Ciptaan yang Dilindungi Hak Cipta

Dari pemaparan pengertian ciptaan di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan pengertian ciptaan terletak pada ada tidaknya unsur keaslian dalam pengertian ciptaan. Pada UU No. 282014 tidak terdapat unsur keaslian dalam pengertian ciptaan, sedangkan dalam UU No. 192002 terdapat unsur keaslian dalam pengertian ciptaan. Penjelasan Umum UU No. 192002 menjelaskan bahwa: Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Menurut Miller dan Davis pemberian hak cipta didasarkan pada kriteria keaslian atau kemurnian originality. 78 Keaslian atau kemurnian originality suatu ciptaan berarti ciptaan tersebut benar-benar berasal dari pencipta yang bersangkutan dan bukan tiruan dari ciptaan orang lain. 79 Menurut Henry Soelistyo, kriteria orisinal dalam arti suatu ciptaan harus bukan merupakan hasil peniruan dari ciptaan lain yang sudah ada sebelumnya, seringkali menimbulkan perdebatan. Misalnya, lukisan sebuah vas bunga dapat dianggap tidak orisinal bila desain dan ornamennya tidak diciptakan sendiri oleh pencipta pada saat melukis. Kegiatan melukis hanya dianggap mengalihkan ekspresi vas bunga ke dalam bentuk lukisan. Ini berarti tidak ada yang orisinal dalam ciptaan lukisan seperti itu. Namun, di sisi lain, kuat pula pendapat yang menggunakan argumentasi bahwa melukis vas bunga naturalis berdasar objek benda riil memerlukan kemampuan, keterampilan, dan keahlian. Karenanya, sepersis apa pun lukisan yang dihasilkan, karya itu tidak sama dan harus tidak diartikan sama. Wujud lukisan itu juga bukan merupakan perbanyakan dari vas bunga. Karya lukisan itu diakui sepenuhnya memang 78 Sanusi Bintang, op.cit, h. 2, dikutip dari Arthur R. Miller dan Michael M. Davis, 1990, Intellectual Property: Patents, Trademarks, and Copyright, In A Nut Shell Series, St. Paul, Minnessotta: West Publishing Company, h. 290. 79 Sanusi Bintang, loc.cit. berasal dari diri pencipta. Untuk tidak merancukan maknanya, maka karya lukisan naturalis itu dianggap sebagai bentuk pengalihwujudan ciptaan. Karenanya, terhadap lukisan itu berlaku pengakuan orisinalitas dan berhak mendapat perlindungan Hak Cipta. 80 UU No. 282014 dan undang-undang hak cipta terdahulu sesungguhnya tidak hanya melindungi ciptaan yang sifatnya asli original saja melainkan juga melindungi ciptaan yang sifatnya turunan derivative. Ciptaan yang sifatnya turunan derivative adalah ciptaan hasil pengolahan dari ciptaan-ciptaan lain yang sebelumnya sudah ada. Contoh ciptaan yang sifatnya turunan derivative dapat dilihat pada Pasal 40 ayat 1 huruf n UU No. 282014 yaitu terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi. Menurut Sanusi Bintang, “Ciptaan asli adalah ciptaan dalam bentuk atau wujud aslinya sebagaimana yang diciptakan oleh penciptanya. Jadi, belum dilakukan perubahan bentuk atau pengalihwujudan ke dalam bentuk yang berbeda”. Misalnya novel yang merupakan karya tulis asli atau bukan hasil peniruan dari karya-karya tulis sebelumnya, novel tersebut diangkat menjadi sebuah film. Dalam hal ini novel tersebut dilindungi hak cipta sebagai ciptaan asli original dan film hasil adaptasi dari novel diatas dilindungi hak cipta sebagai ciptaan turunan derivative. 81 Menurut OK Saidin, ciptaan yang merupakan hasil pengolahan dari ciptaan asli juga dilindungi hak cipta, sebab hasil dari pengolahan tersebut merupakan suatu ciptaan yang baru dan untuk menghasilkannya diperlukan 80 Henry Soelistyo, op.cit, h. 52-53. 81 Sanusi Bintang, op.cit, h. 32. kemampuan intelektualitas pula. 82 Oleh karenanya ciptaan yang sifatnya turunan derivative layak mendapat perlindungan hak cipta. Walaupun undang-undang hak cipta terdahulu mensyaratkan harus ada unsur keaslian pada suatu ciptaan, namun undang-undang hak cipta terdahulu tersebut juga melindungi ciptaan yang sifatnya turunan derivative. Pasal-pasal yang melindungi ciptaan yang sifatnya turunan derivative adalah Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta UU No. 61982, Pasal 11 ayat 1 huruf l dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta UU No. 71987, Pasal 11 ayat 1 huruf n Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 UU No. 121997, serta Pasal 12 ayat 1 huruf l UU No. 192002. Pengelompokan jenis ciptaan menurut sifatnya yaitu ciptaan yang sifatnya asli original dan ciptaan yang sifatnya turunan derivative pertamakali ditemukan dalam Penjelasan Pasal I angka 12 UU No. 71987. Melalui Penjelasan Pasal I angka 12 UU No. 71987 tersebut dapat diketahui bahwa ciptaan menurut sifatnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu ciptaan yang sifatnya asli atau orisinal diatur dalam Pasal 26 ayat 1 UU No. 71987 dan ciptaan yang sifatnya turunan atau derivatif diatur dalam Pasal 27 ayat 1 UU No. 71987. Dalam undang-undang hak cipta terbaru yaitu UU No. 282014, ciptaan yang sifatnya asli original dan ciptaan yang sifatnya turunan derivative sama- 82 OK. Saidin, op.cit. h. 79. sama mendapatkan perlindungan hak cipta. Ciptaan-ciptaan yang mendapat perlindungan hak cipta diatur dalam Pasal 40 UU No. 282014. Pasal 40 UU No. 282014 1 Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya: b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu danatau musik dengan atau tanpa teks; e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. karya seni terapan; h. karya arsitektur; i. peta; j. karya seni batik atau seni motif lain; k. karya fotografi; l. Potret; m. karya sinematografi; n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya; q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; r. permainan video; dan s. Program Komputer. 2 Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli. 3 Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, termasuk pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

