Penentuan subjek penelitian Pelaksanaan pengumpulan data

53 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

Pelaksanaan perlakuan dilakukan pada tanggal 22 sampai dengan 25 Desember 2012. Kelompok perlakuan diikuti oleh 4 peserta. Kegiatan dan materi pelatihan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran modul untuk pelatih. Hasil analisa akan diuraikan dalam dua bagian. Pertama adalah hasil analisa kuantitatif, yaitu analisa berdasarkan skor interaksi sosial ibu dan anak. Kedua berupa uraian data kualitatif untuk masing-masing individu berdasarkan hasil wawancara dan observasi sebelum pelatihan, selama proses pelatihan, evaluasi pelatihan, dan setelah diberi pelatihan.

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian bermain pura-pura ini diikuti oleh delapan orang ibu yang memiliki anak retardasi mental usia di bawah lima tahun. Berikut ini akan dipaparkan bagaimana penelitian ini telah berlangsung.

1. Penentuan subjek penelitian

Penentuan subjek penelitian ini telah ditentukan sejak peneliti melakukan studi pendahuluan. Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak retardasi mental dengan usia mental di bawah lima tahun. Peneliti melakukan screening menggunakan skala Binet terhadap anak retardasi mental untuk memperoleh kriteria subjek dalam penelitian ini. Sebanyak enam anak retardasi mental mengikuti tes Binet di Yayasan Mutiara Center. Berdasarkan hasil skala Binet yang dilakukan terhadap anak retardasi mental, peneliti menemukan empat anak retardasi mental yang memiliki usia mental di bawah lima tahun. Selanjutnya ibu dari keempat anak retardasi mental dengan usia di bawah lima tahun ini diambil sebagai subjek, dan dikelompokkan ke dalam kelompok kontrol. Peneliti juga melakukan screeming menggunakan skala Binet di SD Negeri 01 Sukorame, Boyolali. Sebanyak delapan anak retardasi mental mengikuti screening , dan peneliti menemukan enam anak retardasi mental dengan usia mental di bawah lima tahun. Selanjutnya enam ibu dari anak retardasi mental yang memiliki usia mental di bawah lima tahun tersebut menjadi subjek dalam kelompok perlakuan, namun hanya empat ibu yang sanggup mengikuti pelatihan bermain pura-pura sampai selesai.

