Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen

(1)

T E S I S

Oleh YUSRIZAL 067012030/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA

DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN BIREUEN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh YUSRIZAL 067012030/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

Nomor Pokok : 067012030

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi) (Ernawati Nasution, SKM, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi Aggota : 1. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes

2. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(5)

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA

DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN BIREUEN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008


(6)

ABSTRAK

Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek ekonomi, sosial-budaya, dan sebagainya. Kasus gizi buruk pada anak balita yang meningkat akhir-akhir ini di Indonesia telah menyadarkan pemegang kebijakan untuk melihat lebih jelas bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan ternyata mempunyai masalah yang sangat besar. Faktor penyebab kurang gizi, pertama makanan yang kurang dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua, ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, ketiga faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan metode explantory research (penjelasan) yaitu mencari seberapa besar pengaruh faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi yang terdiri dari: pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan faktor budaya masyarakat yaitu pengetahuan, pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap status gizi anak Balita di wilayah pesisir Kabupaten Bireuen adalah tingkat pengetahuan (B= 0,260). Variabel yang tidak berpengaruh dalam penelitian ini adalah pendapatan, jumlah anggota keluarga,makanan pantangan dan distribusi makanan dalam keluarga.

Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Bireuen dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten untuk meningkatkan, pengetahuan tentang kesehatan gizi serta bagaimana pola makan yang baik bagi anak balita melalui pelatihan kader posyandu dan perlu ditingkatkan penyuluhan terhadap ibu-ibu anak balita tentang pentingnya kesehatan gizi anak balita serta perlu penyebaran informasi lewat promosi kesehatan yang meluas.


(7)

of health but also the aspects of economy, socio-culture, and others. The case of poor nutrient in the under five-years old children which is increasing lately in Indonesia has made the policy makers realize that they need to see clearly the under five-years old children as the future human resources with a big problem. The causal factors of the children’s having less nutrient are, first, that they might develop an infectional disease; second, their family’s food supply, the pattern of child care, health service and health environment; third, level of education, knowledge and family’s skill.

This survey with explanatory research method to examine how and to what extent the factors of socio-economy and community’s culture influence the nutrient status of the under five-years old children in the Coastal Area of Bireuen District. The purpose of this study is to analyze the influence of the economic factors including education, occupation, income, number of family’s member, and the community’s culture such as knowledge, eating pattern, food which are religiously not allowed to consume, food distribution in a family.

The result of this study reveals that the variables which have an influence on the nutrient status of the under five-years old children in the Coastal Area of Bireuen District are level of knowledge (B = 0.260). The variables which do not have any influence in this study are income, number of family’s member, food which are religiously not allowed to consume, and food distribution in a family.

It is suggested that the Bireuen District Health office improve the knowledge of community on nutrient health and good eating pattern for the under five-years old children by training the cadres of integrated health service posts (Posyandu), increase the frequency of extensions for the mothers of the under five-years old children on the importance of nutrient health of the under five-years old children, and distribute information through spread health promotion.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, dan segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ”Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen”.

Selesainya tesis ini merupakan rahmat dan karunia Ilahi yang diberikan kepada penulis, namun di sisi lain tidak terlepas dari dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing Tesis yang telah banyak meluangkan waktu, perhatian dan dorongan moril dalam membimbing penulis.

Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes sebagai Anggota Komisi Pembimbing Tesis yang juga memberikan banyak bimbingan serta meluangkan waktu kepada penulis.


(9)

bimbingan penulis, dan dosen Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani perkuliahan hingga sampai penyelesaian tesis, serta seluruh Karyawan Administrasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu kelancaran administrasi yang dibutuhkan penulis sampai ke penyelesaian tesis.

Bapak Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah banyak membantu dalam terlaksananya pendidikan Pasca Sarjana sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sesuai dengan waktu yang diberikan.

Bapak dr. H. Bakri Abdullah, M.Kes sebagai kepala pada Bapelkes Aceh pada saat penulis mengikuti tugas belajar, dan banyak dorongan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Zulkifli, SKM selaku kepala Tata Usaha Dinas Kesehatan Bireuen yang senantiasa membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Rekan-rekan mahasiswa pada Universitas Almuslim Peusangan Kabupaten Bireuen yang ikut membantu mendampingi penulis dalam pelaksanaan penelitian dan Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah sama-sama berjuang menyelesaikan pendidikan serta semangat dan spiritnya merupakan dorongan dan kenangan bagi penulis yang tidak terlupakan.


(10)

Ibunda tersayang Djaibah serta istri tercinta Suherti, ananda Aryanda Suemanjarth dan Nasyal Andjani yang telah banyak berkorban dan memberikan dorongan demi perkuliahan hingga sampai selesai penyusunan tesis ini.

Alhamdulillah semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayahnya serta kebahagian baik dalam diri pribadi dan dapat membahagiakan orang lain yang membutuhkan. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan bagi penerus peneliti selanjutnya.

Medan, Agustus 2008 Penulis,


(11)

Yusrizal, lahir pada tanggal 28 Februari 1969 di Cot Bada Kecamatan Peusangan Kabupaten Aceh Utara Provinsi Daerah Istimewa Aceh, merupakan anak tunggal dari pasangan Ayahanda Alm. Usman Thaib dan Ibunda Djaibah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri No.2 Gandapura selesai pada tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Gandapura selesai pada tahun 1985, Sekolah Menengah Atas Negeri Gandapura selesai pada tahun 1988, Sekolah Pembantu Ahli Gizi Banda Aceh (SPAG/D.1) selesai pada tahun 1989, Akademi Gizi Depkes.RI Jakarta selesai pada tahun 1999, Fakultas Teknologi Pertanian jurusan Pangan dan Gizi pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh selesai pada tahun 2004.

Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil Pusat diperbantukan ke Provinsi Sumatera Barat sejak tahun 1990 pada Puskesmas Pangkalan Koto Baru Kabupaten 50 Kota, tahun 1993 ditugaskan pada Puskesmas Batu Hampar Kabupaten 50 Kota Sumatera Barat, Pada tahun 1996 ditugaskan sebagai mahasiswa tugas belajar pada Akademi Gizi Depkes.RI Jakarta, Agustus tahun 1999 ditugaskan pada Kanwil Daerah Istimewa Aceh, tahun 2000 ditugaskan pada Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes Aceh), Pada Tahun 2002 ditugaskan Pada UPTD BLPKM Dinkes Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tahun 2004 ditugaskan sebagai pengelola Bapelkes


(12)

Aceh (UPTD BLTTK), dan pada tahun 2006 sampai saat ini ditugaskan pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh.

Tahun 1998 penulis menikah dengan Suherti putri dari 5 bersaudara dari Bapak Sarnata dan almarhum ibunda Suhami di Desa Cibata Kecamatan Leuwiliyang Kabupaten Bogor Jawa Barat, tahun 1999 penulis dikaruniai seorang putra Aryanda Suemanjarth dan tahun 2002 dikaruniai seorang putri Nasyal Andjani.

Tahun 2006 penulis ditugaskan sebagai mahasiswa Tugas Belajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan di Medan dan lulus pada tanggal 25 Agustus 2008.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………...………... i

ABSTRACT.………... ii

KATA PENGANTAR………... iii

RIWAYAT HIDUP……… vi

DAFTAR ISI……… ... viii

DAFTAR TABEL...……….. .. x

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN……… ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2. Permasalahan…….….………... 7

1.3. Tujuan Penelitian..………... 7

1.4. Hipotesis……..……….... 8

1.5. Manfaat Penelitian ………..……….... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Status Gizi Anak Balita...……….... 9

2.2. Faktor Penyebab Masalah Gizi…….………..……. 10

2.3. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat……….………..……... 11

2.4. Budaya Masyarakat………. 14

2.5. Perbaikan Gizi Masyarakat……….. 23

2.6. Penilaian Status Gizi Anak Balita…….………... 24

2.7. Landasan Teori ………….………... 26

2.8. Kerangka Konsep………..……….……….. 28

BAB 3 METODE PENILITIAN... 29

3.1. Jenis Penelitian………... 29

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian………... 29

3.3. Populasi dan Sampel ……….. 29

3.4. Metode Pengumpulan Data……….. 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional……….………..………... 33

3.6. Metode Pengukuran ………. 36


(14)

BAB 4 HASIL PENELITIAN………... 43

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………...………... 43

4.2. Gambaran Umum Responden……….………. 45

4.3. Hasil Analisis ………..………..……….. 46

4.4. Analisis bivariat………..………... 51

4.5. Analisis multivariat………..………. 55

BAB 5 PEMBAHASAN………. 57

5.1. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen…………..………... 57

5.2. Pengaruh Faktor Budaya Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen………....………... 62

5.3. Keterbatasan Penelitian………. 68

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 70

6.1. Kesimpulan………..……….……… 70

6.2. Saran……….……….... 70


(15)

Pesisir Kabupaten Bireuen………..………….……... 30

3.2. Distribusi Sampel Ibu Yang Mempunyai 2 Orang Anak Balita Menurut Proporsi Di Kecamatan Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen……..……... 31

3.3. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Independen………..…... 33

3.4. Aspek Pengukuran Tingkat Pendidikan Responden………..……. 36

3.5. Aspek Pengukuran Pekerjaan……….………... 37

3.6. Aspek Pengukuran Pendapatan…………..………... 38

3.7. Aspek Pengukuran Jumlah Anggota Keluarga……… 38

3.8. Aspek Pengukuran Pengetahuan Ibu Anak Balita………... 39

3.9. Aspek Pengukuran Pola Makan Anak Balita………... 40

3.10. Aspek Pengukuran Makanan Pantangan………... 40

3.11. Aspek Pengukuran Distribusi Makanan Dalam Keluarga……….….. 40

4.1. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bireuen Tahun 2006. 44 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2006………. ... 44

4.3. Distribusi Umur Ibu Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2008……….. 45

4.4. Distribusi Anak Balita Menurut Umur di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2008……….……… 46

4.5. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2008………. 46


(16)

4.6. Distribusi Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Responden di Wilayah Pesisir

Kabupaten Bireuen Tahun 2008……….……….. 47

4.7. Distribusi Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga Responden di Wilayah

Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2008………... 47

4.8. Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Responden di Wilayah Pesisir

Kabupaten Bireuen Tahun 2008………... 48

4.9. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Wilayah Pesisir Kabupaten

Bireuen Tahun 2008………. 48

4.10. Distribusi Pola Makan Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen

Tahun 2008……….….. 49

4.11. Distribusi Makanan Pantangan Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2008... 49 4.12. Distribusi Pembagian Makanan Untuk Anak Balita Dalam Keluarga di

Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2008……… 50 4.13. Distribusi Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen

Tahun 2008……….. 50 4.14. Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan terhadap Status Gizi Anak Balita di

Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen……….… 51 4.15. Tabulasi Silang Jenis Pekerjaan terhadap Status Gizi Anak Balita di

Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen………..………... 52 4.16. Tabulasi Silang Tingkat Pendapatan terhadap Status Gizi Anak Balita di

Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen………..…….. 52 4.17. Tabulasi Silang Jumlah Anggota Keluarga terhadap Status Gizi Anak

Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen………. 53 4.18. Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan terhadap Status Gizi Anak Balita di

Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen………. 53 4.19. Tabulasi Silang Pola Makan terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah


(17)

terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen... 55 4.22. Hasil Analisis Multivariat Variabel Independen Terhadap Variabel

Dependen dengan Menggunakan Regresi Linier Berganda di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen Tahun 2008………... 55


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka Konsep……… 28 2. Sebaran Normal Nilai Z_score Indikator Antropometri………. 41


(19)

1. Kuisioner Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Responden…..………… 75

2. Formulir Untuk Penimbangan Anak Balita…..………..………… 79

3. Hasil Uji Validitas Dan Reliabelitas………... 80

4. Frekuensi Tabel..………. 82

5. Crosstabs………. 84

6. Uji Regresi Linier……… 89

7. Uji Regresi Berganda Regression……… 97

8. Master Tabel……… 100

9. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Direktur Pascasarjana USU…….. 103

10. Surat Pemberian Izin Penelitian dari Dinkes Bireuen….……… 104

11. Surat Selesai Penelitian dari Dinkes Bireuen……….. 105

12. Peta Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam……….. 106

13. Peta Kabupaten Bireuen……….. 107


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tujuan pembangunan di bidang sosial ekonomi yaitu meningkatkan jumlah keluarga yang sadar dan mampu dalam pengasuhan dan penumbuh kembangan anak, mengakses informasi, serta meningkatkan kualitas lingkungan bagi peningkatan kesejahteraan dan ketahanan keluarga. dibidang budaya yaitu terwujudnya kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar. Permasalahan pembangunan sosial dan budaya yang menjadi perhatian utama antara lain adalah masih rendahnya derajat kesehatan dan status gizi serta tingkat kesejahteraan sosial masyarakat.

Pembangunan Kesehatan dan Gizi Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang optimal. Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) Meningkatnya kemandirian masyarakat untuk memelihara dan memperbaiki keadaan kesehatannya, (2) Meningkatnya kemampuan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien, (3) Terciptanya lingkungan fisik dan sosial yang sehat, dan (4) Menurunnya prevalensi empat masalah gizi utama, khususnya pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita (Hartono, 2003).


(21)

Menurut Foster dan Anderson (2006), pada 4 trilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan kekurangan gizi. Banyak dari masalah kekurangan gizi berasal dari ketidak mampuan Negara-negara nonindustri untuk menghasilkan cukup makan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang berkembang. Sehubungan dengan gizi, menurut Hendrickse, masalah di daerah tropis Afrika,”Kenyataan bahwa seseorang balita boleh mendapatkan sedikit daging, ikan atau telur tidak dianggap penting karena tidak ada pengertian tentang kebutuhan khusus bagi anak-anak akan makanan yang mengandung protein, dan dalam tiap kasus, pantangan lokal mungkin memberi pembatasan pula terhadap konsumsi berbagai makanan tersebut oleh anak-anak.

Menurut Gabr (2001), bahwa abad ke-20 adalah “the Golden Age for Nutrition” atau “Abad Emas” bagi pergizian dunia. Pada abad ke-20 adalah abad ditemukannya hampir semua zat gizi makro dan mikro. Kebutuhan gizi manusia ditetapkan. Hubungan antara gizi dan kesehatan didokumentasikan. Dampak negatif dari masalah gizi-kurang dan gizi-lebih makin diketahui dengan lebih baik, dan sebagainya. Namun dibalik “cerita” sukses, abad ke-20 masih mencatat sisi gelap masalah gizi.

Menurut Notoatmodjo (2003), masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga kearah bidang-bidang yang lain. Kurang gizi akan


(22)

3

berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunnya produktivitas, meningkatnya kesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah ”Mewujudkan keluarga sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga yang optimal”.

Faktor penyebab kurang gizi, pertama makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua, ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, dan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh, tidak mampu membayar), dapat berdampak juga pada status gizi anak (Adisasmito, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2005), keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial budaya yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh pada kematian, misalnya obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya, malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan yang berstatus ekonominya rendah.

Menurut Fuji,N.A (2004), kasus gizi buruk pada anak balita yang meningkat akhir-akhir ini telah menyadarkan pemegang kebijakan untuk melihat lebih jelas bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan ternyata mempunyai


(23)

masalah yang sangat besar. Kasus gizi buruk yang meningkat dan sangat ramai dibicarakan sejak ditemukan di NTB, telah membuka mata masyarakat Indonesia tentang masalah gizi anak balita. Kenyataan di lapangan, setelah NTB, hampir seluruh daerah di Indonesia segera melaporkan adanya kasus gizi buruk di wilayahnya. Fenomena ini kemungkinan berkaitan dengan pengalokasian dana yang digulirkan oleh pemerintah pusat untuk penanggulangan kasus gizi buruk. Gizi buruk merupakan kejadian kronis. Secara teknis, laporan gizi buruk berada di Dinas Kesehatan (untuk Daerah) dan Departemen Kesehatan (untuk Pusat) dan bertanggungjawab atas kajian data hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala mulai dari tingkat Puskesmas, dengan Posyandu sebagai ujung tombak sumber informasi (Taslim,N.A, 2006).

Menurut Berg (1987), pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidak tahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai.

Menurut Khomsan (2008), hilangnya identitas gizi dalam pembangunan harus dicegah dengan menjadikan gizi sebagai isu politik. Perlu ada komitmen dari birokrat dan politisi sehingga pembiayaan berbagai program pembangunan gizi mempunyai nilai yang signifikan dan dijamin keberkelanjutannya. Dengan cara ini masyarakat Indonesia akan mampu mengurangi masalah gizi secara nyata. Hal ini disebabkan karena gizi perlu menjadi indikator keberhasilan pembangunan yang tidak terlepas


(24)

5

dari program penghapusan kemiskinan. Kesulitan ekonomi dan penderitaan yang dialami saat ini akan menjadikan masyarakat cerdas dalam memilih pemimpin (media Kompas, 10 April 2008 halaman 6).

Menurut Berg (1987), pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidak tahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai.

Menurut Departemen Kesehatan R.I (2003), terdapat sekitar 27,5 % (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Pengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam empat kelompok, yaitu rendah (<10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat tinggi (30%), sementara itu tahun 2005 jumlah kasus gizi buruk Indonesia yang meninggal dunia dilaporkan 286 balita meninggal dengan kasus gizi buruk. Menurut profil Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2006), dari 484.389 orang anak balita, yang menderita gizi buruk adalah 15.500 orang (3,2% ) dan gizi kurang sebesar 164.692 orang (34,7%). Menurut profil Dinas Kesehatan Bireuen (2007), dari 17 kecamatan, jumlah balita 34.594 dan dari 24.654 yang ditimbang, 3.597 (14,59%) balita gizi buruk dan 6.311 (25,96%) balita gizi kurang, dan jika dibandingkan dengan target pencapaian standar minimal pelayanan gizi buruk (BGM) pada tahun 2005 yaitu 8 persen dan untuk tahun 2010 yaitu 5 persen.


(25)

Kabupaten Bireuen terletak berbatasan dengan wilayah: Sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten Bener Meriah, sebelah timur dengan Kabupaten Aceh Utara dan sebelah barat dengan Kabupaten Pidie. (BPS & Bapeda Bireuen, 2006). Kabupaten Bireuen terdiri dari 17 kecamatan, 70 kemukiman, 2 kelurahan dan 560 gampong atau desa dengan luas wilayah 1.901,21 Km2, dan yang merupakan wilayah daerah pesisir yaitu 8 kecamatan dan 291 desa. Jumlah penduduk di Wilayah Pesisir 131.884 terdiri dari 74.040 laki-laki dan 80.294 perempuan. Pendidikan kepala keluarga terdiri dari: 5% tamatan Perguruan Tinggi,17% tamatan SLTA, 58% tamatan sekolah dasar (SD/SLTP), 20% yang tidak tamat sekolah dasar. Fasilitas kesehatan terdiri dari 8 Puskesmas, 301 Posyandu, 1.445 kader Posyandu dan 226 tenaga kesehatan.Umumnya masyarakat pesisir berprofesi sebagai nelayan tambak dan petani.

Kebiasaan masyarakat pesisir sebagai nelayan dalam kesehariannya bekerja mencari ikan di laut dan sebagai petambak merupakan faktor kebiasaan yang merupakan budaya yang ditemui dalam observasi di lapangan yaitu ikan yang mahal di pasaran menjadi komoditi penghasilan sementara yang harga murah atau tidak terjual untuk dikonsumsi keluarga, begitu juga dengan hasil panen lainnya seperti buah-buahan. Pantangan-pantangan memakan buah-buahan di pagi hari dan juga larangan jangan banyak memakan buah-buhan dikhawatirkan akan diare.

Bahan makanan yang mengandung serat dan vitamin seperti sayuran bukanlah yang utama atau penting. Konsumsi protein hewani yaitu daging hanya ditemui pada saat hari-hari penting seperti acara pesta, maulid Nabi dan lebaran, dan itu jarang


(26)

7

dialami oleh anak balita. Pemberian telur ayam yang berlebihan untuk anak-anak masih dianggap dapat menimbulkan bisul dan begitu juga dengan anggapan bila banyak makan ikan akan cacingan, kebiasaan pemberian pisang untuk bayi. Kurangnya asupan makanan untuk anak balita sehingga anak menangis malam hari dan masyarakat masih menganggap bahwa anak telah terganggu oleh roh halus sehingga dianggap perlu dibawa ke dukun untuk di obati.

Adat dan istilah di Aceh yaitu peumulia jamei (tamu yang dimuliakan), dalam menjamu tamu disiapkan berbagai macam makanan walaupun berhutang ketempat lain, padahal masyarakat miskin, akan tetapi suatu penghargaan yang diberikan lebih penting dari anaknya sendiri, dan sisa makanan yang akan dimakan bersama dengan keluarganya.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah faktor sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) dan budaya masyarakat (pengetahuan, pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) berpengaruh terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) dan budaya masyarakat (pengetahuan, pola


(27)

makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

1.4. Hipotesis

Faktor sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) dan budaya masyarakat (pengetahuan, pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) berpengaruh positif dan signifikan terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan atau perencanaan kesehatan dari suatu kebijakan kesehatan masyarakat terhadap status gizi anak balita di Kabupaten Bireuen.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dalam penanggulangan masalah gizi.

c. Dapat dijadikan informasi dan masukan bagi petugas gizi Puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan gizi.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi Anak Balita

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya gizi dalam seluler tubuh.

Status Gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Malnutrisi yaitu keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada 4 bentuk malnutrisi: 1) Under Nutrition: Kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk satu periode tertentu, 2) Specific Defisiency: Kekurangan zat gizi tertentu, 3) Over Nutrition: Kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu, 4) Imbalance: Karena disproporsi zat gizi zat gizi (Supariasa, 2002).


(29)

2.2. Faktor Penyebab Masalah Gizi

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditanggulangi secara terpadu oleh berbagai sektor termasuk kesehatan. Status gizi dipengaruhi oleh faktor penyebab langsung dan tidak langsung, salah satu faktor tidak langsung adalah pelayanan kesehatan dan faktor langsung adalah penyakit infeksi dan asupan makanan. Masalah gizi bertambah luas karena adanya kemiskinan, kurang pendidikan, kurang keterampilan dan krisis ekonomi (Persagi,1999).

Kurang gizi penyebab langsung adalah makanan anak dan infeksi, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor penyebab tidak langsung tersebut terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semakin baik pula pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian sebaliknya.

Masalah kurang gizi di suatu komunitas antara lain faktor sosial ekonomi, faktor yang berhubungan dengan makanan (ketersediaan pangan, keterjangkauan, konsumsi dan kecukupan), aspek kesehatan, faktor demografi, politik dan kebijakan, budaya serta geografi dan iklim (Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat R.I, 2007).

Gejala klinis gizi kurang adalah akibat ketidak seimbangan yang lama anatara manusia dan lingkungannya, baik lingkungan alam, biologis, sosial budaya, maupun


(30)

11

ekonomi. Masing-masing faktor tersebut mempunyai peran yang konpleks dan sama berat dalam etiologi penyakit gizi kurang (Khumaidi ,1989).

2.3. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat

Masalah-masalah sosial dapat diartikan sebagai sesuatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat pesisir dan merupakan sesuatu yang tidak di inginkan atau tidak disukai akan tetapi dirasakan perlu untuk diatasi atau diperbaiki. Masyarakat pesisir adalah kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah pinggiran pantai, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur, untuk menuju tujuan yang sama.

Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial: keadaan penduduk, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, dapur, penyimpanan makanan, sumber air, kakus. Sementara data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan, pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim (Supariasa,2002). Menurut Dalimunthe (1995), kehidupan sosial ekonomi adalah suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan sebagai tolak ukur.

Menurut junaidi (1999), keluarga adalah individu dengan jati diri yang khas yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik adalah sifat individu yang relatif tidak berubah, atau yang dipengaruhi lingkungan seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa, kebangsaan, pendidikan dan lain-lain


(31)

Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga.Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan pijakan.Oleh karena itu adalah bijaksana kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Fungsi ekonomi yaitu keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang pokok yaitu: 1). Kebutuhan makan dan minum, 2). Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuh, 3). Kebutuhan tempat tinggal. Sehubungan dengan fungsi tersebut maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.

Keluarga berfungsi sebagai lembaga perkumpulan perekonomian. Pada kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kompleks tetapi belum masuk pada era masyarakat industri, perekonomian masyarakat sudah mulai berkembang.Namun begitu ikatan-ikatan kekeluargaan masih terjalin kuat dan sering mempengaruhi atau menguasai bidang perekonomian (Ahmadi, 2003).

2.3.1. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan.

Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan


(32)

13

pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1987).

2.3.2. Pekerjaan

Menurut Kartasaputra (2005), dalam melangsungkan kehidupannya manusia melakukan berbagai kegiatan atau pekerjaan fisik yang memerlukan energi. Energi yang berasal dari makanan diperlukan manusia untuk metabolisme basal, aktivitas fisik dan efek makanan. Pada anak-anak dan wanita hamil atau menyusui memerlukan kebutuhan energi yang lebih besar untuk pembentukan jaringan baru (Sandra, 2007).

2.3.3. Pendapatan

Menurut Berg (1986), pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan, ada hubungan erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir umum terhadap semua tingkat pertambahan pendapatan, juga jelas kalau rendahnya peningkatan pendapatan orang miskin dan lemahnya daya beli masyarakat telah tidak memungkinkannya untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak.

Pendapatan adalah jumlah penghasilan keluarga setiap bulan dari pekerjaan utama maupun tambahan (dalam rupiah) sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No.67 Tahun 2007.


(33)

2.4. Budaya Masyarakat

Menurut Tylor, (1871) yang dikutip Keesing menyatakan bahwa masyarakat sebagai satu kelompok yang secara relatif terpisah dari kelompok sekelilingnya serta mempunyai budaya yang tersendiri. Peraturan yang menunggangi organisasi suatu masyarakat dan cara peraturan ini menjadi suatu simbol yang disebarkan yang merupakan bagian yang menjadi isi kandungan budaya sebuah masyarakat.

Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kesanggupan serta serta kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya tergambar melalui cara manusia menjalani kehidupan. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacam aspek kehidupan manusia yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, diet, pakaian, bahasa tubuh. Konsep tentang kehidupan, dan sikap terhadap kehidupan, sakit dan bentuk kemalangan lain, yang mempunyai implikasi yang penting terhadap kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

Konsep budaya kadang kala disalah artikan atau penggunaannya disalah gunakan oleh masyarakat. Misalnya, budaya tidak pernah homogen, dan dengan itu pula seseorang selalu mengelak dari pada menggunakan kenyataan umum untuk memilah-milah kepercayaan dan kelakuan seseorang. Peranan budaya merupakan peranan yang senantiasa dilihat berdasarkan konteksnya. Konteks itu terdiri dari beberapa unsur-unsur sejarah, ekonomi, sosial, politik, geografi. Ini berarti budaya


(34)

15

merupakan suatu kumpulan manusia, pada masa tertentu, senantiasa dipengaruhi faktor-faktor lain. Maka kepercayaan budaya dan perilaku budaya yang asli dapat dipisahkan dari kontek ekonomi. Misalnya seseorang bertindak seperti makan hanya separoh dari makanan, tinggal di rumah yang sempit, dan tidak berobat ke dokter pada pada saat sakit.

Budaya dan malnutrisi merupakan lima sistem yang digambarkan menurut jenis makanan, bahwa sesuatu makanan itu boleh dimakan dikarenakan sebab-sebab budaya dan sebab-sebab khasiatnya. Dilihat dari perspektif klinis ada dua cara pengaruh budaya terhadap makanan: 1) pengaruh budaya tanpa menyebabkan manfaat atau khasiat suatu zat yang sangat diperlukan yaitu dengan menentukan jenisnya bukan sebagai makanan, kotor, asing atau makanan kelas bawah, atau salah membedakan makanan panas dan makanan dingin, 2) pengaruh budaya ini boleh digalakkan dalam menentukan makanan atau minuman tertentu yaitu dengan cara menentukan bahan itu sebagai makanan, suci, obat, atau sebagai simbol sosial, simbol agama dan etnik tertentu yang sebenarnya berbahaya terhadap kesehatan.

Resiko malnutrisi yaitu kemungkinan meningkatnya dalam bentuk kekurangan nutrisi ( vitamin, protein, karbohidrat, dan mineral) atau kelebihan nutrisi (obesitas dan dampaknya). Faktor budaya yang lain misalnya kepercayaan tentang bentuk dan fungsi tubuh, ukuran, dan bentuk besaran serta peranan diet dalam menentukan kesehatan dan dampak timbulnya penyakit dari makanan. Perlu diingat bahwa faktor budaya semata-mata tidak bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keseluruhan kesehatan nutrisi.


(35)

Manusia adalah sumber kebudayaan, dan masyarakat adalah satu dunia besar, kemana air dari sumber-sumber itu mengalir dan tertampung. Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pada manusia karena manusia saja yang hidup bermasyarakat (Ahmadi, 2003).

Menurut Anderson (2006), nutrisi dapat dipandang juga sebagai ciri lingkungan biobudaya. Nutrisi tentu tidak dapat melewati batas dari yang disediakan oleh alam sekitar. Namun bagian apa nutrien yang tersedia dalam lingkungan tertentu yang didefinisikan sebagai ”makanan” dan karenanya dapat dimakan-merupakan masalah kebudayaan. Nutrisi adalah juga bagian dari lingkungan sosial budaya dalam situasi dimana, misalnya, pria makan lebih dulu dan menerima lebih banyak makanan yang kaya akan protein, sedangkan wanita dan anak-anak memperoleh sisa-sisa, sehingga seringkali hal itu mengakibatkan anak kekurangan nutrisi yang serius. Semua masyarakat bersifat etnosentris; dalam hati, dipercaya bahwa nilai dan sikap, cara-cara hidup, adalah yang paling baik.

Pengetahuan tentang makanan, pengindentifikasian makanan-makanan sehat dalam makanan kuno orang dulu dapat membangkitkan perhatiannya terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik, bersedia menerima banyak perubahan-perubahan demi peningkatan status gizi anak. Sikap-sikap serampangan lain mengenai gizi bagi anak-anak sering bersumber pada kepercayaan bahwa anak-anak tidak harus dipaksa untuk berbuat sesuatu yang tidak dikehendaki. Jika sebaliknya si anak tidak menyukainya, atau apabila waktu diberikan, anak muntah, mendapat diare atau merasa sakit, makanan baru tersebut tidak akan diberikan lagi.


(36)

17

Menurut Khumaidi (1989), kebutuhan untuk makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, akan tetapi disamping itu ada kebutuhan fisiologis yang ikut mempengaruhi. Setiap kelompok mempunyai suatu pola tersendiri dalam memperoleh, menggunakan dan menilai makanan yang akan merupakan ciri kebudayaan dari kelompok masing-masing. Lingkungan fisik seperti matahari, hujan, tanah, flora dan fauna adalah faktor pertama yang menentukan cara dalam mengatasi rasa lapar.

