Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Landasan Teori Hipotesis

suhu tinggi dan sering dipakai untuk mengekstraksi bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus Voigt, 1994. Sediaan infusa hanya dapat menyari zat-zat yang bersifat polar, penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, oleh karena itu sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam Anonim, 1986. Kelemahan lainnya adalah menyebabkan pembengkakan sel sehingga bahan aktif akan terikat kuat pada simplisia. Sedangkan bentuk sediaan ekstrak selain dapat disimpan lebih lama juga dapat dipakai berulang. Etanol dapat menyari senyawa-senyawa yang tidak dapat tersari oleh air yaitu lemak, terpenoid, antrakinon, kumarin, flavonoid polimetil, resin, klorofil, isoflavon, alkaloid bebas, kurkumin dan fenol lain. Dari senyawa- senyawa tersebut ada flavonoid polimetil, jenis flavonoid ini tidak tersari dengan air. Berdasarkan uraian inilah dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat daun jambu biji sebagai antiinflamasi dengan bentuk sediaan lain yaitu dengan ekstrak etanol 70 daun jambu biji dengan ekstraksinya menggunakan metode maserasi, karena maserasi merupakan metode penyarian yang cocok untuk senyawa yang tidak tahan pemanasan dengan suhu tinggi Sehingga dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai manfaat ekstrak etanol daun jambu biji sebagai antiinflamasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu : apakah ekstrak etanol daun jambu biji Psidium guajava Linn. memiliki efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karagenin 1 ?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak etanol daun jambu biji Psidium guajava Linn. terhadap inflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi dengan karagenin 1.

D. Tinjauan Pustaka

1. Obat Tradisional

Pengobatan tradisional adalah pengobatan danatau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, ketrampilan turun temurun, danatau pendidikan atau pelatihan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Obat tradisional adalah obat yang dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan yang diperoleh dari tanaman, hewan atau mineral yang belum berupa zat murni, tapi sebagian besar berasal dari tanaman Anonim, 2003. Obat tradisional yang digunakan sebaiknya memenuhi kriteria mudah didapat jika mungkin dari kebun sekitar rumah, dikenal oleh banyak orang serta proses penyimpanannya sederhana, mudah digunakan dan tidak berbahaya dalam penggunaan Agoes dan Jacob, 1992. Obat asli Indonesia ada tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat yang telah jelas keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku, sehingga sediaan tersebut terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan khasiatnya. Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang jelas keamanan dan khasiatnya serta sudah teruji secara praklinis, klinis dan pascaklinis. Bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang memenuhi persyaratan yang berlaku, sehingga sediaan tersebut terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan khasiatnya Anonim, 2004. 2. Simplisia Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan Anonim, 1979. Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati merupakan simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya, simplisia hewani yaitu simplisia berupa hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni dan simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni. Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan-tahapan : pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu Gunawan dan Mulyani, 2004.

3. Ekstrak dan ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi syarat baku yang telah ditetapkan Anonim, 1995. Penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula didalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Cairan pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan Anonim, 2000. Salah satu contoh metode penyarian adalah maserasi, maserasi merupakan metode yang sederhana dan banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus Voigt, 1994. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan zat aktif akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan yang berada di luar dan di dalam sel Anonim, 1986. Pembuatan maserasi kecuali dinyatakan lain dilakukan dengan memasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, bejananya ditutup dan dibiarkan selama 5 hari yang terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Maserat kemudian diserkai dan ampasnya dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Maserat dipindahkan ke dalam bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk dengan terlindung dari cahaya selama 2 hari kemudian dienap tuang atau saring Anonim, 1979. Waktu maserasi berbeda-beda tergantung dari sifat campuran obat dan menstrum, lama maserasi harus cukup agar dapat menyari semua zat yang mudah disari yaitu sekitar 2-14 hari Ansel, 1989. Kelemahan penyarian dengan metode maserasi ini pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama dan penyariannya kurang sempurna Anonim, 1985. Pada maserasi ini digunakan larutan penyari etanol 70 karena flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70 Harbone, 1987; Voigt, 1994

