Berdasarkan hasil penelitian Puslitbang KB dan BKKBN 2009, diketahui bahwa hubungan antara tingkat pendidikan dan fertilitas menunjukkan hubungan
yang negatif, semakin tinggi pendidikan maka fertilitas semakin rendah. Wanita pernah kawin yang tidak pernah sekolah mempunyai rata-rata jumlah anak lahir hidup
3,7 anak, sedangkan wanita tamat SD mempunyai 2,4 anak dan wanita yang berpendidikan tamat SMTA atau lebih mempunyai 1,9 anak. Pengaruh pendidikan
terhadap fertilitas signifikan p0,005.
2. Pekerjaan
Menurut Labor Force Consept, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk
memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mendapatkan
nafkah. Hardywinoto, 2007 Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari ibu dengan maksud untuk
memperoleh penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan itu memerlukan kekuatan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan.
Beban ini dapat berupa fisik, beban mental, ataupun beban sosial, sesuai dengan jenis pekerjaan ibu. Notoatmodjo, 2007.
Berdasarkan hasil penelitian Muchtar dan Purnomo 2009, wanita yang bekerja mempunyai jumlah anak sedikit lebih tinggi dibanding wanita yang tidak
bekerja 2,5 dibanding 2,3 anak, dan pengaruh pekerjaan terhadap jumlah anak signifikan p0,05. Bila dilihat menurut kelompok jumlah anak lahir hidup
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa umumnya wanita yang bekerja mempunyai jumlah anak lahir hidup 3 anak atau lebih, sedangkan wanita yang tidak bekerja umumnya belum
mempunyai anak dan mempunyai antara 1-2 anak. Hal ini dapat disebabkan karena seseorang yang bekerja, menyebabkan pendapatannya lebih tinggi dibandingkan yang
tidak bekerja, sehingga kemampuan untuk memberikan nutrisi atau gizi yang dibutuhkan selama hamil ataupun melahirkan lebih baik daripada yang tidak bekerja.
3. Pendapatan Perkapita Keluarga
Menurut Muchtar dan Pramono 2009, pendapatan mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah anak. Apabila pendapatan perkapita sebuah keluarga dinilai
belum mampu untuk menanggung seluruh biaya sandang, pangan, papan dan pendidikan anak nantinya maka mempengaruhi jumlah anak dalam sebuah keluarga,
perhitungan pendapatan keluarga yang tidak direncanakan terutama soal penyiapan dananya bisa juga berakibat fatal terhadap masa depan anak. Oleh karena itu
persiapan pasangan dari segi kemampuan pendapatan perkapita keluarga sangatlah penting terhadap jumlah anak pada pasangan usia subur.
Hal lain dikemukan oleh Yuniarti, dkk 2012 yang mengutip Leibenstein 1956 mengatakan bahwa, mempunyai anak dapat dilihat dari dua segi ekonomi,
yaitu segi kegunaan utility dan biaya cost yang harus dikeluarkan untuk membesarkan dan merawat anak. Apabila ada kenaikan pendapatan orang tua, maka
aspirasi untuk mempunyai anak akan berubah, lebih menginginkan kualitas yang lebih baik daripada kuantitas.
Dengan pendekatan ini sulit diterangkan mengapa meningkatnya penghasilan
Universitas Sumatera Utara
justru menyebabkan turunnya permintaan jumlah anak. Salah satu jawabannya adalah bahwa dengan meningkatnya penghasilan, orang tua ingin agar anaknya
berpendidikan lebih tinggi, sehingga mereka lebih memilih kualitas dari pada kuantitas anak Jones dalam Lucas, dkk 1990.
Namun, hal yang berbeda dinyatakan oleh Rosidah, dkk 2012 yang mengutip Todaro dan Smith 2006, bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan
mendorong keluarga miskin untuk menambah anak, karena anak dianggap sebagai tenaga kerja yang murah dan dapat dijadikan sandaran hidup di hari tua.
Menurut Becker 1960, bahwa banyaknya anak yang dilahirkan oleh masyarakat miskin diharapkan dapat membantu orang tua pada usia pensiun atau
tidak produktif lagi sehingga anak diharapkan dapat membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan jaminan sosial asuransi, karena pada masyarakat miskin
umumnya orang tua tidak memiliki jaminan hari tua. Sementara pada masyarakat maju kaya, nilai anak lebih ke arah barang konsumsi yaitu dalam bentuk kualitas.
Dengan arti kata, anak sebagai human capital sehingga anak yang dilahirkan relatif sedikit namun investasi atau biaya yang dikeluarkan lebih besar baik biaya langsung
maupun opportunity cost terutama untuk peningkatan kesehatan, pendidikan, gizi, keterampilan dan sebagainya sehingga anak diharapkan dapat bersaing di pasar kerja
bukan difungsikan sebagai keamanan apalagi sebagai jaminan sosial bagi orang tua. Menurut data Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Aceh, Upah Minimum
Rakyat Tahun 2013 adalah Rp. 1.600.000. Pendapatan dalam penelitian ini menggabungkan pendapatan yang diperoleh suami dan istri, dan pendapatan lain di
Universitas Sumatera Utara
luar upah minimum yang diterima, misalnya dari pekerjaan tambahan yag dilakukan suami dan istri.
2.2.2 Faktor Sosio Demografi