Jenis-jenis pangan yang dapat diperoleh antara lain dengan melakukan pilihan atas dasar faktor-faktor rupa, bau, tekstur, dan cita rasa. Lingkungan fisik masih mempengaruhi secara langsung susunan makanan seluruh masyarakat, terutama masyarakat dengan keadaan ekonomi subsitens. Usaha untuk memperoleh makanan merupakan perjuangan dari sebagian besar negara di dunia, akan tetapi ternyata bahwa semua sumber makanan nabati dan hewani yang tersedia tidak selalu dimakan. Setiap masyarakat memberi definisi tertentu tentang arti makanan, dan dalam setiap definisi jenis makanan mempunyai arti yang luas, misalnya ada jenis makanan untuk dijual dan yang lain untuk dimakan, ada jenis makanan untuk orang kaya dan ada untuk orang miskin, ada untuk pesta, wanita, anak-anak, untuk orang dewasa atau lanjut usia, dan ada jenis makanan yang tidak diperbolehkan untuk orang-orang tertentu.

Pendidikan gizi tidak dapat berhasil kalau tidak disertai suatu pengetahuan mengenai sikap, kepercayaan dan nilai dari masyarakat yang akan dijadikan sasaran dan suatu cara menerapkannya kepada anak-anaknya disertai juga pengertian


(37)

terhadap konsep tingkah laku yang dihubungkan dengan pilihan makanan, dan terhadap penyebaran dari inovasi diluar aspek medik, klasifikasi masalah gizi adalah masalah gizi yang diakibatkan: 1) kemiskinan, 2) sosial budaya, 3) kurangnya pengetahuan dan pengertian, 4) pengadaan dan distribusi pangan, dan 5) bencana alam(Khumaidi, 1989).

Faktor pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap perilaku. Faktor lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial penanganannya diperlukan pendidikan kesehatan. Dalam rangka membina meningkatkan kesehatan masyarakat ditunjukkan pada upaya melalui tekanan, paksaan atau koersi kepada masyarakat dan edukasi atau upaya agar masyarakat berprilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif. Faktor predisposisi ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.

2.4.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhyul (superstitions), dan penerangan-penerangan yang keliru (missinformations). Pengetahuan berbeda dengan buah pikiran(ideas) karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Soekanto dan Moehji, 2002).


(38)

19

Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga dan ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan sementara masalah gizi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan dibidang memasak, konsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah sesuatu hal yang amat penting.

Pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita di samping pengetahuan dan pendidikan masyarakat karena pelayanan kesehatan merupakan akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti Puskesmas dan posyandu. Kurangnya pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia dan dapat berdampak juga pada status gizi anak (Adisasmito, 2007).

Pengetahuan tentang gizi akan membantu dalam mencari berbagai alternatif pemecahan masalah kondisi gizi keluarga. Untuk menanggulangi kekurangan konsumsi yang disebabkan oleh daya beli yang rendah, perlu diusahakan peningkatan penghasilan keluarga dengan memanfaatkan pekarangan sekitar rumah (Soediaoetomo, 1999).

Menurut Mulyasa (2002), ilmu pengetahuan dan seni didayagunakan untuk mempengaruhi pola dan sikap serta gaya hidup masyarakat, terutama bagi masyarakat


(39)

pedesaan gunung. Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak kurang gizi. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat memberikan makanan bergizi untuk anaknya agar tidak terkena penyakit gizi buruk seperti marasmus dan kwasiorkor.

2.4.2. Pola makan

Jenis gaya hidup yang patut diikuti oleh para ibu-ibu setelah bersalin, dan menyusui di depan umum dapat diterima atau tidak, menyusui dianggap sebagai suatu tehnik pencegahan kehamilan dan terkesan mempengaruhi cara pemberian makanan kepada bayi. Dalam keadaan apabila seseorang boleh memilih menyusui atau tehnik-tehnik lain sebagai pencegah kehamilan, budaya (kepercayaan dan gaya) dan juga faktor ekonomi sama-sama menentukan maka kebanyakan ibu memilih cara pemberian makan bayi ini atau cara lain (James, 1982).

Menurut Anderson (2006), kebiasaan makan memainkan peranan sosial dasar yang mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia semata-mata. Dari beberapa peranan tersebut dan ciri-ciri budaya dari makanan itu pertama diperkenalkan.


(40)

21

Kebiasaan makanan telah terbukti merupakan yang paling menentang perubahan diantara semua kebiasaan. Karena kebiasaan makan, seperti semua kebiasaan, hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh, maka program pendidikan gizi yang efektif mungkin menuju kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan sebagai pranata sosial yang mempunyai banyak fungsi.

2.4.3. Makanan pantangan

Makanan pantangan adalah suatu sikap negatif yang lebih kuat terhadap penggunaan makanan atau makanan yang tidak dapat diterima (Suhardjo, 2005). Menurut Soediaoetama (1999), pantangan atau tabu yang tidak berdasarkan agama atau kepercayaan dapat kita hadapi menurut katagori : 1) tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan untuk mengurangi, bahkan kalau dapat menghapusnya, 2) tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, 3) tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan, sambil dipelajari terus pengaruhnya untuk jangka panjang.

Seseorang akan mengklasifikasikan makanan yang dihubungkan dengan kesehatan dan penyakit dengan tingkatan-tingkatan siklus kehidupan. Pantangan-pantangan makanan dalam masyarakat-masyarakat yang dipelajari, dan Pantangan-pantangan makanan dalam saat sebelum dan sesudah kelahiran dicatat para ahli antropologi dalam masyarakat yang dipelajari, dan pantangan makanan merupakan peraturan di waktu orang jatuh sakit ( Anderson, 2006).


(41)

Menurut Helman (1994), istilah makanan suci untuk makanan yang penggunaannya dibolehkan oleh kepercayaan agama, manakala makanan yang jelas diharamkan oleh agama boleh diistilahkan sebagai makanan kotor. Makanan ini merupakan makanan pantangan atau sangat dilarang. Seseorang bukan saja dilarang memakannya akan tetapi dilarang menyentuhnya. Dalam kesehatan istilah makanan kotor adalah makanan tidak bersih dan membahayakan kesehatan. Suatu ciri yang terdapat pada kebanyakan agama ialah pantangan atau larangan sebagai berikut: 1) Hindu. Penganut agama Hindu yang ortodok tidak akan makan atau menyembelih sembarang binatang terutama lembu. Susu dan hasil olahannya boleh di konsumsi karena tidak menyangkut dengan nyawa binatang tersebut. Sekali-kali boleh makan ikan, 2) Islam. Daging babi dan dan hasil olahannya tidak boleh dimakan. Daging yang boleh dimakan adalah hewan yang berkuku dan makan rumput dan mesti halal, yakni disembelih mengikuti aturan agama. Hanya ikan yang mempunyai sirip dan sisik saja boleh dimakan dan terkadang kerang dan belut tidak boleh dimakan, 3) judaisme hampir sama dengan islam dan 4) Sikh. Penganut agama ini tidak boleh makan lembu akan tetapi babi dibolehkan, 5) Rastafarianisme. Penganut agama ini hanya memakan sayuran saja, walaupun begitu pengikutnya ada yang mematuhi larangan tersebut, masyarakat dilarang keras minum arak.

2.4.4. Distribusi makanan dalam keluarga

Menurut Khumaidi (1997), distribusi makanan sering kali dihubungkan dengan status yang terjalin antara anggota keluarga akan gizinya : 1) anggota masyarakat pria yang lebih tua (senior) mendapatkan jumlah dan mutu susunan


(42)

23

makanan yang lebih baik dari pada anak-anak kecil dan wanita-wanita muda, 2) anak-anak laki-laki mendapatkan perioritas yang lebih tinggi dari pada anak-anak perempuan, 3) cara menghidangkan atau pelayanan makanan disesuaikan pula dengan status, sehingga cara tertentu dapat menimbulkan suatu kegagalan perbaikan gizi yang diinginkan.

2.5. Perbaikan Gizi Masyarakat

Upaya untuk mengatasi masalah sosial yang berkaitan dengan gizi buruk maka tidak lepas dari kebijakan dan trategi dari pihak terkait terutama pemerintah sebagai pemegang wewenang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sebagai berikut: a. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan seluruh kabupaten/kota di Indonesia sesuai dengan kewenangan wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah, b. Mengembalikan ungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi posyandu. c. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas. d. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi

(suplementasi), seperti kapsil Vitamin A. MP-ASI, dan makanan tambahan. e. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi


(43)

tentang makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat. f. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta atau dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk penyediaan makanan sehat dan bergizi seimbang. g. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian data SKDN, yaitu (S)emua balita mendapat (K)artu menuju sehat, (D)itimbang setiap bulan, dan berat badan (N)aik, data penyakit dan pendukung lainnya (Adisasmito, 2007).

Angka kecukupan rata-rata berbagai zat gizi yang dianjurkan terutama disesuaikan dengan susunan hidangan yang sederhana, terutama di pedesaan. Penyesuaian ini terutama untuk kecukupan zat gizi yang terkait mutu menu, misalnya protein yang dianjurkan dihitung dengan nilai SAA (skor asam amino) makanan anak balita sebesar 70. Angka kebutuhan energi anak balita menurut perhitungan (berat badan 15 kilogram) adalah 26,7 Kkal perhari untuk satu orang (Muhilal, 1993).

2.6. Penilaian Status Gizi Anak Balita

Menurut Supariasa (2002), antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Penilaian status gizi anak balita dalam penelitian ini yaitu berat badan dibandingkan dengan


(44)

25

umur. Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interprestasi status gizi menjadi salah.

Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor.

Berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.

Pertimbangan berat badan merupakan pilihan utama dikarenakan: 1) parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena

perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan, 2) memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan, 3) merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesiasehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas, 4) ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur, 5) kartu menuju sehat yang digunakan


(45)

sebagai alat yang baik untuk penididikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisiannya, 6) karena masalah umur merupakan faktor penting untuk menilai status gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai indeks yang tidak tergantung pada umur,7) alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat.