4. Tanaman Jambu Biji Psidium guajava Linn.

a. Sistematika tanaman

Sistematika tanaman jambu biji sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Klass : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium Spesies : Psidium guajava Linn. van Steenis, 1947

b. Nama daerah

Sumatera: glime breueh Aceh, glimeu beru Gayo, galiman Batak karo, masiambu Nias, jambu biawas, jambu biji Psidium guajava Linn. , jambu batu, jambu klutuk Melayu. Jawa: jambu klutuk Sunda, jambu krutuk, jambu krikil Jawa, jhambu bhender Madura, Nusa Tenggara: sotong Bali, guawa Flores, goihawas Sika. Sulawesi: gayawas Manado, boyawat Mongondow, koyawas Tonsaw, dambu Gorontalo, jambu paratugala Makasar, jambu paratukala Bugis, jambu Baree, kujabas Roti, biabuto Buol. Maluku: kayawase Seram Barat, kujawase Seram Selatan, laine hatu, lutu hatu Ambon, gawaya Ternate, Halmahera Dalimartha, 2000.

c. Deskripsi tanaman

Tanaman jambu biji merupakan jenis tanaman perdu, tingginya 5-10 meter, batang berkayu, bulat, kulit kayu licin, mengelupas, bercabang, warna coklat kehijauan. Daun tunggal, bulat telur, ujungnya tumpul, pangkal membulat, tepi rata, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, pertulangan menyirip, warna hijau kekuningan. Daun muda berbulu abu-abu, daun bertangkai pendek. Bunga tunggal di ketiak daun, mahkota bulat telur, panjang 1,5 cm, warna putih kekuningan. Bakal buah tenggelam, beruang 4-5, buah buni bundar, bentuk buah peer atau buah bulat telur, warna putih kekuningan atau merah muda, panjang 5-8,5 cm van Steenis, 1947.

d. Distribusi Tanaman

Tanaman jambu biji tumbuh alami di daerah tropis Amerika, dan saat ini dijumpai diseluruh daerah tropis dan sub tropis. Seringkali ditanam di pekarangan rumah. Tanaman ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Terlalu banyak hujan selama musim pembuahan dapat menyebabkan buah pecah dan busuk, sering ditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup alamiah ditepi hutan dan padang rumput Sudarsono dkk, 2002.

e. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun jambu biji antara lain : asam psidiloat, asam ursolat, asam krategolat, asam oleanolat, asam guaiavolat, kuersetin dan minyak atsiri Sudarsono dkk., 2002.

f. Hasil penelitian yang relevan

1 Hasil penelitian Yuniarti 1991 menunjukkan bahwa sediaan dekokta daun Jambu biji mempunyai daya antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan mampu membunuh bakteri tersebut mulai kadar 2 diameter hambatannya 11,4±0,5 mm. Dari penelitian ini didalam daun jambu biji ditemukan empat senyawa yaitu : tanin, minyak atsiri, flavonoid dan kemungkinan senyawa golongan arbutin. 2 Dari hasil penelitian Sumanti 2003 menunjukkan infusa daun jambu biji mempunyai KBM sebesar 10 dan pembanding ketokonazol KBMnya 0,313, jadi aktivitas daun jambu biji 132x aktifitas ketokonazol, hasil KLT menunjukkan bahwa daun jambu biji mengandung tanin, saponin, minyak atsiri dan flavonoid. 3 Hasil penelitian Aisah 2004 menunjukkan bahwa infusa daun jambu biji dosis 5gkgBB mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karagenin 1 dengan persen daya antiinflamasinya 40,08. 4 Pada hasil penelitian Atmaja 2007 menunjukkan aktivitas antioksidan daun jambu biji fraksi air lebih besar daripada fraksi eter. Hasil deteksi kandungan kimia fraksi eter dan air ekstrak metanoliknya adalah flavonoid, hasil identifikasi kandungan kimia serbuk daun jambu biji adalah : flavonoid, polifenol, saponin, tanin dan minyak atsiri. 5 Hasil penelitian Dahliyanti 2007 menunjukkan fraksi etil asetat buah jambu biji memiliki aktivitas antioksidan paling poten dibanding ekstrak metanol, fraksi kloroform, fraksi air dan vitamin E. 57,88 aktivitas antioksidan merupakan kontribusi dari senyawa fenolik, sedang 75,78 merupakan kontribusi dari senyawa flavonoid.

