Pengertian In Absensia Tinjauan Tentang Peradilan In Absensia

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Tinjauan Tentang Peradilan In Absensia

a. Pengertian In Absensia

Mengadili atau menjatuhkan hukuman secara in absensia, ialah mengadili seseorang terdakwa dan dapat menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdakwa itu sendiri. Berdasarkan Pasal 196 ayat 1 KUHAP, pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang menentukan lain Djoko Prakoso, 1985: 54-57. Menurut Sudikno Mertokusumo, peradilan sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan tugas hakim dalam memutus perkara baik perkara perdata maupun pidana untuk mempertahankan atau menjamin ditaatinya hukum materiil. Sedangkan menurut Arief Sidharta, peradilan adalah pranata hukum untuk secara formal, imparsial, obyektif, serta adil manusiawi memproses penyelesaian definitif yang hasilnya dirumuskan dalam bentuk vonis yang implementasinya dapat dipaksakan dengan menggunakan aparat negara HP. Panggabean, 2008: 95-96. Istilah ”peradilan” dalam peraturan perundang-undangan dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Kata ”peradilan” pada rumusan judul peraturan tersebut merupakan salah satu tahap penyelesaian perkara pidana, di samping tahap penyidikan dan penuntutan. Peradilan di sini mempunyai pengertian sebagai suatu proses pemeriksaan sampai dengan putusan pengadilan. Secara fomal kata ”In Absentia” dipergunakan dalam Undang- Undang Nomor 11Pnps1963 yang perumusannya terdapat pada Pasal 11 ayat 1. Kata in absentia diartikan dengan mengadili di luar kehadiran terdakwa. Kata ”In Absentia” dalam rumusan tersebut sebenarnya menunjuk pada pengertian ”peradilan In Absentia” yang mencakup pemerikasaan sampai dengan putusan pengadilan di luar kehadiran terdakwa. Pengertian di atas sesungguhnya mempunyai cakupan yang 10 commit to user sempit, dalam arti bahwa pengertian tersebut hanya didasarkan pada terjemahan masing-masing kata yang membentuknya, yaitu kata peradilan dan kata In Absentia. Kata peradilan diterjemahkan sebagai pemeriksaan dan putusan pengadilan sedangkan kata In Absentia deterjemahkan sebagai tidak hadir. Tidak hadir dalam pengertian ini adalah tidak hadirnya terdakwa. Menurut ensiklopedia Wikipedia, In absentia is Latin for in the absence. In legal use it usually pertains to a defendants right to be present in court proceedings in a criminal trial . Apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, yaitu in absensia dalam bahasa Latin dapat diartikan ketidakhadiran. Di dalam sistem hukum pada umumnya adalah ketidakhadiran seorang terdakwa di pengadilan dalam suatu perkara pidana Wikipedi, 2008: 1-2. Conviction of a person in absentia, that is in a trial in which they are not present to answer the charges, is held to be a violation of natural justice Apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, dikatakan in absensia adalah terdakwa yang tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dijawab dalam suatu persidangan dipengadilan Anthony, 2005: 1-2. KUHAP secara umum tidak mengatur peradilan in absensia. Tanpa kehadiran terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara oleh pengadilan tidak dapat dilakukan. Sejalan dengan itu, Pasal 154 ayat 1 sampai dengan ayat 7 KUHAP mengatur bagaimana cara menghadirkan terdakwa dalam persidangan, yaitu: ayat 1 hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. Ayat 2 Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah commit to user terdakwa sudah dipanggil secara sah. Ayat 3 Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. Ayat 4 Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. Ayat 5 Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. Ayat 6 Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. Ayat 7 Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 6 dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang. Dalam perkara tindak pidana umum, tidak dimungkinkan untuk diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa atau dilakukan secara in absensia, tetapi untuk tindak pidana khusus dimungkinkan sebab adanya kekhususan dan berbagai aspek pertimbangan untuk dilakukannya persidangan secara in absensia, misalnya adanya kerugian negara akibat tindak pidana khusus tersebut sehingga dapat berdampak kepada masyarakat Adami Chazawi, 2005: 391.

b. Pengaturan In Absensia Dalam Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun