keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pendapatan orang orang tua dan status sosial di dalam masyarakat seperti, hubungan dengan masyarakat, asosiasi dalam kelompok
masyarakat, dan persepsi masyarakat atas keluarga. Menurut Soesastro, dkk 2005, faktor sosioekonomi turut menentukan jumlah
anak yang diinginkan maupun yang dilahirkan di dalam keluarga. Kemiskinan dapat mendorong ke arah pembatasan kelahiran, tetapi sebaliknya lebih banyak anak secara
ekonomi dapat juga membawa keuntungan. Menurut Elfindri 1989, bahwa faktor – faktor yang memengaruhi jumlah
anak adalah diantaranya adalah faktor sosioekonomi rumah tangga yang meliputi pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan. Faktor – faktor tersebut dapat kita jelaskan
sebagai berikut :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi dasar
keberhasilan dalam bisnis atau bidang profesi, yang akan membuka jalan bagi individu bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang yang statusnya lebih
tinggi. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan hidup manusia akan semakin berkualitas Hurlock, 2004.
Menurut Suandi 2001 yang mengutip teori human capital, kualitas sumberdaya manusia selain ditentukan oleh tingkat kesehatan juga ditentukan tingkat
pendidikan. Pendidikan dipandang tidak hanya dapat menambah pengetahuan tetapi
Universitas Sumatera Utara
dapat juga meningkatkan keterampilan keahlian seorang individu sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Suandi juga mengutip pendapat Ananta dan Hatmadji 1986, bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu tolak ukur yang sering digunakan untuk mengukur
tingkat kemajuan suatu daerah atau masyarakat. Pendidikan tidak hanya mencerdaskan kehidupan masyarakat yang bersangkutan, melainkan juga
meningkatkan mutu masyarakat tersebut. Dengan mutu yang tinggi dan baik, jumlah penduduk tidak lagi merupakan beban atau tanggungan masyarakat melainkan
sebagai modal atau aset pembangunan. Tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki pasangan akan berdampak pada
pembatasan jumlah anak yang dilahirkan, terutama disebabkan meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab dalam hidup berumah tangga. Menurut Lukman
2008 umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.
Menurut Muchtar dan Purnomo 2009, faktor pendidikan sangat erat kaitannya dengan sikap dan pandangan hidup suatu masyarakat. Pendidikan jelas
mempengaruhi usia kawin, dengan sekolah maka wanita akan menunda perkawinannya, yang kemudian berdampak pada penundaan untuk memiliki anak.
Tingkat pendidikan disini adalah pendidikan yang ditamatkan, yang dalam analisis dikelompokkan menjadi lima, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak
tamat SMTA, dan SMTA+.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian Puslitbang KB dan BKKBN 2009, diketahui bahwa hubungan antara tingkat pendidikan dan fertilitas menunjukkan hubungan
yang negatif, semakin tinggi pendidikan maka fertilitas semakin rendah. Wanita pernah kawin yang tidak pernah sekolah mempunyai rata-rata jumlah anak lahir hidup
3,7 anak, sedangkan wanita tamat SD mempunyai 2,4 anak dan wanita yang berpendidikan tamat SMTA atau lebih mempunyai 1,9 anak. Pengaruh pendidikan
terhadap fertilitas signifikan p0,005.
2. Pekerjaan