5. Inflamasi

Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan Gambar 1 Kee dan Hayes, 1996. Noksius Kerusakan sel Pembebasan bahan mediator Eksudasi Gangguan sirkulasi lokal Perangsangan reseptor nyeri Emigasi leukosit Proliferasi sel Kemerahan Panas Pembengkakan Gangguan fungsi Nyeri Gambar 1. Patogenesis dan Gejala Suatu Peradangan Mutschler, 1986 Ciri khas inflamasi dikenal dengan tanda-tanda utama inflamasi, yaitu : a. Eritema kemerahan Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator-mediator kimia tubuh kinin, prostaglandin, histamin b. Edema pembengkakan Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan intestinal pada tempat cidera. Kinin mendilatasi arteriol meningkatkan permeabilitas kapiler c. Kolor panas Panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen substansi yang menimbulkan demam yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus d. Dolor nyeri Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia e. Functio laesa hilangnya fungsi Karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena Kee dan Hayes, 1996. Tanda-tanda diatas merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, eksudasi dan perangsangan reseptor nyeri. Radang dapat dihentikan dengan meniadakan noksi atau dengan menghentikan kerja yang merusak. Walaupun demikian, seringkali pada gangguan darah regional dan eksudasi terjadi emigrasi sel-sel darah ke dalam ruang ekstrasel serta proliferasi histiosit fibroblas. Proses-proses ini juga berfungsi primer pada perlawanan terhadap kerusakan serta pemulihan kondisis asalnya, walaupun demikian juga dapat bekerja negatif. Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan bahan- bahan mediator histamin, serotonin, prostaglandin dan kinin, proses patogenesis tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 Mutschler, 1986. Prostaglandin dilepaskan menyebabkan bertambahnya vasodilatasi, permeabilitas kapiler, nyeri dan demam. Sintesisnya dapat dilihat dari gambar 2 yaitu bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimia, fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakidonat. Kemudian asam lemak tak jenuh ini sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin Tjay dan Rahardja, 2002. Enzim lipooksigenase Enzim siklooksigenase Enzim fosfolipase Dihambat kortikosteroid Trauma luka pada sel Gangguan pada membran sel Fosfolipid Asam arakidonat Dihambat AINS Endoperoksida Hidroperoksida Leukotrien Prostasiklin Tromboksan A 2 PGE 2 , PGF 2 , PGD 2 Gambar 2. Perombakan Asam Arakidonat Wilmana, 1995 Siklooksigenase terdiri dari dua isoenzim yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 berperan pada pemeliharaan fungsi ginjal, homeostasis vaskuler dan melindungi lambung dengan cara membentuk bikarbonat dan lendir, serta menghambat produksi asam. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di dalam jaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang dan kadarnya dalam sel meningkat sampai 80 kali. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi zat-zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan. Menurut perkiraan, penghambatan COX- 2 ini yang memberikan NSAID efek antiradangnya Tjay dan Rahardja, 2002. Obat- obat inflamasi seperti obat-obat antiinflamasi nonsteroid dan steroid menghambat mediator kimia sehingga mengurangi proses inflamasi Kee dan Hayes, 1996. Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama, yaitu : meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien dan memperlambat atau membatasi proses perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan NSAID sering berakibat meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna. Lebih jauh lagi, sebagian besar nonopioid analgesik mempunyai efek antiinflamasi, jadi tepat digunakan untuk pengobatan inflamasi akut maupun kronis Katzung, 2001.

6. Obat Antiinflamasi Non Steroid

NSAID dikenal sebagai penghambat prostaglandin, mempunyai efek analgesik dan antipiretik yang berbeda-beda tetapi terutama dipakai sebagai agen antiinflamasi untuk meredakan inflamasi dan nyeri Wilmana, 1995. Ketika memberikan NSAID untuk meredakan nyeri dosisnya biasanya lebih tinggi daripada untuk pengobatan inflamasi Kee dan Hayes, 1996. Efek antipiretiknya tidak sekuat dari efek antiinflamasi. NSAID lebih cocok untuk mengurangi bengkak, nyeri dan kekakuan sendi Kee dan Hayes, 1996. Umumnya obat antiinflamasi nonsteroid digunakan untuk terapi rheumatid arthritis, bermanfaat untuk menghilangkan rasa sakit, dan mencegah udema akibat pengaruh prostaglandin melalui penghambatan jalur siklooksigenase. Obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrein, yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi. Steroid bekerja untuk mencegah pembentukan asam arakidonat pada membran sel. Sebagian besar efek terapi AINS sama yaitu menghambat biosintesis prostaglandin, obat-obat golongan AINS pada Gambar 3 Wilmana, 1995. Asam asetat Derivate asam salisilat Derivate asam propionat Derivate asam fenamat Derivate pirazolon Derivate oksikam aspirin benorilat diflunizal salsalat asam tiaprofenat fenbufen fenoprofen flurbifrofen ibufrofen ketoprofen naproksen asam mefenamat meklofenamat azapropazon fenilbutazon oksifenbutason piroksikam tenoksikam Derivat asam fenilasetat ASAM KARBOKSILAT ASAM FENOLAT OBAT AINS Derivat asam asetat inden indol Gambar 3. Klasifikasi Obat Analgesik Antiinflamasi Non Steroid AINS Ganiswara,1995