2.1.5 Pembatasan Hak Cipta

Menurut Henry Soelistyo, konsepsi hak cipta mengenal pembatasan hak diantaranya suatu ciptaan tidak boleh bertentangan dengan norma kesusilaan, ketertiban umum, dan peraturan perundang-undangan. Pembatasan juga ditetapkan dalam bentuk pengecualian tindakan yang dalam keadaan normal dikualifikasikan sebagai pelanggaran, tetapi oleh undang-undang dinyatakan sebagai bukan pelanggaran fair use atau fair dealing. 83 Doktrin fair use atau fair dealing mengajarkan bahwa mengambil manfaat dari ciptaan orang lain tanpa izin pencipta bukan merupakan pelanggaran hak cipta asalkan pemanfaatan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta. The law of copyright strives to accommodate two competing goals: offering sufficient incentives to motivate the creation of original works of authorship, while allowing the public access to and use of these works. One method the Copyright Act employs to maintain this balance is by granting the public the right to fair use of copyrighted materials. Fair use includes uses for such purposes as “criticism, comment, news reporting, teaching including multiple copies for classroom use, scholarship, or research.” If a use is fair, then it “is not an infringement of copyright”. 84 Pembatasan hak cipta dilakukan karena terdapat kepentingan umum yang berkaitan dengan karya yang dilindungi hak cipta. Dengan diadakannya pembatasan tersebut diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan kepentingan antara pencipta dengan masyarakat umum. Kepentingan pencipta adalah untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya, sedangkan kepentingan masyarakat adalah kemudahan memperoleh informasi. 85 Pembatasan hak cipta 83 Henry Soelistyo, op.cit, h. 14. 84 Henry Soelistyo, loc.cit, dikutip dari Margareth Jane Radin, John A. Rothchild, dan Gregory M. Silverman, 2004, Intellectual Property and The Internet University Casebook Series, Foundation Press, New York, h. 234. 85 Sanusi Bintang, op.cit, h. 49. tersebut juga bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui mudahnya akses masyarakat terhadap buku-buku, memperkaya khazanah budaya, dan memberikan penghiburan kepada masyarakat. 86 Pembatasan hak cipta diatur secara khusus dalam Bab VI UU No. 282014 yaitu mulai dari Pasal 43 sampai dengan Pasal 51. Pengaturan mengenai pembatasan hak cipta berkaitan dengan prinsip fungsi sosial hak cipta. Prinsip fungsi sosial hak cipta selain diwujudkan melalui mekanisme pembatasan hak cipta, juga dengan mekanisme kewajiban bagi pencipta untuk melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak lain untuk menerjemahkan atau menggandakan ciptaan compulsory licensing. Negara dapat menerapkan compulsory licensing lisensi wajib apabila suatu ciptaan dinilai sangat penting bagi kehidupan masyarakat. 87 Dalam UU No. 192002, lisensi wajib diatur dalam Bab II Bagian Kelima tentang Pembatasan Hak Cipta, namun dalam UU No.