Konsep Self-Criticism Self-Criticism 1. Pengertian Self-Criticism

commit to user kesedihan mendalam ketika mengalami kegagalan dan perasaan keraguan akan nilai diri ketika mengalami kegagalan. Aspek self-criticism yang akan peneliti gunakan adalah aspek-aspek yang dikemukakan oleh Gilbert, P et al 2004 yaitu Inadequate Self dan Hated Self.

4. Konsep Self-Criticism

Beck dalam Gilbert, P et al, 2006 berpendapat bahwa kognisi, emosi dan elemen-elemen pondasi psikologis dapat dihubungkan dalam modes cara-cara. Aktivasinya seiring dengan berjalannya waktu , mempengaruhi kemunculan tipe- tipe tertentu dari skema diri yang lain sebagai kompetensi kognitif yang beragam untuk hubungan diri dengan yang lain misalnya kesadaran diri dan teori-teori tentang pikiran dan berkembang dengan kematangan. Gilbert, P 2005 menghubungkan self-criticism ke dalam bentuk hubungan self-to-self internal yang berakar pada system-sistem penyusun hal-hal yang berhubungan dengan sosial yang disebut teori mentalitas sosial. Gilbert dalam Gilbert, P et al, 2006 mengungkapkan bahwa elemen yang lebih jauh dari skema-skema diri yang lain , berhubungan dengan evolusi dari sistem pembentukan peran dan ditentukan secara sosial. Sistem pembentukan peran mengarah pada mentalitas sosial. Mentalitas sosial membimbing orang untuk menciptakan tipe-tipe tertentu dari peran-peran dengan orang lain contoh: kelekatan anak, perlindungan orangtua, pertemanan, persekutuan atau hubungan seksual, membimbingnya dalam interpretasi terhadap peran sosial orang lain yang dicoba atau dicari untuk diperankan pada dirinya misal orang lain berlaku commit to user peduli, seksual, ramah atau kompetitif terhadap dirinya dan juga membimbing respon-respon afektif dan behavioral contoh: jika orang lain ramah maka respon yang timbul adalah mendekati dan berlaku ramah juga, jika orang lain bersikap bermusuhan maka respon yang timbul adalah menyerang atau menghindari. Orang dapat mengatasi kegagalannya dengan lebih baik jika dirinya memiliki akses kepada skema suportif untuk dirinya sendiri dan atau orang lain. Tingkatan dimana orang dapat mengakses kehangatan dan dukungan, atau menghukum diri dan kritis pada diri, skema hubungan orang lain ke diri sendiri dan diri ke diri sendiri dan ingatan-ingatan memiliki sikap pokok pada respon emosi dan sosial terhadap kejadian-kejadian yang ada. Sistem-sistem internal manusia berguna untuk merespon isyarat-isyarat sosial eksternal contohnya perasaan relaks dan suportif terhadap isyarat-isyarat sosial yang positif, atau takut, malu dan patuh terhadap isyarat-isyarat ancaman dari orang lain yang sangat kuat terkait dengan mentalitas sosial sehingga dapat juga menjadi pola, dengan prosedur implicit untuk memproses dan merespon sinyal-sinyal internal. Baldwin dalam Gilbert, P et al, 2006 berpendapat bahwa skema-skema interpersonal diri dalam hubungannya dengan orang lain membentuk dasar untuk evaluasi dan pengalaman-pengalaman hubungan internal diri berikutnya. Constantines dan Michelle luke dalam Chang, E, 2007 membedakan antara dua motif evaluasi diri, yaitu Self-enhancement dan self-assessment. Motif Self-enhancement menggerakkan pikiran dan tingkah laku dalam tugas memelihara, melindungi atau meningkatkan kepositifan konsep diri. commit to user Kebalikannya, motif self-assessment menggerakkan pikiran dan tingkah laku ke arah pemeliharaan, perlindungan dan peningkatan keakuratan konsep diri. Kedua motif ini mempunyai pengaruh yang bersifat memaksa yang seringnya berlawanan pada proses informasi yang berkenaan dengan diri. Dua motif ini diaktivasi dan bersaing pada proses seleksi dari informasi. Self-enhancement adalah kecenderungan untuk fokus dan menekankan aspek-aspek positif dari konsep diri seseorang misalnya sifat, kemampuan dan cita-cita, kehidupan seseorang misalnya kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diinginkan, kapasitas untuk mengendalikan kejadian-kejadian macam itu atau informasi yang berkenaan dengan diri yang baru masuk misal umpan balik. Salah satu produk dari self-assessment adalah self-criticism. Orang akan mempertanyakan maksud dirinya ketika memilih keakuratan daripada kepositifan informasi atau pengetahuan diri. Individu melampaui informasi yang diberikan dan ikut serta dalam pencarian autobiografis yang dalam dan obyektif, juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit mengenai orang macam apa individu sebenarnya dan berakhir dengan mengkritik diri individu sendiri. Self-assessment dapat menghasilkan kecenderungan self-criticism terhadap ciri kepribadian, tingkah laku, keahlian, kemampuan, kebiasaan atau cita-cita seseorang. Ketika individu menyerang dan mengkritik diri sendiri, kemungkinan mengaktivasi beberapa cara otak yang sama dengan ketika individu melakukannya pada orang lain. Greenberg, Elliot dan Foerster dalam Gilbert, P et al, 2006 berpendapat bahwa depresi lebih mungkin pada individu yang tidak dapat membela diri individu sendiri dari sikap menyerang diri individu, kemudian commit to user individu merasa kalah dan ditaklukkan oleh sikap tersebut dan secara patuh menerima self-criticism. Whelton dan Greenberg dalam Gilbert, P et al, 2006 menemukan bahwa orang dengan self-criticism yang tinggi sering tunduk pada self-criticism individu sendiri, dan tidak dapat meniadakan sikap individu yang menyerang diri individu sendiri. Blatt dan Homann dalam Irons et al, 2006 mencatat bahwa self-criticism berkembang dari kecemasan-kecemasan akan kehilangan persetujuan orangtua yang bersikap kasar, memiliki sifat menghukum, yang juga kekurangan kehangatan emosi. Koestner, Zuroff dan Powers dalam Irons et al, 2006 menemukan bahwa anak yang memiliki orangtua yang bersikap membatasi dan menolak secara berlebihan lebih mungkin untuk menjadi pribadi yang mengkritik diri sendiri. Baldwin dalam Gilbert, P et al, 2006 berpendapat bahwa pengalaman- pengalaman dalam hubungan-hubungan, memberikan skema interpersonal yang menjadi sumber hubungan dengan diri sendiri self-relating yang adalah bahwa individu mungkin berpikir tentang diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri dengan cara yang dilakukan orang lain padanya. Hermans, H dan Dimaggio, G 2004 mengatakan bahwa self-criticism tidak hanya berisi kumpulan dari kepercayaan dan pemikiran yang dipegang mengenai diri atau diarahkan pada diri dalam bentuk tuntutan-tuntutan dan peringatan-peringatan. Hal yang terinternalisasi dalam self-criticism lebih dari sekedar kandungan kognisi negatif , tetapi juga nada emosi yang mengikutinya , commit to user cemoohan dan penolakan yang adalah kecenderungan aksi dari emosi-emosi seperti kebencian dan kemuakan. Greenberg dalam Gilbert.P, 2004 yang pertama menyatakan dengan jelas bahwa ketidakmampuan untuk membela diri dan merasa terkalahkan oleh self-criticismnya,yang terkandung di dalam self-criticism adalah suatu hal yang penting dalam respon afeksi. Beberapa kasus menunjukkan seperti ada pertikaian yang berlangsung dalam diri dan kebencian pada diri. Berdasarkan hal-hal di atas konsep self-criticism dapat disimpulkan berasal dari sistem-sistem internal manusia yang berguna untuk merespon isyarat- isyarat sosial eksternal. Hal ini terkait dengan mentalitas sosial sehingga dapat juga menjadi pola prosedur implisit untuk memproses dan merespon sinyal-sinyal internal skema-skema interpersonal diri dalam hubungannya dengan orang lain membentuk dasar untuk evaluasi dan pengalaman-pengalaman hubungan internal diri berikutnya. Dua motif evaluasi diri adalah self-enhancement dan self- assessment. Self-assessment dapat menghasilkan kecenderungan self-criticism terhadap ciri kepribadian, tingkah laku, keahlian, kemampuan, kebiasaan atau cita-cita seseorang.

C. Hubungan Antara Self-criticism dengan Distres