7. Diklofenak

Derivat fenilasetat ini termasuk NSAID yang terkuat daya antiradangnya dengan efek samping yang kurang keras dibandingkan dengan obat kuat lainnya indometasin dan piroxicam. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakidonat Tjay dan Rahardja, 2002. Struktur kimia dari natrium diklofenak adalah sebagai berikut : Gambar 4. Struktur Kimia Natrium Diklofenak Takahashi, 2001 Natrium diklofenak digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan disebabkan karena penghambatan pembentukan prostaglandin dan asam arakidonat melalui aksinya pada enzim siklooksigenase Siswandono, 1995.

8. Karagenin

Karagenin adalah sulfat polisakarida bermolekul besar sebagai induktor inflamasi Corsini et al, 2005. Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya Siswanto dan Nurulita, 2005. Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udem antara lain: mustard oil 5, dextran 1, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin sulfat, lamda karagenin 1 yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus. Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lambda λ karagenin, iota i karagenin dan kappa k karagenin. Lambda λ karagenin ini dibandingkan dengan jenis karagenin yang lain, lambda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras Rowe et al, 2003.

E. Landasan Teori

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infusa daun Jambu biji mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi 0,1ml karagenin 1 dengan persen daya antiinflamasi 40,08 pada dosis 5gkgBB Aisah, 2004. Beberapa hasil skrining fitokimia tanaman Jambu biji ditemukan senyawa tanin, minyak atsiri, flavonoid, saponin dan kemungkinan senyawa golongan arbutin Yuniarti, 2007, Atmaja, 2007, Sumanti, 2003, sehingga senyawa yang diduga mempunyai efek sebagai antiinflamasi adalah flavonoid. Flavonoid dapat menghambat beberapa enzim antara lain : aldose reduktase, xantin oksidase, CA 2+ ATPase , fosfodiesterase, lipooksigenase dan siklooksigenase Narayana, 2001; Geissman, 1962. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70 Harborne, 1987; Anonim, 1979. Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang cukup optimal. Etanol ini dapat menyari jenis flavonoid yang tidak dapat tersari dengan air, yaitu flavonoid polimetil yang mungkin juga berperan dalam antiinflamasi. Penyariannya dilakukan dengan metode maserasi, karena maserasi merupakan proses ekstraksi yang cukup sederhana dan cocok untuk senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan Voigt, 1994.

F. Hipotesis

Ekstrak etanol daun Jambu biji Psidium guajava Linn. diduga mempunyai akivitas sebagai antiinflamasi terhadap tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi dengan karagenin 1.

BAB II METODE PENELITIAN

A. Kategori Penelitian dan Rancangan Penelitian

Kategori penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental semu dengan rancangan acak lengkap pola searah, yaitu mengamati kemungkinan pengaruh di antara variabel dengan melakukan pengamatan terhadap kelompok eksperimental pada berbagai kondisi perlakuan dan membandingkannya dengan kelompok kontrol. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel bebas : ekstrak etanol daun jambu biji dosis 0,388gkgBB, 0,775gkgBB dan 1,551gkgBB tikus, natrium diklofenak 2,5mgkgBB sebagai kontrol positif dan akuades 2,5ml200gBB sebagai kontrol negatif. 2. Variabel tergantung : volume udem kaki tikus putih jantan galur Wistar 3. Variabel terkendali a. Hewan uji : kondisi, galur, jenis kelamin, berat badan dan umur tikus b. Tanaman : tempat dan waktu pengambilan tanaman Jambu biji

B. Alat dan Bahan

1. Alat : timbangan, spuit injeksi terumo, jarum oral, blender, pletismometer, ayakan no 418, pengukur waktu, kompor listrik, oven dan alat-alat gelas. 2. Bahan a. Tanaman : daun jambu biji yang masih muda berwarna hijau pupus, bebas dari hama, penyakit dan pengganggu lainnya. yang diambil pada bulan Juli tahun 2007 dari desa Donoharjo Wonogiri. 17