c. Subjek W
Ibu W adalah seorang ibu rumah tangga. Ananda adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Grafik 19 menunjukkan dinamika interaksi
ibu W dan anak retardasi mental.
Grafik 19. Skor Interaksi Ibu W dan Anak Retardasi Mental pada Pra dan
Pasca perlakuan, dan Tindak Lanjut
Menurut ibu W apapun keadaan anak, anak adalah anugerah dari Tuhan. Ibu W pun mengaku tidak menuntut terlalu banyak pada anak
dalam hal akademis. Ibu W hanya menginginkan anaknya menjadi mandiri dengan bersekolah, memiliki kegiatan sendiri, dan dapat
berinteraksi dengan teman-teman yang lainnya wawancara, Desember 18, 2012.
Menurut ibu W pada saat anak di dalam kandungan, selama sembilan bulan ibu W harus beristirahat di atas tempat tidur. Pada saat
anak masih kecil, anak jarang bermain di rumah. Anak seringnya bermain di pemakaman di ujung jalan tempat tinggal subjek. Apabila
10 20
30 40
50 60
70 80
Pra perlakuan Pasca perlakuan
Tindak lanjut sk
o r
in te
rak si
i b
u W
d a
n an
ak r
e tar
d a
si
m e
n tal
waktu
semua pintu dikunci ibu W anak dapat keluar rumah lewat jendela wawancara, Desember 18, 2012.
Menurut ibu W, ibu W tidak pernah memanjakan anak, sekalipun anak mengalami hambatan kognitif. Ibu W tetap berusaha membuat anak
mandiri, karena itu ibu W tidak selalu memberikan apa yang diinginkan ananda dengan segera, sekalipun anak menangis meronta-ronta. Berbeda
dengan suaminya yang selalu memberikan apa yang diinginkan anak dengan segera. Menurut ibu W suami ibu W bersikap demikian, karena
suami merasa tidak bisa mendampingi anak setiap hari, karena harus bekerja di luar kota. Apabila suaminya libur panjang di rumah, anak
memiliki lebih dekat dengan suami ibu R. Kemana saja ayahnya bergerak, anak pasti akan mengikutinya wawancara, Desember 18,
2012. Anak pertama ibu W menjelaskan bahwa adiknya selalu bersama
dengan ibu W karena ayah mereka bekerja di luar kota. Waktu kecil adik selalu bermain di luar rumah. Adik sering bermain di pemakaman yang
ada di ujung jalan. Sebenarnya ibu W sudah melarang adik untuk bermain di luar rumah, namun entah mengapa adik selalu bisa keluar
rumah. Sekarang ini adik sudah mau bermain di dalam rumah. Biasanya bermain bunyi-bunyian, yang membikin suara rumah menjadi berisik.
Apabila adik main di luar rumah paling bermain sepeda, itupun tidak lama. Kadang kakak merasa jengkel kalau adik sudah mulai memukul-
mukul, namun kakak memilih mengalah dengan belajar di rumah teman wawancara, Desember 18, 2012.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas terungkap bahwa ibu W sering terlihat mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah. ibu
W juga rajin mengikuti pertemuan wali murid, dan selalu menanyakan perkembangan anaknya kepada guru wawancara, Desember 17, 2012.
Sebelum diberi pelatihan bermain pura-pura diberikan interaksi ibu W dan anak retardasi mental berada dalam golongan sedang poin 56
pada grafik 19. Sebelum diberi pelatihan ibu W kurang tenang di dalam merespon perilaku anak. Respon ibu W terhadap perilaku anak tidak
berdasarkan pada kebutuhan anak, melainkan berdasarkan kebutuhan ibu W sebagai individu yang lebih memahami kebutuhan anak, dibandingkan
dengan anak sendiri. Ibu W mengatakan: “
Kalau merajuk? Saya bisa tahan sampai lama kalau mendiamkan ananda, saat merajuk menang-
menangan sama ananda.
..”wawancara, Desember 19. Sebelum diberi pelatihan ibu kurang memberikan kehangatan
kepada anak karena alasan kesehatan. Ibu W mengatakan: “
Bukannya saya mau mengabaikan ananda, tapi kalau saya merasa capek saya
harus istirahat dan tidur, kalau tidak darah tinggi saya bisa kambuh.” Anak merasakan kehilangan perhatian dari ibu. Ibu W mengatakan:
“
Kadang-kadang juga nggak boleh kalau saya tiduran. Sering juga
diganggu supaya bangun dan menemaninya.” wawancara, Desember 19, 2012.
Sebelum diberi perlakuan ibu tidak pernah bermain bersama anak. ibu W mengatakan: “
Saya membiarkan ananda bermain sendiri.
