commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah Indonesia merebut kemerdekaan maka perjalanan yang akan di lanjutkan oleh bangsa Indonesia adalah merubah keadaan bangsa Indonesia
menuju masyarakat yang lebih baik di segala bidang kehidupan yang tertuang dalam sebuah pembangunan. Pembangunan bisa di istilahkan dengan
pertumbuhan, perubahan sistem, moderisasi atau perbaikan sosial ekonomi. Dalam kaitannya dengan pembangunan, Lili Rasyidi berpendapat bahwa
“Pembangunan sebagai suatu cara mengubah masyarakat yang terpola dan teratur di maksudkan untuk meningkatkan peradaban manusia, kualitas hidup
manusia baik kesehatan, intelektualitas, kesejahteraan maupun kesenangan hidup”
Pada intinya, pembangunan adalah suatu proses yang akan berjalan terus menuju kearah sistuasi yang lebih baik dari situasi sebelumnya. Sehingga
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentaram,tertib dan dinamis
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai tujuan di maksudkan dibutuhkan suatu strategi tersendiri yang tertuang dalam
kebijaksanaan pemerintah public policy. Kebijaksanaan pemerintah ini di perlukan sebagai suatu acuan sekaligus merupakan kesimpulan dari banyaknya
kepentingan yang ada dalam masyarakat. Pembangunan berkelanjutan sustainable development yang diterapkan
dalam pemerintah dalam bentuk pembangunan jangka pendek PELITA dan pembangunan jangka panjang PJP menuntut adanya sesuatu sistematika
dalam pelaksanaanya. Hal ini akan menghindarkan dari suatu kesalahan yang bisa berakibat fatal atau merugikan. Dengan perencanaan terdahulu akan di
ketahui bidang – bidang apa yang harus didahulukan.
commit to user 2
Pada pembangunan jangka panjang kedua ini, dititikberatkan pada pembangunan bidang ekonomi sebagai pengerak utama pembangunan. Di
samping sebagai penggerak utama pembangunan, maka pertumbuhan ekonomi sekaligus akan memberikan pedoman bagi pertumbuhan pembangunan
nasional pada umumnya. Titik berat pada pembangunan bidang ekonomi di Indonesia dan pada
negara berkembang lainya, tidak lain adalah untuk memperbaiki kesejahteraan sekaligus sebagi suatu hal yang di munculkan dari suatu tata ekonomi dunia
baru, yaitu tata ekonomi yang bersifat transnasional atau yang di istilahkan dengan globalisasi ekonomi.
Sebagai suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari faktor-faktor lain, maka pembangunan dibidang ekonomi membutuhkan banyak dukungan sarana
maupun prasarana yang berupa fisik maupun non fisik. Dukungan ini dapat berbentuk kebijaksanaan pemerintah, dana, undang-undang atau peraturan
maupun sumberdaya manusia sendiri. Dan salah satu pendukung ekonomi adalah bidang transportasi.
Sebagai urat nadi pembangunan ekonomi khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya, maka bidang transportasi menjadi kebutuhan pokok.
Dalam GBHN Bab IV huruf F bidang ekonomi angka 5, disebutkan : Pembangunan transportasi yang berperan sebagai urat nadi kehidupan
ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan diarahkan pasal
terwujudnya sistem
transportasi nasional
yang handal,
berkemampuan tinggi, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang sekaligus mengerakan dinamika pembanguan mendukung mobilitas
manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan
internasional yang lebih memantabkan perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan
wawasan nusantara. Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah berkenaan dengan
penyediaan lahan untuk keperluan pembangunan prasarana transportassi tersebut. Kita tahu bahwa jumlah tanah adalah konstan sementara jumlah
penduduk bertambah. Untuk itu diperlukan suatu pengaturan atau mekanisme
commit to user 3
tersendiri yang tepat, terlebih lagi akhir-akhir ini nilai tanah strategis baik dari segi ekonomi, politik maupun sosial budaya.
Keberadaan tanah sangat penting artinya bagi manusia, karena tanah merupakan salah satu sumber kehidupan. Setiap orang akan berusaha untuk
mendapatkan tanah dan berupaya memperjuangkannya untuk memenuhi hajat hidupnya dan mempertahankan kehidupan dan ekosistem kelompoknya.
Karena tanah yang ada sangat terbatas dan tidak pernah bertambah, maka untuk menghindarkan terjadinya benturan kepentingan antara individu dan kelompok
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan akan tanah, pemerintah sebagai pelaksana dari kekuasaan negara mempunyai peranan sesuai dengan
kewenangan yang ada padanya untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah termasuk
mengatur hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum antara individu atau kelompok masyarakat dengan tanah Supardy Marbun, 2005.
“Persoalan Areal Perkebunan pada Kawasan Kehutanan”. Jurnal Hukum. Vol. 01, No. 1
Ada berbagai kepentingan yang kelihatanya saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam
pembangunan. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utama sedangkan dilain pihak sebagian besar dari warga masyarakat
juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencahariannya. Bilamana tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan
untuk keperluan pembangunan, maka harus mengorbankan hak asasi warga masyarakat yang seharusnya jangan sampai terjadi dalam Negara yang
menganut prinsip “rule of law” akan tetapi bilamana hal ini di biarkan maka usaha-usaha pembangunan akan macet.
Selain konteks politik dan ekonomi, sengketa tanah terjadi karena lemahnya posisi hukum tanah komunal dalam kerangka hukum nasional. Status
hukum hak atas tanah komunal ditunjukkan dengan adat di Indonesia diatur
commit to user 4
dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dapat diringkas sebagai berikut yakni adat tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan nasional, adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme Indonesia, adat tidak boleh bertentangan dengan hukum agraria atau hukum
pemerintah lainnya, semua tanah-tanah adalah milik negara. Merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari jurnal internasional yang
mengemukakan in addition to the political and economic contexts, land dispute occur due to the weak legal position of communal lands in the frame work of
national law. the legal status of communal land rights indicated by adat in indonesia set forth in agrarian law article 5 1960 may be summarized as
follows adat must not be contrary to national interests, adat must not be contrary to indonesia socialism, adat must not be contrary to the princilpes of
agrarian law or other government law, all lands belong to the state Minako Sakai. 2002. “Land Dispute Resolution in the Political Reform at the time of
Desentralization in Indonesia”. The Indonesian Journal of Anthropology. Vol Spesial, No. 15.
Dalam hal ini pemerintah perlu mengadakan pendekatan pada masyarakat dengan memberikan pengertian bahwa tanah mempunyai fungsi
sosial sebagaiman diatur dalam Pasal 6 UUPA, yaitu bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal ini akan menghubungkan antara negara
sebagai penguasa atas tanah dan rakyat sebagai pemegang hak atas tanah dalam hal pembangunan.
Tanah mempunyai fungsi sosial apabila dikaitkan dengan usaha pemilikanyapenguasaanya maka usaha tersebut harus tidak akan menim
bulkan kerugian pada lingkungan. Pemanfaatan tanah harus sesuai dengan kepentingan masyarakat banyak, karena tanah mempunyai fungsi
sosial. Pengunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya ssifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan
kabahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Tetapi dalam pada itu, ketentuan tersebut tidak
berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum masyarakat. Undang-Undang Pokok Agraria
memperhatikan
pada kepentingan-kepentingan
perseorangan. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah
commit to user 5
haruslah salaing mengimbangi, hingga akhirnya akan tercapai tujuan pokok: kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya.
Untuk itu perlu adanya perencanaan peruntukan dan pengunaan tanah. Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah,
terpenuhilah fungsi sosialnya Lieke Lianadevi Tukgali, 2010: 40-41
Pemerintah selaku penyelengara pemerintahan tertinggi mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan yang menyangkut kepentingan pribadi
warga masyarakat, apabila kepentingan umum menghendakinya berdasarkan Pasal 18 UUPA yang menyebutkan bahwa: “Untuk kepentingan umum
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang” Dalam Pasal 18 ini mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Pencabutan hak-hak atas tanah dimungkinkan tetapi ada syarat-syarat harus dipenuhi terlebih dahulu.
2. Antara salah satu syarat yang terpenting adalah perlu diadakan pengantian kerugian. Pencabutan hak atas tanah tersebut.
3. Syarat-syarat lain adalah pencabutan hak ini dilakukan demi kepentingan umum. Dalam kepentingan umum ini termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingna bersama dari rakyat. Kepentingan perseorangan harus tunduk kepada kepentingan umum,
4. Oleh karena itu segala sesuatu ini dimaksudkan untuk memberi jaminan kepada khalayak ramai, maka perlu diatur dalam bentuk undang-undang.
Jenis pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia berbeda dengan kepentingan umum di negara-negara lain. Karena kepentingan
umum merupakan suatu konsep hukum, maka maknaya dapat ditafsirkan berbeda antara negara yang satu dengan negara lain, akan tetapi secara
general kepentingan umum mempunyai nilai-nilai yang universal. Kepentingan Umum merupakan konsep hukum yang hanya dapat
ditetapkan kriteria-kriterianya, dan tidak dapat dirumuskan pengertianya. Kepentingan umum adalah suatu konsep hukum yang kabur vage dan
hanya untuk alasan praktis konsep kepentingan umum ditetapkan secara enumeratif, dan ini dianut oleh hukum positif di indonesia Lieke
Lianadevi, Tukgali 2010: 43-44
commit to user 6
Untuk memberikan perlindungan sekaligus jaminan bagi atas khalayak ramai berkenaan dengan pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan
pembangunan, maka dikeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan Hak-hak Atas tanah dan Benda-beda yang Ada Diatasnya.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 ini disebutkan: Untuk kepentingan umum, termassuk kepentingan bangsa dan negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah
mendengar Menteri Agraria, Mentri Kehakiman dan mentri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang
ada di atasnya Pengadaan tanah merupakan suatu keharusan untuk menunjang
terwujudnya sarana umum dan apabila pemerintah sendiri tidak mempunyai tanah untuk itu maka satu-satunya jalan dengan pengadaan tanah dari tanah
yang dihaki atau dimiliki orang masyarakat baik secara individu maupun kelembagaan. Tanah di Indonesia mempunyai fungsi sosial artinya kegunaan
tanah lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan umum atau golongan. Yang menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi sosial adalah
awamnya masyarakat, akibat dari awamnya masyarakat itu mereka mengangap kepemilikan tanah iru berlaku mutlak, artinya hak kepemilikanya tidak bisa
digangu gugat oleh siapapun termasuk oleh Negara Mudakir Iskandar, 2007: 5.
Negara mempunyai hak terhadap tanah untuk menguasai, sebagaimana diterangkan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penjabaran dari
UUD 1945 itu dijelaskan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria, yang di dalamnya mengatur dan membenarkan pengadaan
tanah untuk pembangunan kepentingan umum yang dalam Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan, bahwa kewenangan negara adalah :
commit to user 7
1. Kewenangan untuk
mengatur dan
menyelengarakan peruntukan
pengunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi air, dan ruang angkasa tersebut.
2. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi air dan ruang angkasa.
3. Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi air dan ruang angkasa.
Sebagai aturan pelaksanaanya dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum. Bahwa di dalam pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk
kepentingan umum dan dilakukan dengan hati-hati serta cara-cara yang adil dan bijaksana, segala sesuatu sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Keputusan Presiden maupun Peraturan Presiden ini akan memberikan
gambaran bahwa pemerintah tidak begitu saja mengambil tanah dari rakyat walaupun dipergunakan untuk pembangunan. Pelindungan terhadap pemegang
hak atas tanah tetap menjadi perhatian utama, terlebih lagi bahwa sebagian besar warga masyarakat Indonesia bermata pencaharian petani.
