Pengaruh Sosioekonomi dan Budaya Terhadap Jumlah Anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2014
PENGARUH FAKTOR SOSIOEKONOMI DAN BUDAYA TERHADAP JUMLAH ANAK DI KECAMATAN SAMALANGA KABUPATEN BIREUEN
TAHUN 2014
TESIS
Oleh RATNA DEWI 127032261/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
(3)
ABSTRAK
Pada kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen jumlah kelahiran hidup 679 jiwa, pada tahun 2013 dengan jumlah anak 4 sampai 8 orang setiap keluarga.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosio ekonomi ( pendapatan, pekerjaan, pendidikan) dan budaya terhadap jumlah anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen tahun 2014. Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang . Populasi adalah keluarga yang istrinya berumur ≥ 45 tahun dan mempunyai anak yang bertempat tinggal di Kecamatan Samalanga Kabupaten Biruen yaitu sebanyak 3907 orang. Sampel pada penelitian ini 210 keluarga , dengan metode penarikan sampel two stage cluster sampling. Pengumpulan data dengan penyebaran angket menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan, 159 responden memiliki anak lebih dari 2 , jumlah anak dipengaruhi pendapatan dan budaya, keluarga dengan pendapatan rendah kemungkinan mempunyai anak > 2 , 2,396 kali lebih besar dari pada keluarga dengan pendapatan tinggi,keluarga dengan budaya negatif kemungkinan mempunyai anak >2, 5,276 kali lebih besar dari pada keluarga yang mempunyai budaya positif.Budaya negatif adalah mereka yang menganggap memiliki anak banyak lebih baik,cita-cita dan keinginan mereka sebagai orang tua dapat terwujud.Pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap jumlah anak.
Disarankan kepada Bupati dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Kabupaten Biruen agar lebih meningkatkan program keluarga berencana (KB) trutama pada keluarga miskin sehingga dapat menurunkan jumlah anak dalam kelaurga dan kepada tokoh masyarakat di Kecamatan Samalanga dapat merubah pandangan keluarga tentang nilai anak.
(4)
ABSTRACT
In Samalanga subdistrict,Bireuen District the number of live birth 679 in 2013 in the family with 4 – 8 children.
The purpose of thisobservational studywith cross-sectional design was to find out the influence of socio–economic factor (income, occupation, education) and cultural factors on the number of children in Samalanga subdistrict, Bireuen District in 2014. The population of this study was the 3907 families with the wives ≥ 45 years old and children living in Samalanga subdistrict, Bireuen District and 210 of them were selected to be the samples for this study through two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire distribution and were analyzed through multiple logistic regression tests at α=5%.
The result of this study showed that 159 respondentshad more than 2 children. The number of children was influenced by income and culture. The family with low income has probability to have more than 2 children 2.396 times bigger than the family with high income. The family with negative culture has probability to have more than 2 children 5.276 times bigger than the family with positive culture. Negative culture is the family who considers that having many children is better, their ambitions and wants as parents can be materialized. Education and occupation did not have any influence on the number of children.
The Head of District and Women Empowerment Board and Family Planning of Bireuen District should more improve the Family Planning Program especially among the poor families that they can decrease the number of children in their family, and the community figures in Samalanga subdistrict can change the family views about the value of children.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho dan rahmadnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Sosioekonomi dan Budaya Terhadap Jumlah Anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2014”.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk mengikuti Pendidikan di Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
(6)
Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.
4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.Kes dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, pemikiran dan bimbingan kepada penulis.
5. Sri Rahayu,S.K.M, M.Kes, PhD dan , Ir. Etty Sudaryati, M.K.M, PhD selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan berupa saran dan kritikan demi peningkatan kualitas dan esensi penelitian ini.
6. Saifuddin, selaku Camat Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kecamatan tersebut,. 7. Semua responden yang sudah bersedia diwawancarai, terima kasih atas informasi
dan kerjasama yang baik selama penelitian.
8. Secara khusus buat Ayahanda Alm H. Mawardi dan Ibunda Hj. Faridah Ama.Pd serta suami tercinta Teuku Irwansyah putra, ST , MT dan kedua putra dan putri ku Cut Qisthi Azzahra dan Teuku Qaishar Alfachla yang penulis sangat sayangi, terima kasih atas do’a, perhatian, semangat, waktu, dukungan material dan moril, yang telah kalian berikan dengan ikhlas dimana begitu banyak waktu kebersamaan kita yang hilang untuk terselesainya pendidikan ini, semoga Allah SWT membalas semuanya dengan kebahagiaan.
9. Seluruh Rekan-rekan satu stambuk di peminatan Kesehatan Reproduksi 2012, terima kasih atas semangat kebersamaan selama menjalani perkuliahan dan bimbingan semoga kita masih menjalin silaturahim di masa mendatang.
(7)
Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Penulis juga sangat terbuka pada saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi kepentingan kualitas penelitian ini.
Medan, Juli 2014 Penulis,
Ratna dewi 127032261/IKM
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ratna Dewi, SST yang dilahirkan pada tanggal 15 April 1982 di Bireuen , anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Alm. H. Mawardi dan Ibunda Hj. Faridah, Ama Pd
Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar Negeri No.1 Bireuen pada tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994, Sekolah SMP Negeri 1 Bireuen tahun 1994 dan selesai tahun 1997, Sekolah Pendidikan Kesehatan1997 dan selesai tahun 2000, pada tahun 2002 mulai masuk pendidikan perguruan tinggi di Akademi Kebidanan Mona Banda Aceh dan selesai tahun 2005, pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan di Diploma IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Minat Studi Kesehatan Reproduksi.
Riwayat bekerja penulis dimulai sejak tahun 2008 hingga saat ini bekerja di Akademi kebidanan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara .
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Hipotesis ... 10
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Jumlah Anak ... 11
2.2 Faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak ... 12
2.2.1 Faktor Sosio Ekonomi ... 13
2.2.2 Faktor Sosio Demografi ... 18
2.2.3 Budaya ... 21
2.3 Landasan Teori ... 25
2.4 Kerangka Konsep ... 27
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Jenis Penelitian ... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.3 Populasi dan Sampel ... 28
3.3.1Populasi ... 28
3.3.2Sampel ... 28
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30
3.4.1Data Primer ... 30
3.4.2Data Sekunder ... 30
3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 30
3.6Variabel dan Definisi Operasional ... 32
3.6.1 Variabel Independen ... 32
3.6.2 Variabel Dependen ... 33
3.7Metode Pengukuran ... 33
(10)
3.7.2Variabel Independen ... 33
3.8Metode Analisis Data ... 36
3.7.1Analisis Univariat ... 36
3.7.2Analisis Bivariat ... 36
3.7.3Analisis Multivariat ... 36
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 39
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Samalanga 37 4.2 Analisis Univariat ... 39
4.2.1 Karakteristik Responden ... 39
4.2.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jawaban Item Pernyataaan Budaya ... 39
4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 40
4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Sosio Ekonomi (Pendidikan Istri, Pendidikan Suami, Pekerjaan Istri, Pekerjaan Suami, dan Pendapatan …. ... 41
4.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Budaya ... 42
4.3 Analisis Bivariat ... 44
4.4 Analisis Multivariat ... 47
BAB 5. PEMBAHASAN ... 51
5.1 Pengaruh Faktor Sosio Ekonomi terhadap Jumlah Anak…… ... 51
5.2 Pengaruh Budaya Terhadap Jumlah Anak …….. ... 55
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.1 Kesimpulan……… ………. 58
6.2 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Uji Validitas dan Reabilitas Kuisioner ... 31
3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 35
4.1 Distribusi Karakteristik Responden……… . 38
4.2 Distribusi Jawaban Item Pernyataan tentang Faktor Budaya……… 40
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak……… 41
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sosio Ekonomi (Pendidikan Istri, Pendidikan Suami, Pekerjaan Istri, Pekerjaan Suami, dan Pendapatan……… ……….. 41
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Budaya………. 42
4.6 Pengaruh Variabel Independen (Faktor Sosio Ekonomi dan Budaya) Terhadap Variabel Dependen (Jumlah Anak)………. 45
4.7 Pemilihan Kandidat Model untuk Tahap Pemodelan Multivariat……... 46
(12)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 65
2. Pemilihan Sampel ... 67
3. Data Validitas dan Reliabilitas ... 72
4. Master Data ... 74
5. Analisa Univariat ... 79
6. Analisa Bivariat ... 85
(14)
ABSTRAK
Pada kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen jumlah kelahiran hidup 679 jiwa, pada tahun 2013 dengan jumlah anak 4 sampai 8 orang setiap keluarga.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosio ekonomi ( pendapatan, pekerjaan, pendidikan) dan budaya terhadap jumlah anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen tahun 2014. Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang . Populasi adalah keluarga yang istrinya berumur ≥ 45 tahun dan mempunyai anak yang bertempat tinggal di Kecamatan Samalanga Kabupaten Biruen yaitu sebanyak 3907 orang. Sampel pada penelitian ini 210 keluarga , dengan metode penarikan sampel two stage cluster sampling. Pengumpulan data dengan penyebaran angket menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan, 159 responden memiliki anak lebih dari 2 , jumlah anak dipengaruhi pendapatan dan budaya, keluarga dengan pendapatan rendah kemungkinan mempunyai anak > 2 , 2,396 kali lebih besar dari pada keluarga dengan pendapatan tinggi,keluarga dengan budaya negatif kemungkinan mempunyai anak >2, 5,276 kali lebih besar dari pada keluarga yang mempunyai budaya positif.Budaya negatif adalah mereka yang menganggap memiliki anak banyak lebih baik,cita-cita dan keinginan mereka sebagai orang tua dapat terwujud.Pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap jumlah anak.
Disarankan kepada Bupati dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Kabupaten Biruen agar lebih meningkatkan program keluarga berencana (KB) trutama pada keluarga miskin sehingga dapat menurunkan jumlah anak dalam kelaurga dan kepada tokoh masyarakat di Kecamatan Samalanga dapat merubah pandangan keluarga tentang nilai anak.
Kata Kunci : Jumlah Anak, Sosioekonomi, Budaya
(15)
ABSTRACT
In Samalanga subdistrict,Bireuen District the number of live birth 679 in 2013 in the family with 4 – 8 children.
The purpose of thisobservational studywith cross-sectional design was to find out the influence of socio–economic factor (income, occupation, education) and cultural factors on the number of children in Samalanga subdistrict, Bireuen District in 2014. The population of this study was the 3907 families with the wives ≥ 45 years old and children living in Samalanga subdistrict, Bireuen District and 210 of them were selected to be the samples for this study through two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire distribution and were analyzed through multiple logistic regression tests at α=5%.
The result of this study showed that 159 respondentshad more than 2 children. The number of children was influenced by income and culture. The family with low income has probability to have more than 2 children 2.396 times bigger than the family with high income. The family with negative culture has probability to have more than 2 children 5.276 times bigger than the family with positive culture. Negative culture is the family who considers that having many children is better, their ambitions and wants as parents can be materialized. Education and occupation did not have any influence on the number of children.
The Head of District and Women Empowerment Board and Family Planning of Bireuen District should more improve the Family Planning Program especially among the poor families that they can decrease the number of children in their family, and the community figures in Samalanga subdistrict can change the family views about the value of children.
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, pemerintah telah dan sedang melakukan pembangunan di segala bidang, termasuk usaha untuk mengatasi masalah kependudukan. Berbagai masalah kependudukan tersebut meliputi antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, penduduk usia muda yang besar, dan kualitas sumber daya manusia yang masih relatif rendah. Untuk mengatasi salah satu masalah kependudukan tersebut, pemerintah sejak Pelita I telah melakukan usaha mendasar melalui program Keluarga Berencana (KB), yang sejak Pelita V berkembang menjadi gerakan KB Nasional (BKKBN, 1994).
Gerakan KB adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Salah satu tujuan dari gerakan tersebut adalah menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dan potensi yang ada sehingga dapat mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak balita serta memperkecil kematian ibu karena resiko kehamilan dan persalinan (BKKBN, 1994).
(17)
Implikasi kebijakan di masa mendatang diantaranya adalah perlunya pemerintah merevitalisasi program pengendalian penduduk. Program pengendalian penduduk melalui Keluarga Berencana (KB) sudah terbukti berhasil menghindarkan Indonesia dari ledakan penduduk yang tidak terkendali beberapa dasawarsa yang lalu. Namun, lemahnya komitmen pemerintah setelah era orde baru dalam hal pengendalian jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk usia muda. Meskipun laju pertumbuhan penduduk secara nasional menurun, namun jumlah pasangan usia produktif selalu meningkat, sehingga jumlah kelahiran tetap tinggi (KPPA & BPS, 2012).
Menurut Siregar (2003) bahwa hambatan dalam pelaksanaan program pembudayaan NKKBS di masyarakat disebabkan karena adanya pandangan orang tua terhadap anak dalam keluarga, bahwa anak tidak saja merupakan kebanggaan orang tua tetapi dibalik kebanggaan itu tersembunyi harapan yang dibebankan diatas pundak anaknya. Dengan pelaksanaan program KB secara intensif selama 20 tahun untuk membudayakan NKKBS, maka diharapkan terjadi perubahan pola pikir masyarakat tentang idealisme jumlah anak dimana mendidik dan memelihara jauh lebih penting dari pada menambah jumlah anak.
Tingkat fertilitas merupakan salah satu faktor demografi yang paling menentukan di dalam penurunan tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia. Secara nasional tingkat fertilitas di Indonesia relatif masih cukup tinggi, variasi antar provinsi juga cukup besar. Dilihat dari pencapaian fertilitas dapat disimpulkan bahwa secara nasional tingkat fertilitas di Indonesia relatif masih cukup tinggi. Untuk
(18)
mencapai target RPJM 2004-2009 dengan tingkat fertilitas 2,2 anak per wanita atau untuk pencapaian Replacement Level (Net Reproduction Rate/NRR = 1 atau TFR= 2.1) pada tahun 2015.
Menurut Profil Anak Indonesia 2012, sekitar satu diantara tiga penduduk Indonesia adalah anak. Ini terlihat dari proporsinya terhadap total penduduk Indonesia yaitu sekitar 33,9 persen adalah usia 0 – 17 tahun, dimana pada kelompok usia pra sekolah 0-6 tahun tercatat sebanyak 32,6 juta orang, usia pendidikan dasar yaitu 7-12 tahun tercatat sebanyak 27,3 juta orang, sedangkan pada kelompok pendidikan usia menengah 13-17 tahun tercatat sebanyak 22,4 juta orang. Hal yang menarik untuk diamati adalah adanya peningkatan proporsi penduduk berumur 0 tahun dari 4,72 persen pada tahun 2000 menjadi 5,4 persen pada tahun 2010 (KPPA & BPS, 2012).
Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya, namun Pemerintah Republik Indonesia menganjurkan setiap keluarga mempunyai jumlah anak dua orang saja sudah cukup, demi mencapai kualitas keluarga yang sehat dan memiliki kesehatan reproduksi yang aman dimana pada saat merencanakan kehamilan yang harus dihindari antara lain empat T yaitu terlalu muda untuk hamil (< 20 tahun), terlalu tua untuk hamil (> 35 tahun), terlalu sering hamil (anak > 3 orang ) dan terlalu dekat jarak kehamilannya (>2 tahun) (Manuaba, 2009).
Menurut Badan Pusat Statistik, BKKBN, dan Macro Internasional (2013), yang memuat tentang data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
(19)
2012 rata-rata wanita Indonesia akan mempunyai 2,6 anak selama hidupnya. Data menunjukkan bahwa wanita yang tinggal di perkotaan mempunyai TFR 0,4 lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tinggal di pedesaan. Namun angka kelahiran menurut kelompok umur pada kelompok umur 25-29, 30-34, dan 40-44 tahun di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding di daerah pedesaan.
Berdasarkan survei tersebut, diketahui bahwa sebanyak 10840 wanita atau sekitar 32,4% yang memiliki jumlah anak ≥ 2. Untuk mengetahui jumlah anak, wanita berstatus kawin ditanya tentang keinginan mempunyai anak pada masa mendatang, keinginan menambah jumlah anak, menjarangkan kelahiran anak berikutnya, dan membatasi kelahiran dan diperoleh hasil bahwa 47 persen wanita kawin tidak ingin menambah jumlah anak lagi dan 3 persen menyatakan telah dioperasi sterilisasi. Dari 44 persen wanita kawin diantaranya 15 persen ingin menambah jumlah anak dalam waktu dua tahun, 23 persen ingin menunda kelahiran berikutnya dua tahun atau lebih, dan 6 persen menyatakan belum dapat menentukan waktunya. Tiga dari empat wanita yang sudah kawin ingin menjarangkan kelahiran berikutnya atau tidak ingin mempunyai anak lagi. Angka ini menggambarkan proporsi wanita yang secara potensial memerlukan pelayanan keluarga berencana (KB).
Data juga memperlihatkan bahwa keinginan membatasi kelahiran meningkat secara cepat sejalan dengan banyaknya anak lahir hidup yakni 84 persen wanita yang tidak mempunyai anak ingin mempunyai anak lagi dibandingkan dengan 7 persen wanita dengan dua anak. Di sisi lain, proporsi wanita yang tidak ingin mempunyai
(20)
anak lagi meningkat dari 11 persen pada wanita yang mempunyai satu anak menjadi 58 persen pada wanita yang mempunyai dua anak, dan 80 persen atau lebih pada wanita yang mempunyai lima orang anak atau lebih.
Provinsi Aceh memiliki jumlah penduduk yaitu 4.597.308 orang dimana jumlah laki-laki yaitu 2.300.442 orang sedangkan perempuan berjumlah 2.296.866 orang terdapat 20,4 persen atau 938.300 orang diantaranya adalah anak – anak berumur 0 – 14 tahun (Dinkes Aceh, 2011). Berdasarkan hasil SDKI (2012), angka fertilitas total di Aceh sebesar 2,8 jiwa, dengan persentase wanita umur 15-49 tahun yang sedang hamil berjumlah 5,2, dan rata-rata anak yang dilahirkan hidup oleh wanita 40-49 tahun adalah 3,8.
Sementara itu berdasarkan Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2012, untuk Kabupaten Bireuen jumlah penduduk diketahui sebanyak 398.201 jiwa. Dari Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2013, diketahui angka kelahiran hidup sebanyak 7714 jiwa. Kabupaten Bireuen memiliki 18 kecamatan yang salah satunya adalah Kecamatan Samalanga.
Setiap keluarga perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi jumlah anak. Dari aspek sosial, kesehatan, finansial hingga adat dan budaya. Dari sisi finansial, sebuah keluarga dapat mengukur kemampuan pendapatan yang dikomparasikan dengan rencana pendipdikan serta biaya pemenuhan kebutuhan dan kesehatan bagi anak yang akan dilahirkan. Anak yang direncanakan hendaknya memiliki kualitas pendidikan dan kehidupan yang terjamin. Dari sisi sosial, jumlah anak dapat disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, keluarga, dan berbagai
(21)
faktor psikologis. Mulai dari keinginan pribadi, kemampuan membagi waktu untuk anak, hingga daya dukung lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak (Diana, 2007).
Menurut Davis dan Blake (1956), faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Menurut Easterlin (1967), permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Selain itu menurut Easterlin bahwa fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Menurut Muchtar dan Purnomo (2009), status sosial demografi yang turut mempengaruhi jumlah anak diantaranya adalah usia kawin pertama dan pernah atau saat ini sedang menggunakan kontrasepsi.
Siregar (2003) menyatakan bahwa latar belakang sosial yang berbeda tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suatu kelompok sosial serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan, menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak. Selanjutnya berdasarkan penelitian Sumini (2007), menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata rata-rata jumlah anak yang diinginkan menurut tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, dan indeks kesejahteraan kuintil. Sementara itu wanita menikah umur 15-49 tahun rata-rata menginginkan anak tidak lebih dari dua.
(22)
Menurut Rosidah, dkk (2012) yang mengutip Todaro dan Smith (2006), tingkat pendapatan yang rendah akan mendorong keluarga miskin untuk menambah anak, karena anak dianggap sebagai tenaga kerja yang murah dan dapat dijadikan sandaran hidup di hari tua. Di sisi lain menurut Hartoyo, dkk (2011), anak dianggap sebagai sumber daya berharga dan tahan lama. Keluarga dengan penghasilan tinggi akan mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan kualitas anak , anak yang berkualitas diharapkan juga dapat sebagai investasi bagi orang tua, sehingga memiliki banyak anak bukan merupakan suatu masalah.
Pengaruh pendidikan terhadap jumlah anak juga dapat dilihat dari kenyataan yang ada saat ini dimana, wanita dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih banyak masuk ke pasar kerja. Selain karena jumlahnya meningkat, juga karena lapangan kerja membutuhkan keahlian tertentu, terutama di bidang-bidang jasa seperti misalnya tenaga penjualan, kesehatan, pendidikan, pelayanan dan lain sebagainya. Semakin baik tingkat pendidikan kaum wanita, maka mereka semakin berpotensi untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dalam penghasilan keluarga sehingga waktu yang khusus mereka sediakan untuk membesarkan anak semakin terbatas, dengan sendirinya akan mempengaruhi jumlah anak yang diinginkan (Yuniarti, 2012).
Selanjutnya menurut Hartoyo (2011), bahwa salah satu alasan terbanyak keluarga responden menginginkan jumlah anak yang lebih banyak dari kondisi sekarang adalah menginginkan anak yang berjenis kelamin berbeda (10% nonakseptor KB dan 13,3% akseptor KB). Ini artinya, preferensi terhadap anak yang
(23)
berjenis kelamin berbeda dengan sebelumnya berimplikasi pada peningkatan jumlah anak. Hal ini juga mungkin terkait dengan budaya yang ada yang mana kalau belum mempunyai anak dengan jenis kelamin berbeda dinilai belum lengkap.
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, diketahui bahwa Kecamatan Samalanga sebagai kecamatan dengan jumlah angka kelahiran terbanyak di Kabupaten Bireuen. Menurut hasil pencatatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, jumlah angka kelahiran hidup adalah 679 jiwa. Terdapat 3907 wanita ≥ 45 tahun dengan jumlah anak yang dimiliki setiap kepala keluarga adalah 4 sampai 8 orang anak.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang responden yang ada di Kecamatan Samalanga diperoleh hasil bahwa mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Samalanga mayoritas (80%) adalah petani. Namun kebanyakan dari mereka adalah petani yang tidak memiliki lahan sendiri melainkan menyewa dari pemilik tanah, akibatnya dari segi pendapatan dapat dikatakan sangat rendah. Hal ini diketahui dari jawaban responden yaitu sebanyak 60% reponden yang menyatakan bahwa hasil pendapatan dari pekerjaan mereka tidak sepenuhnya dapat digunakan untuk kebutuhan keluarga, melainkan harus disisakan untuk membayar sewa tanah atau tambak yang mereka pakai. Selanjutnya terdapat 70% responden yang menyatakan bahwa anak bisa membantu mereka dan merawat mereka dihari tua, serta anak juga bisa membantu pekerjaan mereka, misalnya setelah anaknya pulang dari sekolah, sehingga menurut mereka, anak dapat membantu mengurangi beban keluarga dan dapat dijadikan sumber investasi dihari tua.
(24)
Pada survei diketahui juga bahwa 80% responden menginginkan anak lebih dari dua. Fakta tersebut sekaligus membuktikan pula bahwa belum terlaksana dengan baik program Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Samalanga, karena 60% reponden menyatakan tidak mengikuti program KB dengan alasan tidak cocok dan tidak diizinkan suami, serta terdapat 50% responden yang menyatakan jika belum memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan keluarga terasa belum lengkap. Ketika ditanya pendapatnya apakah setuju jika banyak anak banyak rezeki, terdapat 50% responden yang menjawab setuju, karena menurut mereka ketika hanya memiliki 1 dan 2 anak saja, rezeki mereka tidak seperti sekarang, namun setelah memiliki 5 anak rezeki mereka lebih banyak dari sebelumnya.
Dari segi budaya hampir seluruh responden yaitu sebanyak 90%, menyatakan keturunan teuku atau sayed harus tetap dilestarikan untuk menjadi ciri khas rakyat Aceh. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan masyarakat karena pengaruh agama, yaitu agama Islam. Dimana pola pemikiran bahwa nasib keturunan anak-anaknya akan dijamin Tuhan dan bersikap pasif terhadap takdir. Ungkapan yang berbunyi, "Langkah, rezeki, perteumuan, maut, berada di tangan Tuhan"
Berdasarkan masih tingginya jumlah anak di Kecamatan Samalanga, dan beberapa faktor yang ikut mempengaruhinya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap jumlah anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen tahun 2014.
(25)
1.2 Permasalahan
Tingginya jumlah anak pada setiap keluarga di Kecamatan Samalanga, yang berdampak pada pula tingginya jumlah penduduk di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen, sehingga perlu untuk mencari faktor yang memengaruhinya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor sosio ekonomi (pendapatan, pekerjaan, pendidikan) dan budaya terhadap jumlah anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2014.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh faktor sosio ekonomi ( pendapatan, pekerjaan, pendidikan ) dan budaya terhadap jumlah anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil analisis diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Bupati dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana serta Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dalam membuat kebijakan untuk menurunkan jumlah anak dalam keluarga di Kabupaten Bireuen secara umum dan Kecamatan Samalanga khususnya.
(26)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jumlah Anak
Menurut Tresia (2006), jumlah anak didefinisikan sebagai banyaknya anak kandung yang pernah dilahirkan dalam keadaan hidup oleh seorang ibu pada saat pencacahan baik tinggal bersama-sama maupun tinggal di tempat lain.
Jumlah anak yang diinginkan dikategorikan berdasarkan jumlah anak lahir hidup . Keluarga dikatakan sebagai keluarga kecil, jika maksimal memiliki dua anak. Dengan demikian, pengkategorian jumlah anak yang diinginkan menjadi: 1) sedikit, jika keluarga menginginkan sebanyak banyaknya memiliki dua anak; 2) sedang, jika keluarga menginginkan anak sebanyak tiga hingga lima anak; 3) banyak, jika keluarga menginginkan sedikitnya memiliki enam anak (BPS, 2011)
Menurut Hartoyo, dkk (2011), jumlah anak yang diinginkan pada kelompok non akseptor KB berkisar antara 1 sampai 12, dengan rata-rata sebesar 3,80 jiwa. Sementara itu, pada kelompok akseptor KB, kisaran jumlah anak yang diinginkan adalah 2 sampai 6 dengan rata-rata sebesar 3,47 jiwa. Kelompok keluarga akseptor memiliki rata-rata jumlah anak yang diinginkan relatif lebih kecil dibanding dengan . Berbeda dengan pengkategorian yang dilakukan Muchtar dan Purnomo (2009) yaitu bahwa jumlah anak sedikit adalah jika memiliki 1-2 anak, dan jumlah anak banyak jika memiliki > 2 anak.
(27)
dengan kelompok keluarga non akseptor KB, namun perbedaannya tidak signifikan (p > 0,05).
2.2 Faktor – faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak
Menurut Hartoyo, dkk, (2011) faktor - faktor yang memengaruhi jumlah anak yaitu usia ibu, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan perkapita keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan nilai anak. Muchtar dan Purnomo (2009) menyatakan terdapat faktor komposisional yang terdiri dari umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak yang diinginkan, indeks kekayaan kuantil, pendidikan suami, pekerjaan suami, agama, jumlah anak sekarang dan tempat tinggal.
Menurut Davis dan Blake (1974), faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Selanjutnya Easterlin ( 1975) mengemukakan tentang analisis ekonomi tentang fertilitas, dimana permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Selain itu menurut Easterlin bahwa fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Radifan (2007) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas di Indonesia. menunjukkan bahwa, secara serempak seluruh variabel seperti pendapatan perkapita, angka harapan hidup saat
(28)
lahir, indeks pendidikan, persentase wanita 15-49 tahun yang berstatus kawin memakai alat kontrasepsi dan tingkat urbanisasi berpengaruh signifikan terhadap angka kelahiran total pada 33 provinsi di Indonesia. Secara parsial, hasil regresi menunjukkan bahwa indeks pendidikan dan persentase wanita 15-49 tahun berstatus kawin yang memakai alat kontrasepsi mempunyai pengaruh terhadap angka kelahiran total pada 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2007 dan keduanya signifikan secara statistik pada 5% dan 1%.
2.2.1 Faktor Sosio Ekonomi
Pembangunan ekonomi berdasarkan teori Malthus peningkatan “income” lebih lambat daripada peningkatan kelahiran (fertilitas) dan merupakan akar terjerumusnya masyarakat ke dalam kemiskinan. Becker (1960) membuat model keterkaitan atau pengaruh income dan harga anak. Dilihat dari aspek permintaan bahwa harga anak lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan income. Berdasarkan aspek produksi, utilitas anak berbeda dengan aspek konsumsi, karena utilitas anak lebih dilihat dari aspek kuantitas dan bukan kualitas. Kondisi ini banyak dijumpai di daerah perdesaan atau daerah tingkat pertumbuhan ekonomi rendah.
Menurut Conyers (1991), kata sosial ekonomi mengandung pengertian sebagai sesuatu yang non moneter sifatnya yang bertalian dengan kualitas kehidupan insani. Sedangkan ekonomi dijelaskan sebagai lawan dari pengertian sosial yaitu dilibatkan kaitannya dengan uang. Dengan demikian kondisi sosial ekonomi berdasarkan pengertian di atas merupakan suatu kondisi yang terkait secara moneter dan non moneter. Kondisi sosial ekonomi keluarga didasarkan pada pendapatan
(29)
keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pendapatan orang orang tua dan status sosial di dalam masyarakat seperti, hubungan dengan masyarakat, asosiasi dalam kelompok masyarakat, dan persepsi masyarakat atas keluarga.
Menurut Soesastro, dkk (2005), faktor sosioekonomi turut menentukan jumlah anak yang diinginkan maupun yang dilahirkan di dalam keluarga. Kemiskinan dapat mendorong ke arah pembatasan kelahiran, tetapi sebaliknya lebih banyak anak secara ekonomi dapat juga membawa keuntungan.
Menurut Elfindri (1989), bahwa faktor – faktor yang memengaruhi jumlah anak adalah diantaranya adalah faktor sosioekonomi rumah tangga yang meliputi pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan. Faktor – faktor tersebut dapat kita jelaskan sebagai berikut :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi dasar keberhasilan dalam bisnis atau bidang profesi, yang akan membuka jalan bagi individu bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang yang statusnya lebih tinggi. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan hidup manusia akan semakin berkualitas (Hurlock, 2004).
Menurut Suandi (2001) yang mengutip teori human capital, kualitas sumberdaya manusia selain ditentukan oleh tingkat kesehatan juga ditentukan tingkat pendidikan. Pendidikan dipandang tidak hanya dapat menambah pengetahuan tetapi
(30)
dapat juga meningkatkan keterampilan (keahlian) seorang individu sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Suandi juga mengutip pendapat Ananta dan Hatmadji (1986), bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu tolak ukur yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu daerah atau masyarakat. Pendidikan tidak hanya mencerdaskan kehidupan masyarakat yang bersangkutan, melainkan juga meningkatkan mutu masyarakat tersebut. Dengan mutuyang tinggi dan baik, jumlah penduduk tidak lagi merupakan beban atau tanggungan masyarakat melainkan sebagai modal atau aset pembangunan.
Tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki pasangan akan berdampak pada pembatasan jumlah anak yang dilahirkan, terutama disebabkan meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab dalam hidup berumah tangga. Menurut Lukman (2008) umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.
Menurut Muchtar dan Purnomo (2009), faktor pendidikan sangat erat kaitannya dengan sikap dan pandangan hidup suatu masyarakat. Pendidikan jelas mempengaruhi usia kawin, dengan sekolah maka wanita akan menunda perkawinannya, yang kemudian berdampak pada penundaan untuk memiliki anak. Tingkat pendidikan disini adalah pendidikan yang ditamatkan, yang dalam analisis dikelompokkan menjadi lima, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMTA, dan SMTA+.
(31)
Berdasarkan hasil penelitian Puslitbang KB dan BKKBN (2009), diketahui bahwa hubungan antara tingkat pendidikan dan fertilitas menunjukkan hubungan yang negatif, semakin tinggi pendidikan maka fertilitas semakin rendah. Wanita pernah kawin yang tidak pernah sekolah mempunyai rata-rata jumlah anak lahir hidup 3,7 anak, sedangkan wanita tamat SD mempunyai 2,4 anak dan wanita yang berpendidikan tamat SMTA atau lebih mempunyai 1,9 anak. Pengaruh pendidikan terhadap fertilitas signifikan (p<0,005).
2. Pekerjaan
Menurut Labor Force Consept, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mendapatkan nafkah. (Hardywinoto, 2007)
Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari ibu dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan itu memerlukan kekuatan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan. Beban ini dapat berupa fisik, beban mental, ataupun beban sosial, sesuai dengan jenis pekerjaan ibu. (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Muchtar dan Purnomo (2009), wanita yang bekerja mempunyai jumlah anak sedikit lebih tinggi dibanding wanita yang tidak bekerja (2,5 dibanding 2,3 anak), dan pengaruh pekerjaan terhadap jumlah anak signifikan (p<0,05). Bila dilihat menurut kelompok jumlah anak lahir hidup
(32)
menunjukkan bahwa umumnya wanita yang bekerja mempunyai jumlah anak lahir hidup 3 anak atau lebih, sedangkan wanita yang tidak bekerja umumnya belum mempunyai anak dan mempunyai antara 1-2 anak. Hal ini dapat disebabkan karena seseorang yang bekerja, menyebabkan pendapatannya lebih tinggi dibandingkan yang tidak bekerja, sehingga kemampuan untuk memberikan nutrisi atau gizi yang dibutuhkan selama hamil ataupun melahirkan lebih baik daripada yang tidak bekerja.
3. Pendapatan Perkapita Keluarga
Menurut Muchtar dan Pramono (2009), pendapatan mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah anak. Apabila pendapatan perkapita sebuah keluarga dinilai belum mampu untuk menanggung seluruh biaya sandang, pangan, papan dan pendidikan anak nantinya maka mempengaruhi jumlah anak dalam sebuah keluarga, perhitungan pendapatan keluarga yang tidak direncanakan terutama soal penyiapan dananya bisa juga berakibat fatal terhadap masa depan anak. Oleh karena itu persiapan pasangan dari segi kemampuan pendapatan perkapita keluarga sangatlah penting terhadap jumlah anak pada pasangan usia subur.
Hal lain dikemukan oleh Yuniarti, dkk (2012) yang mengutip Leibenstein (1956) mengatakan bahwa, mempunyai anak dapat dilihat dari dua segi ekonomi, yaitu segi kegunaan (utility) dan biaya (cost) yang harus dikeluarkan untuk membesarkan dan merawat anak. Apabila ada kenaikan pendapatan orang tua, maka aspirasi untuk mempunyai anak akan berubah, lebih menginginkan kualitas yang lebih baik daripada kuantitas.
(33)
justru menyebabkan turunnya permintaan jumlah anak. Salah satu jawabannya adalah bahwa dengan meningkatnya penghasilan, orang tua ingin agar anaknya berpendidikan lebih tinggi, sehingga mereka lebih memilih kualitas dari pada kuantitas anak (Jones dalam Lucas, dkk 1990).
Namun, hal yang berbeda dinyatakan oleh Rosidah, dkk (2012) yang mengutip Todaro dan Smith (2006), bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan mendorong keluarga miskin untuk menambah anak, karena anak dianggap sebagai tenaga kerja yang murah dan dapat dijadikan sandaran hidup di hari tua.
Menurut Becker (1960), bahwa banyaknya anak yang dilahirkan oleh masyarakat miskin diharapkan dapat membantu orang tua pada usia pensiun atau tidak produktif lagi sehingga anak diharapkan dapat membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan jaminan sosial (asuransi), karena pada masyarakat miskin umumnya orang tua tidak memiliki jaminan hari tua. Sementara pada masyarakat maju (kaya), nilai anak lebih ke arah barang konsumsi yaitu dalam bentuk kualitas. Dengan arti kata, anak sebagai human capital sehingga anak yang dilahirkan relatif sedikit namun investasi atau biaya yang dikeluarkan lebih besar baik biaya langsung maupun opportunity cost terutama untuk peningkatan kesehatan, pendidikan, gizi, keterampilan dan sebagainya sehingga anak diharapkan dapat bersaing di pasar kerja bukan difungsikan sebagai keamanan apalagi sebagai jaminan sosial bagi orang tua.
Menurut data Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Aceh, Upah Minimum Rakyat Tahun 2013 adalah Rp. 1.600.000. Pendapatan dalam penelitian ini menggabungkan pendapatan yang diperoleh suami dan istri, dan pendapatan lain di
(34)
luar upah minimum yang diterima, misalnya dari pekerjaan tambahan yag dilakukan suami dan istri.
2.2.2 Faktor Sosio Demografi
Penekanan pokok tentang konsep transisi demografi terletak pada pertumbuhan penduduk, khususnya pada proses penurunan fertilitas. Dengan demikian, konsep proses transisi demografi umumnya difokuskan pada perubahan jumlah, struktur, dan komposisi penduduk yang mengalami perubahan selama proses transisi berlangsung. Transisi Demografi adalah perubahan-perubahan tingkat kelahiran dan kematian dimulai dari tingkat kelahiran dan tingkat kematian tinggi, berangsur-angsur berubah menjadi tingkat kelahiran dan tingkat kematian rendah, dan tingkat kematian menurun lebih cepat dibandingkan dengan tingkat kelahiran. Bogue (1969) dalam Mantra, IB, (2000) membagi transisi demografi menjadi tiga tahap yaitu :
1) Pra-transisi (pre-transitional) ; dengan ciri-ciri tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama tinggi. Angka pertumbuhan penduduk alamiah sangat rendah (hampir mendekati nol) dan terjadi sebelum 1950.
2) Transisi (transitional), dicirikan dengan penurunan tingkat kelahiran dan tingkat kematian, tingkat kematian lebih rendah daripada tingkat kelahiran, mengakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk alamiah sedang dan tinggi. Fase ini dibagi menjadi tiga yaitu :
(35)
a) Permulaan transisi (early transitional), terdapatnya tingkat kematian menurun, tetapi tingkat kelahiran tetap tinggi, bahkan ada kemungkinan meningkat karena perbaikan kesehatan ;
b) Pertengahan transisi (mid-transitional), tingkat kematian dan kelahiran kedua-duanya menurun, tetapi tingkat kematian menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran; dan
c) Akhir transisi (late transitional), tingkat kematian rendah dan tidak berubah atau menurun hanya sedikit, dan angka kelahiran antara sedang dan rendah, dan berfluktuasi atau menurun. Pengetahuan tentang kontrasepsi meluas. 3) Pasca-transisi (Post-transitional), dicirikan oleh tingkat kematian dan tingkat
kelahiran kedua-duanya rendah; hampir semuanya mengetahui cara-cara kontrasepsi dan dipraktekkan. Tingkat kelahiran dan kematian (vital rate) mendekati keseimbangan. Pertumbuhan penduduk alamiah amat rendah dalam jangka waktu yang panjang
Menurut Muchtar dan Purnomo (2009), status sosial demografi yang turut mempengaruhi jumlah anak diantaranya adalah usia kawin pertama dan pernah atau saat ini sedang menggunakan kontrasepsi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Usia Kawin Pertama
Berdasarkan hasil penelitian Eka (2010), makin panjang masa reproduksinya, maka diharapkan makin muda seseorang untuk melangsungkan perkawinannya makin banyak pula anak yang dilahirkan. Usia pernikahan yang dimaksud disini adalah umur pada waktu memasuki ikatan sosial, atau dengan istilah perkawinan, usia
(36)
konsumsi perkawinan (hubungan kelamin yang pertama kali dilakukan setelah menikah ). Seperti yang diketahui bahwa pada saat seseorang menikah pada usia yang relatif lebih muda, maka masa subur atau reproduksi akan lebih panjang dalam ikatan perkawinan sehingga mempengaruhi peningkatan fertilitas.
2. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Menurut Davis dan Blake (1974) dalam teori fertilitas penggunaan alat kontrasepsi dapat memiliki pengaruh positip atau negatip terhadap fertilitas, artinya jika suatu masyarakat sedang menggunakan alat/cara KB, maka pengaruhnya terhadap fertilitas negatip. Sedangkan jika alat/cara KB tersebut tidak digunakan, maka pengaruhnya positip terhadap fertilitas.
Menurut Muchtar dan Purnomo (2009), penggunaan alat/cara kontrasepsi secara langsung dapat mempengaruhi fertilitas. Semakin tinggi persentase wanita yang menggunakan alat/cara kontrasepsi, semakin rendah tingkat fertilitasnya. Analisis ini akan dilihat pengaruh penggunaan alat/cara kontrasepsi terhadap tingkat fertilitas, baik untuk wanita yang pernah menggunakan alat/cara kontrasepsi, maupun saat ini sedang menggunakan alat/cara kontrasepsi.
Di Aceh umumnya, masalah KB masih sangat bertentangan dengan budaya yang ada. Kebanyakan dari masyarakat tidak menggunakan alat kontrasepsi. Tujuan memperbanyak anggota keluarga menurut masyarakat Aceh seolah-olah bertentangan dengan tujuan KB. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan masyarakat Aceh, karena pengaruh agama, yaitu agama Islam, padangan tersebut membetuk pola
(37)
pemikiran masyarakat Aceh, bahwa nasib keturunan anak-anaknya akan dijamin Tuhan dan bersikap pasif terhadap takdir.
2.2.3 Budaya
Menurut Noorkasiani, dkk, (2009), budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Budayyah” yang artinya budi atau akal. Hal ini diartikan bahwa budaya merupakan suatu perpaduan budi dan akal yang akan membentuk cipta, rasa dan karsa.
Menurut Luddin (2010), budaya dapat dipahami sebagai cara hidup seseorang atau sekelompok orang. Luddin (2010) yang mengutip pendapat Tylor, menyatakan bahwa budaya adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, moral, kesenian, hukum adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya menyatukan manusia dalam hubungan dan interaksi antara sesama, berdasarkan keyakinan dan nilai – nilai serta peraturan yang ada.
Hasdy (1995) mengatakan bahwa manusia menciptakan budaya tidak hanya sebagai suatu mekanisme adoptif terhadap lingkungan biologis dan geofisik mereka, tetapi juga sebagai alat untuk memberi andil kepada evolusi sosial mereka. Manusia lahir turun temurun, membawa zat – zat pembawa sifat dan sifat – sifat budaya generasi sebelumnya. Zat – zat pembawa sifat dan ciri – ciri budaya tersebut saling mempengaruhi dalam suatu kelompok sosial. Anak merupakan generasi penerus dalam sebuah keluarga, yang harus dibina agar dapat diharapkran menjadi pewaris
(38)
yang berpotensi, menjadi keturunan yang lebih ulet, dan berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya.
Menurut Siregar (2003), anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosio kultural dan lain-lain. Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan dimana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua.
Hal ini sejalan menurut Ihromi (1999), nilai anak dapat dipandang berdasarkan budaya yang berlaku, hal ini dapat dicontohkan pada masyarakat Bali, dimana nilai anak pada masyarakat bali tidak dapat dipahami secara baik tanpa mengenal dulu sistem kemasyarakatannya, khususnya sistem kekerabatannya yang bercorak patrilineal, yang dijiwai oleh nilai – nilai dalam agama Hindu. Selanjutnya di Bali, pasangan suami istri yang tidak memproleh anak atau keturunan dipandang tidak beruntung. Hal tersebut tercermin dengan adanya julukan Nang Pocol atau Men Pocol atau Nang Bekung dan MenBekung (dalam bahasa Bali, pocol artinya rugi dan bekung artinya mandul, Nang berarti laki – laki dan Men berarti perempuan), oleh karena itu lahirnya anak dalam suatu perkawinan sangat diharapkan. Ihromi (1999) yang mengutip pendapat Esphenshade 1977), mengartikan nilai anak adalah fungsi – fungsi yang dilakukan atau dipenuhinya kebutuhan orang tua oleh anak.
(39)
Lain halnya dengan masyarakat Aceh, menurut Hasdy (1995), pandangan masyarakat aceh mengenai anak dipengaruhi dengan ajaran agama yang mereka anut. Hal ini dapat dipahami karena pada masyarakat Aceh terdapat ungkapan yang berbunyi "adat ngon hokum lagee zat ngon sifeut" (adat dengan hukum seperti zat dengan sifatnya), yaitu dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Ungkapan ini mempunyai makna bahwa keputusan-keputusan adat selalu diinterpretasikan kedalam hukum agama (agama Islam). Mereka percaya bahwa setiap anak dari dalam rahim telah cukup rezeki yang dititipkan oleh ALLAH, dan memiliki garis hidup masing-masing.
Hartoyo, dkk (2011) mengutip pendapat Hoffman, dkk (1978) mendefinisikan nilai anak sebagai kepuasan psikologis orang tua atas jasa yang diberikan anak (child service). Kepuasan psikologis tersebut merupakan keuntungan orang tua karena memiliki anak. Terdapat sembilan dimensi nilai anak, yaitu (1) cinta dan kasih sayang (primary group ties and affection), (2) stimulasi dan kebahagiaan (stimulation and fun), (3) ekspansi diri (expansion of the self), (4) status dewasa dan identitas sosial (adult status and social identity), (5) penghargaan, kompetensi dan kreativitas (achievement, competence and creativity), (6) manfaat ekonomi dan jaminan di masa tua (economic utility and security in old age), (7) moralitas (morality), (8) kekuatan dan pengaruh (power and influence), dan (9) perbandingan sosial (social comparison).
Operasionalisasi konsep tentang anak didasarkan pada rumusan yang diajukan oleh Arnold dan Fawcett dalam Lucas (1990). Menurut kedua ahli ini,
(40)
dengan memiliki anak, orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Salah satunya adalah anak dapat memberikan kerukunan dan sebagai penerus keluarga. Anak membantu memperkuat ikatan perkawinan antara suami istri dan mengisi kebutuhan suatu perkawinan. Mereka meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga.
Alasan orang tua memiliki anak adalah menghindar dari tekanan sosial budaya, seperti keluarga yang menuntut segera memiliki anak, agama dan kelompok etnis yang mendorong memiliki anak dalam jumlah banyak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil keluarga yang tidak menjadikan faktor sosial budaya sebagai tekanan untuk memperoleh anak.
Di beberapa negara, termasuk Indonesia, umumnya anak laki-laki mempunyai arti khusus sehingga anak lelaki paling banyak dipilih. Orang tua dari golongan menengah lebih memilih anak perempuan yang dapat menjadi kawan bagi ibu. Perbedaan tanggapan yang relatif kecil antara suami dan istri ada hubungannya dengan peranan mereka dan pembagian tugas dalam keluarga. Misalnya, wanita yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengasuh anak, mempunyai lingkungan kehidupan sosial yang lebih sempit, menitikberatkan anak sebagai teman dan kebutuhan emosional serta fisik dari pengasuhan anak. Di lain pihak, para suami lebih mementingkan kebutuhan akan keturunan untuk melanjutkan garis keluarga dan lebih prihatin terhadap biaya anak (Oppong, 1983).
Menurut Soesastro (2005), penurunan tingkat fertilitas di Indonesia harus disertai dengan perubahan mengenai nilai – nilai mengenai anak, fungsi sosial dari
(41)
anak dan lain – lain. Pasangan suami istri harus menentukan pilihan dalam hal jumlah anak.
Menurut Becker (1960), banyaknya anak dilahirkan oleh masyarakat miskin diharapkan dapat membantu orang tua pada usia pensiun atau tidak produktif lagi sehingga anak diharapkan dapat membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan jaminan sosial (asuransi), karena pada masyarakat miskin umumnya orang tua tidak memiliki jaminan hari tua. Sementara pada masyarakat maju (kaya), nilai anak lebih ke arah barang konsumsi yaitu dalam bentuk kualitas. Dengan arti kata, anak sebagai human capital sehingga anak yang dilahirkan relatif sedikit namun investasi atau biaya yang dikeluarkan lebih besar baik biaya langsung maupun opportunity cost terutama untuk peningkatan kesehatan, pendidikan, gizi, keterampilan dan sebagainya sehingga anak diharapkan dapat bersaing di pasar kerja bukan difungsikan sebagai keamanan apalagi sebagai jaminan sosial bagi orang tua.
2.3 Landasan Teori
Landasan teori dalam penelitian menggunakan teori yang dikemukakan oleh Davis dan Blake (1956), Easterlin (1975), serta Muchtar dan Purnomo (2009).
Menurut Davis dan Blake (1974), faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Menurut Easterlin (1975), permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik individu seperti agama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas.
(42)
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Selanjutnya, menurut Muchtar dan Purnomo (2009), status sosial demografi yang turut mempengaruhi jumlah anak diantaranya adalah usia kawin pertama dan pernah atau saat ini sedang menggunakan kontrasepsi.
Berdasarkan beberapa landasan teori tersebut, penelitian ini hanya menggunakan faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan serta budaya. Faktor lain yang tidak diteliti seperti agama dan tempat tinggal sifatnya homogen sehingga kalau digunakan dapat menimbulkan bias penelitian. Selanjutnya untuk faktor fisiologis dan biologis juga tidak diteliti karena penilitian ini bukanlah untuk melihat proses kelahiran hidup seorang anak melainkan hanya melihat faktor yang memengaruhi seseorang memiliki anak berdasarkan jumlahnya.
(43)
2.4 Kerangka Teori
Skema 2.2 Kerangka Teori Menurut Davis dan Blake (1956), Easterlin (1975), Muchtar dan Purnomo (2009).
Jumlah Anak karakteristik individu
1. Agama 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Tempat tinggal 5. Pendapatan 6. Fertilitas alami 7. Faktor fisiologis 8. Biologis
9. Praktek Budaya
1. Faktor sosial 2. Faktor Ekonomi 3. Faktor Budaya Status sosial demografi 1. Jumlah anak
2. Usia kawin pertama 3. Kontrasepsi.
(44)
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori diatas, maka pada penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Jumlah Anak Faktor Sosial Ekonomi
• Pendidikan Istri
• Pendidikan Suami
• Pekerjaan Istri
• Pekerjaan Suami
• Pendapatan Keluarga Keluarga
Faktor Budaya • Nilai Anak
(45)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu bersamaan antara variabel dependen dan variabel independen
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2014.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah keluarga yang istrinya berumur ≥ 45 ta hun dan mempunyai anak yang bertempat tinggal di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen yaitu sebanyak 3907 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dengan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012).
Metode Penarikan sampel adalah two stage cluster sampling. Besar sampel dihitung dengan rumus :
(46)
���=���
2(��ℎ (�� −1) + 1
�2
Dimana ;
n = jumlah kluster
�� = jumlah objek per kluster p = estimate proportion = 0.32 q = 1-p
z = 1.96
roh = low = 0,1667 d = Presisisi = 0.1
Tahapan penarikan sampel sebagai berikut :
a) Tahap pertama untuk pemilihan kluster Probability Propotionate to Size (PPS). Pada tahap pertama ini dipilih sebanyak 30 kluster.
b) Tahap kedua yaitu pemilihan sampel rumah tangga pada masing-masing kluster dilakukan dengan menerapkan sistem rumah terdekat , dipilih 7 rumah tangga untuk setiap kluster yang terpilih. Jadi jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 x 7 = 210 Rumah Tangga.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui penyebaran angket menggunakan alat bantu kuesioner.
(47)
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, Profil Kecamatan Samalanga, BKKBN dan BPS, serta data – data yang didapatkan dengan penelitian kepustakaan yaitu melalui penelaahan buku-buku, referensi, jurnal ilmiah yang berguna secara teoritis serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian.
3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas
Menurut Hidayat (2011), uji validitas bertujuan untuk mengetahui nilai yang menunjukan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Uji validitas dilakukan dengan cara mengukur korelasi antara suatu variabel dengan melihat nilai corrected item total correlation dan membandingkan dengan nilai tabel r product moment, dengan ketentuan bila r hitung > r tabel pada df = 28 dan α = 5% (0,361), maka dinyatakan valid dan sebaliknya.
Menurut Ghazali (2005), uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid. Dalam penelitian ini tekhnik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan bila r Cronbach’s Alpha > r tabel , maka dinyatakan reliable atau sebaliknya. Nilai r table untuk reliabilitas adalah 0,6. Uji validitas dan reliabilitas kuisioner dilakukan di Kecamatan Peusangan pada 30 istri yang berumur ≥ 45 tahun dan mempunyai anak. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
(48)
Tabel 3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Pengaruh Faktor Sosio Ekonomi dan Budaya terhadap Jumlah Anak di Kecamatan Samalanga
Kabupaten Bireuen Tahun 2014 Variabel Corrected
item- total correlation (I) Corrected item- total correlation (II)
Keterangan Cronbach’s alpha
Budaya Reliabel 0,815
B1 0.216 0.481 Valid
B2 0.498 0.481 Valid
B3 0.425 0.411 Valid
B4 0.258 0.040 Tidak Valid
B5 0.535 0.516 Valid
B6 0.431 0.448 Valid
B7 0.212 0.180 Tidak Valid
B8 0.473 0.498 Valid
B9 0.452 0.391 Valid
B10 0.204 0.407 Valid
B11 0.572 0.549 Valid
B12 0.440 0.425 Valid
B13 0.343 0.541 Valid
B14 0.401 0.481 Valid
B15 0.480 0.539 Valid
Untuk uji validitas dan reliabilitas Kuesioner Penelitian Pengaruh Sosioekonomi dan Budaya terhadap Jumlah anak di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen tahun 2014 dilakukan dua kali dimana saat uji pertama didapatkan pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan budaya no.1, no.4, no.7, no. 10 dan no.13. Kemudian dilakukan pengujian kedua untuk kuisioner tersebut, sebelum dilakukan pengujian, soal yang tidak valid dirubah terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan kembali penyebaran kuisioner kedua kemudian dilakukan uji validitas
(49)
dan reabilitas ulang, maka diperoleh hasil bahwa terdapat dua pertanyaan yang masih tidak valid yaitu pertanyaan no.4 dan no. 7. Selanjutnya dua pertanyaan tersebut dikeluarkan dari kuisioner, sehingga jumlah pertanyaan untuk variabel budaya menjadi 13 pertanyaan.
3.6 Variabel dan Definisi Operasional 3.6.1 Variabel Independen
A. Faktor Sosio Ekonomi
1. Pendidikan Istri adalah : jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti istri yang dibuktikan dengan memperoleh tanda kelulusan atau ijazah.
2. Pendidikan Suami adalah : jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti suami yang dibuktikan dengan memperoleh tanda kelulusan atau ijazah.
3. Pekerjaan Suami adalah : kegiatan rutin suami dalam upaya memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
4. Pekerjaan Istri adalah : kegiatan rutin istri dalam upaya memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
5. Pendapatan Perkapita Keluarga adalah : jumlah penghasilan keluarga perbulan yang terdiri dari penghasilan suami dan isteri.
B. Faktor Budaya
Budaya adalah pandangan tentang nilai anak dalam keluarga menurut adat istiadat di lingkungan responden.
(50)
3.6.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah anak yaitu banyaknya anak yang di lahirkan dalam sebuah keluarga.
3.7 Metode Pengukuran
3.7.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen
Pengukuran variabel jumlah anak menggunakan skala ukur ordinal dengan kategori :
a. Sedikit : Bila jumlah anak dalam suatu keluarga ≤ 2 orang. b. Banyak : Bila jumlah anak dalam suatu keluarga > 2 orang.
3.7.2 Metode Pengukuran Variabel Independen
1. Pendidikan istri diukur berdasarkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:
a. Tinggi, jika ijazah terakhir ibu SMA, S1/S2. b. Rendah, jika ijazah terakhir ibu SD/SMP
Skala: Ordinal.
2. Pendidikan suami diukur berdasarkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:
a. Tinggi, jika ijazah terakhir suami SMA, S1/S2. b. Rendah, jika ijazah terakhir suami SD/SMP
(51)
3. Pekerjaan suami diukur dengan mengajukan 1 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya dan tidak, dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:
a. Bekerja : bila menjawab ya
b. Tidak bekerja : bila menjawab tidak Status: Nominal.
4. Pekerjaan istri diukur dengan mengajukan 1 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya dan tidak, dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:
a. Bekerja : bila menjawab ya
b. Tidak bekerja : bila menjawab tidak Status: Nominal.
5. Pendapatan perkapita keluarga, diukur dengan menghitung jumlah penghasilan keluarga perbulan dari penghasilan suami dan isteri yang. Dikategorikan berdasarkan upah minimun Provinsi Aceh tahun 2013 yaitu:
a. Tinggi, jika responden mempunyai pendapatan ≥Rp. 1.600.000,- b. Rendah, jika responden mempunyai pendapatan <Rp. 1.600.000.- Skala: Ordinal
6. Budaya dengan mengajukan 13 pertanyaan dengan menggunakan alternatif jawaban setuju dan tidak setuju, Pilihan jawaban ini berdasarkan skala guttman yaitu skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. (Riduwan, 2005). Jika menjawab setuju nilainya 1, jika menjawab tidak setuju nilainya 0.
(52)
b. Negatif, jika responden mendapat skor ≥ 50% (7 – 13) Skala: Nominal.
Tabel.3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Variabel Dependen
Jumlah Anak Kuesioner 1 = Banyak 0 = Sedikit
Ordinal 2. Variabel Independen
A. Faktor Sosio Ekonomi
- Pendidikan Istri Kuesioner 1 = Rendah 0 = Tinggi
Ordinal - Pendidikan Suami Kuesioner 1 = Rendah
0 = Tinggi
Ordinal - Pekerjaan Suami Kuesioner 1 = Tidak Bekerja
0 = Bekerja
Nominal - Pekerjaan Istri Kuesioner 1=Tidak Bekerja
0 = Bekerja
Nominal - Pendapatan Keluarga Kuesioner 1 = Rendah
0 = Tinggi
Ordinal
B. Faktor Budaya Kuesioner 1= Negatif 0= Positif
Nominal
3.8 Metode Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Analisa univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel.
(53)
Uji Statistik digunakan adalah chi square dengan tingkat kemaknaan (α) =0,05
3. Analisis multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh seluruh variabel independen secara bersama-sama dengan variabel dependen dengan menggunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic regression) pada tingkat kemaknaan (α) = 0,05. Selanjutnya dihitung dengan persamaan :
Dimana :
p = Probabilitas individu e = 2,718
α = Konstanta
b = Beta variabel independen x = Kode variabel independen
(54)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Samalanga 4.1.1 Letak Geografis Kecamatan Samalanga
Samalanga adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bireuen. Samalanga terdiri dari 46 Desa. Samalanga memiliki luas wilayah 174 km2
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ulee glee
dengan batas geografis sebagai berikut :
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pandrah
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Simpang Mamplam 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya
4.1.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Samalanga
Jumlah Penduduk di Kecamatan Samalanga 24968 jiwa dengan jumlah penduduk laki – laki 12119 jiwa dan jumlah penduduk perempuan adalah 12579 jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 6112.
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Karakteristik Responden
Analisis univariat dilakukan terhadap seluruh variabel. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, suku, dan agama. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :
(55)
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden N
o
Karakteristik f %
1 . Umur 45-50 123 58,57 51-55 77 36,67 55-59 10 4,76 2 . Suku Aceh 167 79,52 Jawa 37 17,62 Melayu 3 1,43 Batak 3 1,43 3 . Agama Islam
208 99,05
Budha
2 0,95
4 .
Jumlah Anak
1
(56)
2
47 22,38
3
14 6,67
4
31 14,76
5
41 19,52
6
48 22,86
7
17 8,10
8
6 2,86
9
2 0,95
Total
210 100,00
Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa berdasarkan karakteristik mayoritas umur responden berada pada rentang umur 45 – 50 tahun yaitu sebanyak 123 orang (58,57%), diketahui pula mayoritas responden adalah Suku Aceh yaitu sebanyak 167 orang (79,52%), dan mayoritas responden memeluk agama Islam yaitu sebanyak 208 orang (99,05%). Berdasarkan jumlah anak yang dimiliki, diketahui mayoritas responden yang mempunyai anak lebih dari 2 orang adalah 159 (75,71%).
4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jawaban Item Pernyataan tentang Faktor Budaya
Tabel 4.2 berikut menjelaskan 13 pernyataan tentang budaya, dan dapat diuraikan bahwa lebih banyak responden berkeyakinan, setiap yang sudah menikah harus segera mendapatkan anak (89,5%), bagi responden anak diyakini dapat
(57)
membantu mewujudkan cita – cita/keinginan orangtuanya (92,9%), dan adanya pemahaman banyak anak banyak rezeki (75,7%), selain itu mereka menanggap jika ikut KB dianggap menolak rezeki anak dari Tuhan (62,9%), anak juga diharapkan dapat menjadi sumber investasi masa depan bagi orang tua (82,9%), dan seorang wanita dikatakan sehat atau subur bila memiliki anak banyak (64,3%), disamping memiliki banyak anak membuat rumah selalu ramai (77,6%)
Lebih banyak responden yang tidak setuju jika dikatakan setiap keluarga wajib memiliki anak laki – laki yaitu 58,1 %, tetapi lebih banyak istri takut dicemooh jika belum memiliki anak laki – laki (63,8%), bahwa anak laki – laki dapat membantu pekerjaan ayah (78,1%), anak laki – laki juga dapat diandalkan untuk membantu keuangan keluarga (74,3%).
Responden menjawab tidak setuju jka dinyatakan bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi – tinggi (63,3%). Selanjutnya lebih banyak responden menyatakan bahwa anak perempuan lebih telaten merawat orang tuanya yang sakit (92,4%) .
(58)
Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Item Pernyataan tentang Faktor Budaya
No Pernyataan Jawaban
S TS
f % F %
.
Setiap yang sudah menikah harus segera mendapatkan anak
188 89,5 22 10,5
2 .
Setiap keluarga wajib memiliki anak laki-laki
88 41,9 122 58,1
3 .
Istri takut dicemooh jika belum dapat memberikan anak laki-laki di keluarga
113 63,8 97 46,2
4 .
Anak laki – laki membantu pekerjaan ayah seperti mencangkul di sawah
164 78,1 46 21,9 5
.
Anak laki-laki diandalkan untuk membantu keuangan keluarga
156 74,3 54 25,7
6 .
Anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi – tinggi
77 36,7 133 63,3
7 .
Anak perempuan lebih telaten merawat orang tuanya yang sakit
194 92,4 16 7,6 8
.
Anak diyakini dapat membantu mewujudkan cita – cita/keinginan orangtuanya
195 92,9 15 7,1 9
.
Banyak anak banyak rezeki 159 75,7 51 24,3
0.
Ikut KB dianggap menolak rezeki anak dari Tuhan
132 62,9 78 37,1
1.
Anak diharapkan menjadi sumber investasi masa depan bagi orang tua
(59)
2.
Seorang wanita dikatakan sehat atau subur bila memiliki anak banyak
135 64,3 75 35,7
3.
Memiliki banyak anak membuat rumah selalu ramai
163 77,6 47 22,4 Keterangan : S = Setuju, TS = Tidak Setuju
4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Tabel 4.3 menjelaskan distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah anak dan diketahui bahwa mayoritas responden memiliki anak ≥ 2 yaitu 159
responden (75,7%) dan sisanya memiliki jumlah anak ≤ 2 yaitu 51 (24,3%)
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Jumlah Anak f %
Banyak Sedikit
159 51
75,7 24,3
Jumlah 210 100,0
4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Sosio Ekonomi (Pendidikan Istri, Pendidikan Suami, Pekerjaan Istri, Pekerjaan Suami, dan Pendapatan
Tabel berikut menjelaskan tentang distribusi responden berdasarkan faktor sosio ekonomi (pendidikan istri, pendidikan suami, pekerjaan istri, pekerjaan suami, dan pendapatan. Pendidikan istri diketahui lebih banyak berpendidikan rendah yaitu 126 (60,0%), sisanya berpendidikan tinggi yaitu 84 (40,0%). Sama halnya dengan suami, lebih banyak juga berpendidikan rendah yaitu 112 (53,3%).
Variabel pekerjaan istri, diketahui bahwa lebih banyak istri tidak bekerja yaitu 124 (59,0%), tetapi lebih banyak suami mereka bekerja yaitu 196 (93,3%).
(60)
Pendapatan yang diperoleh berdasarkan gabungan antara suami dan istri diketahui lebih banyak adalah rendah yaitu 126 (60.0%), sisanya sebayak 84 responden (40,0%) memperoleh pendapatan tinggi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sosio Ekonomi (Pendidikan Istri, Pendidikan Suami, Pekerjaan Istri, Pekerjaan Suami, dan
Pendapatan N
o
Faktor Sosio Ekonomi f %
1 .
Pendidikan Istri
Tinggi
84 40,0
Rendah
126 60,0
Tabel 4.4 (Lanjutan) N
o
Variabel f %
2 .
Pendidikan Suami
Tinggi
98 46,7
Rendah
112 53,3
(61)
.
Bekerja 86 41,0
Tidak Bekerja 124 59,0
4 .
Pekerjaan Suami
Bekerja 196 93,3
Tidak Bekerja 14 6,7
5 .
Pendapatan
Tinggi 84 40,0
Rendah 126 60,0
Jumlah 210 100,0
4.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Budaya
Tabel 4.5 berikut menjelaskan tentang distribusi responden berdasarkan budaya dan diketahui lebih banyak responden berpandangan negatif terhadap nilai anak yaitu sebanyak 177 (84,3%), dan sisanya positif yaitu 33 (15,7%) responden.
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Budaya
Fakor Budaya f %
Positif 33 15,7
Negatif 177 84,3
(62)
4.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen menggunakan uji Chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05. Tabel 4.6 menjelaskan tentang hasil dari analisis bivariat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari 126 responden yang berpendidikan rendah sebanyak 81,0% memiliki jumlah anak banyak, dan yang berpendidikan tinggi memiliki anak banyak yaitu 67,9%. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara jumlah anak antara responden yang berpendidikan tinggi dengan responden yang berpendidikan rendah. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,030 yang artinya artinya bahwa ada pengaruh pendidikan istri terhadap jumlah anak dengan tingkat kemaknaan α = 5%.
Variabel pendidikan suami diketahui bahwa dari 112 responden yang berpendidikan rendah sebanyak 79,5% memiliki jumlah anak banyak, dan hasil ini tidak berbeda jauh dengan responden yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 71,4% yang juga memiliki anak banyak. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaaan yang bermakna jumlah anak antara responden yang berpendidikan tinggi dengan responden yang berpendidikan rendah. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,175, yang artinya bahwa tidak ada pengaruh pendidikan suami terhadap jumlah anak dengan tingkat kemaknaan α = 5%.
Selanjutnya pada variabel pekerjaaan istri, diketahui bahwa dari 124 responden yang tidak bekerja sebanyak 83,9 % memiliki anak banyak, dibandingkan dengan istri yang bekerja yaitu 64,0%. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
(63)
yang bermakna jumlah anak antara responden yang tidak bekerja dengan responden bekerja. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,001, yang artinya bahwa ada pengaruh pekerjaan istri terhadap jumlah anak dengan tingkat kemaknaan α = 5%.
Variabel pekerjaan suami dapat dijelaskan bahwa dari 196 suami yang berkerja, sebanyak 75,5% memiliki anak banyak, dan pada suami yang tidak bekerja, diketahui yang memiliki anak banyak sebanyak 78,6%. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna jumlah anak antara responden yang tidak bekerja dengan responden yang bekerja. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,796, yang artinya bahwa tidak ada pengaruh pekerjaan suami terhadap jumlah anak dengan tingkat kemaknaan α = 5%.
Variabel pendapatan, diketahui bahwa dari 126 orang responden yang memiliki pendapatan rendah, sebanyak 85,7% memiliki anak banyak, dibandingkan dengan yang memiliki pendapatan tinggi yaitu 60,7%. Hal ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang bermakna jumlah anak antara responden yang memiliki pendapatan rendah dengan responden yang memiliki pendapatan tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,000, yang artinya bahwa ada pengaruh pendapatan terhadap jumlah anak dengan tingkat kemaknaan α = 5%.
Kemudian pada variabel budaya, dapat dijelaskan bahwa dari 177 responden yang memiliki pandangan negatif tentang nilai anak, 82,5% diantaranya memiliki jumlah anak banyak dan pada responden yang memiliki pandangan positif tentang anak, yang memiliki jumlah anak banyak adalah 39,4%. Hal ini menunjukan bahwa ada perbedaan bermakna jumlah anak antara responden yang memiliki pandangan
(64)
tentang nilai anak negatif dengan responden yang memiliki pandangan tentang nilai anak positif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,000, yang artinya bahwa ada pengaruh budaya terhadap jumlah anak dengan tingkat kemaknaan α = 5%. Untuk lebih jelas, hasil analisis bivariat dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Pengaruh Variabel Independen (Faktor Sosio Ekonomi dan Budaya) Terhadap Variabel Dependen (Jumlah Anak)
Variabel Independen Jumlah Anak
Total P χ2
Banyak Sedikit
f % f % f % `
Faktor Sosio Ekonomi Pendidikan Istri
Tinggi 57 67.9 27 32,1 84 100.0 0,030 4.700
Rendah 102 81.0 24 19.0 126 100.0
Pendidikan Suami
Tinggi 70 71.4 28 28.6 98 100.0 0.175 1.835
Rendah 89 79.5 23 20.5 112 100.0
Pekerjaan Istri
Bekerja 55 64.0 31 36.0 86 100.0 0.001 10.956 Tidak Bekerja 104 83.9 20 16.1 124 100.0
Pekerjaan Suami
Bekerja 148 75.5 48 24.5 196 100.0 0.796 0.067 Tidak Bekerja 11 78.6 3 21.4 14 100.0
Pendapatan
Tinggi 51 60.7 33 39.3 84 100.0 0.000 17.131 Rendah 108 85.7 18 14.3 126 100.0
Faktor Budaya
Positif 13 39.4 20 60.6 33 100.0 0.000 28.089 Negatif 146 82.5 31 17.5 177 100.0
(65)
Analisis multivariat dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel independen yaitu sosio ekonomi (pendidikan istri, pendidikan suami, pekerjaan istri, pekerjaan suami, dan pendapatan) dan faktor budaya terhadap variabel dependen (jumlah anak) di Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen.
Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik berganda. Sebelum dilakukan analisis multivariat maka terlebih dahulu memilih variabel yang menjadi kandidat model multivariat. Variabel yang menjadi kandidat multivariat adalah variabel independen dengan nilai p<0,25 dalam analisis bivariat. Pada tabel 4.6 diketahui bahwa dari enam variabel, hanya terdapat lima variabel yang masuk menjadi kandidat model yaitu variabel pendidikan istri, pendidikan suami, pekerjaan istri, pendapatan dan budaya, sehingga variabel – variabel tersebut dapat dilanjutkan ke uji multivariat.
Tabel 4.8, menjelaskan bahwa berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap jumlah anak adalah variabel budaya, dengan nilai exp B = 5,276, hal ini berarti bahwa keluarga dengan budaya negatif kemungkinan mempunyai anak banyak 5,276 kali lebih besar dibandingkan keluarga yang mempunyai budaya positif. Untuk variabel pendapatan nilai exp B = 2,396, hal ini berarti bahwa keluarga dengan pendapatan rendah kemungkinan mempunyai anak banyak 2,396 kali lebih besar dibandingkan keluarga yang mempunyai pendapatan tinggi.Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini :
(66)
Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Logistik
Variabel B P Exp (B) 95% CI
Lower Upper
Pendapatan 0,874 0,021 2,396 1,141 5,035
Budaya 1,663 0,000 5,276 2,277 12,224
Constant -0,975 0,017 0,377
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut :
� = 1
1+�−(�+�1�1+�2�2+⋯����)
�= 1
1 + 2,718−(−0,975+(0,874)(1)+1,663(1)
Dengan model persamaan regresi yang diperoleh, maka kita dapat suatu gambaran besar probabilitas jumlah anak yaitu jika wanita memiliki pendapatan rendah (nilai = 1), dan budaya negative (nilai = 1), maka nilai probabilitas memiliki jumlah anak banyak adalah sebesar 82,7% dan sebaliknya jika wanita memiliki pendapatan tinggi (nilai = 0), dan budaya positif (nilai = 0), maka nilai probabilitas memiliki jumlah anak banyak adalah 27,4%.
(67)
BAB 5 PEMBAHASAN
Gerakan KB adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Salah satu tujuan dari gerakan tersebut adalah menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dan potensi yang ada sehingga dapat mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak balita serta memperkecil kematian ibu karena resiko kehamilan dan persalinan. (BKKBN, 1994).
Menurut Siregar (2003) bahwa hambatan dalam pelaksanaan program pembudayaan NKKBS di masyarakat disebabkan karena adanya pandangan orang tua terhadap anak dalam keluarga, bahwa anak tidak saja merupakan kebanggaan orang tua tetapi dibalik kebanggaan itu tersembunyi harapan yang dibebankan diatas pundak anaknya. Dengan pelaksanaan program KB secara intensif selama 20 tahun untuk membudayakan NKKBS, maka diharapkan terjadi perubahan pola pikir masyarakat tentang idealisme jumlah anak dimana mendidik dan memelihara jauh lebih penting dari pada menambah jumlah anak.
(1)
Name of survey: Primary sampling unit: Size unit: Ultimate sampling unit: Eligible unit:
PENGARUH SOSEK DAN BUDAYA TERHADAP JUMLAH ANAK DESA
Number of Households
Sample size:
Clusters: 30
Households per cluster: 7 Other informations:
Populations per household: 6.80 Proportion of eligible person: 0.1300
(2)
Cluster Data
Number Desa Households
1
Keude Aceh
2
Sangso
3
Pante Rheng
4
Namploh Baro
5
Namploh Manyang
6
NPL Blang Garang
7
Namploh Krueng
8
Namploh Papeun
9
Mns Lhung
10
Lhokseumira
11
Meuliek
12
Kandang
13
KP. Putoh
14
M ideun Jok
15
Mideun Geudong
16
Lhung Keubeu
17
Meurah
18
Chot Meurah Baroh
19
Chot Meurak Blang
20
KP. Meulum
21
Glumpang Bungkok
22
Mesjid Baro
23
Matang Wakeuh
24
Darussalam
25
Bate iliek
26
Pulo Baroh
27
Matang Jareung
28 Gampong Matang
148
150
158
69
39
46
52
65
126
33
367
107
101
63
82
38
12
55
72
106
99
60
60
80
131
101
95
108
(3)
Cluster Data
Number DESA Households
29 Glp. Payong 62
30 Paloh 55
31 Lancok 63
32 Ulee Jeumatan 62
33 Cot Siren 128
34 Cot Mane 48
35 Ulee Alue 55
36 Alue Barat 39
37 KP. Baro 87
38 Pineung Siribe 74
39 Ulee Ue 63
40 Matang Teungoh 102
41 Tanjung Baro 143
42 Aangking Barat 50
43 Meunasah
L k
41
44 Mns Puuk 48
45 Mns Lincah 33
46 Tanjong Idem 33
Total 3907.00
Mean 84.93
(4)
Sample Size: Parameter Estimation
Calculation purpose: Estimated proportion with attribute: One-half length of confidence interval: Desired level of confidence: Homogeinity parameter: Level of homogeinity: Number of clusters:
Average number of sample per cluster:
Test the proposed sample size 0.3200
0.1000 Rate of
Homogeneity Low 9 5 %
30 7
Target standard error of
proportion: Actual standard error of proportion:
Design effect (deff): Rate of homogeinity (rah): Point estimation for proportion: Lower confidence
limit: Upper
0.0489 0.0455 2.00 0.1667 0.3200 0.2269 0.4131 Sample size for proposed cluster survey: 210 Is sample size adequate for stated need? YES
90% confidence interval: 0.243 - 0.397 95% confidence interval: 0.227 - 0.413 99% confidence interval: 0.195 - 0.445
(5)
Selected Clusters
Time of selection: 02/26/2014 - 20:32:30
No.
DESA Numb
er of HHs
No. of Selecte
d
Populati o n Size
No. of Eligible people per House-
P e o p l e
1 Keude Aceh 148 2 1006 133 133 1.00
2 Sangso 150 1 1020 135 135 1.00
3 Pante Rheng 158 1 1074 142 142 1.00
7 Namploh Krueng 52 2 354 47 47 1.00
8 Namploh Papeun 65 1 442 59 59 1.00
11 Meuliek 367 4 2496 331 330 1.00
12 Kandang 107 1 728 96 96 1.00
17 Meurah 112 2 762 101 101 1.00
22 Mesjid Baro 60 1 406 54 54 1.00
24 Darussalam 80 1 544 72 72 1.00
25 Bate Iliek 131 1 891 118 118 1.00
36 Alue Barat 39 2 265 35 35 1.00
37 KP.Baro 87 1 592 78 78 1.00
38 Pineung Siribe 74 1 503 67 67 1.00
40 Matang Teungoh 102 4 694 92 92 1.1
41
,
Tanjong Baro 143 2 972 129 129 1.00
43 Meunasah Lancok 41 2 279 37 37 1.00
44 Mns. Puuk 48 1 326 43 43 1.00
(6)