2.7.Landasan Teori

Menurut Gabr (2001), bahwa abad ke-20 adalah “the Golden Age for Nutrition” atau “Abad Emas” bagi pergizian dunia. Pada abad ke-20 adalah abad ditemukannya hampir semua zat gizi makro dan mikro. Kebutuhan gizi manusia ditetapkan. Hubungan antara gizi dan kesehatan didokumentasikan. Dampak negatif dari masalah gizi-kurang dan gizi-lebih makin diketahui dengan lebih baik, dan sebagainya. Namun dibalik “cerita” sukses, abad ke-20 masih mencatat sisi gelap dalam hal masalah gizi.

Menurut Adisasmito (2007), faktor penyebab kurang gizi, pertama penyebab kurang gizi secara langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, ketiga faktor penyebab tidak langsung, berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga.


(46)

27

Menurut Santoso,S., dan Ranti,A.L., (2004), yang dikutip dari Khumaidi, (1994), diluar aspek medik, klasifikasi masalah gizi adalah masalah gizi yang diakibatkan: 1) kemiskinan, 2) sosial budaya, 3) kurangnya pengetahuan dan pengertian, 4) pengadaan dan distribusi pangan, dan 5) bencana alam. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semakin baik pola pengasuhan anak, dan semakin baik keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.

Menurut Robbin (1996), karakteristik pribadi yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab dan status masa kerja. Seiring itu juga, Bashaw dan Grant dikutip oleh Agust (2001), bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga dan masa jabatan.

Menurut Supariasa (2002), faktor keluarga dan adat istiadat yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak antara lain : pekerjaan atau pendapatan keluarga, stabilitas rumah tangga, adat istiadat, norma dan tabu serta urbanisasi. Pengetahuan tentang gizi akan membantu dalam mencari berbagai alternatif pemecahan masalah kondisi gizi keluarga. Untuk menanggulangi kekurangan konsumsi yang disebabkan oleh daya beli yang rendah, perlu diusahakan peningkatan penghasilan keluarga dengan memanfaatkan pekarangan sekitar rumah (Soedia Oetomo, 1999).


(47)

2.8. Kerangka Konsep

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini.

kat

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat

Pendidikan Pekerjaan Pendapatan

Jumlah Anggota Keluarga

Budaya Masyarakat

Pengetahuan Pola makan

Makanan Pantangan

Distribusi Makanan dalam Keluarga

STATUS GIZI ANAK BALITA


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei, bertujuan untuk membuat penilaian terhadap suatu kondisi, dan hubungannya antara berbagai variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research (penjelasan) yaitu mencari seberapa besar pengaruh faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan pertimbangan bahwa tingginya status gizi buruk (14,59%) dan gizi kurang (25,96%).

Penelitian ini pelaksanaannya mulai bulan Januari 2008 sampai dengan Juni 2008 di Kabupaten Bireuen.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi responden

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak balita dua orang sejumlah 1433 orang yang tersebar di 8 kecamatan dalam Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Dengan pertimbangan bahwa ibu yang mempunyai dua anak balita telah berpengalaman serta memiliki pengetahuan dalam mendidik anak balita.


(49)

Distribusi populasi ibu yang mempunyai dua orang anak balita dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel. 3.1. Distribusi Populasi Ibu Yang Mempunyai 2 Anak Balita Di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen

No. Kecamatan Jumlah

Ibu

1 Samalanga 188

2 Sp.Mamplam 156

3 Pandrah 43

4 Peudada 93

5 Kuala 226

6 Jangka 318

7 Kuta Blang 225

8 Gandapura 184

Jumlah 1433

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bireuen Tahun 2005 3.3.2. Sampel :

Sampel adalah bagian dari jumlah populasi yang akan digunakan untuk penelitian. Besar jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Notoatmojo (2005) sebagai berikut :

n =

) (

1 2

d N

N +

dimana: N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Tingkat Kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1) n = . 1433 . = 93


(1)

b e rp e ng a ruh p a d a sta tus g izi a na k b a lita , d a n ting ka t p e nd id ika n te rse b ut me ne ntuka n ke se ha ta n g izi a g a r me mp e ro le h b e ra t b a d a n ya ng no rma l , d a n b a hwa se ma kin re nd a h ting ka t p e nd id ika n ib u se ma kin b a nya k a na k ya ng b e rsta tus g izi le b ih se rta d imung kinka n a d a fa kto r p e ng a ruh la in d ilua r p e ne litia n ini. Ha l ini se p e nd a p a t d e ng a n Ta slim (2007), b a hwa d a ri ha sil te mua n ka sus g izi b uruk d ika itka n d e ng a n se b a b -a kib a t timb ulnya ma sa la h g izi b uruk, Ma sa la h ini je la s d ise b a b ka n o le h b e rb a g a i fa kto r ya ng p a d a a khirnya me ng e ruc ut se hing g a si a na k tid a k me nd a p a t a sup a n g izi ya ng c ukup se la ma kurun wa ktu ya ng la ma . Mung kin ka re na ke tia d a a n p a ng a n d i ruma h ta ng g a , ya ng a p a b ila d ika ji p e nye b a b nya a ka n sa ng a t b a nya k d a n tid a k b e rka ita n d e ng a n se kto r ke se ha ta n. Ata u mung kin ka re na ke la la ia n o ra ng tua d a la m p e ng a suha n b a yi d a n a na k b a lita , se hing g a a sup a n g izi untuk a na k tid a k te ra wa si d e ng a n b a ik, se hing g a timb ul ma sa la h g izi b uruk.

Be rd a sa rka n ha sil p e ne litia n b a hwa ting ka t p e nd id ika n ib u a na k b a lita 64,5% b e rp e nd id ika n me ne ng a h me lip uti Se ko la h Me ne ng a h Ata s d a n Ma d ra sa h Aliya h Ne g e ri se rta 16,1% b e rp e nd id ika n d a sa r ya itu Se ko la h Me ne ng a h Pe rta ma d a n Se ko la h Da sa r. ya ng b e ra d a d i Ka b up a te n Bire ue n. Pe nd id ika n ini me rup a ka n p e nd id ika n fo rma l ya ng sa ma ha lnya d e ng a n d a e ra h la in d ilua r wila ya h p e ne litia n. Pe ne litia n la in ya ng me nd ukung ha sil p e ne litia n ini a nta ra la in, Atma rita (2003) me mb uktika n b a hwa ting ka t p e nd id ika n sa ng a t b e rp e ng a ruh te rha d a p p e rub a ha n sika p d a n p e rila ku hid up se ha t. Ting ka t p e nd id ika n ya ng le b ih ting g i a ka n me mud a hka n se se o ra ng a ta u ma sya ra ka t untuk me nye ra p info rma si d a n me ng imp le me nta sika nnya d a la m p e rila ku d a n g a ya hid up se ha ri-ha ri, khususnya d a la m ha l ke se ha ta n d a n g izi. Ting ka t p e nd id ika n, khususnya ting ka t p e nd id ika n wa nita me mp e ng a ruhi d e ra ja t ke se ha ta n.

Je nis p e ke rja a n re sp o nd e n me miliki p e ng a ruh ya ng sig nifika n te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita d i Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n, d a ri ha sil p e ne litia n ya ng d ip e ro le h ya itu 38,7 % b e rp ro fe si se b a g a i ne la ya n d a n 7% b e rp ro fe si se b a g a i p e ta ni.

Pe ng a ruh je nis p e ke rja a n ke p a la ke lua rg a te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita

d a p a t d ike ta hui b a hwa je nis p e ke rja a n ke p a la ke lua rg a se b a g a i ne la ya n sta tus g izi a na k b a lita 69,4% b a ik d a n sta tus g izi a na k b a lita 46,2% b uruk te rd a p a t p a d a je nis p e ke rja a n b uruh, d isa mp ing itu je nis p e ke rja a n ke p a la ke lua rg a se b a g a i p e g a wa i ne g e ri sip il te rd a p a t jug a 62,5% a na k b a lita b e rsta tus g izi kura ng . Ad a nya p e ng a ruh je nis p e ke rja a n te rha d a p sta tus g izi ya ng d ike muka ka n me nurut No to a tmo d jo (2005), a d a b e b e ra p a a sp e k so sia l ya ng me mp e ng a ruhi sta tus ke se ha ta n, a nta ra la in: umur, je nis ke la min, p e ke rja a n, so sia l e ko no mi.

Pe nting nya p e ke rja a n me nurut Ahma d i (2003), b a hwa usa ha me me ra ng i ke miskina n ha nya d a p a t b e rha sil ka la u d ila kuka n d e ng a n c a ra me mb e rika n p e ke rja a n ya ng me mb e rika n p e nd a p a ta n ya ng la ya k ke p a d a o ra ng -o ra ng miskin se hing g a b uka n ha nya p e nd a p a ta n sa ja ya ng d ina ika n te ta p i ha rg a d iri se b a g a i ma nusia , d a n jug a d e ng a n la p a ng a n ke rja d a p a t me mb e rika n ke se mp a ta n ma sya ra ka t untuk b e ke rja d a n me ra ng sa ng b e rb a g a i ke g ia ta n d i se kto r-se kto r e ko no mi. Diliha t d a ri p e ke rja a n ke p a la ke lua rg a ya itu p e nd a p a ta n b uka n me rup a ka n sua tu fa kto r ya ng b e rp e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi. Me skip un re nd a hnya p e nd a p a ta n na mun sta tus g izi a na k b a lita 52,8% b a ik d a n jug a p a d a ting ka t p e nd a p a ta n ting g i d id a p a tka n sta tus g izi a na k b a lita 12% b uruk. Pe nd a p a ta n te rse b ut me rup a ka n p e nd a p a ta n ke p a la ke lua rg a d ib a wa h 1 juta , d a n d ike lua rka n untuk me me nuhi ke b utuha n no n p a ng a n ya itu ke se ha ta n, p e nd id ika n, p a ka ia n, listrik, a ir, p e ruma ha n, ro ko k, ke g ia ta n so sia l d e ng a n rinc ia n 53% d a ri p e nd a p a ta n d ig una ka n untuk ke b utuha n no n p a ng a n te rse b ut, d a n 47% d ike lua rka n untuk ke b utuha n p a ng a n ya itu ma ka na n p o ko k, la uk, sa yur, b ua h d a n ja ja na n.

