Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra”.
2
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua kelompok yaitu hak cipta copy
rights dan hak milik perindustrian industrial property rights.
3
Hak cipta dapat dibagi lagi dalam dua bagian, yaitu:
1. Hak cipta; dan
2. Hak yang berkaitan dengan hak cipta neighbouring rights.
4
Convention Establishing The World Intellectual Property Organization selanjutnya disingkat WIPO membagi hak milik perindustrian atau hak atas
kekayaan perindustrian menjadi beberapa klasifikasi, yaitu: 1.
Paten Patent; 2.
Model dan Rancang Bangun Utility Models atau dalam hukum Indonesia dikenal dengan istilah paten sederhana simple patent;
3. Desain Industri Industrial Design;
4. Merek Dagang Trade Mark;
5. Nama Dagang Trade Name; dan
6. Sumber Tanda atau Sebutan Asal Indication of Source or Appelletion of
Origin.
5
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights selanjutnya disingkat TRIPs menambahkan beberapa bidang lagi ke dalam HKI.
2
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia Edisi Revisi, Cet. III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 21.
3
OK. Saidin, 2013, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual Intellectual Property Rights, Ed. Revisi, Cet. VIII, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 13, dikutip dari Redaksi,
“Indonesia Perlu Perhatikan Hak Milik Intelektual”, Kompas, Jakarta, 19 Februari 1986, h. 1.
4
OK. Saidin, loc.cit.
5
Arif Lutviansori, 2010, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Ed. I, Cet. I, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 52. Lihat juga OK. Saidin, op.cit, h. 14.
Secara keseluruhan, TRIPs menggolongkan jenis-jenis HKI yang dilindungi meliputi:
1. Hak Cipta Copyright and Related Rights;
2. Merek Trademarks;
3. Indikasi Geografis Geographical Indications;
4. Desain Industri Industrial Designs;
5. Paten Patents;
6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Layout-Designs Topographies of
Integrated Circuits; 7.
Informasi yang Dirahasiakan Protection of Undisclosed Information atau biasa dikenal dengan istilah Rahasia Dagang Trade Secrets; dan
8. Pengendalian Praktik-praktik Persaingan Curang dalam Perjanjian Lisensi
Control of Anti-Competitive Practices in Contractual Licences.
6
Diantara berbagi jenis HKI diatas, hak cipta adalah jenis HKI yang cukup mudah dihasilkan bagi khalayak umum dan paling sering lahir dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya dalam dunia pendidikan, murid-murid seringkali membuat karya cipta seperti cerpen dan gambar. Selain itu dalam menyalurkan hobi dan
bakat, tidak jarang para remaja menghasilkan karya cipta berupa lagu, lukisan dan foto. Karya-karya cipta tersebut secara yuridis disebut dengan istilah Ciptaan.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta selanjutnya disingkat UU No. 282014 menentukan bahwa “Ciptaan adalah
setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
6
Henry Soelistyo, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Ed. I, Cet. I, Rajawali Pers, Jakarta, h. 416.
dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, at
au keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.” Sebagai penghargaan atas kerja keras seseorang untuk menghasilkan
ciptaan, ia diberikan hak eksklusif atas ciptaannya. Penjelasan Pasal 4 UU No. 282014
menjelaskan “Yang dimaksud dengan „hak eksklusif’ adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dar
i hak eksklusif berupa hak ekonomi”. Selanjutnya Pasal 4 UU No. 282014 menyatakan bahwa hak eksklusif terdiri atas
hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku seni, rekaman, siaran yang tidak dapat dihilangkan dengan
alasan apapun, sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.
7
Hak moral tidak dapat dialihkan kepada siapapun dan akan terus melekat secara abadi pada diri pencipta bahkan setelah pencipta meninggal dunia. Namun
hak moral dapat dialihkan pelaksanaannya melalui wasiat setelah pencipta meninggal dunia. Berbeda dengan hak moral, hak ekonomi dapat dialihkan dan
dapat pula dilaksanakan oleh orang lain setalah mendapat izin dari pencipta walaupun pencipta belum meninggal.
Seseorang yang ingin menikmati hak ekonomi suatu ciptaan dapat menempuh dua cara. Pertama, dengan cara mengambilalih hak atas ciptaan
sehingga hak cipta beralih kepadanya. Untuk mengambilalih hak atas ciptaan
7
Zainal Asikin, 2013, Hukum Dagang, Ed. I, Cet. I, Rajawali Pers, Jakarta, h. 127-128.
dapat dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang diatur dalam Pasal 16 ayat 2 UU No. 282014.
Pasal 16 ayat 2 UU No. 282014 2 Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian
karena: a.
pewarisan; b.
hibah; c.
wakaf; d.
wasiat; e.
perjanjian tertulis; atau f.
sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, dengan cara memohon izin kepada pencipta agar diperbolehkan melaksanakan hak ekonomi dari ciptaan si pencipta. Pasal 9 ayat 2 UU No.
