Hukum Acara Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang

commit to user Pokok-pokok Kepegawaian, pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, dan orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Dijelaskan di dalam Pasal 1 UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yaitu pegawai negeri adalah setiap warga negara republik indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam Penjelasan Pasal 5 Ayat 2 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyelenggara negara adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Hukum Acara Tindak Pidana Korupsi

a. Hukum Acara Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Hukum acara terhadap tindak pidana korupsi berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur commit to user dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 40, yaitu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya dan dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, yaitu tindak pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan, industri, komoditi berjangka, bidang moneter, dan keuangan yang bersifat sektoral, dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih, dan dilakukan tersangka atau terdakwa yang berstatus sebagai penyelenggara negara sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung. b. Hukum Acara Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di atas telah diuraikan hukum acara terhadap tindak pidana korupsi yang diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sedangkan hukum acara terhadap tindak pidana korupsi yang diatur di dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 62 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diperkenalkan adanya perangkat pendukung lain seperti dibentuknya tim gabungan yang dikoordinasikan oleh Jaksa Agung apabila terjadi tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya dan di dalam undang-undang tersebut mengamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya KPK yang merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam commit to user memberantas tindak pidana korupsi bersifat independen dan bebas dari kekeuasaan manapun Supanto, 2008: 88. Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukum acara terhadap tindak pidana korupsi yang diatur di dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 62 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam KUHAP berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada KPK dan dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama KPK, tetapi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 2 KUHAP, yaitu penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b, yaitu pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a, yaitu pejabat polisi negara Republik Indonesia, tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 Tentang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam KUHAP berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada KPK, yaitu penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP, commit to user sedangkan penyelidik, yaitu pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, sedangkan penyidik, yaitu pejabat polisi negara Republik Indonesia. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan, sedangkan jaksa, yaitu pejabat yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. commit to user

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaturan Pemeriksaan Perkara Tanpa Kehadiran Terdakwa Dalam Tindak Pidana Korupsi Menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Sebelum mengarah pada pengaturan pemeriksaan perkara tanpa kehadiran terdakwa dalam tindak pidana korupsi menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berlaku, maka terlebih dahulu diuraikan peraturan yang sebelumnya berlaku, yaitu Peraturan Penguasa Militer Nomor PRTPM061957 yang memberikan pengertian tindak pidana korupsi adalah tiap perbuatan oleh siapapun, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan atau perekonomian negara dan tiap perbuatan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara, alat daerah atau dari suatu badan yang menerima bantuan dan keuangan negara atau daerah, yang dengan mempergunakan kesempatan, kewenangan, atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan atau materiil baginya. Pada tahun 1958 dikeluarkan Peraturan Penguasa Perang Pusat A.D. Nomor PRTPEPERPU013, di dalamnya pengertian tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang melakukan pelanggaran, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan hukum, langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau suatu badan yang menerima bantuan dan keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal masyarakat atau perbuatan pelanggaran yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan. Kejahatan dalam Pasal 41 sampai 50 peraturan ini dan Pasal 209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP. Perbuatan korupsi lainnya adalah perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu badan yang langsung atau 32