” Ibu W tidak pernah memanfaatkan waktu anak untuk terlibat dan mendorong
anak berinisiatif dalam berkomunikasi. Ibu W mengatakan:
“Saya tidak pernah melakukan interupsi ketika anak sedang bermain. Saya biarkan saja ananda apabila sudah asyik bermain dengan mainannya. Saya
juga tidak pernah berpur-pura mengganggu anak untuk mencari perhatian anak.
” wawancara, Desember 19, 2012.
Sebelum diberi perlakuan ibu kurang mampu bertukar emosi dengan anak. Ibu W berikan saja keinginan anak dengan segera, dan
tidak mengkomunikasikan konsekuensi dari permintaan anak. Ibu W mengatakan: “
Kalau sudah begitu saya merasa risih, makanya lebih baik saya menuruti keinginan ananda, daripada dia merajuk. Ya...saya rayu-
rayu,
gimana caranya supaya dia berhenti merajuk.” wawancara, Desember 19, 2012.
Berdasarkan observasi selama bermain peran terlihat interaksi ibu
W dan anak masih bersifat satu arah. Ibu W tidak segera memberikan respon ketika anak memegang mainan, walaupun ibu W juga sudah
memegang mainan. Inisiatif anak dalam berkomunikasi juga tidak muncul, maka ibu W mengambil alih kepemimpinan dalam permainan
tersebut dengan mengarahkan anak untuk mengambil mainan yang diinginkan ibu W observasi, Desember 23, 2012.
Interaksi ibu W dan anak mengalami perubahan setelah diberikan umpan balik oleh psikolog. Perubahan interaksi ibu W dan anak retardasi
mental terlihat pada saat ibu W dan anak retardasi mental bermain
bersama. Pada tema pertama, interaksi diawali oleh ibu W dengan menawarkan beberapa mainan kepada anak. Anak pun segera
menanggapi penawaran ibu dengan memilih mainan pasir dan ember. Kehangatan interaksi ditunjukkan ibu dengan memberikan pertolongan
kepada anak ketika ember yang sedang diisi anak selalu terjatuh, karena ember tidak dipegang anak. Ibu W memberikan pertolongan dengan
menyarankan anak untuk memegang ember dengan tangan kiri dan sekop untuk mengambil pasir dengan tangan kanan. Ibu W kemudian
menawarkan kepada anak untuk mencetak pasir dengan mainan pantai yang diinginkan anak, sekalipun anak belum selesai memenuhi ember
dengan pasir observasi, Desember 23, 2012. Selesai mengikuti penawaran ibu W anak menunjukkan rasa ingin
tahunya dengan bertanya kepada ibu W apa nama dan fungsi mainan garu yang sedang dipegangnya. Anak kemudian melanjutkan permainan
dengan mengajak ibu W untuk membuat rumah dari gundukan pasir. Ibu W merespon inisiatif anak dengan menawarkan kepada anak untuk
membuat gundukan pasir dengan tangan saja, namun anak tetap menghendaki menggunakan sekop. Ibu W pun mengikuti keinginan anak,
dan melakukan internalisasi nilai berhitung kepada anak observasi, Desember 23, 2012.
Selesai bermain dengan pasir dan berhitung tampak ibu W memberikan penawaran kepada anak untuk bermain apa lagi, dan anak
meresponnya dengan mengambil mainan gajah, dan membuat yakin
bahwa gajah tersebut sedang lapar. Interaksi antara ibu W dan anak terjalin melalui percakapan antara ibu W dan anak. Simbolisasi tiba-tiba
muncul dari anak dengan perilaku anak yang mengambil boneka laki-laki dewasa. Anak mengatakan bahwa boneka tersebut adalah ayahnya, dan
anak ingin menguburkan boneka tersebut. Ibu W berusaha mengalihkan perhatian anak dengan bertanya pada anak mengenai permainan apa yang
sedang dimainkan anak. Anak menjawab pertanyaan ibu dengan mengatakan bahwa anak sedang bermain pasir, namun anak kembali lagi
pada idenya untuk menguburkan ayahnya. Ibu W tampak tidak menyerah dengan keinginan anak dengan melakukan penawaran kepada anak untuk
menguburkan kaki boneka laki-laki tersebut. Anak menuruti keinginan ibu W, namun anak tetap mengucapkan takbir, dan permainan berakhir
observasi, Desember 23, 2012. Pada tema kedua anak mengawali interaksi dengan mengambil
mainan rumah-rumahan yang masih terbungkus rapi dan meletakkannya di lantai. Anak kemudian meminta persetujuan menempatkan mainan
boneka kepada dengan menanyakan dimana mainan rumah-rumahan diletakkan. Ibu W menyatakan persetujuan dengan menganggukkan
kepala. Interaksi antara ibu W dan anak terjalin timbal balik dalam aktivitas menata asesoris yang ada di dalam kotak mainan. Anak
mengamati asesoris tersebut satu per satu, kemudian meminta persetujuan kepada ibu W mengenai nama dan fungsi mainan tersebut
dengan bertanya, “Ini apa bu?” sambil menggaruk-garukkannya di atas
pasir observasi, Desember 24, 2012. Simbolisasi dimunculkan anak ketika anak tidak bisa
membukakan pintu yang terpasang dalam mainan rumah-rumahan. Melalui peristiwa ini anak menyatakan idenya untuk mengucapkan salam
ketika mau masuk ke dalam rumah. Interaksi antara ibu dan anak terus berlanjut. Di tengah-tengah interaksi ibu W dan anak, tiba-tiba anak
menanyakan keberadaan ayah kepada ibu W sambil memegang boneka dewasa laki-laki. Belum sempat ibu W menjawab, anak kembali lagi
pada rasa ingin tahunya mengenai pintu rumah-rumahan yang tidak bisa dibuka. Rasa ingin tahu anak berhenti ketika ibu W mengatakan kepada
anak bahwa pintu rumah tidak perlu dibuka karena adik tidur di dalam rumah observasi, Desember 24, 2012.