282014 menentukan bahwa “Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib mendapatkan izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta”. Izin untuk melaksanakan hak ekonomi tersebut dapat diperoleh melalui lisensi.
Istilah lisensi berasal dari kata license yang berarti izin.
8
Pasal 1 angka 20 UU No. 282014 menentukan bahwa “Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan
oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan
syarat tertentu”. Dengan menerima lisensi dari pemegang hak cipta maka pihak penerima lisensi tersebut dapat melaksanakan hak ekonomi dan dapat
memperoleh manfaat ekonomi dari hak cipta yang bukan miliknya.
8
Sanusi Bintang, 1998, Hukum Hak Cipta, Cet. I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 41.
Pasal 15 UU No. 282014 menentukan: 1
Kecuali diperjanjikan lain, pemilik danatau pemegang Ciptaan fotografi, lukisan, gambar, karya arsitektur, patung, atau karya seni
lain berhak melakukan Pengumuman Ciptaan dalam suatu pameran umum atau Penggandaan dalam suatu katalog yang diproduksi untuk
keperluan pameran tanpa persetujuan Pencipta.
2 Ketentuan Pengumuman Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
berlaku juga terhadap Potret sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Berdasarkan Pasal 15 ayat 1 UU No. 282014, apabila tidak diperjanjikan lain maka pemilik dan pemegang ciptaan fotografi, lukisan, gambar, karya
arsitektur, patung, atau karya seni lain berhak melakukan pengumuman ciptaan dalam suatu pameran umum atau penggandaan ciptaan dalam suatu katalog yang
diproduksi untuk keperluan pameran tanpa persetujuan pencipta. Selain itu sesuai ketentuan Pasal 15 ayat 2 UU No. 282014, apabila tidak diperjanjikan lain
maka pemilik dan pemegang ciptaan yang berupa potret berhak melakukan pengumuman terhadap potret dalam suatu pameran umum tanpa persetujuan
pencipta asalkan telah mendapat persetujuan tertulis dari orang yang ada dalam potret atau ahli warisnya.
Dalam bidang HKI terdapat prinsip adanya pemisahan antara benda secara fisik dengan HKI yang terdapat dalam benda tersebut.
9
Prinsip tersebut berarti seseorang yang menguasai benda secara fisik tidak secara otomatis memiliki hak
eksklusif atas benda fisik tersebut.
10
Contohnya seseorang yang membeli buku atau kaset hanya berhak untuk membaca buku dan mendengarkan lagu atau musik
dari kaset tersebut. Ia tidak berhak untuk memperbanyak buku dan kaset tersebut
9
Tomi Suryo Utomo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual HKI di Era Global: Sebuah Kajian Kontemporer, Ed. I, Cet. I, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 12.
10
Ibid, h. 15.
serta tidak berhak memperdengarkan lagu atau musik dalam kaset tersebut di tempat umum. Hal ini karena yang ia beli adalah ciptaannya bukan hak ciptanya.
11
Oleh karena itu hak cipta atas buku dan kaset tersebut tetap berada di tangan pencipta.
Penjelasan Pasal 15 ayat 1 UU No. 282014 menentukan bahwa “Yang dimaksud dengan „pemilik’ dalam ketentuan ini adalah orang yang menguasai
secara sah Ciptaan, antara lain kolektor atau P emegang Hak Cipta”. Pemegang
hak cipta merupakan pihak yang memiliki hak cipta atas suatu ciptaan sehingga ia berhak untuk melakukan pengumuman dan penggandaan terhadap ciptaan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia selanjutnya disingkat KBBI, kolektor adalah orang yang mengumpulkan benda untuk koleksi, misalnya
perangko, benda bersejarah dan sebagainya yang sering dikaitkan dengan minat atau hobi.
12
Kolektor tidak berhak melakukan pengumuman dan penggandaan ciptaan tanpa izin karena kolektor merupakan pemilik ciptaan secara fisik,
kolektor bukan merupakan pemilik hak cipta atas ciptaan yang ia koleksi. Berdasarkan prinsip adanya pemisahan antara benda secara fisik dengan
HKI yang terdapat dalam benda tersebut, maka pemilik ciptaan dalam arti kolektor dan pemegang ciptaan hanya berhak menikmati secara pribadi ciptaan
yang ia miliki namun tidak berhak untuk mengumumkan atau menggandakan ciptaan yang ia miliki. Hak untuk mengumumkan dan menggandakan ciptaan
berada di tangan pencipta atau pemegang hak cipta. Tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 15 UU No. 282014, prinsip tersebut dikesampingkan. Pasal 15 UU No.
11
Ibid.
12
Tim Prima Pena, tanpa tahun terbit, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Terbaru, Gitamedia Press, tanpa tempat terbit, h. 443.
282014 memberikan hak kepada pemilik dan pemegang ciptaan untuk melakukan pengumuman ciptaan dalam suatu pameran umum atau penggandaan ciptaan
dalam suatu katalog yang diproduksi untuk keperluan pameran tanpa persetujuan pencipta.
Apabila diperjanjikan lain maka pemilik atau pemegang ciptaan fotografi, lukisan, gambar, karya arsitektur, patung, potret atau karya seni lain tidak berhak
melakukan pengumuman ciptaan dalam suatu pameran umum dan penggandaan ciptaan dalam suatu katalog untuk keperluan pameran tanpa persetujuan dari
pencipta. Apabila diperjanjikan lain maka pemilik atau pemegang ciptaan tersebut wajib mendapatkan persetujuan dari pencipta terlebih dahulu.
Pasal 15 ayat 1 UU No. 282014 tidak menggunakan istilah “izin” melainkan menggunakan istilah “persetujuan”. Padahal untuk dapat melakukan
pengumuman dan penggandaan ciptaan, yang diperlukan adalah izin dari pencipta bukan persetujuan dari pencipta. Diperlukan adanya izin dari pencipta karena
berdasarkan Pasal 9 ayat 2 UU No. 282014 untuk dapat melakukan pengumuman dan penggandaan ciptaan wajib mendapatkan izin dari pencipta atau
pemegang hak cipta. Pasal 9 UU No. 282014
1 Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: a.
penerbitan Ciptaan; b.
Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c.
penerjemahan Ciptaan; d.
pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.
2 Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
3 Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
dilarang melakukan Penggandaan danatau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 2 UU No. 282014, untuk dapat melakukan
pengumuman dan penggandaan ciptaan maka harus mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Apabila Pasal 9 ayat 2 UU No. 282014
dikaitkan dengan Pasal 1 angka 20 UU No. 282014 maka dapat diketahui bahwa izin sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat 2 UU No. 282014 merupakan lisensi.
Berdasarkan Pasal 80 ayat 1 UU No. 282014 diketahui bahwa lisensi dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Pasal 83 UU No. 282014 menentukan
bahwa perjanjian lisensi yang dibuat dalam bentuk tertulis tersebut harus dicatat oleh menteri dalam daftar umum perjanjian lisensi hak cipta dengan dikenai biaya.
Jika perjanjian lisensi tidak dicatat maka tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Adanya keharusan pencatatan perjanjian lisensi dapat menyebabkan
seseorang mengeluarkan waktu dan biaya lebih dalam membuat perjanjian lisensi. Pasal 15 ayat 1 UU No. 282014 tidak menggunakan istilah “izin”
melainkan menggunakan istilah “persetujuan”. Dalam UU No. 282014 tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan istilah persetujuan
dalam Pasal 15 ayat 1 UU No. 282014. Oleh karena itu, timbul ketidakjelasan apa yang dimaksud dengan istilah persetujuan dalam Pasal 15 ayat 1 UU No.
282014.
Apakah yang dimaksud dengan “persetujuan” dalam Pasal 15 ayat 1 UU No. 282014 sama artinya dengan “izin” dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 282014.
Apabila yang dimaksud dengan “persetujuan” dalam Pasal 15 ayat 1 UU No. 282014 sama artinya dengan “izin” dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 282014 maka
pemilik atau pemegang ciptaan wajib memperoleh izin yang berupa lisensi dari pencipta. Sedangkan apabila kedua istilah tersebut mempunyai makna yang
berbeda , apakah “persetujuan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1
UU No. 282014 dapat diperoleh melalui perjanjian antara pemilik atau pemegang ciptaan dengan pencipta, baik dalam bentuk perjanjian tertulis maupun perjanjian
lisan. Apabila persetujuan pencipta terhadap pengumuman ciptaan dalam suatu
pameran umum atau penggandaan ciptaan dalam suatu katalog yang diproduksi untuk keperluan pameran dapat diperoleh tanpa perlu membuat lisensi melainkan
cukup melalui perjanjian saja maka perjanjian tersebut tidak perlu dicatat dalam daftar umum perjanjian lisensi hak cipta sehingga tidak perlu mengeluarkan lebih
banyak waktu dan biaya untuk pencatatan. Sedangkan apabila persetujuan pencipta wajib diperoleh melalui lisensi maka lisensi tersebut harus dicatat dalam
daftar umum perjanjian lisensi hak cipta dengan dikenai biaya. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis tertarik
mengkaji permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “PENGATURAN TENTANG PERSETUJUAN PENCIPTA TERHADAP
PENGUMUMAN ATAU PENGGANDAAN CIPTAAN DALAM PAMERAN ”.