Me skip un p e nd a p a ta n re sp o nd e n me rup a ka n va ria b e l fa kto r ya ng me mp e ng a ruhi sta tus g izi a na k Ba lita , na mun d a ri ha sil p e ne litia n va ria b e l ini tid a k me miliki p e ng a ruh ya ng sig nifika n te rha d a p sta tus g izi a na k Ba lita d i wila ya h p e sisir Ka b up a te n Bire ue n, d a ri ha sil ya ng d ip e ro le h ya itu 57% re sp o nd e n b e rp e ng ha sila n re nd a h d a n 26,9% re sp o nd e n b e rp e ng ha sila n ting g i, se me nta ra 16,1% re sp o nd e n b e rp e ng ha sila n


(2)

se d a ng , d a n d a ri nila i B ya itu 0,130 p a d a ta ra f sig nifika n 0,130.

Pe nd a p a ta n b uka n me rup a ka n va ria b e l ya ng b e rp e ng a ruh d a ri ha sil uji sta tistik, ha l ini d ika re na ka n b a hwa ke hid up a n ma sya ra ka t tid a k me ng a la mi ke sulita n ya ng b e ra rti, ma sya ra ka t p e sisir d a la m ke se ha ria nnya ma sih me ne rima b a ntua n d a ri le mb a g a swa d a ya ma sya ra ka t a ta up un b a ntua n a sing se b a g a i d a mp a k d a ri musib a h g e mp a d a n suna mi d i Ac e h b e rup a b a ha n ma ka na n d a n ke p e rlua n d a la m sa nd a ng la innya , se b a g a i c o nto h la in ya itu p e mb e ria n b isc uit se tia p ha ri untuk a na k-a na k se ko la h d a sa r d a ri UNICEF. Pe mb e ria n ta s se ko la h, b uku-b uku ke p e rlua n a na k se ko la h p a d a sa a t ke na ika n ke la s ya ng d ila kuka n o le h Ba nk BRI d a n Exxo n mo b il, p e mb e ria n ma ka na n ta mb a ha n ya itu se b ula n se ka li untuk ke p e rlua n a na k b a lita se la ma sa tu b ula n a ta u tig a p uluh ha ri. Ke nya ta a n ini ya ng me nutup i a ta u me mb a ntu ke lua rg a se b a g a i ta mb a ha n p e ng e lua ra n untuk ke b utuha n a na k b a lita se hing g a ya ng se ha rusnya p e nd a p a ta n b e rp e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a ka n te ta p i me nja d i tid a k b e rp e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi d i Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n.

Jumla h a ng g o ta ke lua rg a d a ri ha sil p e ne litia n d i wila ya h p e sisir Ka b up a te n Bire ue n me nunjukka n b a hwa fa kto r jumla h a ng g o ta ke lua rg a tid a k me miliki p e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a na k Ba lita ya ng sig nifika n, me skip un d a ri tio ri se b e lumnya me rup a ka n fa kto r ya ng me mp e ng a ruhi sta tus g izi a na k Ba lita , ha l ini te riliha t d a ri ha sil uji sta tistik b a hwa nila i B ya itu 0,309 d a n nila i sig nifika n 0,064. Ke lua rg a d e ng a n ka te g o ri ke c il d id a p a t sta tus g izi a na k b a lita b uruk ya itu 4% le b ih ke c il d ib a nd ing ka n d e ng a n ke lua rg a d e ng a n ka te g o ri se d a ng ya itu 17%. Me skip un d a ri ha sil p e ne litia n ini jumla h a ng g o ta ke lua rg a b uka n me rup a ka n ya ng b e rp e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a na k Ba lita , se p e rti me nurut p e ne litia n Nura inun (2004), se ma kin ke c il jumla h a ng g o ta ke lua rg a , ke ma mp ua n untuk me nye d ia ka n ma ka na n ya ng b e ra g a m b a g i b a lita nya se ma kin b e sa r, ka re na tid a k te rla lu me mb utuhka n b ia ya ya ng c ukup b e sa r untuk me mb e li ma ka na n ya ng b e ra ne ka ra g a m jika d ib a nd ing ka n d e ng a n jumla h a ng g o ta ke lua rg a ya ng se d a ng a ta u b e sa r. Ke te rka ita n p e nd a p a ta n d a n jumla h a ng g o ta ke lua rg a

me rup a ka n va ria b e l ya ng sa ng a t e ra t ka ita nnya , se hing g a p e rma sa la h p e nd a p a ta n d a n jumla h a ng g o ta ke lua rg a d a la m p e nye d ia a n ma ka na n untuk ke p e rlua n ke lua rg a tid a k se la lu b e rp e ng a ruh d ika re na ka n untuk me nutup i p e nd a p a ta n ke lua rg a d ip e ro le h d a ri p e mb e ria n b a ntua n b a ik d a ri swa d a ya ma sya ra ka t ma up un le mb a g a a sing , se hing g a fa kto r ini b uka n me rup a ka n fa kto r ya ng me mp e ng a ruhi sta tus g izi a na k b a lita d i wila ya h p e sisir Ka b up a te n Bire ue n.

2. Pe ng a ruh Fa kto r Buda ya Te rha da p Sta tus G izi Ana k Ba lita di Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n

Ha sil p e ne litia n d e ng a n me ng g una ka n uji re g re si b e rg a nd a me nunjukka n b a hwa fa kto r ting ka t p e ng e ta hua n me miliki p e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita ya ng sa ng a t sig nifika n ya itu se b a nya k 88 % re sp o nd e n me miliki p e ng e ta hua n g izi d e ng a n ka te g o ri b a ik, 17,2 % re sp o nd e n ting ka t p e ng e ta hua n g izinya kura ng . Pe ng e ta hua n ib u te nta ng c a ra me ma sa k; ke sulita n ya ng se ring d iha d a p i p a ra ib u d a la m p e mb e ria n ma ka n a na k-a na knya d a n b a g a ima na sa yura n d a p a t ma suk ke mulut a na k, ke ra g a ma n b a ha n d a n ke ra g a ma n je nis ma sa ka n te rse b ut d a p a t d ip a ka i se b a g a i ukura n kua lita s ma sa la h g izi (Khuma id i, 1989).

Be rd a sa rka n ha sil a na lisis multiva ria t, b a hwa kura ng nya ting ka t p e ng e ta hua n g izi ib u a na k b a lita b e rp e ng a ruh p a d a sta tus g izi a na k a na k b a lita ya itu 6,3% a na k b a lita b e rsta tus g izi b a ik, se me nta ra itu jika ting ka t p e ng e ta hua n ib u a na k b a lita b a ik, sta tus g izi a na k b a lita 66,7% b a ik, se hing g a d a p a t d isimp ulka n b a hwa se ma kin ting g i p e ng e ta hua n ib u a na k b a lita ma ka se ma kin b a ik sta tus g izi a na k b a lita . Be g itu jug a b ud a ya ma sya ra ka t me nurut He lma n (1994), b a hwa kura ng nya p e ng e ta hua n ib u te nta ng g izi a na k b a lita se p e rti ya ng d ia la mi se o ra ng p e re mp ua n Po e rto Ric o d i Ne w Yo rk ya ng me no la k ma ka n d a n o b a t-o b a ta n te rma suk za t b e si d a n vita min untuk me ng hind a ri ke susa ha n me la hirka n, se te la h me la hirka n a ta u ma sa b e rsa lin se rta ma sa ha id d e ng a n c a ra me ng hind a ri ma ka n ma ka na n ya ng d ing in d e ng a n a ng g a p a n b a hwa a ka n te rja d i p e mb e kua n d a ra h d a n d a ra h tid a k a ka n me ng a lir la g i a ta u ke lua r se hing g a me ng e nd a p d id a la m tub uh ya ng me ng a kib a tka n ke g ila a n. Pe ng e ta hua n ib u te nta ng ke se ha ta n g izi me rup a ka n mo d a l


(3)

d a sa r d a la m me mp e rtimb a ng ka n a sp e k b ud a ya d a la m ma sya ra ka t. Pa nta ng a n ma ka na n untuk a na k b a lita d id a p a tka n 12,9% a na k ya itu p a nta ng a n ma ka na n me nurut la ra ng a n a g a ma a ta u ma ka na n ya ng d iya kini b a hwa me rup a ka n ma ka na n ha la l untuk d ima ka n d a n jug a la ra ng a n me ma ka n b ua h p a g i ha ri ka re na d iya kini a ka n te rja d i d ia re . Ba lita b e rsta tus g izi b uruk d a n ya ng tid a k a d a p a nta ng a n 61,3% sta tus g izi a na k b a lita b a ik. Ad a p un p a nta ng a n te rse b ut me rup a ka n a la sa n untuk me nja g a ke se ha ta n a na k b a lita , a d a t istia d a t d a n la ra ng a n ma yo rita s ma sya ra ka t p e me luk a g a ma Isla m d i Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n.

Po la ma ka n a na k b a lita d e ng a n ka te g o ri b a ik. Ana lisis p e ng a ruh fa kto r p o la ma ka n a na k b a lita d iwila ya h p e sisir Ka b up a te n Bire ue n te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita d ip e ro le h nila i B d a ri Unsta nda rdize d Co e ffic ie nts a d a la h 0,224 d a n nila i sig nifika n 0,37. Po la ma ka n ya ng d ite liti ya itu b a g a ima na je nis b a ha n ma ka na n p a d a me nu ya ng d ise d ia ka n sa a t ma ka n sia ng , d e ng a n p e rtimb a ng a n b a hwa d a ri ha sil p e ne litia n d i d iwila ya h p e sisir a d a ke b ia sa a n ya ng me nja d i tra d isi untuk ma ka n sia ng ya itu ma ka na n ya ng d ise d ia ka n b e rma c a m je nis b a ha n ma ka na n, d a ri ua ng p e ng ha sila n ha ri itu jug a . Po la ma ka n d iliha t d a ri je nis ma ka na n p o ko k ya ng se ring d iko nsumsi ya itu na si, ro ti, mie , ke nta ng , Ja g ung d a n sing ko ng . Fre kue nsi d a la m p o la ma ka n ke se ha ria n ya ng d ite mui a d a la h ma ka n na si, d a n se b a g a i se ling a n d ib e rika n sing ko ng re b us a ta u sing ko ng g o re ng se rta mie ya ng me rup a ka n ma ka na n sia p sa ji p a d a sa a t a na k-a na k ke la p a ra n p a d a ma la m ha ri, ke c ua li untuk a na k b a tita . Ka d a ng ka la a na k b a tita ke ra p me nd a p a tka n sua p a n ma ka na n o ra ng d e wa sa p a d a sa a t ib u a ta u o ra ng tua se d a ng ma ka n. p a nta ng a n ma ka n ya ng p e d a s b uka n la g i ha la ng a n se p e rti ya ng d ila ra ng d a la m p e ng a tura n me nu b a g i a na k b a lita ya itu tid a k b o le h p e d a s a ta u b umb u ya ng ta ja m, b a hka n sa o s me rup a ka n ma ka na n fa vo ri a na k se b a g a i ka wa nnya ke rup uk ya ng d ijua l b e b a s d i te mp a t ja ja na n.

