BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dan keberhasilan perusahaan mempengaruhi sektor perekonomian suatu negara. Banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian titik
keberhasilan tersebut, salah satunya kemampuan dalam memanajemen keuangan perusahaan, terutama dalam tiga fungsi, yaitu keputusan investasi, keputusan
pendanaan, dan keputusan pengelolaan aset Agus Harjito dan Martono, 2001. Kebijakan pendanaan khususnya pendanaan jangka panjang atau sering dikenal
dengan struktur modal yaitu bauran proporsi pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham preferen dan
saham biasa, merupakan bagian yang sangat diperhatikan manajer, karena erat kaitannya dengan lancarnya proses operasi perusahaan yang bersangkutan, dan
berdampak pada pencapaian titik keberhasilan suatu perusahaan. Salah satu yang dapat menjadi alat ukur keberhasilan perusahaan adalah nilai perusahaan, yaitu
nilai laba masa yang akan datang yang diekspektasi dan dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat Winardi, 2001. Sedangkan menurut Solihan Taswan,
2002 “Nilai perusahaan sering diindikasikan dengan
price to
book value
yang
juga yang menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai peruasahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga
tinggi”. Keputusan
memaksimumkan nilai perusahaan dapat dilakukan dengan perencanaan struktur modal dan penetapan kebijakan dividen Sri Hasnawati,
1
2005. Kebijakan dividen berkaitan dengan pengelolaan
earning after
tax
EAT, apakah semua atau sebagian besar EAT diberikan kepada pemegang saham, yang
berbentuk dividen atau semua atau sebagian besar EAT diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan
retained earning
. Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi EAT sebagai dividen, maka akan mengurangi
jumlah laba yang ditahan dan berdampak pada sedikitnya sumber dana internal dalam pengembangan usaha, begitu juga sebaliknya, bila perusahaan memutuskan
untuk menginvestasikan kembali EAT ke dalam perusahaan, maka sumber dana internal perusahaan besar dalam pengembangan usaha.
Menurut Martono dan Agus Harjito 2005 dalam Susanti 2010, “nilai
perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Besarnya dividen dapat mempengaruhi harga saham, apabila dividen yang dibayar
tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahan juga tinggi. Sebaliknya, jika dividen yang dibayarkan kecil, maka harga saham perusahaan
tersebut juga rendah. Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba, jika laba perusahaan besar, maka
kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu, dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusaha
an.” Ada beberapa teori yang muncul berkaitan pengaruh kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan, diantaranya teori ketidarelevanan dividen
dividend irrelevance
theory
dan teori
Bird-in-the-hand
, yang
keduanya saling
bertentangan. Menurut
irrelevance theory
yang dianjurkan Merton Miller dan Franco Modigliani 1958, dikatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai
pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Mereka
2
berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya akan ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta risiko bisnisnya, dengan kata
lain, nilai suatu perusahaan tergantung pada pendapatan yang dihasilkan aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividend
dan laba ditahan. Berbeda dengan teori irrelevansi menurut teori
bird in
the hand
yang diajukanhn Myron Gordon dan John Lintner 1959, yang menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen
yang tinggi, karena investor menganggap bahwa risiko dividen tidak sebesar kenaikan biaya modal, sehinggga investor lebih menyukai keuntungan dalam
bentuk dividen daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ishaaq 2009 dalam Susanti
2010, dan Hasnawati 2005, adanya hubungan positif antara
investment opportunities
dan dividen terhadap nilai perusahaan, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Haruman 2007 dalam Susanti 2010, yang menyatakan
adanya hubungan negatif. Sedangkan menurut hasil penelitian Chandra 2007 dalam
penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh struktur modal terhadap
produktivitas aktiva, kenerja keuangan dan nilai perusahaan”, membuktikan hanya
perusahaan besar saja yang secara meyakinkan menemukan adanya pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian Gultom dan Syarif
2008 yang berjudul „Pengaruh kebijakan
leverage
, kebijkan dividen, dan
Earning per
share
terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia‟, disimpulkan bahwa kebijakan
leverage
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, lain halnya dengan kebijakan
3
dividen dan
earning per
share
yang tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Pada dasarnya struktur modal dan kebijakan dividen suatu perusahaan, erat kaitannya dengan pasar modal. Pasar modal adalah pasar yang memperjualbelikan
produk perdana yang bersifat abstrak. Sedangkan bentuk konkritnya, produk yang diperjualbelikan di pasar modal berupa lembar surat berharga di bursa efek. Bursa
efek adalah sistem yang terorganisasi dengan mekanisme resmi untuk mempertemukan penjual dan pembeli sekuritas secara langsung atau melalui
wakil-wakilnya. Dengan kata lain, pasar modal atau bursa efek merupakan wadah yang sering dimanfaatkan oleh perusahaan dalam pencarian sumber modal bagi
perusahaan, yang akan berdampak pada kebijakan dividen dan nilai perusahaan tersebut.
Cakupan tujuan dan misi yang diemban pasar modal Indonesia bersifat lebih luas, sesuai dengan idealisme bangsa Indonesia yang berusaha untuk
menjalankan perekonomian yang berdasarkan kekeluargaan. Tiga aspek mendasar yang ingin dicapai pasar modal Indonesia untuk mewujudkan tujuan tersebut,
yaitu: mempercepat proses perluasan partisipasi masyarakat dalam pemilikan saham-saham perusahaan, pemasaran pendapatan masyarakat melalui pemilikan
saham, dan menggairahkan masyarakat dalam mengerahkan dan perhimpunan dana untuk digunakan secara produktif.
Pemilihan sektor industri barang konsumsi, tidak terlepas dari keberadaan industri sebagai pemimpin sektor, yaitu dengan adanya pembangunan industri
maka akan memacu dan mengangkat sektor-sektor lainnya seperti pertanian dan jasa. Hal ini juga membuktikan pentingnya sektor industri dalam pembangungan
4
ekonomi Indonesia, sehingga mampu menggeser struktur perekonomian Indonesia yang berbasis agraris menjadi perekonomian yang berbasis industry Hill, 2000.
Perkembangan industri barang konsumsi, merupakan tuntutan dari derasnya permintaan pasar, sehingga bisa memenuhi harapan-harapan yang muncul, seperti
banyaknya pilihan produk yang tersedia dalam pemenuhan kebutuhan, semakin meningkatnya kualitas produk yang diberikan, karena semakin meningkatnya
persaingan dalam mencapai target pasar yang ditentukan perusahaan, penekanan biaya memperoleh produk yang dibutuhkan, dan membutuhkan waktu yang relatif
singkat untuk memperoleh produk yang dibutuhkan. Hal inilah yang menjadi
dasar ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh
Struktur Modal
dan Kebijakan
Dividen terhadap
Nilai Perusahaan pada Sektor Industri Barang Konsumsi yang
Listing
di Bursa Efek Indonesia BEI periode 2006-2010”.
1.2 Rumusan Masalah