2. Pelaksanaan pengumpulan data

Data mengenai interaksi ibu dan anak retardasi mental dikumpulkan dengan meminta peserta mengisi skala interaksi ibu dan anak. Data interaksi ibu dan anak retardasi mental dikumpulkan sebelum perlakuan pada tanggal 19 Desember 2012 atau 3 hari sebelum pelatihan diberikan. Data setelah perlakuan diambil pada tanggal 26 Desember 2012. Data tindak lanjut dilakukan pada tanggal 8 Januari 2013 atau tiga belas hari setelah pelatihan diberikan. Penskoran dilakukan setelah semua data interaksi ibu dan anak retardasi mental terkumpul. Skor skala bergerak dari 0 sampai 4, dengan memperhatikan sifat item yang favourable dan unfavourable . Skor masing- masing peserta kemudian dijumlahkan, sehingga menjadi skor total. Skor total sebelum, sesudah, dan tindak lanjut penelitian ini yang akan dipakai dalam analisa data. Sebagai data tambahan, peneliti melakukan wawancara terhadap ibu dan anak sebelum, sesudah pelatihan. maupun tindak lanjut. 3. Pelaksanaan perlakuan Pelatihan bermain pura-pura ini dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu; a tahap pemberian materi secara kelompok, b simulasi dan pemberian umpan balik secara kelompok, c bermain peran dan pemberian umpan balik secara individu , dan d praktek bermain bersama anak dengan tema piknik di pantai, santai di rumah, dan bermain bersama teman. Keseluruhan materi disampaikan secara aktif dan interaktif, dengan melibatkan peserta dalam berbagai kegiatan selama pelatihan, sehingga setiap materi dikaitkan dengan perilaku atau hal yang dialami peserta. Materi pelatihan disampaikan dengan berbagai metode, yaitu ceramah, diskusi, simulasi, testimoni, presentasi, menyaksikan tayangan video, tugas individu, dan praktek bermain bersama anak. Sesi pertama merupakan sesi pemberian materi yang dilakukan secara kelompok, meliputi; a Perkembangan dan hambatan anak retardasi mental, b Menyusun permainan, c Mengenali diri, d Menangkap imajinasi anak, dan e Menetapkan aturan. Sebelum memasuki materi perkembangan dan hambatan anak retardasi mental, fasilitator dan peserta saling berkenalan dengan bernyanyi. Selanjutnya fasilitator memberikan penjelasan mengenai tujuan, isi, harapan, tata tertib, dan kontrak yang telah disepakati oleh peserta dan peneliti dan pengambilan data pra tes. Materi pertama diberikan sebagai materi pendahuluan untuk memberikan suasana penerimaan, penghargaan, dan pemberian motivasi kepada peserta. Materi diawali dengan memutar video mengenai anak retardasi mental yang sedang menunjukkan kemampuan menarinya di atas panggung. Selanjutnya, fasilitator memberikan testimoni kepada peserta mengenai kondisi masing-masing peserta dalam mengasuh anak retardasi mental. Testimoni ini dimaksudkan supaya ibu dapat berbagi perasaan dan pengalaman kepada orang lain. Dengan demikian ibu merasakan kehangatan, penerimaan, dan penghargaan dari fasilitator. Pemberian motivasi juga diberikan fasilitator dengan memberikan informasi mengenai tidak adanya perbedaan tahapan perkembangan yang akan dilalui anak retardasi mental dengan anak normal. Fasilitator kemudian memberikan penjelasan mengenai tahapan perkembangan anak kepada peserta. Kegiatan ini dilakukan supaya di lain waktu partisipan dapat menjaga semangat dalam mengasuh anak retardasi mental. Materi kedua yaitu menyusun permainan. Pemberian materi diawali dengan memutar video mengenai seorang ibu yang sedang bermain bersama anaknya, kemudian melakukan diskusi mengenai bermain dan pengaruhnya terhadap anak. Fasilitator kemudian memberikan penjelasan mengenai bagaimana cara menyusun sebuah permainan, sehingga peserta dapat mengarahkan permainan, dan menangkap kebutuhan dan keinginan anak yang tertuang dalam simbolisasi. Pemberian materi kedua diakhiri dengan memberikan tugas kepada peserta untuk menceritakan tema yang biasa digunakan anak ketika bermain. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan kesadaran kepada peserta supaya di lain waktu peserta mampu memanfaatkan, menyiapkan, dan menyajikan sebuah permainan, supaya ibu dapat menggali keinginan dan kebutuhan anak yang tidak terungkap. Materi ketiga diberikan untuk memberikan kesadaran kepada ibu untuk lebih mendengarkan dan memperhatikan anak karena emosi yang dibawa ibu ketika berinteraksi dengan anak dapat mempengaruhi perilaku anak. Awalnya, fasilitator menjelaskan bahwa selama terjadi proses interaksi antara ibu dan anak, terdapat hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Dengan demikian emosi ibu saat berinteraksi dengan anak sangat mempengaruhi perilaku anak, dan perilaku anak mempengaruhi emosi ibu. Tim fasilitator kemudian membantu peserta untuk mengenali emosi dengan metode kontras. Icebreaking diberikan di antara pemberian materi ketiga dan keempat. Semua peserta dipersilahkan berdiri, kemudian bersama-sama dengan fasilitator melakukan “tepuk semangat,” sambil berdiri. Kegiatan ini dilakukan untuk memecah kejenuhan peserta dan meregangkan otot-otot akibat duduk terlalu lama, sehingga peserta tetap memiliki semangat untuk mengikuti pelatihan. Materi keempat diberikan untuk memberikan kesadaran kepada ibu bahwa sekalipun anak menderita retardasi mental, ibu perlu juga mengikuti imajinasi anak, sekalipun imajinasi tersebut sederhana, karena melalui imajinasi yang dibawa anak ini, ibu dapat mengetahui sampai dimana perkembangan anak. Fasilitator memberikan cara bagaimaman memberikan kesempatan kepada anak untuk mengatur dan memimpin jalannya permainan, dan memberikan rangsang untuk berbicara dan bertindak. Fasilitator memberikan tugas diskusi dengan memberikan contoh kasus kepada peserta dengan memutar video tentang anak yang sedang bermain bersama ibu. Materi kelima diberikan untuk memberikan kesadaran kepada ibu bahwa di lain waktu ibu dapat mengubah perilaku yang tidak diinginkan dari anak melalui penetapan sebuah aturan. Fasilitator memberikan bimbingan bagaimana menetapkan target perilaku yang ingin dirubah, memilih, dan menetapkan sebuah aturan, kemudian menjalankan dan aturan tersebut secara konsisten. Tugas diberikan di akhir pemberian materi dengan melakukan diskusi mengenai perilaku anak yang kurang diinginkan ibu, dan cara ibu menanganinya, kemudian partisipan diminta untuk membuat penetapan aturan yang hendak dilakukan ibu untuk mengubah perilaku anak yang tidak diinginkan ibu. Istirahat diberikan kepada peserta pelatihan, sebelum memasuki sesi kedua. “Tepuk semangat” kembali dilakukan untuk mengawali sesi simulasi. Tahapan simulasi ini dilakukan oleh 2 orang asisten fasilitator, yang memerankan sebagai ibu dan anak yang sedang bermain. Fasilitator kemudian memberikan penjelasan kepada peserta mengenai aplikasi keempat materi yang telah dijelaskan secara lisan ke dalam perilaku yang diperankan oleh kedua asisten. Dalam sesi simulasi ini, peserta diminta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas. Sesi ketiga dilakukan di hari kedua, yaitu bermain peran . Sebelum bermain peran dilakukan, fasilitator memastikan kembali pemahaman ibu terhadap ketrampilan bermain bersama anak dengan melakukan simulasi terlebih dahulu. Kali ini simulasi dilakukan peserta dan asisten fasilitator. Peserta berperan sebagai ibu, dan asisten fasilitator berperan sebagai anak. Umpan balik diberikan fasilitator setelah selesai simulasi. Selesai melakukan simulasi, peserta dipersilahkan melakukan bermain peran. Bermain peran dilakukan oleh peserta dan anak. Umpan balik diberikan fasilitator setelah bermain peran selesai dilakukan. Setelah melakukan bermain peran , peserta melakukan praktek bersama dengan tema piknik di pantai. Hari ketiga peserta praktek bermain bersama anak dengan tema bersantai di rumah, dan hari keempat peserta bermain bersama anak dengan tema bermain bersama teman.

C. Hasil Penelitian