Tema menjadi melebar setelah anak mengambil boneka anak laki- laki yang masuk ke dalam rumah dan menonton televisi. Anak kembali
lagi melakukan pelebaran dengan mengambil boneka laki-laki dewasa dan memandikannya. Pendalaman cerita diawali sendiri oleh anak, ibu W
hanya mengikuti arahan anak. Percakapan di antara ibu W dan anak berlangsung secara hangat. Percakapan berakhir setelah ibu W mengajak
semua anggota keluarga berjalan-jalan. Anak pun menyetujui ajakan ibu W, namun anak mengemukakan ide untuk mengubur rumah. Ibu W
tampak terkejut mendengar ide anak, kemudian bertanya mengapa rumah dikubur, dan menyarankan untuk tidak mengubur rumah. Anak
menjawab ucapan ibu W dengan mengatakan bahwa rumah dikubur karena hujan observasi, Desember 24, 2012.
Selesai memperoleh jawaban dari anak, ibu W mengembalikan cerita pada ide berjalan-jalan ke pantai. Sesampainya di pantai anak
mengemukakan ide lagi untuk mengubur semua anggota keluarga dengan pasir. Ibu W menjawab ide anak dengan mengatakan bahwa kalau
dikubur nanti nggak bisa nafas, maka yang dikubur kakinya saja. Anak pun tertawa mendengar ucapan ibu W, kemudian tertawa. Cerita berakhir
setelah ibu mengatakan bahwa kaki semua boneka telah hangat karena dikubur pasir observasi, Desember 24, 2012.
Pada tema ketiga interaksi antara ibu W dan anak berlangsung lebih alami, dan hangat. Interaksi diawali oleh ibu W yang meletakkan
mainan rumah-rumahan di atas lantai. Anak memegang boneka anak laki-
laki, berdiri di depan pintu rumah, berkata,”neng-nong” Kesempatan ini dimanfaatkan ibu W untuk memberikan internalisasi
mengucapkan salam sebelum memasuki rumah. Salam tersebut adalah “Assalamu‟alaikum” Anak tidak menirukan salam seperti saran ibu W,
karena ibu W sudah menyuruh anak untuk masuk rumah melewati samping rumah. Anak mengikuti permintaan ibu W untuk masuk ke
dalam rumah, namun tidak melalui samping seperti yang disarankan ibu W. Anak masuk ke dalam rumah melalui atas rumah-rumahan. Anak
memasuki rumah lewat samping sambil tersenyum setelah ibu W bertanya kepada anak,
“lho kok lewat atas, lewat samping sini lho..”
Pada saat anak telah sampai di samping rumah, ibu W teringat dengan internalisasi ucapan salam sebelum memasuki rumah. Ibu W menyuruh
anak untuk kembali dulu ke depan pintu dan mengucap salam, karena sebelumnya anak belum mengucap salam observasi, Desember 25,
2012. Internalisasi nilai kembali lagi dilakukan ibu W ketika anak
meletakkan boneka laki-laki di lantai kedua untuk tidur. Ibu W mengatakan bahwa anak belum mandi, dan sebelum tidur seharusnya
anak mencuci kaki. Anak tampaknya memperoleh ide dari ucapan ibu W, karena anak mengutarakan niatnya untuk mandi. Anak pun kemudian
melakukan aktivitas mandi di dalam kotak pasir dan menggunakan pasir sebagai air. Selesai melakukan aktivitas memakai baju dan berdandan
anak mengajak ibu W untuk berangkat ke sekolah, bukan tidur seperti ide anak sebelumnya. Anak kemudian memandikan boneka anak perempuan
dan memerankan sebagai teman sekolah yang bernama Rima. Anak juga memandikan boneka laki-laki dewasa dan memerankannya sebagai guru
sekolah yang bernama Pak A. Semua boneka yang dimandikan tersebut kemudian terlibat dalam aktivitas sekolah. Permainan berakhir setelah
semua boneka selesai melakukan aktivitas sekolah dan pulang ke rumah observasi, Desember 25, 2012.
Di dalam cerita yang dimainkan oleh anak terjadi interaksi antara ibu W dan anak yang terjadi secara hangat. Pertukaran percakapan yang
terjadi di antara ibu W dan anak menunjukkan bahwa ibu W mampu
menangkap pikiran dan perasaan anak. Ibu W memanfaatkan permainan ini untuk memberikan internalisasi kepada anak. Ibu W pun tidak
memberikan komentar ketika anak memunculkan gagasan dan simbolisasi yang muncul di luar dugaan ibu W. Ibu W mampu
memberikan rangsang ketika anak belum mengemukakan gagasaannya. Rangsang yang diberikan ibu W berupa penawaran atau permintaan yang
tidak memaksa. Apabila anak menyetujui penawaran atau permintaan ibu W, maka terjadilah pendalaman cerita dan interaksi yang hangat. Apabila
anak tidak menyetujui penawaran atau permintaan ibu W, maka anak memunculkan gagasan yang sesuai dengan pikiran dan perasaannya
observasi, Desember 25, 2012. Setelah diberi pelatihan bermain pura-pura, interaksi ibu W dan
anak berada dalam kategori tinggi dengan kenaikan skor sebesar 14 poin. Grafik 19 menunjukkan interaksi ibu W dan anak retardasi mental pada
pra tes, pasca tes, dan tindak lanjut. Setelah diberi perlakuan ibu mampu mengkomunikasikan
perasaannya kepada anak. Ibu W mengatakan: “
Bila saya kecapekan, saya akan bilang kepada ananda bahwa saya membutuhka n waktu
sejenak untuk beristirahat karena saya merasa capek.
” Anak pun bisa mengerti kebutuhan ibu W akan beristirahat.
Ibu W mengatakan: “...
Bila
sudah seperti itu, dia akan mengerti. Dia akan mengatakan, “Ibu tidur”
kalau sudah begitu, dia tidak lagi mengganggu saya.
” Ibu W juga
berusaha hadir menemani anak, sekalipun lelah. Ibu W mengatakan:
“..
Saya menemani ananda sekalipun saya merasa capek, sambil tiduran karena saya capek. Pada saat saya merasa capek, saya mengatakannya
kepada ananda
...” Ibu W mau meluangkan waktu memperhatikan anak,
sekalipun sedang repot. Ibu W juga mengatakan:
“Biasanya ananda mintanya diambilkan makanan, maka pekerjaan saya letakkan. Saya ambilkan makanan, maka ananda akan makan sendiri.
Sekalipun pekerjaan rumah saya banya k, kalau ananda minta saya letakkan cucian saya dan menemani ananda menonton televisi, ya saya harus
meletakkannya.
..” wawancara, Desember 26, 2012.
Interaksi ibu W dan anak tetap konsisten pada tindak lanjut, dengan kenaikan skor sebesar 1 poin grafik 19. Interaksi ibu W dan
anak retardasi mental tetap terjalin secara timbal balik dan terarah. Ibu W tetap tenang dalam merespons perilaku anak. Ibu W mengatakan:
“Kadang saya memberikan sesuatu kepada ananda karena merasa tidak tega. Saat ananda menginginkan sesuatu, kadang tidak langsung saya berikan.
Apabila ananda tampak mau merajuk, saya ajak bicara, tentang acara di televisi misalnya, apabila ananda menonton tv, atau tentang sepedanya kalau
ananda baru saja bermain sepeda.
” wawancara, Januari 8, 2013.
Dalam berinteraksi dengan anak retardasi mental ibu W tetap
membantu anak dengan memberikan dorongan kepada anak dalam berinisiatif dalam lingkungan. Ibu W mengatakan:
“Saya sering mengajak ngobrol dia dengan berpura-pura mengganggu dia. Misalnya pada saat ananda mewarna atau menggambar kemarin, saya ikut
bersama ananda. Saya katakan kepada ananda bahwa saya akan menggambar kucing, tapi yang saya gambar anjing, ananda berteriak sambil tertawa, „Itu
anjing” saya berpura-pura terkejut juga, “ Iya, ibu lupa Ini kan anjing, bukan kucing
” wawancara, Januari 8, 2013.
d. Subjek P