Pe ng a ruh p o la ma ka n sa ng a t je la s d ira sa ka n jika ke se ha ria n ja ja na n d a n minuma n ya ng ma nis a ta up un sirup me rup a ka n ma ka na n a ta u minuma n fa vo rit, d e ng a n b a nya knya ja ja n a ta u

ma ka na n ja ja na n a na k tid a k la g i te ra sa la p a r a ta u a na k tid a k a ka n ma ka n ma ka na n ya ng d ise d ia ka n d iruma h. Po la ma ka n se ha ri-ha ri b a nya k ya ng d ip e ng a ruhi o le h fa kto r la in se p e rti a d a nya a c a ra tra d isi ya ng me rup a ka n kha sa na h b ud a ya Ac e h. Fre kue nsi ma ka n ya ng me rup a ka n ke b ia sa a n ma ka n tig a ka li se ha ri, a ka n te ta p i a d a nya fa kto r a c a ra tra d isi te rse b ut se hing g a me nd a p a tka n ta mb a ha n fre kue nsi ma ka n d a ri p e mb a g ia n ma ka na n p a d a a c a ra a d a t p e rka wina n, sa a t ib u se d a ng ha mil 7 b ula n d ise b ut d e ng a n me uninum ya itu b ue le uka t kue ne ng (na si tump e ng ) d isa jika n b e rb e ntuk p ira mid , a c a ra p e mb e ria n na ma b a yi se te la h 7 ha ri (p e uc ic a p) d e ng a n d ib e rika n ma ka na n b e rup a ma d u le b a h d a n kuning te lur untuk d ic ic ip i sa ng b a yi, p e mb a g ia n ma ka na n me ne mp a ti ruma h b a ru a ta up un p e mb e lia n ke nd e ra a n b a ru se rta a c a ra b e rka ta n d a la m me mb uka usa ha , ya itu d iikuti d e ng a n a c a ra p e usijuk a ta u te p ung ta wa r, p e mb a g ia n ma ka na n d ip e runtukka n ke p a d a o ra ng ya ng d ia ng g a p le b ih b e rima n ke p a d a sa ng p e nc ip ta b e rup a na si kuning d a n d isa jika n b e se rta minuma n ko p i kha s Ac e h, se hing g a p o la ma ka n tid a k se la ma nya me ng ikuti ke te ra tura n d a la m jumla h fre kue nsi ma ka n, b a hka n p a d a sa a t ne la ya n tid a k me nd a p a tka n ua ng untuk b e la nja a nnya , untuk me nutup i ke b utuha n g izi ha nya d e ng a n me ma ka n na si b e se rta minya k ma ka n d a n g a ra m sa ja , d a n a ta u na si d ise rta i tumis b e limb ing tunjuk d e ng a n ud a ng (a sa m tho e) a ta u b e ula c a n d a la m b a ha sa Ac e h Pid ie .

Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n me rup a ka n d a e ra h p e rta nia n, sa la h sa tu ha sil ko mo d iti ya ng me nja d i a nd a la n ya itu b ua h p isa ng d a n sukun, d e ng a n ke ma mp ua n se rta p e ng e ta hua n g izi ib u-ib u a na k b a lita , p isa ng , sukun te rse b ut d ib ua t me nja d i ke rip ik p isa ng se b a g a i c iri kha s Ko ta Bire ue n se b a g a i b ua h ta ng a n a ta u o le h-o le h b a g i ma sya ra ka t me le wa ti ya ng he nd a k me nuju ke lua r ko ta .

Se tia p p a ng a n a ta u ma ka na n me ng a nd ung za t g izi ya ng b e rva ria si d a n ha l ini te rg a ntung je nis d a n jumla h za t g izi te rse b ut. Sa tu je nis p a ng a n p a ling se d ikit me ng a nd ung sa tu je nis za t g izi d e ng a n ka d a r ya ng re la tif b e rb e d a , a d a ya ng re nd a h, se d a ng d a n a d a ya ng ting g i. Pa d a p e ne litia n ini, d ite mui b a hwa tid a k a d a ke lua rg a ya ng me ng ko nsumsi ma ka na n


(4)

sa tu je nis p a ng a n sa ja d e ng a n fre kue nsi ma ka n sa tu ka li. Po la ma ka na n ma sya ra ka t p e d e sa a n d i Ind o ne sia p a d a umumnya d iwa rna i o le h je nis-je nis b a ha n ma ka na n ya ng umum d a n d a p a t d ip ro d uksi se te mp a t. Misa lnya p a d a ma sya ra ka t ne la ya n d i d a e ra h-d a e ra h p a nta i, ika n me rup a ka n ma ka na n se ha ri-ha ri ya ng d ip ilih ka re na d a p a t d iha silka n se nd iri (Khuma id i, 1989).

Po la ma ka n b ua h-b ua ha n ya ng b a nya k d ite mui ya itu b a nya knya me ng ko nsumsi ma ng g a , ja mb u a ir, je ruk b a li d a n sa wo , d a n jika musimnya a d a d uria n, ma ng g is se rta ra mb uta n. Ta na ma n ini b a nya k d ite mui d ise kita r ruma h p e nd ud uk d i Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n, se hing g a ma sya ra ka t tid a k p e rlu me ng e lua rka n b ia ya untuk me nd a p a tka n b ua h te rse b ut. Ad a t d a n tra d isi ke hid up a n d i Ac e h ya itu hid up b e rte ta ng g a a ta u b e rma sya ra ka t me rup a ka n ha l ya ng sa ng a t p e nting , jika sua tu ke lua rg a b a ik d e ng a n ma sya ra ka tnya d a n b ila me mb utuhka n b a ntua n ma sya ra ka t se c a ra b e rsa ma -sa ma a ka n me mb a ntu, se p e rti ha lnya d a la m a c a ra p e rka wina n, se mua ke b utuha n b a ik untuk me ma sa k sa mp a i d a la m a c a ra ma sya ra ka t se c a ra b e rsa ma me mb e ntuk sua tu p e ng e lo mp o ka n p e mb a g ia n tug a s ma sing -ma sing se hing g a se mua ke g ia ta n a ka n b e rja la n d e ng a n b a ik. Se ump a ma nya d a la m d isrib usi p e ng a d a a n ma ka na n untuk p e sta d a la m ma sya ra ka t p e sisir mula i d a ri me ma sa k sa mp a i me nya jika n d ila kuka n b e rsa ma , b uka n se p e rti ke hid up a n ko ta se mua d ike rja ka n o le h c a te ring a ta u d iup a hka n.

Po la ko nsumsi ya ng sa la h ya ng me rup a ka n sua tu ke b ia sa a n ma ka n ma sya ra ka t me me rluka n wa ktu untuk me rub a h ke b ia sa a n b uruk te rse b ut, me nurut And e rso n (2006), ke p e rc a ya a n a p a ya ng d a p a t d ima ka n d a n ya ng tid a k d a p a t d ima ka n, d a n ke ya kina n d a la m ha l ma ka na n ya ng b e rhub ung a n d e ng a n ke a d a a n ke se ha ta n d a n p e na ng g a la n ritua l, te la h d ita na mka n se ja k usia mud a . Ha nya sa ng a t susa h o ra ng untuk me le p a ska n d iri, ma ka p ro g ra m p e nd id ika n g izi ya ng e fe ktif ya ng mung kin me nuju ke p a d a p e rb a ika n ke b ia sa a n ma ka n ha rus d id a sa rka n a ta s p e ng e rtia n te nta ng ma ka na n se b a g a i sua tu p ra na ta so sia l ya ng me me nuhi b a nya k fung si. Po la ko nsumsi p a ng a n me rup a ka n ha sil b ud a ya

ma sya ra ka t ya ng b e rsa ng kuta n, d a n me ng a la mi p e rub a ha n te rus-me ne rus me nye sua ika n d iri d e ng a n ko nd isi ling kung a n d a n ting ka t ke ma jua n b ud a ya ma sya ra ka t te rse b ut. Po la ko nsumsi ini d ia ja rka n d a n b uka n d iturunka n se c a ra he re d ite r d a ri ne ne k mo ya ng sa mp a i g e ne ra si se ka ra ng d a n g e ne ra si-g e ne ra si ya ng a ka n d a ta ng (Se d ia o e ta ma , 2006).

Fa kto r ma ka na n p a nta ng a n d a ri ha sil p e ne litia n wila ya h p e sisir Ka b up a te n Bire ue n me nunjukka n b a hwa fa kto r ma ka na n p a nta ng a n ini tid a k me miliki p e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita , me skip un d a ri tio ri se b e lumnya me rup a ka n fa kto r ya ng me mp e ng a ruhi sta tus g izi a na k b a lita , d iliha t d a ri ha sil p e ne litia n b a hwa 66,7% a d a la h a d a ma ka na n p a nta ng a n d a la m ke lua rg a d a n 33,3% tid a k a d a ma ka na n p a nta ng a n d a la m ke lua rg a d a n nila i B 0,322 se rta ta ra f sig nifika n 0.061, d e ng a n a la sa n b a hwa p a nta ng a n a na k b a lita d a la m ke lua rg a le b ih d ise b a b ka n o le h fa kto r ke ha ti-ha tia n ib u a na k b a lita te nta ng ke a d a a n ke se ha ta n a na knya , la ra ng a n d a ri a g a ma ya ng d ia nut se p e rti Isla m ya ng tid a k b o le h me ma ka n ma ka na n ya ng tid a k ha la l se p e rti d a g ing b a b i d a n la innya , d a n ini me rup a ka n ha sil p e ne litia n ya ng me nya ta ka n 12,9% a na k b a lita ka te g o ri g izi b uruk d a ri p e mb e rla kua n ma ka na n p a nta ng a n untuk a na k b a lita .

Fa kto r jumla h a ng g o ta ke lua rg a tid a k me miliki p e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a na k Ba lita ya ng sa ng a t sig nifika n, me skip un d a ri tio ri se b e lumnya me rup a ka n fa kto r ya ng me mp e ng a ruhi sta tus g izi a na k Ba lita , ha l ini d ika re na ka n a d a d istrib usi ma ka na n d a la m ke lua rg a ya itu 33,3%, se me nta ra 66,7% tid a k a d a d istrib usi ma ka na n d a la m ke lua rg a , d a n jug a d iliha t d a ri b e sa ra n nila i B ha sil a na lisis b iva ria te ya ng d id a p a tka n se b e sa r -0,067 d a n nila i sig nifika n 0,691. Ha l ini d a p a t d isimp ulka n b a hwa d e ng a n b e sa rnya a ng ka p e rse nta si ke tia d a a n p a nta ng a n ma ka na n d a la m ke lua rg a me rup a ka n sua tu ke ma jua n d iliha t d a ri ting ka t p e ng e ta hua n ib u (58%) te nta ng g izi a na knya sud a h me mb a ik d a n 64,5% ib u a na k Ba lita ya ng b e rp e nd id ika n se ko la h la njuta n a ta s se rta d a ri a la sa n ya ng d ike muka ka n o le h ib u a na k Ba lita b a hwa 41,94% p e mb a g ia n ma ka na n d a la m ke lua rg a me rup a ka n a la sa n untuk me nja g a ke se ha ta n a na knya , se hing g a d isimp ulka n b a hwa ib u a na k b a lita sa ng a t me na ruh ke ha ti-ha tia n d a n


(5)

p e rha tia n te rha d a p a na k b a lita nya a g a r te ta p se ha t se la lu.

Kesimpulan.

Be rd a sa rka n ha sil p e ne litia n te nta ng p e ng a ruh fa kto r so sia l e ko no mi d a n b ud a ya ma sya ra ka t te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita d i wila ya h p e sisir Ka b up a te n Bire ue n se b a g a i b e rikut:

1. Fa kto r so sia l e ko no mi ma sya ra ka t (ting ka t p e nd id ika n, je nis p e ke rja a n) b e rp e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita d i Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n.

2. Fa kto r b ud a ya ma sya ra ka t (ting ka t p e ng e ta hua n, p o la ma ka n a na k b a lita ) b e rp e ng a ruh te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita d i Wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n.

3. Pe ng e ta hua n me rup a ka n va ria b e l d a ri fa kto r b ud a ya ma sya ra ka t ya ng sa ng a t b e rp e ng a ruh d a n p a ling d o mina n p e ng a ruhnya te rha d a p sta tus g izi a na k b a lita d i wila ya h Pe sisir Ka b up a te n Bire ue n.

Daftar Pustaka

1. Arikunto , S., 2002. Pro se d ur Pe ne litia n se rta Pe nd e ka ta n Pra kte k, e d isi Re visi V, Ja ka rta : Rine ka Cip ta .

2. Ahma d i, Ab u, 2003. Ilmu So sia l Da sa r, PT. Rine ka Cip ta , Ja ka rta .

3. Azwa r, Azrul, 2006. Pe ng a nta r Ad ministra si Ke se ha ta n, Bina rup a Aksa ra , Ja ka rta .

4. Ad isa smito , wiku., 2007. Siste m Ke se ha ta n, Ra ja Gra find o Pe rsa d a , Ja ka rta .

5. Be rg , Ala n, 1986. Pe ra na n Gizi Da la m Pe mb a ng una n Na sio na l, C V.Ra ja wa li, Ja ka rta .

6. BPS, 2007. Bire ue n Da la m Ang ka 2006, Ba d a n Pe re nc a na Pe mb a ng una n Da e ra h, Bire ue n.

7. De p ke s RI, 2001. Ke p utusa n Me te ri Ne g a ra Pe nd a ya g una a n Ap a ra tur Ne g a ra , Dire kto ra t Gizi Ma sya ra ka t, Ja ka rta .

8. __________, 2005. Kla sifika si Sta tus Gizi Ana k Ba wa h Lima Ta hun (BALITA), Dire kto ra t Je nd e ra l Bina Ke se ha ta n Ma sa ya ra ka t, Ja ka rta .

9. __________, 2006. Pe d o ma n Siste m Ke wa sp a d a a n Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk,

Dire kto ra t Je nd e ra l Bina Ke se ha ta n Ma sya ra ka t, Ja ka rta .

10. Da limunthe ,R.F, 1995. Ana lisis Ke hid up a n So sia l Eko no mi Ma sya ra ka t Be ka s Pe milik La ha n d i Ka wa sa n Ind ustri Me d a n, The sis Ha sil Pe ne litia n Pa sc a sa rja na USU, Me d a n,ha l.32.

11. De p a rte me n Gizi d a n Ke se ha ta n Ma sya ra ka t FKM UI.,2007. Gizi d a n Ke se ha ta n Ma sya ra ka t. PT Ra ja Gra find o Pe rsa d a , Ja ka rta .

12. Fo ste r, And e rso n, 2006. Antro p o lo g i Ke se ha ta n (Te rje ma ha n Mutia & Surya d a rma , P.P), Unive rsita s Ind o ne sia , Ja ka rta .

13. He lma n, C.G ., 1994. Bud a ya Ke siha ta n d a n Pe nya kit (Te rje ma ha n Ha syim Awa ng ), De wa n Ba ha sa d a n Pusta ka n Ke me nte ria n Pe nd id ika n Ma la ysia , Kua la Lump ur.

14. Ha nd o ko , T.H., 2000. Ma na je me n Pe rso na lia d a n Sumb e rd a ya Ma nua sia , BPEF, Yo g ya ka rta .

15. Ha lse y, G .D., 2003. Ba g a ima na Me mimp in d a n Me ng a wa si Pe g a wa i And a , Rine ka Cip ta , Ja ka rta .

16. Ha rto no , Ba mb a ng , 2003. Ind ika to r Ind o ne sia Se ha t 2010, http :/ / WWW. De p ke s. g o . id . Akse s 7 De se mb e r 2007. 17. Juna id i, 1995. Pe ng a nta r Ana lisis Da ta ,

Rine ka Cip ta , Ja ka rta .

18. Ko mp a s, 2008. Hila ng nya Id e ntita s Gizi d a la m Pe mb a ng una n, Ja ka rta , 10 Ap ril, ha l.6.

19. Mulya sa , Ad i, 2002.Kurikulum Be rb a sis Ko mp e te nsi, Re ma ja Ro sd a ka rya , Ba nd ung .

20. Mo e hji, Sja hmie n, 2002. Ilmu Gizi, Pa p a s Sina r Sina nti, Ja ka rta .

21. Murti, a t a ll, 2006. Pe re nc a na a n d a n Pe ng a ng g a ra n Untuk Inve sta si Ke se ha ta n d i Ting ka t Ka b up a te n d a n Ko ta , Ga ja h Ma d a Unive rsity Pre ss, Yo g ya ka rta .

22. No to a tmo d jo , So e kid jo , 2003. Pe nd id ika n d a n Pe rila ku Ke se ha ta n, Rine ka Cip ta , Ja ka rta .

23. ___________, So e kid jo , 2005. Pro mo si Ke se ha ta n Te o ri d a n Ap lika si,Rine ka Cip ta , Ja ka rta .

24. Pra to mo , Ha d i, 1990. Pe d o ma n Usula n Pe ne litia n Bid a ng Ke se ha ta n Ma sya ra ka t, De p d ikb ud .RI, Ja ka rta .


(6)

26. Rid uwa n, 2008. Ska la Pe ng ukura n Va ria b e l-Va ria b e l Pe ne litia n, Alfa b e ta , Ba nd ung .

27. So e ka nto , S.,1982. So sio lo g i Sua tu Pe ng a nta r, PT.Ra ja Gra find o Pe rsa d a , Ja ka rta .

28. Sia g ia n,`S.,1995. Te o ri Mo tiva si d a n Ap lika sinya , Re ne ka Cip ta , Ja ka rta .

29. So e tjining sih, 1997. Asi Pe tunjuk Untuk Te na g a Ke se ha ta n, Ke d o kte ra n Ind o ne sia , Ja ka rta .

30. Sup a ria sa I.D.N., e t.a l, 2002. Pe nila ia n Sta tus G izi, EGC, Ja ka rta .

31. Suc ip to , Bud i W, 2002. Pa ra d ig ma Ba ru Ma na je me n Sumb e r Da ya Ma nusia , Ama ra Bo o ks, Yo g ya ka rta .

32. Sa nto so , S, d a n Ra nti, A.L, 2004. Ke se ha ta n d a n Gizi, Rine ka Cip ta , Ja ka rta .

33. Suha rto , Ed i, 2005. Ana lisis Ke b ija ka n Pub lik, Alfa b e ta , Ba nd ung .

34. __________, 2005. Me mb a ng un Ma sya ra ka t Me mb e rd a ya ka n Ra kya t, PT. Re fika Ad ita ma , Ba nd ung .

35. Sug iyo no , 2005. Me to d e Pe ne litia n Ad ministra si, Alfa b e ta , Ba nd ung .

36. Suha rd jo , 2005. Pe re nc a na a n Pa ng a n d a n Gizi. Pe ne rb it Bumi Aksa ra b e ke rja sa ma d e ng a n Pusa t Anta r Unive rsita s Pa ng a n d a n Gizi Institut Pe rta nia n Bo g o r.

37. Se d ia o e ta ma , A.D, 2006. Ilmu G izi untuk ma ha siswa d a n p ro fe si, Dia n Ra kya t, Ja ka rta .

38. Sa rwo no , Jo ntha n, 2006. Ana lisis Da ta Pe ne litia n Me ng g una ka n SPSS 13, And i, Yo g ya ka rta .

39. Tjip to he rija nto ,P, d a n Munir, 1981. Pe nd ud uk d a n Pe mb a ng una n Eko no mi, Bina Aksa ra , Ja ka rta .

40. Ta slim,N.A, 2006. Ko ntro ve rsi Se p uta r Gizi Buruk. http :/ / WWW.g izi.ne t, a kse s 16 ma re t 2008.

41. Unto ro , Ra c hmi, 2005. Pe d o ma n Pe rb a ika n Gizi Ana k Se ko la h Da sa r d a n Ma d ra sa h Ib tid a iya h, De p a rte me n Ke se ha ta n RI, Ja ka rta .

42. Wa ha b ,S.A, 2004. Ana lisis Ke b ija ksa na a n, Bumi Aksa ra , Ja ka rta . 43. Wira rtha , 2006. Me to d o lo g i Pe ne litia n