commit to user
cemoohan dan penolakan yang adalah kecenderungan aksi dari emosi-emosi seperti kebencian dan kemuakan.
Greenberg dalam Gilbert.P, 2004 yang pertama menyatakan dengan jelas bahwa ketidakmampuan untuk membela diri dan merasa terkalahkan oleh
self-criticismnya,yang terkandung di dalam self-criticism adalah suatu hal yang penting dalam respon afeksi. Beberapa kasus menunjukkan seperti ada pertikaian
yang berlangsung dalam diri dan kebencian pada diri. Berdasarkan hal-hal di atas konsep self-criticism dapat disimpulkan
berasal dari sistem-sistem internal manusia yang berguna untuk merespon isyarat- isyarat sosial eksternal. Hal ini terkait dengan mentalitas sosial sehingga dapat
juga menjadi pola prosedur implisit untuk memproses dan merespon sinyal-sinyal internal skema-skema interpersonal diri dalam hubungannya dengan orang lain
membentuk dasar untuk evaluasi dan pengalaman-pengalaman hubungan internal diri berikutnya. Dua motif evaluasi diri adalah self-enhancement dan self-
assessment. Self-assessment dapat menghasilkan kecenderungan self-criticism terhadap ciri kepribadian, tingkah laku, keahlian, kemampuan, kebiasaan atau
cita-cita seseorang.
C. Hubungan Antara Self-criticism dengan Distres
Distres merupakan bentuk respon negatif terhadap stres yang dialami oleh individu. Carlson, R 2002 mengungkapkan bahwa distres bukanlah sesuatu yang
terjadi terhadap seseorang melainkan sesuatu yang dibuat dari dalam pikirannya sendiri. Perbincangan diri negatif biasanya menghasilkan rasa cemas dan depresi,
commit to user
serta akibat-akibat lain yang tidak menguntungkan. Perbincangan diri positif akan mengarah ke pencapaian hasil yang diinginkan dan membangkitkan perasaan yang
menyenangkan Lazarus dan Lazarus, 2005. Tindakan ini memperburuk stres dan pada akhirnya mengurangi efektifitas seseorang.
Proses evaluasi negatif dalam diri mendatangkan respon stres Dickerson dan Kemeny, dalam Gilbert, P dan Procter, S, 2006. Proses penilaian kognitif
berperan penting dalam menentukan jenis stres yang mana yang akan dialami oleh individu Sarafino, E, 1990. Pemikiran self-criticism merupakan salah satu
penilaian kognitif yang negatif Cox et al, 2004. Remaja yang memiliki gaya kognitif self-criticism dalam menghadapi kejadian-kejadian stres lebih mungkin
memiliki sikap menghukum diri sendiri Glassman, L.H et al, 2007. Menurut Gilbert dan Irons dalam Gilbert, P dan Procter, S, 2006, self-
criticism dapat mengarah pada banyak gangguan, meningkatkan sifat mudah terkena sakit, ekspresi dampak dari simptom-simptom dan meningkatkan resiko
kambuh. Whelton dan Greenberg dalam Gilbert, P dan Procter, S, 2006 mengemukakan bahwa aspek-aspek patologis dari self-criticism tidak hanya
berhubungan dengan isi pikiran tetapi juga dengan dampak dari kemarahan dan kemuakan yang mengarah pada diri sendiri dalam criticism. Gilbert, P dan
Procter, S 2006 mengemukakan bahwa kualitas patogenik dari self-criticism ada pada dua kunci proses yaitu tingkat permusuhan yang diarahkan pada diri sendiri,
rasa jijik, dan rasa benci pada diri sendiri yang menimbulkan self-criticism dan ketidakmampuan relatif untuk menghasilkan perasaan kehangatan hati,
ketenangan hati, ketenteraman hati, dan menyukai diri sendiri.
commit to user
Whelton dan Greenberg dalam Gilbert, P et al, 2006 menyatakan bahwa ada individu yang ketika mengalami distres memiliki prosedur implicit yang
sedikit dalam menstimulasi sikap penentraman hati self-soothing. Individu dengan self-criticism memiliki kesulitan untuk merasa lega, tenang atau aman.
Penelitian membuktikan bahwa sistem regulasi afeksi affect regulation system khusus menyokong perasaan tenang, aman dan sejahtera. Sistem ini kurang baik
dicapai oleh individu yang memiliki self-criticism tinggi Gilbert, 2009. Gilbert dan Irons 2004 mengungkapkan bahwa orang-orang yang memiliki self-criticism
mengalami distres ketika diminta untuk membangkitkan gambaran-gambaran dan perasaan-perasaan suportif untuk diri sendiri.
Sekides dan Luke dalam Chang, E, 2007 menyatakan bahwa ada banyak bukti dari akibat-akibat self-criticism yang merusak, tidak hanya psikologis tetapi
juga kesehatan fisik. Self-criticism yang berulang berhubungan dengan mood negatif dan keputusasaan Santor dan Patterson dalam Chang, E, 2007, Aspek
depresi Besser dan Priel dalam Chang, E, 2007, depresi mayor Cox, McWilliams, Enns dan Clara dalam Chang, E,2007, rasa malu dan menimbulkan
peningkatan aktivitas proinflamatori sitokinin dan tingkat kortisol, bersama dengan perasaan malu Dickenson, Gruenewald dan Kemedy, dalam Chang, E
2007. Freud dalam Gibert et al, 2004 berpendapat bahwa self-devaluation dan
self-criticism timbul dari serangan-serangan superego pada ego dan usaha-usaha untuk melindungi orang yang memerlukannya dari kemarahan. Gilbert dalam
Gilbert, P et al, 2004 berpendapat bahwa pemikiran-pemikiran dan perasaan-
commit to user
perasaan self-criticism dapat dilihat sebagai bentuk-bentuk dari ” usikan atau gangguan atau godaan yang muncul dari dalam diri inner harrasment” yang
menyebabkan distres. Orang yang memiliki self-criticism jika mendapatkan bantuan untuk mengurangi self-criticism individu mengurangi ancaman internal
dan menjadi lebih dapat menghibur diri menentramkan diri individu dan orang lain maka distres yang ada pun akan berkurang Gilbert dan Irons , dalam Mills,
A et al, 2007. Orang yang membangkitkan self-criticism maka “suara kritik dalam diri”
tersebut dapat juga menstimulasi stres dan membuat orang tersebut merasa dikalahkan Gilbert, P dan Procter, S, 2006. Orang yang mengakses pikiran-
pikiran negatif self-attacking dengan mudah menjadi lebih tertekan Teasdale, dalam Gilbert, P et al, 2004. Orang yang memiliki self-criticism mengalami
kesulitan untuk menghibur diri individu sendiri Gilbert, P dan Procter, S, 2006 padahal menurut penelitian yang dilakukan oleh Rockliff et al 2008, orang yang
berhasil menggunakan sikap menghibur atau menenangkan diri sendiri mengalami penurunan kortisol, meunujukkan dampak penentraman dalam axis HPA. Self-
criticism berhubungan dengan peningkatan axis HPA Hipotalamus-Pituitari- Adrenokortisol dan pelepasan kortisol Mason, dalam Rockliff et al,2008.
Ketika seseorang berada dalam distres, jumlah kortisol yang beredar dalam tubuh tinggi Talbott, 2004. Masalah-masalah dalam hubungan keluarga, fungsi emosi,
kekurangan informasi terhadap suatu hal dan penanganannya, fungsi fisik dan fungsi kognitif berhubungan dengan kasus-kasus distres yang banyak Graves, K
et al, 2007. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Gilbert dan Chris Irons 2004
commit to user
menyebutkan bahwa orang yang memiliki self-criticism merasakan bahwa self- criticism individu muncul secara otomatis, kuat, sukar untuk dihindari, bersifat
intrusive mengganggu dan menimbulkan distres. Berdasarkan uraian di atas terlihat adanya hubungan antara self-criticism
dengan distres. individu dengan self-criticism mengalami kesulitan dalam upaya menenangkan dirinya sendiri apabila mengalami stres. Individu yang memiliki
self-criticism akan bereaksi terhadap stres dengan lebih negatif dan lebih merasa tertekan.
D. Kerangka Pemikiran