Alkilbenzen Sulfonat Dietanolamida Surfaktan

1. Rantai lurus, kelompok alkil panjang C 1 – C 20 . 2. Rantai bercabang, kelompok alkil panjang C 1 – C 20 . 3. Rantai panjang C 1 – C 15 residu alkilbenzen. 4. Residu alkilnaftalen C 3 dan kelompok alkil yang lebih besar dan lebih panjang. Rosen, 1978. Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai anionik, kationik, atau netral, bergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya Fessenden dan Fessenden, 1986. Berdasarkan muatan yang dikandungnya, menurut Schwartz 1977 surfaktan terbagi atas: a. Surfaktan anionik adalah surfaktan yang bermuatan negatif. Contoh surfaktan ini antara lain alkilbenzen sulfonat, natrium lauril sulfat. b. Surfaktan kationik adalah surfaktan yang bermuatan positif. Contohn surfaktan ini antara lain garam ammonium, diamina hidroklorida. c. Sufaktan non ionik yaitu surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Contoh surfaktan ini seperti etilena oksida, mono alkanolamida. d. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bermuatan positif dan negatif dimana muatanya bergantung pada pH. Pada pH tinggi dapat menunjukkan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukkan sifat kationik, yang dapat membentuk surfaktan amfoter. Contoh dari surfaktan amfoter antara lain alkil asetat, karboksil glisianat.

2.3.1 Alkilbenzen Sulfonat

Surfaktan umumnya disintesis dari senyawa turunan minyak bumi, misalnya alkilbenzen sulfonat. Alkilbenzen sulfonat luas penggunaannya di dunia industri. Dalam struktur alkilbenzen sulfonat terdapat dua bagian berbeda yaitu bagian hidrofilik dan hidrofobik. Sekitar tahun 1950 penggunaan Kerilbenzena sebagai bahan pencuci dan digantikan oleh alkilbenzen sulfonat karena pembuatannya yang lebih mudah dan Universitas Sumatera Utara lebih baik untuk menghilangkan kotoran. Pada periode 1950 – 1965 lebih dari setengah deterjen di dunia menggunakan alkilbenzen sulfonat, sehingga surfaktan ini dengan cepat menggantikan semua bahan dasar deterjen. Akan tetapi selama periode tersebut masalah pengolahan limbah muncul. Hal ini kemudian dihubungkan dengan fakta bahwa alkilbenzen sulfonat tidak terdegradasi secara lengkap oleh bakteri yang terdapat di dalam air buangan. Adanya rantai bercabang dari alkilbenzen sulfonat akan menghalangi serangan dari bakteri Schwartz, 1977. Alkilbenzen sulfonat merupakan salah satu jenis surfaktan anionik yang pertama digunakan dengan gugus alkil yang sangat bercabang. Bagian alkil senyawa ini disintesis dengan polimerisasi propilen dan dilekatkan pada cincin benzen dengan reaksi alkilasi Friedel–Crafts. Kemudian dilakukan pengolahan dengan basa Fessenden dan Fessenden, 1986. Alkilbenzen sulfonat yang merupakan komponen utama pembentuk deterjen anionik yang bersifat sebagai zat aktif permukaan surface active agent, yaitu zat yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan air sehingga air dapat dengan mudah meresap ke dalam substrat Purnomo, 1992. Surfaktan alkilbenzen sulfonat ini sukar terbiodegradasi oleh mikroorganisme. Surfaktan yang terdiri dari gugus sulfonat dengan rantai alkil C 12 – C 20 menurun kelarutannya dalam medium non polar dan meningkat kelarutannya dalam medium polar. Gugus sulfonat dalam surfaktan meningkatkan karakter hidrofolik molekul surfaktan Rosen, 1978. Gambar 2.2 Struktur Alkilbenzen Sulfonat

2.3.2 Dietanolamida

Dietanolamida adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamida Universitas Sumatera Utara pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150 o C selama 6-12 jam Herawan, Nuryanto, dan Guritno, 1999. Dietanolamida termasuk dalam surfaktan non ionik yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan cairan, atau antar permukaan dua cairan yang tidak saling bercampur. Aktifitas suatu surfaktan terjadi karena sifat ganda dari molekulnya, yang terdiri dari bagian hidrofilil suka air dan lipofil suka lemak. Bagian polar hidrofil molekul surfaktan dapat bermuatan positif surfaktan kationik, negatif surfaktan anionik, memiliki kedua muatan positif dan negatif surfaktan amfoterik ataupun netral surfaktan non ionik sedangkan bagian lipofilnya merupakan rantai alkil Gennaro, 1990. Pada umumnya, dietanolamida digunakan dalam produk deterjen seperti deterjen bubuk yang ringan, serta deterjen cair yang berat dan ringan, dimana basa tidak ditemui dan daya larut yang tinggi dibutuhkan Kirk-Othmer, 1992. Menurut William dan Schmitt 1996, dietanolamida digunakan secara luas sebagai surfaktan, penstabil dan pengembang busa. Dietanolamida selain mampu menstabilkan busa juga dapat meningkatkan tekstur kasar busa dan dapat mencegah terjadinya proses penghilangan minyak yang berlebihan. Wujudnya yang cair menyebabkan dietanolamida lebih mudah ditangani. Pemanfaatan turunan senyawa nitrogen ini dapat ditemukan pada pembuatan deterjen, foam fire, extinguisher, agen emulsifier dan kosmetik. Karakter utama senyawa ini selain digunakan untuk menstabilkan dan mengembangkan busa juga termasuk kedalam kelompok surfaktan. + metil ester asam lemak dietanolamida R-COOCH 3 CH 2 CH 2 OH CH 2 CH 2 OH 3HN dietanolamin + CH 3 OH metanol 3RC-N CH 2 -CH 2 -OH CH 2 -CH 2 -OH O Gambar 2.3 Struktur Dietanolamida Universitas Sumatera Utara

2.4 Metode Analisa Viskositas