BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pemanfaatan penggunaan surfaktan alkilbenzen sulfonat dan dietanolamida dalam pembuatan aspal emulsi ini,
dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.
Aspal emulsi dapat dibuat dengan mencampurkan surfaktan alkilbenzen sulfonat dengan air dan dietanolamida dengan air sehingga terbentuk emulsi kemudian
dicampurkan dengan aspal dan dipanaskan pada suhu 80
o
C dan diaduk hingga homogen dengan komposisi maksimum perbandingan aspal : surfaktan : air
75:15:10g. 2.
Pemanfaatan surfaktan alkilbenzen sulfonat dan dietanolamida dalam pembuatan aspal emulsi dapat meningkatkan viskositas dimana dengan menggunakan
alkilbenzen sulfonat diperoleh nilai viskositas optimum yaitu 16200 cP pada variasi perbandingan 75:15:10g dan suhu 80
O
C. Dan dengan menggunakan dietanolamida pada variasi perbandingan dan suhu yang sama diperoleh nilai
viskositas optimum 10000 cP. Sedangkan pada pengukuran persentase padatan masing–masing campuran aspal emulsi terjadi peningkatan dimana persentase
padatan optimum yaitu pada variasi perbandingan 75:15:10 diperoleh nilai persentase padatan dengan menggunakan alkilbenzen sulfonat yaitu 85,26 dan
dengan menggunakan dietanolamida diperoleh 83,83.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
1.
Untuk lebih baiknya penelitian ini, sebaiknya penelitian ini menggunakan parameter–parameter lain yang sesuai standart dalam pengujian aspal emulsi
seperti :
Pengujian pengendapan, pengujian stabilitas penympanan, pengujian kemampuan penyelimutan, pengujian ketahanan terhadap air, pengujian terhadap suhu.
2. Masih perlu dilakukan penelitian dengan memanfaatkan surfaktan-surfaktan lain
seperti polivinil asetat, diamina hidroklorida, natrium lauril sulfat dalam pembuatan aspal emulsi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat, berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil
residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut
pula sebagai aspal.
Bitumen merupakan bahan bersifat seperti damar yang banyak dipakai dalam konstruksi jalan raya sebagai pengikat agregat, sebagai pengikat untuk komposisi–
komposisi roofing dan flooring, dan untuk gedung–gedung yang tahan air. Mereka terjadi dalam deposit–deposit alam, tetapi diperoleh terutama dari residu penyulingan
minyak Stevens, 2001. Bitumen diproduksi secara buatan dari minyak mentah dalam proses penyulingan minyak bumi Rogers, 2008.
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan
temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.
Aspal adalah material yang termoplastik, berati akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur
bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda–beda, yang dipengaruhi oleh
komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau
Universitas Sumatera Utara
viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi rentang
temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan.
Aspal yang mengandung lilin wax lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Kepekaan terhadap
temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retakmengeras Sukirman, 2003.
2.1.1 Sumber Aspal
Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah crude oil dikenal sebagai refinery bitumen, residual bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen.
Isitilah refinery bitumen merupakan nama yang tepat dan paling umum digunakan. Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi
minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350
O
C dibawah tekanan atmosfer untuk memisahkan fraksi–fraksi minyak seperti gasoline bensin, kerosene minyak tanah dan gas Wignall, 2003.
Proses penyulingan minyak melibatkan minyak mentah yang disuling dengan berbagai hidrokarbon diperoleh. Bensin adalah yang paling mudah menguap yang
pertama diperoleh, diikuti oleh bahan seperti minyak tanah dan minyak gas. Bahan sisa kemudian dipanaskan pada tekanan rendah untuk mengumpulkan solar dan
minyak pelumas. Pada tahap akhir residu dapat diolah untuk menghasilkan aspal berbagai nilai penetrasi Rogers, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Skema Aspal Minyak Bumi.
2.1.2 Jenis–Jenis Aspal
Pada dasarnya, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan atas asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut:
a Aspal Alam.
Aspal alam adalah aspal yang terbentuk dari proses alam. Aspal ini biasanya kualitasnya tidak seragam Asiyanto, 2008. Menurut Oglesby 1996 aspal alam
berasal dari berbagai sumber, seperti dari Trinidad mengandung kira-kira 40 organik dan zat–zat anorganik yang tidak dapat larut dan dari Bermuda mengandung kira–kira
6 zat–zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alam relatif menjadi tidak penting.
Indonesia mempunyai aspal alam yang terkenal dengan nama Asbuton yaitu aspal batu buton yang berasal dari Pulau Buton. Cadangan deposit asbuton berkisar
200 juta ton dengan kadar aspal bervariasi antara 10 sampai 35 aspal. Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk
batuan Sukirman, 2003.
Universitas Sumatera Utara
b Aspal Batuan.
Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan–bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di
Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada
daerah–daerah tertentu saja Oglesby, 1996.
c Aspal Minyak Bumi.
Aspal minyak bumi adalah aspal yang terbentuk dari proses yang terjadi dalam pabrik sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal minyak
bumi ini mempunyai kualitas yang standar Asiyanto, 2008. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang banyak mengandung
aspal, parafin base crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan
jalan umumnya digunakan aspal minyak bumi jenis asphaltic base crude oil Sukirman, 2003.
Aspal minyak terbagi kedalam tiga jenis menurut Asiyanto 2008 yaitu: 1
Aspal keras, disebut juga Asphalt Concrete AC yang dibagi–bagi menurut angka penetrasinya. Misal: AC 4060, AC 80100, dan seterusnya.
2 Aspal cair, disebut juga aspal cut–back, yang dibagi–bagi menurut proses
fraksinya. Misalnya Slow Curing SC, Medium Curing MC dan Rapid Curing RC. Aspal cair dalam keadaan suhu ruang berbentuk seperti cairan, biasanya
digunakan untuk pekerjaan prime coat yaitu sebagai lapisan dasar dari aspal campuran yang berbatasan dengan lapisan subbase.
3 Aspal emulsi, yaitu campuran aspal 55-65, air 35-45 dan bahan emulsi
1 sampai 2. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis aspal emulsi anionik 15 dan jenis aspal emulsi kationik 85.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Sifat Kimiawi Aspal
Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul berat yang disebut aspaltene, dispersihamburan di dalam minyak perantara disebut
maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene Koninklijke, 1987.
Aspal merupakan senyawa hidrogen H dan karbon C yang terdiri dari parapin, naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan
sebagai selimut agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi
penetrasi air ke dalam campuran Rianung, 2007.
Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom–atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil. Dimana unsur–
unsur yang terkandung dalam bitumen adalah karbon 82-88, hidrogen 8-11, sulfur 0-6, oksigen 0-1,5, dan nitrogen 0-1. Berikut sifat–sifat dari
senyawa penyusun dari aspal:
a Asphaltene
Asphaltene merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, merupakan komplek aromatis, HC
ratio 1 : 1, memiliki berat molekul besar antara 1000 – 100000, dan tidak larut dalam n–heptan. Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi
bitumen, dimana semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan makin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga
penetrasinya semakin rendah.
b Maltene
Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing–masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia
yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat bitumen.
Universitas Sumatera Utara
Saturate. Senyawa ini berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan aromatis. tersususn dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil
naften, dan aromatis, komposisi 5 – 20 dari total bitumen.
Aromatis. Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300 – 2000, terdiri
dari senyawa naften aromatis, komposisi 40 – 65 dari total bitumen.
Resin. Merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk padat atau semi padat dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom C dan H, dan sedikit
atom O, S, dan N, untuk perbandingan HC yaitu 1,3 – 1,4, memiliki berat molekul antara 500 – 50000, dan larut dalam n–heptan.
Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan
disusun utamanya oleh polisiklik aromatis hidrokarbon yang sangat kompak Nuryanto, 2008.
2.2 Aspal Emulsi
Aspal emulsi emulsion asphalt adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Di dalam aspal emulsi, butir–butir aspal larut dalam air. Untuk
menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir–butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik Sukirman, 2003.
Aspal emulsi merupakan aspal yang didispersikan secara merata ke dalam air. Untuk dapat mendispersikan aspal yang bersifat non polar ke dalam air yang bersifat
polar diperlukan bahan pengemulsi emulsifier yang molekulnya memiliki bagian polar dan non polar, bagian polar dari emulsifier akan larut dalam air, sedangkan
bagian non polar akan larut dalam aspal, sehingga emulsifier berfungsi mengikat molekul aspal dengan molekul air. Dalam suatu campuran emulsi, kandungan aspal
Universitas Sumatera Utara
umumnya berkisar ± 55 – 65 dan kandungan bahan pengemulsi emulsifier ± 2 Depertemen Pekerjaan Umum, 1991.
Aspal emulsi mengandung butirtetes aspal yang terhamburtersebar di dalam air, campuran ini dicampur dengan cara mengemulsikan agents subtansi jenis sabun.
Terdapat dua macam emulsi, emulsi anion dan emulsi kation. Emulsi anion mempunyai kandungan pengemulsi basa alkaline emulsifier dan pecahnya emulsi
pada prinsipnya bergantung saat air hilang selama proses evaporasi. Oleh karena itu kesulitan akan dialami saat terjadinya breaking selama periode waktu cuaca basah.
Emulsi kation mempunyai pengemulsi asam dan terjadinya breaking dikendalikan oleh chemical coagulation dan bukan oleh hilangnya air karena penguaopan. Karena
itu emulsi sangat cocok untuk penggunaan cuaca basah Wignall, 2003.
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, menurut Sukirman 2003 aspal emulsi dapat dibedakan atas:
a. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang
buriran aspalnya bermuatan arus listrik positif. b.
Aspal anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif.
c. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak
mengantarkan listrik.
Dan berdasarkan kecepatan pengerasnya, sukirman 2003 membedakan aspal emulsi atas:
a. Rapid Setting RS, aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga
pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau keras kembali. b.
Medium Setting MS, aspal emulsi dengan tipe pengikatan sedang. c.
Slow Setting SS, jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Surfaktan