commit to user
dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi nara sumber yang dapat memecahkan permasalahan penelitian. Di dalam melakukan studi
dokumentasi, peneliti menyelidiki bahan-bahan pustaka yang merupakan data sekunder.
6. Teknik Analisis Data
Pada penelitian hukum normatif, permasalahan hukum dianalisis dengan metode silogisme dan interpretasi.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis
membuat suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka,
pembahasan, dan penutup, ditambah dengan lampiran-lampiran dan daftar pustaka. Apabila disusun dengan sistematis adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian antara lain: tujuan obyektif dan subyektif, manfaat
penelitian antara lain: manfaat teoritis dan praktis, metode penelitian yang mencakup jenis penelitian, sifat penelitian, jenis data, sumber data, teknik
pengumpulan data, serta diuraikan juga sistematika penulisan hukum. BAB II:
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan antara lain mengenai kerangka teoritis dan
kerangka pemikiran. Di dalam kerangka teoritis meliputi: pertama, tinjauan tentang peradilan in absensi yang di dalamnya dijelaskan tentang pengertian in
absensia, pengaturan in absensia dalam Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
commit to user
Tindak Pidana Korupsi. Kedua, tinjauan tentang tindak pidana korupsi yang di dalamnya dijelaskan tentang pengertian tindak pidana dan tindak pidana korupsi.
Ketiga, hukum acara tindak pidana korupsi yang di dalamnya dijelaskan tentang hukum acara tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan menurut Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. BAB III:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan mengenai pengaturan in absensia di dalam Undang-
Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi yang tercantum dalam pasal 16 ayat 1, Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tercantum dalam pasal 23 ayat 1, dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. BAB IV:
PENUTUP Pada bab ini diuraikan simpulan berdasarkan analisis data yang dilakukan
sebagai jawaban atas permasalahan yang dirumuskan dan diuraikan mengenai saran-saran yang ditujukan kepada para pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA Di dalam daftar isi diuraikan sumber-sumber pustaka yang digunakan oleh
penulis, baik sumber-sumber dari buku, peraturan perundang-undangan, maupun bahan-bahan dari internet.
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran-lampiran terdiri dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
commit to user
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Tinjauan Tentang Peradilan In Absensia
a. Pengertian In Absensia
Mengadili atau menjatuhkan hukuman secara in absensia, ialah mengadili seseorang terdakwa dan dapat menghukumnya tanpa dihadiri
oleh terdakwa itu sendiri. Berdasarkan Pasal 196 ayat 1 KUHAP, pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal
undang-undang menentukan lain Djoko Prakoso, 1985: 54-57.
Menurut Sudikno Mertokusumo, peradilan sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan tugas hakim dalam memutus perkara baik perkara
perdata maupun pidana untuk mempertahankan atau menjamin ditaatinya hukum materiil. Sedangkan menurut Arief Sidharta, peradilan adalah
pranata hukum untuk secara formal, imparsial, obyektif, serta adil manusiawi memproses penyelesaian definitif yang hasilnya dirumuskan
dalam bentuk vonis yang implementasinya dapat dipaksakan dengan menggunakan aparat negara HP. Panggabean, 2008: 95-96.
Istilah ”peradilan” dalam peraturan perundang-undangan dapat
ditemukan pada Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Kata
”peradilan” pada rumusan judul peraturan tersebut merupakan salah satu tahap penyelesaian perkara pidana, di samping tahap penyidikan dan
penuntutan. Peradilan di sini mempunyai pengertian sebagai suatu proses pemeriksaan sampai dengan putusan pengadilan.
Secara fomal kata ”In Absentia” dipergunakan dalam Undang- Undang Nomor 11Pnps1963 yang perumusannya terdapat pada Pasal 11
ayat 1. Kata in absentia diartikan dengan mengadili di luar kehadiran terdakwa. Kata ”In Absentia” dalam rumusan tersebut sebenarnya
menunjuk pada pengertian ”peradilan In Absentia” yang mencakup pemerikasaan sampai dengan putusan pengadilan di luar kehadiran
terdakwa. Pengertian di atas sesungguhnya mempunyai cakupan yang
10