4.2. Ultrasonik Silika dengan NaCl
Silikat yang telah diperoleh sebelumnya di ultrasonik selama 1 jam pada frekuensi 40 kHz dengan menggunakan NaCl dengan perbandingan mol 1:10 sesuai dengan
perhitungan kalor yang dilepaskan oleh magnesium di bawah ini: Untuk 1 mol silikat yang direduksi oleh magnesium akan melepaskan kalor
sebesar 245 kJ. Dalam penelitian ini digunakan silika sebanyak 8 gram untuk setiap kali reduksi yang berarti setara dengan 0,133 mol silikat, sehingga dihasilkan kalor
sebanyak 32,66 kJ. Untuk menyerap kelebihan kalor ini maka digunakan NaCl yang memiliki memiliki ∆H fusi sebesar 28,8 kJmol sebanyak 66,35 gram yang setara
dengan 1,13 mol NaCl, yang jika dibandingkan antara mol silikat dan NaCl maka
akan diperoleh perbandingan sekitar 1:8 mol. Tetapi untuk menyerap kelebihan kalor yang lain akibat faktor waktu reaksi yang lama maka jumlah mol NaCl dibuat berlebih
menjadi 1:10 mol.
4.3. Reaksi Silikat dengan Magnesium
4.3.1. Reaksi Pada Suhu 800°C selama 6 jam
Reaksi antara silikat dengan magnesium dengan keberadaan natrium klorida selama 6 jam menghasilkan nanosilikon yang memiliki kemurnian 49,4 , distribusi
ukuran partikel 42,585 nm – 61,064 nm dengan jumlah partikel nanosilikon yang
terglomerasi yang membentuk sebuah kristal silikon sebanyak 203 partikel dan konstanta lattice a = 5,4307Å dengan bentuk kristal FCC Face Centered Cubic .
Dimana nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam tersebut pertama
– tama didinginkan terlebih dahulu ketika dikeluarkan dari tanur, kemudian dicuci dengan akuades dan HCl 2N sambil dipanaskan pada suhu 80°C dan
dikeringkan. Produk nanosilikon yang dihasilkan berupa serbuk yang berwana coklat keabuan. Serbuk tersebut kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan difaktometer
dan difraktogrammnya bisa dilihat pada gambar 4.2 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Meas. data:Tahap1Data 1
Intensity counts
500 1000
1500
2-theta deg 20
40 60
80 Silicon, Si, 9013102
Olivine, Mg2 O4 Si, 9001096 Periclase, syn, Mg O, 00-045-0946
cristobalite-beta high, Si O2, 01-071-6246 Graphite, C, 9000046
Gambar 4.2. Difraktogram nanosilikon hasil pencucian dengan HCl 2N.
Dari difraktogram pada gambar 4.2 di atas terlihat bahwa puncak – puncak
sudut 2θ yang muncul pada 28,481°; 47,347°; 56,114°; 69,13°; 76,346° serta 87,992° sangat mirip dengan puncak sudut 2θ standar nanosilikon seperti yang dicantumkan
pada Lampiran 2, membuktikan bahwa telah dihasilkan nanosilikon pada suhu 800°C
selama 6 jam, tetapi pencucian dengan HCl 2N belum dapat menghilangkan semua pengotor yang terdapat didalamnya, hal ini bisa dilihat bahwa masih banyak terdapat
puncak – puncak sudut 2θ yang lain selain puncak sudut 2θ nanosilikon. Adapun
kandungan nanosilikon serta pengotornya dapat ditentukan berdasarkan difraktogram pada gambar 4.2 di atas dengan menggunakan metode RIR Reference Intensity Ratio
yang hasilnya bisa dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:
Tabel 4.5. Kandungan Nanosilikon dan Pengotor Hasil Reaksi pada Suhu 800°C selama 6 jam dengan Pencucian menggunakan HCl 2N
Nama Senyawa Rumus Molekul
Kandungan Silicon
Si 26
Olivine Mg
2
SiO
4
37 Periclase
MgO 19,7
Cristobalite SiO
2
3,61 Graphite
C 14
Universitas Sumatera Utara
Meas. data:Tahap2Data 1
Intensity counts
500 1000
1500
2-theta deg 20
40 60
80
Silicon, Si, 2104748 gamma-Mg2 Si O4 , Mg2 Si O4 , 01-077-8453
Periclase, syn, Mg O, 01-071-9574 Stishovite, Si O2, 01-077-8643
Dari Tabel 4.5 di atas terlihat bahwa kandungan pengotor yang banyak tersisa adalah olivine mencapai 37 serta periclase yang mencapai 19,7. Oleh karena itu,
untuk menghilangkan pengotor tersebut maka dilanjutkan pencucian dengan menggunakan campuran pelarut HCl 2N dan CH
3
COOH 25. Setelah dilakukan pencucian dengan campuran pelarut HCl 2N dan CH
3
COOH 25, kemudian nanosilikon dicuci berulang kali dengan menggunakan akuades untuk