Kebijakan ini tidak lain mengigatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan bukan sebaliknya. Sebuah kebijakan harus memperhatikan
dampak yang akan timbul baik pada waktu dekat maupun pada jangka panjang tentunya akan banyak bersentuhan dengan faktor-faktor lain.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atass tanah. Di luar itu,
pengadaan tanah dilaksanakan dengan cara jual-beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati. Dalam Kepres Nomor 55 Tahun 1993
pengadaan tanah dilakukan atas dasar musyawarah langsung. Yang dimaksud dengan musyawarah adalah proses atau kegiatan saling
mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara para pihak untuk memperoleh
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian Maria S.W, Sumardjono, 2006: 73-74.
commit to user 8
Dalam peraturan presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, disebutkan bahwa Pengadaan Tanah adalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus dilakukan dengan
cara jual-beli, tukar-menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Di dalam pengadaan tanah ada beberapa istilah-
istilah sebagai berikut : 1. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
2. Hak atas tanah adalah hak atas bidang tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria. 3. Pencabutan hak atas tanah. Pencabutan hak adalah pengambilan tanah
kepunyaaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan
suatu pelangaran atau lalai dalam memenuhi suatu kewajiban 4. Ganti kerugian tanah adalah suatu penggantian hak atas tanah berikut
sesuatu yang berkaitan dengan tanah yang pembayaran nilainya harus seimbang dengan tanah yang diganti rugi sebagai akibat dari pelepasan
atau penyerahan hak atass tanah Lieke Lianadevi Tukgali 2010: 43-46. Bila musyawarah berkali-kali tidak mencapai kesepakatan, Panitia
pengadaan tanah yang terdiri dari sembilan orang mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tersebut, dengan
memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam musyawarah. Pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan tersebut, dapat
mengajukan keberatan kepada GubernurKDH Tingkat I, dan Gubernur mengupayakan menyelesaikanya dengan mempertimbangkan pendapat
dan keinginan para pihak, untuk selanjutnya mengeluarkan keputusan
commit to user 9
yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia Maria S.W, Sumardjono, 2006:74.
Berbeda dengan keadaan sebelumnya, dalam Kepres Nomor 55 tahun
1993 ini apabila upaya penyelesaian yang ditempuh gubernur tetap ditolak oleh pemegang hak, dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, maka secara
eksplisit disebutkan bahwa Gubernur yang bersangkutan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah, sebagaimana diataur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Dengan demikian jelaslah bahwa upaya pencabutan hak ini merupakan jalan terakhir bila upaya yang lain
telah gagal. Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Kepres Nomor 55 Tahun 1993 ini
dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah dan diusahakan dengan cara
yang seimbang untuk tingkat pertama ditempuh dengan musyawarah langsung dengan para pemegang hak atas tanah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan dan menyebabkan permaslahan menjadi berlarut-larut, seperti pada beberapa kasus dibawah ini :
1. Indopos tanggal 01 Mei 2010 memberitakan : Kemacetan terjadi ruas tol arah Jakarta-BSD pada 27 April 2010 lalu. Ini menyusul pemblokiran jalan
di Km 3,8, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Kola Tangerang Selatan, menggunakan steger yang dilakukan oleh 14 orang keluarga Natigor
Panjaitan. Mereka mengklaim, aksi tersebut dilakukan lantaran ruas yang merupakan lahan milik Natijior Panjailan itu belum mendapat ganti rugi
sejak 1995 dalam penbangunan jalan tol Jakarta - Serpong. Kami menghentikan aksi pemblokiran karena polisi meminta, kata Karno Yaret
Hutapea, juru bicara keluarga Natigor Panjailan. http:bataviase.co.id categorymediaindo-pos
2. Koransuroboyo Pada tanggal 06 Agustus 2010 memberitakan : Kejaksaan Negeri Situbondo, Jawa Timur akhirnya menahan satu dari tiga tersangka
kasus dugaan korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh, Situbondo senilai Rp650 juta yakni pejabat pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten
commit to user 10
Situbondo, Mashudi 43. penahanan Mashudi yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh itu hanya
untuk kelancaran penyidikan, bukan karena tujuan lain. http:www .koransuroboyo.com201008kejaksaan-situbondo-tahan-pejabat.html.
Seperti halnya kasus–kasus tersebut pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tembus Jalan Alternatif yang menghubungkan
Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Maka berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis
tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pelaksanaan dan habatan- hambatan yang di hadapi dalam pengadaan tanah tersebut dengan mengambil
judul: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS JALAN ALTERNATIF KABUPATEN MAGETAN- KABUPATEN KARANGANYAR.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah