Pengaturan In Absensia Dalam Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun Pengaturan In Absensia Dalam Undang-Undang 3 Tahun 1971

commit to user terdakwa sudah dipanggil secara sah. Ayat 3 Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. Ayat 4 Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. Ayat 5 Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. Ayat 6 Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. Ayat 7 Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 6 dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang. Dalam perkara tindak pidana umum, tidak dimungkinkan untuk diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa atau dilakukan secara in absensia, tetapi untuk tindak pidana khusus dimungkinkan sebab adanya kekhususan dan berbagai aspek pertimbangan untuk dilakukannya persidangan secara in absensia, misalnya adanya kerugian negara akibat tindak pidana khusus tersebut sehingga dapat berdampak kepada masyarakat Adami Chazawi, 2005: 391.

b. Pengaturan In Absensia Dalam Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun

1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi Pasal 16 ayat 1 UU No.7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi mengatur lebih jelas tentang sidang in absensia meskipun masih mengandung penafsiran yang luas karena tidak rinci, yaitu: jika ada cukup alasan untuk menduga, bahwa seseorang yang meninggal dunia, sebelum atas perkaranya ada putusan commit to user yang tak dapat diubah lagi, telah melakukan tindak pidana ekonomi, maka hakim atas tuntutan penuntut umum dengan putusan pengadilan dapat: a. memutus perampasan barang-barang yang telah disita, b. memutus bahwa tindakan tata tertib yang disebut pada pasal 8 sub c dan d dilakukan dengan memberatkannya pada harta orang yang meninggal dunia itu.

c. Pengaturan In Absensia Dalam Undang-Undang 3 Tahun 1971

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pengaturan in absensia di dalam UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tertuang di dalam Pasal 23 ayat 1 sampai dengan ayat 6 yang menyatakan bahwa ayat 1 jika terdakwa setelah dipanggil dengan semestinya tidak hadir dalam sidang pengadilan tanpa memberi alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus oleh hakim tanpa kehadirannya. Ayat 2 bila terdakwa hadir pada sidang- sidang selanjutnya sebelum putusan dijatuhkan, ia wajib diperiksa dan didengar serta sidang dilanjutkan. Ayat 3 putusan pengadilan diumumkan oleh panitera dalam papan pengumuman pengadilan atau kantor pemerintah daerah. Ayat 4 terhadap putusan pengadilan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa, terdakwa atau kuasanya dapat memajukan banding. Ayat 5 a. jika ada alasan yang cukup menduga, bahwa seorang yang meninggal dunia, sebelum atas perkaranya ada putusan yang tidak dapat diubah lagi, telah melakukan suatu tindak pidana korupsi, maka hakim atas tuntutan penuntut umum, dengan putusan pengadilan dapat memutuskan perampasan barang-barang yang telah disita. b. ketentuan tersebut pada ayat 4 tidak berlaku bagi orang yang meninggal dunia dimaksud sub a. Ayat 6 Setiap orang yang berkepentingan dapat memajukan surat keberatan kepada pengadilan yang telah menjatuhkan putusan dimaksud ayat 5 dalam waktu tiga bulan setelah pengumuman tersebut dalam ayat 3. commit to user

d. Pengaturan In Absensia Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun