Pengertian Hak Cipta Hak Cipta

cipta mempunyai cakupan yang lebih luas. 30 Lingkup objek hak cipta sesungguhnya tidak hanya mencakup hak pengarang saja, tetapi juga mencakup pencipta karya seni seperti penari, pelukis, dan pencipta lagu. 31 Berdasarkan hasil Seminar Nasional Hak Cipta Tahun 1975 di Denpasar, Bali, istilah hak cipta dikukuhkan sebagai terjemahan dari auteurswet. 32 Salah satu hasil Seminar Nasional Hak Cipta Tahun 1975 di Denpasar, Bali tersebut adalah berhasil dirumuskannya pengertian hak cipta yaitu sebagai berikut: Hak Cipta ialah hak tunggal pencipta atas ciptaannya dan hak memberi izin kepada pihak lain untuk melaksanakan dan memanfaatkan ciptaannya itu, misalnya: 1. Mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya itu dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun; 2. Membuat terjemahan atau saduran dalam bentuk apa pun, serta mengumumkan dan memperbanyaknya. 33 Menurut Sanusi Bintang, istilah hak cipta terdiri dari dua kata yaitu hak dan cipta. Perkataan hak cipta itu sendiri terdiri dari dua kata hak dan cipta. Kata “hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak. Sedangkan kata “cipta” tertuju pada hasil kreasi manusia dengan menggunakan sumber daya yang ada padanya berupa pikiran, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman. Oleh karena itu, hak cipta berkaitan erat dengan intelektualita manusia itu sendiri berupa hasil kerja otak. 34 Berdasarkan pengertian kata hak dan cipta dari Sanusi Bintang di atas, dapat dirumuskan pengertian hak cipta yaitu suatu kewenangan yang bebas untuk digunakan atau tidak, kewenangan tersebut diberikan kepada pihak yang mampu 30 OK Saidin, op.cit, h. 58. 31 Henry Soelistyo, op.cit, h. 129 32 Henry Soelistyo, op.cit, h. 130. 33 Henry Soelistyo, op.cit, h. 131. 34 Sanusi Bintang, op.cit, h. 1. menghasilkan kreasi dengan menggunakan pikiran, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman yang Ia miliki. Definisi hak cipta secara yuridis dapat dilihat pada Pasal 1 angka 1 UU No. 282014 yang menentukan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ” Dari definisi tersebut dapat ditarik unsur-unsur hak cipta yaitu: 1. Hak eksklusif pencipta; 2. Timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif; 3. Timbul setelah ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata; dan 4. Tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 1. Hak Eksklusif Pencipta Penjelasan Pasal 4 UU No. 282014 Yang dimaksud dengan “hak eksklusif” adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi. Selanjutnya Pasal 4 UU No. 282014 menyatakan bahwa hak eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Berdasarkan hak eksklusif maka hanya pencipta yang bebas melaksanakan hak cipta, sementara pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pencipta. 35 Menurut Sanusi Bintang 36 , kata eksklusif tersebut artinya hanya diberikan kepada yang berhak saja yaitu pencipta, tidak diberikan kepada pihak lain. Oleh karena itu pencipta mempunyai hak monopoli terhadap ciptaannya, namun hak monopoli tersebut bukan tanpa batas melainkan tetap harus memperhatikan pembatasan menurut peraturan perundang-undangan, moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, serta pertahanan dan keamanan negara. 2. Timbul Secara Otomatis Berdasarkan Prinsip Deklaratif Hak cipta diperoleh tanpa perlu melakukan pendaftaranpencatatan karena hak cipta timbul secara otomatis setelah diwujudkannya ciptaan dalam bentuk nyata. Pasal 64 ayat 2 UU No. 282014 menentukan bahwa “Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait. Penjelasan Pasal 64 ayat 2 UU No. 282014 menjelaskan bahwa: Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait. Pelindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pencatatan. Hal ini berarti suatu Ciptaan baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi. Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra yang selanjutnya disebut Berne Convention, yang melandasi dasar perlindungan hak cipta di hampir 35 Zainal Asikin, op.cit, h. 127. 36 Sanusi Bintang, op.cit, h. 3. seluruh dunia menganut sistem perlindungan secara otomatis automatic protection. 37 Hak cipta tidak mensyaratkan pendaftaranpencatatan atau persyaratan formal lainnya, prinsip tersebut tersirat dalam ketentuan Article 5 paragraph 2 of the Berne Convention. 38 Article 5 paragraph 2 of the Berne Convention menentukan bahwa “The enjoyment and the exercise of these rights shall not be subject to any formality; such enjoyment and such exercise shall be independent of the existence of protection in the country of origin of the work . . . ” Prinsip automatic protection merupakan prinsip yang memberikan perlindungan secara otomatis terhadap ciptaan yang lahir tanpa memerlukan proses formalitas seperti pendaftaran registration. 39 Prinsip automatic protection dapat juga dipahami bahwa pemberian perlindungan terhadap ciptaan diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun must not be conditional upon complience with any formality. 40 Prinsip automatic protection dipengaruhi oleh Natural Right Theory teori hukum alam yang mengajarkan bahwa hak cipta muncul secara alamiah atau natural, bukan pemberian orang atau negara, oleh karena itu untuk perlindungannya tidak diperlukan tindakan formalitas seperti pendaftaran. 41 Menurut Kollewijn sebagaimana dikutip oleh Soekardono, terdapat dua jenis cara atau stelsel pendaftaran yaitu stelsel konstitutif dan stelsel deklaratif. 42 37 Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2011, Hak Kekayaan Intelektual dan Harmonisasi Hukum Global: Rekontruksi terhadap Perlindungan Program Komputer, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, h. 86. 38 Henry Soelistyo, op.cit, h. 12. Lihat juga Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 88. 39 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 87. 40 Ni Ketut Supasti Dharmawan, loc.cit, dikutip dari Eddy Damain, 2005, Hukum Hak Cipta, PT Alumni, Bandung, h. 61. 41 Ni Ketut Supasti Dharmawan, loc.cit. 42 OK. Saidin, op.cit. h. 89. Stelsel konstitutif menentukan bahwa hak cipta lahir karena pendaftaran. Jika ciptaan sudah didaftarkan maka hak cipta atas ciptaan tersebut diakui keberadaannya secara de jure dan de facto. Sedangkan stelsel deklaratif menentukan bahwa pendaftaran citaan hanya bersifat memberikan dugaan atau sangkaan saja bahwa orang yang mendaftarkan ciptaan adalah orang yang berhak atas ciptaan. 43 Apabila ada pihak lain misalnya si X mampu membuktikan bahwa orang yang namanya tercantum dalam daftar umum ciptaan bukan merupakan pencipta melainkan si X lah yang merupakan pencipta dari ciptaan tersebut maka sesuai dengan Pasal 31 UU No. 282014, si X lah yang diakui sebagai pencipta. Pasal 31 UU No. 282014 Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta, yaitu Orang yang namanya: a. disebut dalam Ciptaan; b. dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan; c. disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; danatau d. tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai pencipta. 3. Timbul Setelah Ciptaan Diwujudkan dalam Bentuk Nyata Hak cipta timbul setelah ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Berdasarkan konsep idea and expression works, karya yang mendapatkan perlindungan hak cipta adalah karya yang sudah berwujud karya cipta nyata. Hak cipta tidak melindungi ide semata, melainkan melindungi ide yang sudah diwujudkan dalam bentuk karya cipta nyata idea and expression works yang sudah dapat dilihat, dibaca, didengar dan sebagainya. 44 43 OK. Saidin, loc.cit. 44 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 88. Lihat juga Sanusi Bintang, op.cit, h. 2. Earl W. Kintner dan Jack Lahr menyatakan bahwa agar suatu karya mendapatkan perlindungan hak cipta copyrightability, maka karya tersebut harus memenuhi kriteria fixation, originality, and creatifity. 45 Kriteria fixation mengandung konsekuensi yaitu karya yang tidak atau belum berwujud nyata tidak mendapat perlindungan hak cipta. 46 Contoh seorang profesor mempunyai ide berupa materi-materi pelajaran kemudian ia menyampaikan ide tersebut kepada orang lain sementara profesor tersebut tidak pernah menulis ide-idenya dalam bentuk buku. Karena profesor tidak pernah menuangkan ide-ide tersebut dalam bentuk konkret maka ide tersebut tidak dilindungi hak cipta. Konsekuensinya apabila orang lain menuliskan ide-ide tersebut dalam bentuk buku, orang lain tersebut tidak melanggar hak cipta, justru orang lain yang menulis buku tersebut yang mendapatkan perlindungan karena sudah berhasil menuangkan ide-ide tersebut dalam bentuk yang konkret yaitu berupa buku. 47 Dasar hukum yang mengatur bahwa hak cipta hanya melindungi karya yang sudah diwujudkan dalam bentuk nyata adalah Pasal 1 angka 1 dan angka 3, dan Pasal 41 UU No. 282014. Secara internasional hal tersebut diatur dalam Article 2 paragraph 2 of the Berne Convention 48 , dan Article 9 paragraph 2 of the TRIPs. 49 45 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 89. 46 Tomi Suryo Utomo, op.cit, h. 75. 47 Sanusi Bintang, op.cit, h. 2. 48 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 88. Lihat juga Henry Soelistyo, op.cit, h. 12. Berne Convention adalah konvensi tertua di bidang hak cipta. Berne Convention pertamakali disepakati pada tanggal 9 September 1886 di Berne, kemudian telah mengalami beberapakali perubahan yaitu pada tahun 1896, 1908, 1914, 1928, 1948, 1967, 1971, dan 1979. Lihat Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 68-69. 49 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 89. Article 9 paragraph 2 of the TRIPs menentukan bahwa hak cipta menganut prinsip hanya melindungi ekspresi dan bukan ide atau Pasal 1 angka 3 UU No. 282014 menentukan bahwa “Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata”. Pasal 41 UU No. 282014 Hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta meliputi: a. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata; b. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan c. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional. Article 2 paragraph 2 of the Berne Convention menentukan bahwa “It shall, however, be a matter for legislation in the countries of the Union to prescribe that works in general or any specified categories of works shall not be protected unless they have been fixed in some material form ”. Dan Article 9 paragraph 2 of the TRIPs menentukan bahwa “Copyright protection shall extend to expressions and not to ideas, procedures, methods of operation or mathematical concepts as such ”. 4. Tanpa Mengurangi Pembatasan Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Konsepsi hak cipta mengenal pembatasan hak yang dikukuhkan dalam norma peraturan perundang-undangan, salah satu pembatasan hak cipta adalah inspirasi, prosedur, metode pengoperasian atau konsep matematik. Lihat Henry Soelistyo, op.cit, h. 12. ciptaan tidak boleh bertentangan dengan norma kesusilaan, ketertiban umum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 50 Penjelasan lebih lanjut mengenai pembatasan hak cipta dapat dilihat pada subbab berikutnya.

2.1.2 Teori Hukum atau Landasan Filosofi Perlindungan Hak Cipta

Hak cipta merupakan bagian dari HKI yaitu HKI di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Oleh karena hak cipta merupakan bagian dari HKI maka landasan filosofi perlindungan hak cipta dapat merujuk pada landasan filosofi perlindungan HKI. Terdapat dua teori besar yang menjadi landasan filosofi perlindungan HKI yaitu Utilitarianism Theory dan Labor Theory. 1. Utilitarianism Theory Utilitarianisme memuat latin “utilis” yang artinya berguna. 51 Utilitarianisme merupakan aliran yang menempatkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan tersebut diartikan sebagai kebahagiaan happines. Pokok pembahasan dalam utilitanisme adalah mengenai apakah hukum mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. 52 Landasan filosofi perlindungan HKI menurut utilitarianism theory dipengaruhi oleh pemikiran utilitarianis dari Jeremy Bentham. Menurut Jeremy Bentham, the ultimate end of legislation is the greatest happiness of the greatest 50 Henry Soelistyo, op.cit, h. 13. 51 Muhamad Erwin, 2013, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Ed. I, Cet. III, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 179. 52 Ibid. number. 53 Hukum dibentuk untuk mencapai kebahagiaan bagi bagian terbesar warga masyarakat. Namun prinsip utilitarianis dari Jeremy Bentham tidak semata- mata ditujukan untuk kebahagiaan masyarakat, tetapi termasuk di dalamnya masyarakat dalam sosoknya sebagai individu. Oleh karena itu prinsip utilitarianis dari Jeremy Bentham dapat mengakomodir perlindungan hukum baik dalam dimensi individual maupun komunal. 54 Dalam konteks pengkajian HKI dalam dimensi komunal, Thomas Aquinas mengemukakan bahwa hukum hendaknya membantu manusia berkembang sesuai kodratnya, menjunjung keluhuran martabat manusia, bersifat adil, menjamin kesamaan dan kebebasan, serta memajukan kepentingan dan kesejahteraan umum. Melalui Summa Theologiae, Thomas Aquinas menyatakan bahwa hukum hendaknya bersifat adil serta ditujukan untuk kepentingan dan kesejahteraan umum. 55 Berdasarkan Utilitarianism Theory, perlindungan terhadap HKI harus menjamin keseimbangan perlindungan bagi pencipta atau penemu dengan masyarakat luas. 56 Perlindungan terhadap hak eksklusif pencipta atau penemu harus terjamin agar meningkatkan semangat mereka untuk menghasilkan ciptaan- ciptaan dan temuan-temuan baru. 57 Kepentingan masyarakat luas juga harus diakomodir agar karya intelektual yang dihasilkan dapat dinikmati bagian terbesar 53 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 46, dikutip dari William Fisher, 1999, “Theories of Intellectual Property”, URL: http:www.law.harvard.eduAcademic_Affairscoursepagestfisheriphistory.pdf, h. 2-8, diakses tanggal 24 Juni 2010. 54 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 46, dikutip dari Agus Sardjono, 2006, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT Alumni, Bandung, h. 32-33. 55 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 46-47. 56 Ni Ketut Supasti Dharmawan, op.cit, h. 45. 57 Ni Ketut Supasti Dharmawan, loc.cit.