Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat dan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi, jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas maupun kuantitasnya tindak pidana korupsi yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat yang merupakan suatu fenomena kejahatan yang menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional, merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak- hak ekonomi masyarakat, serta membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya, sehingga penanggulangan dan pemberantasannya harus benar-benar diprioritaskan dalam rangka mewujudkan keadilan berdasarkan Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua, bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara- cara yang luar biasa. Sekalipun penanggulangan tindak pidana korupsi diprioritaskan, namun diakui bahwa tindak pidana korupsi termasuk jenis perkara yang sulit penaggulangan maupun pemberantasannya. Tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas, serta keamanan dan stabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat nasional 1 commit to user maupun tingkat internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata laksana pemerintahan yang baik dan kerjasama internasional, termasuk pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi. Selama ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan khusus, antara lain dimulai dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi selanjutnya UU 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, Peraturan Penguasa Militer Nomor PRTPM061957, Peraturan Penguasa Perang Pusat A.D. Nomor PRTPEPERPU0131958, Undang-Undang Nomor 24PrpTahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya UU No. 24PrpTahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme selanjutnya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption Tahun 2003 Konvensi commit to user Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi Tahun 2003 selanjutnya UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption Tahun 2003 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi Tahun 2003. Memperhatikan berbagai langkah kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi di atas, terkesan bahwa strategi kebijakan lebih memfokuskan pada upaya melakukan pembaharuan dan perubahan peraturan perundang-undangan atau law reform , upaya tersebut memang merupakan langkah yang sepatutnya dilakukan tetapi oleh karena masalah tindak pidana korupsi sarat dengan berbagai kompleksitas maka seyogyanya ditempuh pendekatan integral sehingga tidak hanya law reform tetapi juga social, economic, political, cultural, moral, and administrative reforms. Tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 1,95 triliun yang dilakukan oleh Almarhum Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing selaku Komisaris Utama Bank Harapan Sentosa yang dilikuidasi pada tanggal 1 November 1997 lalu selanjutnya BHS yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyidangkan perkaranya secara in absensia pada 22 Maret 2002. Alm. Hendra Rahardja dihukum karena terbukti menyalahgunakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia selanjutnya BLBI secara bersama-sama dengan Eko Edi Putranto sebagai mantan Komisaris BHS yang juga anak Alm. Hendra Rahardja, dan Sherny Kojongian sebagai mantan Direktur Kredit BHS, yang harus disalurkan ke pengusaha kecil dan menengah itu dihabiskan untuk membeli tanah, membangun gedung BHS di sejumlah kota di Indonesia, dan dikucurkan ke kelompok perusahaannya sendiri hingga melanggar batas maksimum pemberian kredit Hendriko L. Wiremmer, 2001: 1. Harta Alm. Hendra Rahardja di Australia nilainya sekitar Aus 600.000,00 atau setara dengan Rp 3,84 miliar disita Pemerintah Australia, kemudian diserahkan kepada Pemerintah Indonesia. Uang dalam bentuk cek itu telah commit to user diserahkan Menteri Kehakiman dan Bea Cukai Australia Chris Ellison kepada Duta Besar Indonesia di Australia Imron Cotan, rekeningnya tersebut terdapat di dua bank di Australia, yaitu di Sidney dan Perth kedua rekening tersebut sudah dibekukan. Rekening Alm. Hendra Rahardja yang berada di sebuah bank di Hongkong berisi US 385.000, 00 dapat ditarik kembali ke Indonesia karena Indonesia memiliki perjanjian Mutual Legal Assistance MLA atau bantuan hukum timbal balik dengan Hongkong Dewi Indriastuti, 2008: 1. Kejaksaan Agung menyatakan, jumlah aset Alm. Hendra Rahardja yang disita sekitar 232 item, yang telah dilelang 17 item dan cuma menghasilkan uang Rp 13 miliar. Dana hasil pelelangan sejumlah perusahaan milik Grup BHS, seperti PT Eka Sapta Dirgantara, PT Arta Buana Sakti, PT Inti Bangun Adi Pratama, PT Prasetya Mandiri, dan PT Setyo Harto Jaya Building sebesar Rp 430,3 miliar serta Kejaksaan Agung menyita aset tanah seluas 500 hektar di Bogor, Jawa Barat Kun Wahyu Winasis, 2002: 1. Eko Edi Putranto dan Sherny Kojongian masing-masing dihukum 20 tahun penjara. Hendra Rahardja, Eko Edi Putranto, dan Sherny Kojongian didenda sebesar Rp 30 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 1,95 triliun. Waktu itu, hanya Hendra Rahardja yang mengajukan banding, sedangkan Eko Edi Putranto dan Sherny Kojongian tidak mengajukan banding. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tetap memvonis Hendra Rahardja dengan penjara seumur hidup. Berdasarkan siaran pers Kedutaan Besar Republik Indonesia dengan nomor 58PenI03, yang menyatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra telah menerima pemberitahuan dari pejabat Kejaksaan Agung Australia bahwa terpidana penyalahgunaan BLBI yaitu, Hendra Rahardja telah meninggal dunia pada hari Minggu, tanggal 26 Januari 2003 di Sydney, Australia karena kanker ginjal. Sedangkan, Eko Edi Putranto dan Sherny Kojongian hingga saat ini masih bebas dan dikabarkan berdomisili di Australia Erwin Dariyanto, 2005: 1. commit to user Sehubungan dengan adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Hendra Rahardja tersebut diperiksa di muka persidangan secara in absensia, maka penulis menuangkannya ke dalam sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul: KAJIAN TENTANG PENGATURAN PEMERIKSAAN PERKARA TANPA KEHADIRAN TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA.

B. Perumusan Masalah