, tetapi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah leukosit dan hemoglobin ayam petelur. Perlakuan

probiotik dari mikroba lokal (0%, 1%, 2%, dan 3%) dapat meningkatkan jumlah leukosit dengan persamaan regresi (Ŷ = 19,91 + 4,73X) dan meningkatkan hemoglobin dengan persamaan regresi (Ŷ = 6,68 + 0,48X).

Kata kunci : Ayam petelur, probiotik dari mikroba lokal, jumlah eritrosit, leukosit, dan hemoglobin


(3)

PENGARUH PEMBERIAN

PROBIOTIK

DARI MIKROBA

LOKAL TERHADAP GAMBARAN DARAH AYAM PETELUR

(Skripsi)

Oleh

KONITA LUTFIANA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan probiotik terhadap jumlah leukosit ayam petelur ... 36

2. Hubungan probiotik terhadap jumlah hemoglobin ayam petelur ... 39

3. Tata letak kandang penelitian ... 50

4. Bahan-bahan inokulum pembuatan probiotik ... 66

5. Pembuatan inokulum bakteri Bacillus sp. ... 66

6. Bakteri Bacillus sp. diisolasi ... 66

7. Probiotik ... 67

8. Pengambilan data suhu shank dan frekuensi pernapasan ... 67

9. Tabung EDTA ... 67


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Probiotik ... 8

1. Pengertian probiotik yang berasal dari mikroba lokal ... 8

a. Saccharomyces cerevisiae ... 9

b. Rhyzophus sp. ... 10

c. Bacillus sp.... 11

2. Fungsi probiotik ... 11


(6)

iv

4. Mekanisme kerja probiotik ... 13

B. Ayam Petelur ... 14

C. Sel Darah Merah (Eritrosit) ... 15

D. Hemoglobin ... 17

E. Sel Darah Putih (Leukosit) ... 20

III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 22

C. Metode Penelitian ... 24

1. Rancangan perlakuan ... 24

2. Analisis data ... 25

D. Pelaksanaan Penelitian ... 25

1. Pembuatan probiotik lokal ... 25

a. Pembuatan inokulum yeast (Saccharomyces cerevisiae) ... 25

b. Pembuatan inokulum Rhyzophus sp. ... 26

c. Inokulum Bakteri Bacillus sp. ... 26

d. Pencampuran semua inokulum ... 27

2. Persiapan kandang ... 27

3. Persiapan ransum ... 28

4. Kegiatan penelitian ... 28

E. Peubah yang Diamati ... 30

1. Jumlah eritrosit... 30

2. Jumlah hemoglobin ... 30


(7)

v IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Probiotik dari Mikroba Lokal terhadap Jumlah

Eritrosit Ayam Petelur... 32

B. Pengaruh Probiotik dari Mikroba Lokal terhadap Jumlah Leukosit Ayam Petelur ... 34

C. Pengaruh Probiotik dari Mikroba Lokal terhadap Jumlah Hemoglobin Ayam Petelur ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN ... 42

B. SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi bahan pakan ... 23

2. Kandungan nutrisi ransum basal ... 24

3. Rata-rata jumlah eritrosit ayam petelur ... 32

4. Rata-rata jumlah leukosit ayam petelur... 35

5. Rata-rata jumlah hemoglobin ayam petelur ... 38

6. Perhitungan rata-rata jumlah eritrosit ayam petelur ... 51

7. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total eritrosit ayam petelur ... 52

8. Perhitungan rata-rata jumlah leukosit ayam petelur... 53

9. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total leukosit ayam petelur ... 54

10.Perhitungan nilai Q terhadap total leukosit ayam petelur ... 55

11.Analisis ragam rata-rata jumlah leukosit ayam petelur ... 55

12.Regresi linier rata-rata jumlah leukosit ayam petelur ... 56

13.Persamaan nilai a dan b persamaan regresi jumlah leukosit ayam petelur ... 57

14.Analisis ragam uji lanjut polinomial ortogonal probiotik dari mikroba lokal terhadap jumlah leukosit ayam petelur ... 58


(9)

vii 16.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah hemoglobin

ayam petelur ... 60

17.Perhitungan nilai Q rata-rata jumlah hemoglobin ayam petelur ... 60

18.Analisis ragam rata-rata jumlah hemoglobin ayam petelur ... 60

19.Regresi linier rata-rata jumlah hemoglobin ayam petelur ... 61

20.Persamaan nilai a dan b persamaan regresi rata-rata jumlah hemoglobin ayam petelur ... 62

21.Analisis ragam uji lanjut polinomial ortogonal probiotik dari mikroba lokal terhadap jumlah hemoglobin ayam petelur ... 63

22.Rata-rata bobot badan awal ayam petelur ... 63

23.Rata-rata bobot badan akhir ayam petelur ... 63

24.Rata-rata frekuensi pernapasan ayam petelur ... 64

25.Rata-rata suhu shank ayam petelur ... 64

26.Rata-rata konsumsi ransum ayam petelur ... 64

27.Rata-rata suhu dan kelembapan kandang ayam petelur selama penelitian ... 65


(10)

(11)

(12)

“Hai orang

-orang yang beriman,

jadikanlah sabar dan shalatmu

sebagai penolongmu, sesungguhnya

Allah beserta orang-orang yang

bersabar”

(QS. Al-Baqarah: 153)

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika

kamu berbuat jahat maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri

(QS. Al-

Isra’

:7)

“Jadilah manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu

sendiri yang tersenyum” (Mahatma Gandhi)

Lakukan yang terbaik, bersikaplah yang baik maka kau akan menjadi orang

yang terbaik”

(Konita Lutfiana)


(13)

Alhamdulillah hirobbil alamin

Puji syukur kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah

memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untukku dalam mengerjakan

skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad

SAW sang kekasih Allah pemberi syafaat di hari akhir dan suri tauladan yang

terbaik bagi manusia.

Aku persembahkan karya sederhana ini kepada papaku tercinta yang sudah jadi

sosok papa yang baik memberikan kasih sayang, perhatian dan memberikan

semangat yang tiada henti hingga aku dewasa. Aku harap papa baik-baik di

sana dan aku bisa menjadi anak sukses

Terima kasih untuk mamaku, kakakku, dan adikku yang sangat kucintai dan

kusayangi telah menjadi motivasi, inspirasi dan tiada henti memberikan

dukungan do’anya untuk aku

Terima kasih yang tak terhingga untuk dosen-dosenku terutama pembimbingku

yang tak pernah lelah dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepadaku

Aku belajar, aku berusaha, aku tegar dan aku bersabar hingga aku berhasil.

Terima kasih untuk semuanya


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 07 Agustus 1992, sebagai putri ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alfakar, BA (Alm) dan Ibu Suhainah, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Trisula pada 1999; Sekolah Dasar Negeri 1 Rawa Laut pada 2005; Sekolah Menengah Pertama Negeri 19 pada 2008; Sekolah Menengah Atas Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada 2011.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Undangan pada 2011. Pada Januari sampai Februari 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di

Sripendowo, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah. Pada Juli sampai Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Sumber Sari


(15)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Pemberian Probiotik dari Mikroba Lokal terhadap Gambaran Darah Ayam Petelur. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati, kesabarannya dalam membimbing penulis, dan saran yang telah diberikan sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan skripsi ini; 2. Bapak drh. Madi Hartono, M.P.--selaku Pembimbing Anggota--atas kebaikan,

saran, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi;

3. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembahas--atas kritikan, saran, dan bimbingannya dalam pengoreksian skripsi;

4. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.--selaku Pembimbing Akademik--atas bimbingan, motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama masa studi; 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas

persetujuan, segala saran, arahan, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama masa studi;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan yang dengan ikhlas memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama menjadi mahasiswa;


(16)

ii 8. Papa, Mama, kakakku Alfiandri, S.ST dan Ade Setiawan, S.T, dan adikku

Dodi Maulana, beserta keluarga besarku--atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, dan do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis; 9. Bapak Dr. Sumardi, M.Si. dan Cendana--selaku Dosen dan Asisten Dosen

Biologi Molekuler FMIPA Universitas Lampung--atas bimbingan, kerjasama, dan izin yang telah diberikan untuk laboratorium penelitian;

10.Bapak Sutanto dan keluarga atas segala kebaikan dan izin yang telah diberikan kepada penulis untuk penelitian;

11.Teman-teman 1 tim penelitian Dani Priastoto, Arista Pribadi dan Jenny Marthika Sari--atas kerjasama, dukungan, perhatian dan kasih sayangnya. 12.Teman-teman Peternakan seperjuangan angkatan 2011 yang sangat kucintai

dan sayangi, kakak-kakak angkatan 2009, 2010, adik-adik angkatan 2012, 2013, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas doa, motivasi, dan bantuannya.

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Akhir kata, penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang dan semoga karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, 05 Mei 2015 Penulis


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu bersifat nervous atau mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, cuping telinga berwarna putih, produksi telur tinggi, sekitar 200 butir/ekor/tahun, efisien dalam menggunakan ransum untuk produksi telur, dan tidak mempunyai sifat mengeram. Ayam petelur yang dimaksud disini adalah ayam petelur finalstock, yaitu ayam petelur yang menghasilkan telur konsumsi.

Dalam dunia industri peternakan ayam petelur, pemberian makanan tambahan berupa feed additive atau supplement biasa dilakukan. Jenis feed additive yang diberikan salah satunya adalah antibiotik. Peternak di Indonesia sudah biasa menggunakan antibiotik untuk memacu pertumbuhan dan mengobati penyakit pada ayam. Akan tetapi, pemberian antibiotik pada unggas secara terus menerus dapat masuk ke dalam telur, sehingga terakumulasi dan menjadi residu. Residu tersebut mempunyai efek yang kurang menguntungkan terhadap ternaknya maupun manusia yang mengonsumsi hasil ternaknya. Oleh sebab itu, perlu


(18)

2 adanya pengganti zat antibiotik yang aman bagi konsumen, yaitu dengan

penggunaan probiotik.

Probiotik merupakan makanan tambahan berupa mikroba hidup baik bakteri maupun kapang yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada hewan inang dengan meningkatkan mikroba dalam saluran pencernaan. Mikroba lokal yaitu mikroba hidup yang berasal dari ayam kampung. Keberadaan mikroba dari pencernaan ayam kampung dapat dijadikan peluang untuk digunakan sebagai

probiotik (Sumardi, 2008).

Probiotik bekerja dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora dalam usus dan meningkatkan jumlah mikroba yang menguntungkan sehingga dapat menghambat perkembangbiakan bakteri patogen. Sejumlah mikroba probiotik menghasilkan senyawa/zat-zat yang diperlukan untuk membantu proses pencernaan substrat bahan makan tertentu dalam saluran pencernaan, yaitu enzim. Salah satunya pada bakteri Bacillus sp. yang menghasilkan enzim protease. Enzim protease

merupakan enzim ekstraseluler yang berfungsi menghidrolisis protein menjadi asam amino yang dibutuhkan tubuh.

Pembentukan sel darah merah membutuhkan bahan dasar berupa protein dan aktivatornya. Beberapa aktivatornya adalah mikromineral berupa Cu, Fe, dan Zn. Hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah, yang juga memerlukan protein (glisin) dan Fe dalam sintesisnya (Asterizka, 2012). Selain itu, sel darah putih juga dapat menghidrolisis suatu protein yang dapat melawan penyakit. Protein ini dapat membentuk sistem imunoglobin. Imunoglobin adalah protein yang berasal


(19)

3 dari hewan yang memiliki aktivitas sebagai antibodi, termasuk juga

protein-protein lain yang struktur kimiawinya sama dengannya (Gupte, 1990).

Gambaran darah merupakan fungsi fisiologis tubuh yang berkaitan dengan kesehatan. Gambaran darah yang baik menunjang proses fisiologis yang menjadi lebih baik. Pemberian probiotik dalam ransum dapat menguntungkan bagi ternak, karena probiotik menyeimbangkan mikroflora usus, meningkatkan ketersediaan nutrien ternak, meningkatkan imun tubuh dan dapat memperbaiki gambaran darah ayam petelur (jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan hemoglobin) (Ali et al., 2013).

Selama ini belum ada penelitian pemberian probiotik dari mikroba lokal terhadap gambaran darah ayam petelur. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian pemberian probiotik dari mikroba lokal terhadap gambaran darah terhadap ayam petelur ditinjau dari jumlah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan haemoglobin.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui pengaruh pemberian probiotik dari mikroba lokal terhadap

gambaran darah ayam petelur, khususnya sel darah merah, sel darah putih dan hemoglobin;

2. mengetahui tingkat pemberian probiotik dari mikroba lokal yang optimal pada gambaran darah ayam petelur.


(20)

4 C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemberian

probiotik dari mikroba lokal untuk meningkatkan kesehatan ayam petelur melalui gambaran darah, khususnya mengenai sel darah merah, sel darah putih, dan hemoglobin.

D. Kerangka Pemikiran

Pemberian feed additive berupa antibiotik dilakukan untuk memperbaiki

performans produksi dari ternak unggas. Akan tetapi, pemberian antibiotik saat ini tidak memuaskan karena mempunyai efek samping yang kurang baik terhadap hewan ternak maupun manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya. Pemberian antibiotik dapat menyebabkan resistensi terhadap bakteri sehingga penyakit tersebut sulit untuk disembuhkan dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya jenis penyakit baru bagi konsumen.

Saat ini mulai berkembang feed additive jenis baru berupa probiotik yang dapat menggantikan fungsi antibiotik. Budiansyah (2004) menyatakan bahwa probiotik

merupakan pakan imbuhan mikroorganisme hidup nonpatogen yang bila

dikonsumsi dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan dan mengendalikan mikroba patogen dalam saluran pencernaan. Salah satu spesies mikroba yang digunakan yaitu inokulum

yeast (Saccharomyces cerevisiae), kapang (Rhyzophus sp.), dan bakteri (Bacillus sp.)yang berasal dari isolat bakteri saluran usus ayam kampung yang dikenal sebagai probiotik (Kurtini et al., 2013). Pemberian probiotik dalam ransum dapat


(21)

5 menguntungkan bagi ternak karena probiotik menyeimbangkan mikroflora usus, meningkatkan ketersediaan nutrient ternak dan meningkatkan imun tubuh.

Darah merupakan salah satu parameter dari status kesehatan hewan karena darah merupakan komponen yang mempunyai fungsi penting dalam pengaturan

fisiologis tubuh. Fungsi darah secara umum berkaitan dengan transportasi komponen di dalam tubuh seperti nutrisi, oksigen, karbondioksida, metabolisme, hormon dan kelenjar endokrin, dan imun tubuh. Nutrisi yang diserap pada saluran pencernaan yang kemudian dibawa ke dalam darah guna memenuhi kebutuhan akan jaringan tubuh. Darah terdiri atas plasma dan sel-sel darah. Sel-sel darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan hemoglobin.

Eritrosit merupakan sel darah merah yang membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel ini berbentuk bikonkaf yang dibentuk di sumsum tulang belakang (Ganong, 2008). Fungsi utama sel darah merah adalah membawa hemoglobin untuk

membawa oksigen dari paru-paru serta nutrien untuk diedarkan ke jaringan tubuh.

Eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin. Selain itu, juga dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, aktivitas, nutrien, produksi telur, volume darah, faktor iklim, dan suhu lingkungan.

Hemoglobin dalam sel darah merah merupakan buffer yang baik untuk mempertahankan keseimbangan keseluruhan darah. Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan, serta membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru (Guyton dan Hall, 2010). Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh kadar oksigen


(22)

6 dan jumlah eritrosit, sehingga ada kecenderungan jika jumlah eritrosit rendah, maka kadar hemoglobin akan rendah dan jika oksigen (faktor ketinggian tempat) dalam darah rendah, maka tubuh terangsang meningkatkan produksi eritrosit dan hemoglobin (Schalm et al., 2010).

Gambaran sel darah putih dari seekor ternak dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terhadap penyimpangan fungsi organ atau infeksi agen infeksius, dan benda asing serta untuk menunjang diagnosa klinis (Frandson, 1992).

Peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi darah dapat diartikan sebagai hadirnya agen penyakit, peradangan, penyakit autoimun atau reaksi alergi. Untuk itu perlu diketahui gambaran sel darah putih pada setiap individu (Nordenson, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian Ali et al. (2013) bahwa interaksi antara pemberian

probiotik starbio sampai 6 g/kg ransum dan jenis itik lokal tidak menyebabkan perbedaan kondisi hematologis ditinjau dari jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan hematokrit. Itik tegal memiliki kadar hemoglobin darah lebih tinggi

dibandingkan dengan itik magelang dan itik mojosari. Pemberian berbagai level

probiotik pada berbagai jenis itik lokal tidak mengubah jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan hematokrit. Hasil penelitian Lestari et al. (2013) menunjukkan bahwa pemberian probiotik starbio sampai dengan level 6 g/kg ransum belum dapat meningkatkan produksi leukosit dan diferensial leukosit terhadap itik lokal betina.


(23)

7 Pemberian antibiotik sudah biasa digunakan oleh peternak untuk memacu

pertumbuhan dan mengobati penyakit pada ayam. Akan tetapi, pemberian antibiotik secara terus menerus dapat mengganggu kesehatan ternak terutama gambaran darah ayam petelur. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti pemberian probiotik dari mikroba lokal terhadap gambaran darah ayam petelur guna meningkatkan kesehatan ayam petelur.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini :

1. terdapat pengaruh pemberian probiotik dari mikroba lokal terhadap gambaran darah ayam petelur, khususnya sel darah merah, sel darah putih, dan

hemoglobin;

2. terdapat tingkat pemberian probiotik mikroba lokal yang optimal terhadap gambaran darah ayam peterlur.


(24)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Probiotik

1. Pengertian Probiotik yang Berasal dari Mikroba Lokal

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diaplikasikan secara oral dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Alternatif

penggunaan probiotik yang dilakukan oleh para peternak disebabkan oleh beberapa negara telah melakukan pelarangan penggunaan antibiotika sebagai

growth promotor serta kecenderungan terjadinya resistensi bakteri-bakteri patogen terhadap antibiotika tertentu (Fuller, 1992).

Sumber probiotik dapat berupa bakteri atau kapang yang berasal dari mikroorganisme saluran pencernaan hewan. Beberapa bakteri yang telah digunakan sebagai probiotik yaitu Lactobacillus dan B. subtilis, sedangkan kapang atau jamur yang dipergunakan sebagai probiotik adalah S. cerevisiae dan

A. oryzae (Irianto, 2004). Probiotik tidak menimbulkan residu, probiotik tidak diserap oleh saluran pencernaan inang, dan tidak menyebabkan mutasi pada mikroorganisme yang lain (Irianto, 2004).


(25)

9 Mikroba yang digunakan sebagai probiotik yaitu Bacillussp, Lactobacillus, Aspergillus sp, Penicillium sp, Geotricum sp, dan yeast (S. cerevisiae). Pengujian karakteristik mikroba tersebut diketahui ada yang menghasilkan enzim-enzim ekstraseluler seperti amilase, selulase, lipase, dan selulase. Seperti diketahui bahwa mikroba tersebut dapat menurunkan populasi bakteri Escherichia coli dan

Salmonella sp (Sumardi et al., 2010b). Di samping itu juga ada yang menghasilkan antimikroba. Kemampuan karakteristik tersebut apabila

digabungkan akan mendatangkan keuntungan yakni mikroba patogen yang akan menyerang pada usus ayam kampung (Sumardi et al., 2010a).

Mikroba lokal yaitu mikroba hidup yang berasal dari ayam kampung. Keberadaan mikroba dari pencernaan ayam kampung dapat dijadikan peluang untuk

digunakan sebagai probiotik (Sumardi, 2008). Ayam kampung mempunyai beberapa kelebihan seperti mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, tahan terhadap penyakit dan dapat diberi pakan sisa makanan atau hasil samping produk pertanian.

Menurut Kurtini et al. (2013), mikroba lokal yang dapat dijadikan probiotik

diantaranya S. cerevisiae, Rhyzophus sp.,danBacillus sp.

a. Saccharomycescerevisiae

S. cerevisiae merupakan salah satu jenis cendawan tergolong khamir yang bermanfaat untuk manusia dan ternak (Ahmad, 2005). Menurut Ahmad (2008),

S. cerevisiaesebagai pengendali hayati, probiotik dan imunostimulan memberikan


(26)

10

dankesehatan ternak. S. cerevisiae tergolong cendawan berupa khamir (yeast)

mempunyai potensi kemampuan yang tinggi sebagai imunostimulan, dan bagian yang bermanfaat adalah dinding selnya yang mengandung komponen beta-D glukan. Komponen tersebut berasal dari ekstrak dinding sel S. cerevisiae. Beta-D glukan mempunyai sebuah campuran unik dengan efektivitas dan intensitasnya sebagai suatu sistem pertahanan tubuh melalui aktivitas sel darah putih yang spesifik seperti makrofag dan sel NK (Natural Killer). Beta-D glukan akan berikatan dengan permukaan sel makrofag dan sel NK dan berfungsi sebagai triger untuk proses aktivasi makrofag (Life Source Basic, 2002).

b. Rhyzophus sp.

Rhyzophus sp. adalah genus jamur benang yang termasuk filum zygomycota ordo

Mucorales. Rhyzophus sp. mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat (Maulida, 2014). Jamur R. oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur R. oryzae

mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Septiani, 2004). Selain itu jamur R. oryzae mampu menghasilkan protease (Margiono et al., 1992). Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhyzophus sp

tumbuh baik pada kisaran pH 3,4--6,0. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.


(27)

11 c. Bacillus sp.

Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob (Afiesh, 2012). Haetami et al. (2008)

menyatakan bahwa Bacillus sp. merupakan salah satu jenis bakteri yang diyakini mampu untuk meningkatkan daya cerna. Menurut hasil penelitian Maulida (2014), bakteri Bacillus sp. dalam inokulum probiotik dapat membantu kapang menyediakan nutrisi bagi kapang, karena Bacillus sp. dapat menghasilkan enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, protease, dan selulase yang menyederhanakan polimer menjadi monomer yang lebih mudah diserap di dalam saluran

pencernaan.

2. Fungsi Probiotik

Sjofjan et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian probiotik berguna dalam meningkatkan produktivitas, mencegah penyakit, dan mengurangi penggunaan antibiotik bahkan dapat mengurangi bau amonia di dalam kandang. Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH di dalam kandang menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Mikroorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran nilai pH 6--8.

Beberapa keuntungan dari penggunaan probiotik pada ternak antara lain adalah dapat memacu pertumbuhan, memperbaiki konversi ransum, mengontrol


(28)

12 pada hewan-hewan muda, faktor-faktor anti nutrisi seperti penghambat trypsin, asam phitat, glukosinolat dan lain-lain (Havenaar et al., 1992). Penggunaan

probiotik juga merupakan suatu cara pendekatan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kontaminasi penyakit terutama penyakit thypus terhadap produk-produk unggas yaitu daging dan telur, sehingga daging dan telur yang dihasilkan higienis dan aman untuk dikonsumsi sesuai dengan standar kesehatan (Patterson and Burkholder, 2003).

3. Karakteristik Probiotik

Karakteristik probiotik yang baik adalah mengandung bakteri atau sel kapang (yeast) hidup dalam jumlah yang besar, strain yang spesifik dari inang, satu atau lebih strain yang berspektrum luas, bakteri atau kapang harus dapat mencapai dan berkolonisasi di dalam saluran pencernaan, tahan terhadap cairan gastrik dan asam empedu dan ketika di dalam saluran pencernaan, bakteri atau kapang cepat

menjadi aktif dan mampu memberikan manfaat peningkatan performa inang serta stabil dan dapat disimpan dalam waktu panjang pada kondisi lapangan (Fuller, 1992).

Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat (BAL) oleh manusia telah dilakukan sejak lama, yaitu untuk proses fermentasi makanan salah satunya pada daging yang difermentasi sebagai contoh sosis fermentasi atau salami. Bakteri asam laktat yang paling banyak ditemukan dalam daging fermentasi adalah strain

Lactobacillus sp., Leuconostoc sp., Pediococcus sp., dan Streptococcus sp. Mikroorganisme ini merupakan bakteri yang bisa terdapat dimana saja dan


(29)

13 bersifat sangat kompetitif. Mikroorganisme ini membutuhkan banyak nutrisi untuk tubuh, daging dapat meyediakan kebutuhan tersebut. Mikroorganisme ini bisa tumbuh dengan atau tanpa udara, tetapi sangat cepat menghasilkan asam tanpa kehadiran udara. Bakteri asam laktat juga sangat tahan terhadap garam dan tumbuh baik pada formulasi sosis (Fuller, 1992).

4. Mekanisme Kerja Probiotik

Mekanisme kerja probiotik jika diberikan pada ayam akan berkolonisasi di dalam usus, yang dapat dimodifikasi untuk sistem kekebalan/imunitas hewan inang. Kemampuan menempel yang kuat pada sel-sel usus akan menyebabkan mikroba-mikroba probiotik berkembang dengan baik dan mikroba patogen tereduksi dari sel-sel hewan inang sehingga perkembangan organisme-organisme patogen yang menyebabkan penyakit tersebut, seperti E. coli, S. thyphimurium dalam saluran pencernaan akan mengalami hambatan. Mikroba probiotik menghambat

organisme patogenik dengan berkompetisi untuk mendapatkan sejumlah terbatas substrat bahan makanan untuk difermentasi (Budiansyah, 2004).

Bifdobacteria dan kultur probiotik lainnya yang berkontribusi terhadap kesehatan manusia dan ternak melalui mekanisme seperti kompetisi dengan bakteri patogen, menstimulasi sistem imun, meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek, mengontrol fungsi usus, mencegah kanker dan meningkatkan pencernaan dan penyerapan zat-zat nutrisi (Ziggers, 2000; Jung et al., 2008).

Dampak probiotik yang bervariasi di berbagai lokasi atau sistem pemeliharaan dimungkinkan karena probiotik merupakan faktor tunggal, tetapi banyak faktor


(30)

14 yang memengaruhi kinerjanya. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja

probiotik antara lain adalah (1) komposisi mikrobiota inang, (2) cara pemberian

probiotik, (3) umur dan jenis inang, serta (4) kualitas dan jenis probiotik yang digunakan (Kompiang, 2009).

B. Ayam Petelur

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah berasal dari ayam hutan yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Jenis ayam ini merupakan spesies Gallus domesticus. Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan di Indonesia adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya dijadikan ayam potong. Terdapat tiga jenis ayam yaitu tipe ringan berasal dari bangsa white leghorn, tipe medium dari bangsa rhode island reds, dan barred plymouth rock, dan tipe berat dari bangsa

newhampshire, white plymouth rock, dan cornish (Amrullah, 2004).

Ayam petelur isa brown merupakan jenis ayam hasil persilangan antara ayam

rhode island whites, dan rhode island reds. Isa brown termasuk ayam petelur tipe medium yang memiliki produktivitas yang cukup tinggi yaitu mampu

menghasilkan telur sebanyak 351 butir per tahun. Isa brown komersial mempunyai daya hidup 98% sampai umur 18 minggu dan 93% sampai masa produksi 76 minggu. Ayam tersebut mulai produksi telur pada umur 18 minggu, mencapai 50% hen-day pada umur 20 minggu dan mencapai puncak pada umur 26 minggu. Puncak produksi mencapai 95% hen-day. Rata-rata bobot telur


(31)

15 mencapai 62,7 g/butir pada umur 76 minggu. Ayam petelur strainisa brown

memiliki periode bertelur antara 18--80 minggu, liveability (daya hidup) sebesar 93,2% dan rata-rata bobot telur strainisa brown sebesar 63,2 g dan mampu mencapai puncak produksi sebesar 95% (Hendrix, 2007).

Strain isa brown menghasilkan telur dengan warna kerabang cokelat. Strain isa brown memiliki bulu cokelat kemerahan. Strain isa brown mulai berproduksi umur 18--19 minggu rata-rata berat telur 62,9 g dan bobot badannya 2,015 g. Periode produksi ayam petelur terdiri dari dua periode yaitu fase I dari umur 22--42 minggu dengan rata-rata produksi telur 78% dan berat telur 56 g, fase II umur 42--72 minggu dengan rata-rata produksi telur 72% dan bobot telur 60 g (Scott et al., 1982).

C. Sel Darah Merah (Eritrosit)

Eritrosit merupakan sel yang fungsinya untuk pengangkutan oksigen. Sel ini berbentuk bikonkaf yang dibentuk di sumsum tulang belakang (Ganong, 2008). Fungsi utama sel darah merah adalah mengangkut hemoglobin untuk membawa oksigen dari paru-paru serta nutrien untuk diedarkan ke jaringan tubuh (Guyton dan Hall, 2010). Sel darah merah juga mempunyai kandungan carbonic

anhydrase, yang merupakan enzim yang mengkatalis reaksi dapat balik antara karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi asam karbonat (H2CO3) (Guyton

dan Hall, 2010).

Enzim tersebut dapat mempercepat reaksi balik antara karbon dioksida (CO2) dan


(32)

16 yang cepat tersebut memungkinkan air dalam darah membawa CO2 dalam jumlah

yang besar dalam bentuk ion bikarbonat dari jaringan ke paru-paru. Ion tersebut kembali diubah kembali menjadi bentuk CO2 dan dikeluarkan ke udara sebagai

produk gas. Hemoglobin dalam sel darah merah merupakan buffer yang baik untuk mempertahankan keseimbangan keseluruhan darah (Guyton dan Hall, 2010).

Eritrosit merupakan produk erythropoiesis dan proses tersebut terjadi dalam sumsum tulang merah (medulla asseum rubrum) yang antara lain terdapat dalam berbagai tulang panjang. Erythropoiesis membutuhkan bahan dasar berupa protein dan bebagai aktivator. Beberapa aktivator erythropoiesis adalah

mikromineral berupa Cu, Fe, dan Zn (Praseno, 2005). Penambahan mikromineral Cu juga dapat memengaruhi penyerapan Fe dalam tubuh. Linder (1992)

menyatakan bahwa unsur Cu mungkin memegang peranan dalam aliran Fe dari tempat penyimpanannya menuju ke transferin untuk diangkut ke sumsum tulang dan tempat lainnya. Mineral Fe di dalam sumsum tulang digunakan untuk

membentuk hemoglobin yang merupakan bagian dari sel darah merah dan sisanya dibawa ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Rendahnya konsumsi protein ransum cenderung mengakibatkan sintesis eritrosit menjadi rendah (Geraert et al., 1996; Shibata et al., 2007).

Saputri et al. (2012) melaporkan bahwa pada kondisi bagian usus halus banyak terdapat bakteri patogen yang bersifat basa dengan pH 7--8. Apabila dalam pemberian probiotik tidak mampu menyeimbangkan kondisi mikroflora usus maka dalam proses penyerapan nutrisi akan terhambat sehingga mengganggu


(33)

17 dalam proses pembentukan sel-sel darah. Sukarmiati (2007) menyatakan

penambahan probiotik dalam pakan menggunakan Lactobacillus sp. pada ayam petelur dapat meningkatkan jumlah eritrosit.

Jumlah eritrosit hasil penelitian Fasuyi et al. (2005) yaitu berkisar antara 1,90--2,40 juta/mm3 dengan konsumsi protein kasar yang hampir sama sekitar 15%. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jumlah eritrosit normal pada ayam adalah 2,0--3,2 juta/mm3. Hasil penelitian Wijayanti (2014) menunjukkan jumlah eritrosit ayam petelur fase grower umur 10 minggu berkisar antara 1,04--1,49 x 106 mm-3.

Menurut Frandson (1992), apabila sel darah merah berada diatas rata-rata atau kelebihan, dapat mengalami eritrositosis. Eritrositosis disebabkan oleh dehidrasi, jika sel darah merahnya berada dibawah rata-rata, maka dapat mengalami anemia. Anemia dapat juga disebabkan karena luka, rusaknya eritrosit, dan polusi udara. Menurut Swenson (1984), kurangnya sel darah merah dan rusaknya sel darah merah dapat disebabkan oleh hilangnya darah akibat luka, parasit yang ada dalam darah, dan dapat pula karena darah yang tidak berhasil masuk pembuluh darah secara normal.

D. Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen merah pembawa oksigen dalam darah merah. Hemoglobin merupakan protein yang berbentuk molekul bulat dan terdiri atas empat subunit. Tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung


(34)

18 besi. Polipeptida-polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globulin dari molekul hemoglobin. Ada dua pasang polipeptida di setiap molekul

hemoglobin (Ganong, 2008).

Sintesis hemoglobin dimulai saat proerythroblasts dan berlanjut sampai tahap

reticulocyte dari sel darah merah. Ketika reticulocyte meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, proses pembentukan hemoglobin terus berlanjut hingga sel darah merah menjadi dewasa. Rendahnya oksigen dalam darah menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan eritrosit (Guyton dan Hall, 2010). Pembentukan hemoglobin membutuhkan beberapa nutrien seperti protein, terutama glisin, dan mineral besi (Adriani et al., 2010).

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel

pada Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh oksigen, pH, suhu, dan konsentrasi 2,3-bifosfogliserat (2,3-BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ akan berkompetisi dengan O2 berkaitan dengan

hemoglobin dengan oksigenasi sehingga afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida (Ganong, 2008). Berat molekul hemoglobin berkisar 66.000--69.000. Adanya inti dalam sel darah merah unggas menyebabkan kadar hemoglobinnya menjadi lebih rendah dari mamalia.

Menurut Guyton (1997), produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena besi merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme. Besi diangkut oleh transferin ke mitokondria, tempat dimana heme disintesis. Jika tidak terdapat transferin dalam jumlah cukup, maka


(35)

19 kegagalan pengangkutan besi menuju eritoblas dapat menyebabkan anemia

hipokromik yang berat, yaitu penurunan jumlah eritrosit yang mengandung lebih sedikit hemoglobin. Gangguan dalam pembentukan eritrosit dapat memengaruhi kadar hemoglobin unggas. Menurut Wardhana et al. (2001), faktor yang

memengaruhi kadar hemoglobin adalah umur hewan, spesies, lingkungan, pakan, ada tidaknya kerusakan eritrosit, dan penanganan darah pada saat pemeriksaan.

Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh kadar oksigen dan jumlah eritrosit, sehingga ada kecenderungan jika jumlah eritrosit rendah, maka kadar hemoglobin akan rendah dan jika oksigen dalam darah rendah, maka tubuh terangsang

meningkatkan produksi eritrosit dan hemoglobin (Schalm, 2010). Wardhana et al. (2001), sintesis hemoglobin berhubungan dengan proses pembentukan eritrosit. Adanya inti dalam eritrosit unggas menyebabkan kadar hemoglobinnya menjadi lebih rendah dari mamalia. Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), kadar hemoglobin normal pada ayam berkisar antara 7,3--10,9 g/dl. Berdasarkan hasil penelitian Wijayanti (2014) menunjukkan bahwa rata-rata kadar hemoglobin ayam petelur fase grower umur 10 minggu berkisar antara 6,40--8,20 g/dl.

Menurut Poedjiadi (1994), kelebihan hemoglobin dari keadaan normal disebut

policitaemia. Penyebabnya karena kelebihan olahraga, orang yang tinggal di daerah tinggi. Policitaemia mengakibatkan naiknya viscositas darah, kadang sampai 5 kali lipat kadang sampai memberatkan kerja jantung. Jumlah

hemoglobin dalam darah pada hewan ternak normal kira-kira 100 g tiap ml darah, jika jumlah hemoglobin dalam darah berkurang disebut anemia.


(36)

20 E. Sel Darah Putih (Leukosit)

Leukosit atau sel darah putih yang dapat membentuk sistem imun merupakan unit yang paling aktif karena berperan dalam melawan berbagai penyakit infeksi dan benda asing. Sel darah putih sebagian dibentuk di sumsum tulang belakang (granulosit dan monosit serta sebagian limfosit) dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfa (limfosit dan sel plasma). Setelah pembentukan, sel darah putih masuk ke dalam peredaran darah dan menuju ke bagian tubuh dimana sel darah putih dibutuhkan (Guyton dan Hall, 2010).

Morfologi leukosit sangat beragam antarspesies unggas. Keragaman ini dapat dilihat dari penampakan morfologi granula, warna eosinofil, dan bentuk granula heterofil pada setiap spesies unggas. Melalui identifikasi deferensiasi leukosit, dapat diketahui status ketahanan ternak terhadap penyakit. Benda darah leukosit, yaitu berupa heterofil dan limfosit, juga dapat dijadikan indikator stres pada unggas (Schalm, 2010). Untuk mengetahui tingkat stres unggas adalah

konsentrasi kortikosteron dalam darah (Sohail et al., 2010), serta perubahan dalam neuroendokrin dan sistem saraf termasuk peningkatan katekolamin dan tingkat kortikosteron (Spasojevi et al., 2007).

Jumlah sel darah putih sangat tergantung dari umur, jenis kelamin, stres, penyakit, dan pemberian pakan atau obat tertentu sel darah putih akan bekerja bersama-sama melalui dua cara untuk mencegah penyakit yaitu (1) dengan benar-benar merusak bahan yang menyerbu melalui proses fagositosis dan (2) dengan


(37)

21 membentuk antibodi dan limfosit yang peka, salah satu atau keduanya dapat menghancurkan atau membuat penyerbu tidak aktif (Guyton dan Hall, 2010).

Pada ayam, jumlah leukosit normal berkisar antara 16--40 ribu/mm3 (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Jumlah leukosit yang normal pada ayam sekitar 20 x 103 mm-3 (Soeharsono, 2010). Ganong (2008) membagi leukosit berdasarkan ada tidaknya granul menjadi dua, yaitu leukosit granuler 14 dan leukosit agranuler. Leukosit granuler terdiri atas heterofil, eosinofil dan basofil. Leukosit agranuler terdiri atas limfosit dan monosit. Hasil penelitian Wijayanti (2014) menunjukkan jumlah leukosit ayam petelur fase grower umur 10 minggu berkisar antara 27,96--34,47 x 103 mm-3.

Jika jumlah leukosit berlebih maka keadaan ini disebut leukositosis dan bila jumlah leukosit berkurang maka disebut leukopenia. Fluktuasi jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu seperti stres, umur, aktifitas fisiologis dan lainnya. Jumlah leukosit lebih banyak diproduksi jika kondisi tubuh sedang sakit apabila dalam sirkulasi darah jumlah leukositnya lebih sedikit

dibandingkan dengan eritrositnya (Pearce, 1989). Kimball (1988) menyatakan bahwa sel darah putih berperan dalam melawan infeksi. Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena infeksi usus, keracunan bakteri, septicoemia, kehamilan, dan partus. Menurut Soetrisno (1987), jumlah leukosit dipengaruhi oleh kondisi tubuh, stres, kurang makan atau disebabkan oleh faktor lain.


(38)

22

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember 2014--19 Januari 2015 di kandang ayam petelur milik CV. Varia Agung Jaya, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Pembuatan probiotik dari mikroba lokal dilakukan pada 8--19 Desember 2014 di Laboratorium Biologi Molekuler FMIPA, Universitas Lampung. Sampel darah penelitian ini dianalisis di Balai Veteriner Provinsi Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a. peralatan yang digunakan dalam pembuatan probiotik ini adalah blender; wadah plastik; tampah bambu; nampan plastik; plastik; inkubator

berfungsi untuk menginkubasi atau memeram mikroba pada suhu yang terkontrol; alumunium foil; water bath; cawan petri; mortar; tabung reaksi; micropipet; oven;

b. peralatan yang digunakan ayam di kandang penelitian adalah cage ayam petelur sebanyak 20 unit ukuran 26 cm x 30 cm x 15 cm berisi 2 ekor; tempat ransum yang telah disekat dengan bambu; tempat air minum;


(39)

23 timbangan analitik; thermohigrometer untuk mengukur suhu dan

kelembaban kandang;

c. peralatan yang digunakan pengambilan darah adalah kapas, spuit 3 cc, tabung darah yang mengandung Ethylen-Diamine-Tetraacetic-Acid

(EDTA), dan cooler box atau termos es untuk menyimpan sampel darah; peralatan untuk menghitung jumlah eritrosit; leukosit; dan kadar

hemoglobin (haemocytometer, mikroskop Nikon Eclipse E200, counter number, haemometer, dan hemoglobinometer), pipet sahli, dan alat tulis.

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a. ayam petelur fase layer strain isa brown umur 44 minggu sebanyak 40 ekor yang dipelihara selama 4 minggu dengan bobot tubuh rata-rata 1,62 kg ± 0,08 (Koefisien keragaman 4,94%);

b. air minum yang diberikan secara ad libitum;

c. bahan pakan yang digunakan yaitu konsentrat, jagung, dan bekatul.

Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan

Nutrisi Bahan pakan

Bekatul Konsentrat Jagung

Kadar air(%) 12,54 7,87 10,51

Protein kasar(%) 8,71 29,17 6,94

Lemakkasar(%) 9,55 8,00 8,71

Seratkasar(%) 12,52 2,50 2,51

Abu(%) 10,86 19,16 1,78

Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen(%) 45,94 33,29 71,56

Energi metabolis (kkal/kg) 2.860* 2.710,93** 3.370* Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014) *Fathul et al. (2013)


(40)

24 d. ransum basal ayam petelur fase layer berbentuk mash dengan komposisi

konsentrat (35%), jagung (50%), bekatul (14%) dan premix (1%). Kandungan nutrisi ransum basal yang digunakan dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum basal

Nutrisi Kandungan

Kadar air (%) 9,77

Protein kasar (%) 14,90

Lemak kasar (%) 8,49

Serat kasar (%) 3,88

Abu (%) 9,12

Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen(%) 53,86

Energi metabolis (kkal/kg)* 3.034,23

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014) *Hasil perhitungan kandungan nutrisi pakan berdasarkan komposisi ransum basal

Kandungan ransum di atas sudah memenuhi kebutuhan karena sudah memiliki kandungan protein kasar sebesar 14,90% atau 15%. Menurut SNI 01-3929-2006, kebutuhan protein kasar pada ransum ayam petelur adalah tidak kurang 15%.

e. probiotik lokal dengan komposisi S. cerevisiae, bakteri Bacillus sp. dan

Rhyzophus sp.;

f. alkohol 70%, larutan HCl 0,1 N, larutan Turk, dan larutan Hayem.

C. Metode Penelitian

1. Rancangan perlakuan

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perletakan petak percobaan secara acak, terdiri atas empat


(41)

25 perlakuan pemberian probiotik dalam ransum, setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali.

P0 : Ransum basal

P1 : Ransum basal + probiotik 1% P2 : Ransum basal + probiotik 2% P3 : Ransum basal + probiotik 3%

2. Analisis data

Data yang dihasilkan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila ada peubah yang nyata maka dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal pada taraf 1% (Steel dan Torrie, 1993).

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Probiotik lokal

Probiotik lokal merupakan probiotik campuran dari inokulum yeast (S.

cerevisiae), kapang (Rhyzophus sp.), dan bakteri Bacillus sp. Tahap pembuatan

probiotik lokal menurut Kurtini et al. (2013) sebagai berikut.

a. Pembuatan inokulum yeast (S. cerevisiae)

Lada bubuk 66,63 g, cabai jawa 66,63 g, lengkuas 10g, dan bawang putih 66,63 g yang sudah menjadi bubuk dicampur hingga rata. Bumbu tersebut dicampurkan dengan tepung beras ketan putih sebanyak 2.000 g dan yeast (S. cerevisiae) sebanyak 20 g yang sudah disiapkan kemudian diaduk hingga rata.


(42)

26 Kemudian air gula pasir 1.000 ml dan air jeruk nipis 10 ml ditambahkan sampai menjadi adonan yang mudah dibentuk, tetapi tidak terlalu basah.

Adonan kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan pipih (diameter ± 4 cm). Bulatan tersebut kemudian diletakkan pada nampan. Ditutup dengan koran atau lembaran plastik dan diinkubasi selama ± 2 malam agar mikroba tumbuh dan berkembang biak. Adonan yang telah ditumbuhi mikroorganisme dikeringkan dengan cara dijemur oleh bantuan sinar matahari selama ± 2--4 hari. Inokulum yang sudah kering disimpan di tempat yang kering dan sudah siap untuk digunakan.

b. Pembuatan inokulum kapang (Rhyzophus sp.)

Ampas kelapa yang sudah tidak terpakai direbus hingga mendidih, kemudian ampas kelapa di-press hingga kering dan ditaburi inokulum tempe secukupnya dan diaduk hingga merata lalu dimasukkan ke dalam plastik yang sudah dilubangi sama seperti pembuatan tempe dan inkubasi 2--3 hari pada suhu ruang, hingga kapang tumbuh. Setelah kapang tumbuh dengan padat, ampas kelapa dipotong kecil-kecil (ukuran 1 x 5 cm) agar waktu penjemuran ampas lebih singkat. Potongan yang sudah kering ditumbuk hingga halus agar siap digunakan.

c. Inokulum Bakteri Bacillus sp.

Kultur bakteri Bacillus sp. yang berumur 24 jam diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 1.000 ml Nutrien Broth, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 12 jam di dalam water bath shaker. Setelah diinkubasi


(43)

27 d. Pencampuran semua inokulum

Semua inokulum yeast (S. cerevisiae), kapang (Rhyzophus sp.), dan bakteri (Bacillus sp.) kemudian dicampur dengan menambahkan aquadest steril dan kemudian dikeringkan lagi. Hasil probiotik tersebut berwarna putih yang telah mengandung campuran mikroba yang menguntungkan. Mikroba tersebut berupa

yeast (S. cerevisiae), kapang (Rhyzophus sp.) dan bakteri (Bacillus sp.) penghasil enzim amilase dan selulase. Hasil penelitian Sumardi et al. (2010b)

menunjukkan bahwa mikroba tersebut dapat menurunkan populasi bakteri E. coli

dan Salmonella sp.

2. Persiapan Kandang

Kegiatan awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembersihan lokasi kandang sebelum memulai penelitian. Kandang dibersihkan dengan cara

membersihkan kotoran pada kandang dan melakukan desinfeksi guna mengurangi gangguan kesehatan pada ayam penelitian. Kandang yang telah dibersihkan dibagi 20 petak sesuai perlakuan penelitian untuk memudahkan dalam pengamatan. Lalu dilakukan dengan pemberian sekat pada tempat ransum,

sehingga ransum tidak tercampur. Kandang yang digunakan yaitu sistem kandang panggung dengan setiap kandang cage berisi 2 ekor ayam.

Suhu dan kelembapan diukur sebelum memulai penelitian dengan menggunakan

thermohygrometer yang diletakan pada bagian tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi kandang cage teratas. Suhu dan kelembapan diukur setiap hari pukul 07.00, 13.00, dan 17.00 WIB.


(44)

28 3. Persiapan Ransum

Persiapan ransum dilakukan dengan menghitung kebutuhan ransum selama sebulan dan mempersiapkan ransum sesuai perlakuan. Ransum basal yang digunakan berbentuk mash, dengan pemberian ransum sebanyak 110 g/ekor/hari. Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari pada pukul 07.00 WIB dan 14.30 WIB. Ransum tersebut ditambahkan probiotik dari mikroba lokal sesuai dengan perlakuan.

Tahapan pencampuran probiotik ke dalam ransum antara lain :

1. menimbang probiotik yang dibutuhkan setiap perlakuan untuk kebutuhan satu minggu;

2. menimbang ransum sesuai kebutuhan ternak satu minggu;

3. mencampurkan probiotik dan ransum dengan perbandingan 1:1 (sesuai dengan kebutuhan probiotik satu minggu), diaduk hingga homogen;

4. mengulangi langkah seperti nomor 3 sampai jumlah ransum sesuai dengan kebutuhan sebesar 7,7 kg (probiotik + ransum).

4. Kegiatan Penelitian

Setiap petak kandang penelitian diambil sebanyak satu ekor ayam untuk dijadikan sampel pengambilan darah. Pengambilan sampel darah dilakukan pada minggu ketiga.

Tahapan pengambilan sampel darah ayam antara lain :

1. posisi ayam dalam posisi berbaring dan kondisi ayam tenang. Memegang kepala ayam ke satu sisi dan membuka sayap;


(45)

29 2. bagian kulit dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol. Darah diambil

dengan cara menusukkan jarum suntik ke vena brachialis;

3. darah diambil sebanyak 2 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung darah yang mengandung EDTA untuk menghindari pembekuan darah, kemudian disimpan dalam cooler box atau termos es sampai dilakukan analisis; 4. hasil sampel darah langsung dibawa ke Balai Veteriner Lampung untuk

dianalisis sel darah merah, sel darah putih, dan hemoglobin.

Pertama, sel darah merah (eritrosit) yang akan dianalisis diambil menggunakan pipet sel darah merah sampai batas 0,5. Ujung pipet terlebih dahulu dibersihkan dengan tisu kemudian menghisap larutan Hayem sampai batas 101. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan gerakan membentuk angka 8. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan pipet ke kertas tisu sebanyak lima tetes. Sebelum diteteskan ke dalam kamar hitung, kamar hitung dibersihkan terlebih dahulu.

Kedua, sel darah putih (leukosit) yang akan dianalisis diambil menggunakan pipet sel darah putih sampai batas 0,5. Ujung pipet terlebih dahulu dibersihkan dengan tisu kemudian menghisap larutan Turk sampai batas 11. Kedua ujung pipet

ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan gerakan membentuk angka 8. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan pipet ke kertas tisu sebanyak lima tetes. Sebelum diteteskan ke dalam kamar hitung, kamar hitung dibersihkan terlebih dahulu.


(46)

30 Ketiga, penghitungan hemoglobin yaitu menggunakan metode Sahli. Tabung Sahli diisi larutan HCl 0,1 N sampai angka 10 atau garis batas bawah tabung, lalu sampel darah dihisap dengan pipet sahli sampai batas 0,02 ml, jangan sampai ada gelembung udara yang ikut terhisap. Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung sahli dan diletakkan antara kedua bagian standar warna dalam alat

hemoglobinometer, ditunggu selama 3 menit hingga warna berubah menjadi cokelat akibat reaksi HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematin. Setelah itu larutan tersebut ditetesi dengan aquades sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer.

E. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) sel darah merah (eritrosit), (2) sel darah putih (leukosit), dan (3) hemoglobin.

1. Jumlah Eritrosit

Jumlah sel darah merah/mm-3 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Jumlah SDM/mm-3 = Sel terhitung x 400/80 x 200/0,1 Keterangan :

400 : jumlah seluruh bilik kecil

80 : Jumlah bilik kecil dari ke lima bilik 200 : Banyaknya pengenceran

0,1 : Luas bilik-bilik kecil Sumber: (Hartono et al., 2002)

2. Hemoglobin

Membaca tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli dengan melihat skala jalur 9,5%, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah. Jalur


(47)

31 skala lainnya pada tabung Sahli, kalau ada penunjukan hemoglobin terhadap nilai hemoglobin normal 15,6% atau nilai normal lainnya yang tertera pada alat

hemoglobin (Hartono et al., 2002).

3. Jumlah Leukosit

Jumlah SDP/mm-3 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Jumlah SDP/mm-3 = Sel terhitung x 20 x 10/4 Keterangan :

20 : Pengenceran 1:20

10 : Dalamnya kotak (0,1 mm) 4 : Jumlah kotak dalam mm3 Sumber: (Hartono et al., 2002)


(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut

1. Perlakuan probiotik dari mikroba lokal (0%, 1%, 2%, dan 3%) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrosit, tetapi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah leukosit dan hemoglobin ayam petelur. 2. Perlakuan probiotik dari mikroba lokal (0%, 1%, 2%, dan 3%) dapat

meningkatkan jumlah leukosit dengan persamaan regresi (Ŷ = 19,91 + 4,73X) dan meningkatkan hemoglobin dengan persamaan regresi (Ŷ = 6,68 + 0,48X).

B. SARAN

Perlu adanya penelitian lanjutan pemeliharaan ayam petelur fase layer dengan menggunakan perlakuan konsentrasi probiotik yang berbeda dan umur berbeda untuk meningkatkan kesehatan ternak terutama terhadap gambaran darah ayam petelur fase layer.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abioja, M. O., K. B. Ogundimu, T. E. Akibo, K. E. Odukoya, O. O. Ajiboya, J. A. Abiona, T. J. Williams, E. O. Oke, dan O. O. Osinowo. 2012. Growth, mineral deposition, responses of broiler chickens offered honey in drinking water during hot-dry season. Journal of Poultry Science 82 (2) : 2701--2861 Ali, A.S., Ismoyowati, dan D. Indrasanti. 2013. Jumlah eritrosit, kadar

hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap

penambahan probiotik dalam ransum. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (3) : 1001--1013

Adriani, L., E. Hernawan, K.A. Kamil, dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjajaran. Bandung

Afiesh. 2012. Bakteri Bacillus. http://afiesh.blogspot.com/2012/11/bakteri-bacillus.html. Diakses 12 November 2014

Ahmad, R.I. 2008. Pemanfaatan Cendawan untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kesehatan Hewan. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor

Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan khamir Saccharomyces cerevisiae untuk ternak. Artikel Ilmiah 15 (1) : 49--55

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Lembaga Satu Gunung Budi. KPP IPB, Baranangsiang. Bogor

Asterizka, M. 2012. Profil Darah Ayam Petelur yang Diberi Ransum

Mengandung Tepung Daun dan Bunga Marigold (Tagetes erecta). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Brummer, A., C. J. V. Rensburg, and C.A. Moran. 2010. Saccharomyces cerevisiae cell wall products: The effects on gut morphology and

performance of broiler chickens. Journal of Animal Science 40 (1) : 14--21 Budiansyah, A. 2004. Pemanfaatan Probiotik dalam Meningkatkan Penampilan

Produksi Ternak Unggas.

http://www.kompas.com./kompascetak/0109/30iptek/efek. Diakses 30 Juni 2014


(50)

44 Erniasih, I dan T.R. Saraswati. 2006. Penambahan limbah padat kunyit

(Curcuma domestica) pada ransum ayam dan pengaruhnya terhadap status darah dan hepar ayam (Gallus sp). Anatomi Fisiologi 14 (2) : 1--6

Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung, Bandar Lampung

Fasuyi, A.O., K.S.O. Fajemilehin, dan O.A. Samuel. 2005. Nutritional potentials of siam weed (Chromolaena odorata) leaf meal (SWLM) on laying hens: biochemical and haematological implications. Pakistan Journal of Nutrition 4 (5) : 336--341

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan: B. Srigandono dan P. Koen. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta Fuller, R. 1992. Probiotics the Scientific Basis. The University Press Cambridge.

Chapman & Hall. London

Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physicology). Edisi 22. Terjemahan: dr. Brahm U. P. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta

Geraert, P.A., J.C.F. Padhilha, and S. Guillaumin. 1996. Metabolic and

endocrine changes by chronic heate xposure in broiler chickens: biological and endocrinological variables. The British Journal of Nutrition 75 (2) : 205--216

Guyton, A.C dan J.E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

---. 2010. Textbook of Medical Physiology. Edisi 12. W. B. Saunders Company. Philadelphia

Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Edisi Ketiga. Bina Rupa Aksara. Jakarta Haetami, K., Abun, dan Y. Mulyani. 2008. Study Pembuatan Probiotik (Bacillus

licheniformis, Aspergillus niger, dan Sacharomyces cereviseae) sebagai Feed Suplement serta Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Merah.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran

Hartlova, H., J. Blaha, M. Koubkova, J. Draslarova, and A. Fucikova. 2002. Influence of heat stress on the metabolic response in broiler chickens. Scientia Agriculturae Bohemica 33 (4) : 145--149

Hartono, M., S. Suharyati, dan P.E, Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(51)

45 Havenaar, R., B. T. Brink, and J. H. J. Huis In’t Veld. 1992. Selection of Strains

for Probiotics Use. In: R. Fuller (Ed) Probiotics the scientific basis. Chapman & Hall, London

Hendrix. 2007. Product Performance. ISA-Hendrix Genetics Company. http://www.hendrix-genetics.com. Diakses 1 Agustus 2014

Irianto, A. 2004. Probiotik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Jung, S. J., R. Houde, B. Baurhoo, X. Zhao, and B. H. Lee. 2008. Effects of

galacto-oligosaccharides and a bifdobacteria lactis-based probiotic strain on the growth performance and fecal microflora of broiler chickens. Journal of Poultry Science 87 (2) : 1694--1699

Kimball, J, W. 1988. Biologi. Erlangga. Jakarta

Kompiang, I.P. 2009. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai probiotik untuk meningkatkan produksi ternak unggas di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3) : 177--191

Kurtini, T., C.N. Ekowati, M. Hartono, dan Sumardi. 2013. Pembuatan Probiotik

dari Mikroba Lokal: Dalam Upaya untuk Meningkatkan Kesehatan, Performa Ayam, dan Kualitas Telur. Laporan Penelitian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Latipudin, D dan A. Mushawwir. 2011. Regulasi panas tubuh ayam ras petelur fase grower dan layer. Jurnal Sain Peternakan Indonesia 6 (2) : 77--82 Lestari, S.H.A., Ismoyowati, dan M. Indradji. 2013. Kajian jumlah leukosit dan

diferensial leukosit pada berbagai jenis itik lokal betina yang pakannya disumplementasi probiotik. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (2) : 699--709 Life Source Basic. 2002. WGP. Beta glucan. http: www. Life Source

Basic.com/beta_glucan.htm. Diakses 27 Maret 2015

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Maulida, N. 2014. Uji Viabilitas Kapang dari Inokulum Probiotik untuk Pakan Ternak pada Berbagai Jenis Kemasan. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung Margiono, S., Rahayu, dan Sutriswati Endang. 1992. Molekuler Genetika


(52)

46 Nordenson, N.J. 2002. White Blood Cell Count and Differential

http://www.Lifesteps.com/gm.Atoz/ency/white_blood_cell_count_and_diffe rentil. Diakses 29 Juni 2014

North, M. O and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. The 4th Ed. AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut Patrick, H. and P.J. Schaible. 1980. Poultry Feed and Nutrition. 3rd. Ed. The

AVI Publishing Co. Inc. Westport. Connection

Patterson, J.A dan K.M. Burkholder. 2003. Application of prebiotics and

probiotics in poultry production. Journal of Poultry Science 82 (2) : 627--631

Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta Praseno, K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe, dan

Zn pada ayam (Gallus gallus domesticus). J. Indo. Trop. Anim. Agric 30 (3) : 179--185

Priastoto, D. 2015. Pengaruh Pemberian Probiotik dari Mikroba Lokal terhadap Performa Ayam Petelur. Belum Publikasi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Purwoko, T dan I. R. Pramudyanti. 2004. Pengaruh CaCO3 pada fermentasi

asam laktat oleh Rhyzophus oryzae. Jurnal Mikrobiologi Indonesia (9) : 19--22

Puvadolpirod, S. and J.P. Thaxton. 2000. Model of physiological stress in chickens and dosimetry of adenocorticotropin. Journal of Poultry Science 79 (2) : 370--376

Saputri, F., S. Syukur, dan E. Purwatir. 2012. Pengaruh pemberian probiotik

Bakteri Asam Laktat (BAL) Pediococcus pentosaceus terhadap

keseimbangan mikroflora usus dan trigliserida daging itik pitalah. Artikel. Program Pasca sarjana. Universitas Andalas. Padang

Schalm, O.W., N.C. Jain, and E.J. Carol. 2010. Schalm’s Veterinary

Hematology. 6th Edition. Editor Weiss, D.J. dan K.J. Wardrop. Wiley-Blackwell. Iowa USA

Scott, M. L , M. C. Neisheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. M. L. Scott and Associates. Itacha. New York


(53)

47 Septiani, Y. 2004. Studi Karbohidrat, Lemak dan Protein pada Kecap dari

Tempe. Skripsi. Fakultas Molekuler Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Surakarta. Surakarta

Sjofjan, O. 2003. Kajian Probiotik (Aspergillus niger dan Bacillus sp.) sebagai Imbuhan Ransum dan Implikasinya terhadap Mikroflora Usus serta Penampilan Produksi Ayam Petelur. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung

Shibata, T., M. Kawatana, K. Mitoma, and T. Nikki. 2007. Identification of heat stable proteinin the fatty livers of thyroidectomized chickens. Journal of Poultry Science 44 (1) : 182--188

Smith, J.B, dan S. Mangkooewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia, Jakarta

Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjadjaran. Bandung

Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan Unsoed. Purwokerto

Sorenson dan Hesseltine. 1986. Validatian of An in development toxicity screen in the Mouse. Teratol Mutagen 6 : 361--374

Sohail M.U, A. Ijaz, M.S. Yousaf, K. Ashraf, H. Zaneb, M. Aleem, and H. Rehman. 2010. Alleviation of cyclic heat stress in broilers by dietary supplementation of mannanoligosaccharide and Lactobacillus-based probiotic: Dynamic of cortisol, thyroid hormones, cholesterol, C-reactive protein, and humoral immunity. Poultry Science 89 : 1934--1938

Spasojevi N, L. Gavrilovi, I. Kovacevi, and S. Dronjak. 2007. Endocrinological and behavior effects of chronic fluxilan administration in rats. JMB 26 : 274--279

Standar Nasional Indonesia. 2006. Pakan Ayam Ras Petelur (layer). SNI 01-3929-2006

Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sukarmiati. 2007. Kajian Penggunaan Berbagai Jenis Probiotik terhadap Profil Darah, Titer ND dan Kandungan Amonia Feses Ayam Petelur. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto Sumardi. 2008. Seleksi dan Karakterisasi Mikroflora Normal yang Prospektif

dari Saluran Pencernaan Ayam Kampung. http://laptunilapp-gdl-res-2008-sumardidrm-1140. Diakses Oktober 2014


(54)

48 Sumardi, CN Ekowati, dan D. Haryani. 2010a. Isolasi Bacillussp. penghasil

selulase dari saluran pencernaan ayam kampung. Jurnal Sains MIPA 16 (1) : 62--68

Sumardi, M. Hartono, dan K. Handayani. 2010b. Pengaruh Pemberian Biakan

Bacillus sp. terhadap Pertumbuhan Salmonella dan Escherichia coli pada Broiler. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi III. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Swenson, M. J. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. Edisi 10. Publishing Associattes a Divisin of Cornell University. Ithaca and London Wardhana, H. April, E. Kencanawati, Nurmawati, Rahmaweni, dan C.B. Jatmiko.

2001. Pengaruh pemberian sediaan patikaan kebo (Euphorbia Hirta L) terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada ayam yang diinfeksi dengan Eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6 (2) : 126--133

Wijayanti, D. 2014. Gambaran Darah Ayam Petelur Fase Grower (7--10 minggu) pada Kepadatan Kandang Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Ziggers, D. 2000. Tos, a new probiotic drived from whey. Anim. Feed Sci. and Tech 5 (1) : 34--36


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abioja, M. O., K. B. Ogundimu, T. E. Akibo, K. E. Odukoya, O. O. Ajiboya, J. A. Abiona, T. J. Williams, E. O. Oke, dan O. O. Osinowo. 2012. Growth, mineral deposition, responses of broiler chickens offered honey in drinking water during hot-dry season. Journal of Poultry Science 82 (2) : 2701--2861 Ali, A.S., Ismoyowati, dan D. Indrasanti. 2013. Jumlah eritrosit, kadar

hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap

penambahan probiotik dalam ransum. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (3) : 1001--1013

Adriani, L., E. Hernawan, K.A. Kamil, dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjajaran. Bandung

Afiesh. 2012. Bakteri Bacillus. http://afiesh.blogspot.com/2012/11/bakteri-bacillus.html. Diakses 12 November 2014

Ahmad, R.I. 2008. Pemanfaatan Cendawan untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kesehatan Hewan. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor

Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan khamir Saccharomyces cerevisiae untuk ternak. Artikel Ilmiah 15 (1) : 49--55

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Lembaga Satu Gunung Budi. KPP IPB, Baranangsiang. Bogor

Asterizka, M. 2012. Profil Darah Ayam Petelur yang Diberi Ransum

Mengandung Tepung Daun dan Bunga Marigold (Tagetes erecta). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Brummer, A., C. J. V. Rensburg, and C.A. Moran. 2010. Saccharomyces cerevisiae cell wall products: The effects on gut morphology and

performance of broiler chickens. Journal of Animal Science 40 (1) : 14--21 Budiansyah, A. 2004. Pemanfaatan Probiotik dalam Meningkatkan Penampilan

Produksi Ternak Unggas.

http://www.kompas.com./kompascetak/0109/30iptek/efek. Diakses 30 Juni 2014


(2)

Erniasih, I dan T.R. Saraswati. 2006. Penambahan limbah padat kunyit (Curcuma domestica) pada ransum ayam dan pengaruhnya terhadap status darah dan hepar ayam (Gallus sp). Anatomi Fisiologi 14 (2) : 1--6

Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung, Bandar Lampung

Fasuyi, A.O., K.S.O. Fajemilehin, dan O.A. Samuel. 2005. Nutritional potentials of siam weed (Chromolaena odorata) leaf meal (SWLM) on laying hens: biochemical and haematological implications. Pakistan Journal of Nutrition 4 (5) : 336--341

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan: B. Srigandono dan P. Koen. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta Fuller, R. 1992. Probiotics the Scientific Basis. The University Press Cambridge.

Chapman & Hall. London

Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physicology). Edisi 22. Terjemahan: dr. Brahm U. P. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta

Geraert, P.A., J.C.F. Padhilha, and S. Guillaumin. 1996. Metabolic and

endocrine changes by chronic heate xposure in broiler chickens: biological and endocrinological variables. The British Journal of Nutrition 75 (2) : 205--216

Guyton, A.C dan J.E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

---. 2010. Textbook of Medical Physiology. Edisi 12. W. B. Saunders Company. Philadelphia

Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Edisi Ketiga. Bina Rupa Aksara. Jakarta Haetami, K., Abun, dan Y. Mulyani. 2008. Study Pembuatan Probiotik (Bacillus

licheniformis, Aspergillus niger, dan Sacharomyces cereviseae) sebagai Feed Suplement serta Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Merah.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran

Hartlova, H., J. Blaha, M. Koubkova, J. Draslarova, and A. Fucikova. 2002. Influence of heat stress on the metabolic response in broiler chickens. Scientia Agriculturae Bohemica 33 (4) : 145--149

Hartono, M., S. Suharyati, dan P.E, Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(3)

Havenaar, R., B. T. Brink, and J. H. J. Huis In’t Veld. 1992. Selection of Strains for Probiotics Use. In: R. Fuller (Ed) Probiotics the scientific basis.

Chapman & Hall, London

Hendrix. 2007. Product Performance. ISA-Hendrix Genetics Company. http://www.hendrix-genetics.com. Diakses 1 Agustus 2014

Irianto, A. 2004. Probiotik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Jung, S. J., R. Houde, B. Baurhoo, X. Zhao, and B. H. Lee. 2008. Effects of

galacto-oligosaccharides and a bifdobacteria lactis-based probiotic strain on the growth performance and fecal microflora of broiler chickens. Journal of Poultry Science 87 (2) : 1694--1699

Kimball, J, W. 1988. Biologi. Erlangga. Jakarta

Kompiang, I.P. 2009. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai probiotik untuk meningkatkan produksi ternak unggas di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3) : 177--191

Kurtini, T., C.N. Ekowati, M. Hartono, dan Sumardi. 2013. Pembuatan Probiotik dari Mikroba Lokal: Dalam Upaya untuk Meningkatkan Kesehatan,

Performa Ayam, dan Kualitas Telur. Laporan Penelitian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Latipudin, D dan A. Mushawwir. 2011. Regulasi panas tubuh ayam ras petelur fase grower dan layer. Jurnal Sain Peternakan Indonesia 6 (2) : 77--82 Lestari, S.H.A., Ismoyowati, dan M. Indradji. 2013. Kajian jumlah leukosit dan

diferensial leukosit pada berbagai jenis itik lokal betina yang pakannya disumplementasi probiotik. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (2) : 699--709 Life Source Basic. 2002. WGP. Beta glucan. http: www. Life Source

Basic.com/beta_glucan.htm. Diakses 27 Maret 2015

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Maulida, N. 2014. Uji Viabilitas Kapang dari Inokulum Probiotik untuk Pakan Ternak pada Berbagai Jenis Kemasan. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung Margiono, S., Rahayu, dan Sutriswati Endang. 1992. Molekuler Genetika


(4)

Nordenson, N.J. 2002. White Blood Cell Count and Differential

http://www.Lifesteps.com/gm.Atoz/ency/white_blood_cell_count_and_diffe rentil. Diakses 29 Juni 2014

North, M. O and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. The 4th Ed. AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut Patrick, H. and P.J. Schaible. 1980. Poultry Feed and Nutrition. 3rd. Ed. The

AVI Publishing Co. Inc. Westport. Connection

Patterson, J.A dan K.M. Burkholder. 2003. Application of prebiotics and probiotics in poultry production. Journal of Poultry Science 82 (2) : 627--631

Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta Praseno, K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe, dan

Zn pada ayam (Gallus gallus domesticus). J. Indo. Trop. Anim. Agric 30 (3) : 179--185

Priastoto, D. 2015. Pengaruh Pemberian Probiotik dari Mikroba Lokal terhadap Performa Ayam Petelur. Belum Publikasi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Purwoko, T dan I. R. Pramudyanti. 2004. Pengaruh CaCO3 pada fermentasi

asam laktat oleh Rhyzophus oryzae. Jurnal Mikrobiologi Indonesia (9) : 19--22

Puvadolpirod, S. and J.P. Thaxton. 2000. Model of physiological stress in chickens and dosimetry of adenocorticotropin. Journal of Poultry Science 79 (2) : 370--376

Saputri, F., S. Syukur, dan E. Purwatir. 2012. Pengaruh pemberian probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) Pediococcus pentosaceus terhadap

keseimbangan mikroflora usus dan trigliserida daging itik pitalah. Artikel. Program Pasca sarjana. Universitas Andalas. Padang

Schalm, O.W., N.C. Jain, and E.J. Carol. 2010. Schalm’s Veterinary

Hematology. 6th Edition. Editor Weiss, D.J. dan K.J. Wardrop. Wiley-Blackwell. Iowa USA

Scott, M. L , M. C. Neisheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. M. L. Scott and Associates. Itacha. New York


(5)

Septiani, Y. 2004. Studi Karbohidrat, Lemak dan Protein pada Kecap dari Tempe. Skripsi. Fakultas Molekuler Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Surakarta. Surakarta

Sjofjan, O. 2003. Kajian Probiotik (Aspergillus niger dan Bacillus sp.) sebagai Imbuhan Ransum dan Implikasinya terhadap Mikroflora Usus serta Penampilan Produksi Ayam Petelur. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung

Shibata, T., M. Kawatana, K. Mitoma, and T. Nikki. 2007. Identification of heat stable proteinin the fatty livers of thyroidectomized chickens. Journal of Poultry Science 44 (1) : 182--188

Smith, J.B, dan S. Mangkooewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia, Jakarta

Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjadjaran. Bandung

Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan Unsoed. Purwokerto

Sorenson dan Hesseltine. 1986. Validatian of An in development toxicity screen in the Mouse. Teratol Mutagen 6 : 361--374

Sohail M.U, A. Ijaz, M.S. Yousaf, K. Ashraf, H. Zaneb, M. Aleem, and H. Rehman. 2010. Alleviation of cyclic heat stress in broilers by dietary supplementation of mannanoligosaccharide and Lactobacillus-based probiotic: Dynamic of cortisol, thyroid hormones, cholesterol, C-reactive protein, and humoral immunity. Poultry Science 89 : 1934--1938

Spasojevi N, L. Gavrilovi, I. Kovacevi, and S. Dronjak. 2007. Endocrinological and behavior effects of chronic fluxilan administration in rats. JMB 26 : 274--279

Standar Nasional Indonesia. 2006. Pakan Ayam Ras Petelur (layer). SNI 01-3929-2006

Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sukarmiati. 2007. Kajian Penggunaan Berbagai Jenis Probiotik terhadap Profil Darah, Titer ND dan Kandungan Amonia Feses Ayam Petelur. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto Sumardi. 2008. Seleksi dan Karakterisasi Mikroflora Normal yang Prospektif

dari Saluran Pencernaan Ayam Kampung. http://laptunilapp-gdl-res-2008-sumardidrm-1140. Diakses Oktober 2014


(6)

Sumardi, CN Ekowati, dan D. Haryani. 2010a. Isolasi Bacillus sp. penghasil selulase dari saluran pencernaan ayam kampung. Jurnal Sains MIPA 16 (1) : 62--68

Sumardi, M. Hartono, dan K. Handayani. 2010b. Pengaruh Pemberian Biakan Bacillus sp. terhadap Pertumbuhan Salmonella dan Escherichia coli pada Broiler. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi III. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Swenson, M. J. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. Edisi 10. Publishing Associattes a Divisin of Cornell University. Ithaca and London Wardhana, H. April, E. Kencanawati, Nurmawati, Rahmaweni, dan C.B. Jatmiko.

2001. Pengaruh pemberian sediaan patikaan kebo (Euphorbia Hirta L) terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada ayam yang diinfeksi dengan Eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6 (2) : 126--133

Wijayanti, D. 2014. Gambaran Darah Ayam Petelur Fase Grower (7--10 minggu) pada Kepadatan Kandang Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Ziggers, D. 2000. Tos, a new probiotic drived from whey. Anim. Feed Sci. and Tech 5 (1) : 34--36