menghilangkan pelarut yang tersisa, dan dikeringkan pada suhu 100°C. Nanosilikon yang diperoleh berupa serbuk yang berwarna coklat keabuan. Serbuk tersebut
kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan difraktometer dan difraktogramnya bisa dilihat pada gambar 4.3 di bawah ini:
Gambar 4.3. Difraktogram nanosilikon hasil pencucian dengan campuran pelarut HCl 2N dan CH
3
COOH 25. Dari difraktogram pada gambar 4.3 di atas terlihat bahwa jumlah puncak pada
sudut 2θ yang muncul pada difraktogram semakin berkurang dan intensitas dari setiap puncak juga meningkat, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengurangan kandungan
pengotor pada produk nanosilikon hasil pencucian dengan menggunakan campuran pelarut HCl 2N dan CH
3
COOH 25. Untuk membuktikan hal tersebut maka dilakukan analisa kandungan pengotor pada nanosilikon berdasarkan difraktogram
pada gambar 4.3 dengan menggunakan metode RIR Reference Intensity Ratio , yang hasilnya bisa dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Meas. data:Tahap3Data 1
Intensity counts
500 1000
2-theta deg 20
40 60
80
Silicon, Si, 2104748 Stishovite, syn, Si O2, 01-076-2979
Silicon Oxide, Si O2, 01-075-3170 Ringwoodite, Mg2 O4 Si, 9000269
Periclase, Mg O, 9006801
Tabel 4.6. Kandungan Nanosilikon dan Pengotor Hasil Reaksi pada Suhu 800°C
selama 6 jam dengan Pencucian menggunakan campuran pelarut HCl 2N dan CH
3
COOH 25
Nama Senyawa Rumus Molekul
Kandungan Silicon
Si 59,625
Olivine Mg
2
SiO
4
19,485 Periclase
MgO 11,583
Stishovite SiO
2
9,306
Dari tabel 4.6 di atas membuktikan bahwa jumlah kandungan setiap pengotor mengalami penurunan serta ada pengotor yang hilang setelah dicuci dengan campuran
pelarut HCl 2N dan CH
3
COOH 25, namun ada sebagian pengotor yang jumlah kandungannya malah meningkat, yakni SiO
2
yang mengalami peningkatan dari 3,61 menjadi 9,306 , hal ini disebabkan ketika pengotor berupa Mg
2
SiO
4
dilarutkan dengan pelarut asam akan melepaskan ion SiO
4 2-
yang akhirnya akan mengalami presipitasi menjadi SiO
2
kembali Golden,2012, sehingga dengan menurunnya kandungan pengotor Mg
2
SiO
4
akan meningkatkan jumlah kandungan pengotor SiO
2.
Oleh karena itu dilakukan pencucian berikutnya untuk menghilangkan pengotor yang tersisa yakni menggunakan campuran pelarut CH
3
COOH 25 dan HF 4,8 . Setelah produk nanosilikon dicuci dengan campuran pelarut tersebut
dan dicuci dengan akuades berulang kali serta dikeringkan pada suhu 100°C, dihasilkan produk nanosilikon yang berupa serbuk berwarna coklat keabuan,
kemudian serbuk tersebut dikarakterisasi dengan menggunakan difraktometer dan difraktogramnnya dapat dilihat pada gambar 4.4 di bawah ini:
Gambar 4.4. Difraktogram nanosilikon hasil pencucian dengan campuran pelarut CH
3
COOH 25 dan HF 4,8.
Universitas Sumatera Utara
Dari difraktogram pada gambar 4.4 di atas terlihat bahwa jumlah puncak pada sudut 2θ yang muncul pada difraktogram semakin berkurang dan intensitas dari setiap
puncak juga meningkat tajam, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengurangan
kandungan pengotor pada produk nanosilikon hasil pencucian dengan menggunakan campuran pelarut CH
3
COOH 25 dan HF 4,8 . Untuk membuktikan hal tersebut maka dilakukan analisa kandungan pengotor
pada nanosilikon berdasarkan difraktogram pada gambar 4.4 dengan menggunakan metode RIR Reference Intensity Ratio , yang hasilnya bisa dilihat pada Tabel 4.7 di
bawah ini: Tabel 4.7.
Kandungan Nanosilikon dan Pengotor Hasil Reaksi pada Suhu 800°C selama 6 jam dengan Pencucian menggunakan campuran pelarut
CH
3
COOH 25 dan HF 4,8
Nama Senyawa Rumus Molekul
Kandungan Silicon
Si 49,4
Ringwoodite Mg
2
SiO
4
16 Periclase
MgO 7,9
Stishovite SiO
2
28,7
Dari Tabel 4.7 di atas terlihat bahwa adanya pengurangan jumlah kandungan pengotor pada produk nanosilikon yang telah dicuci dengan menggunakan campuran
pelarut CH
3
COOH 25 dan HF 4,8 terutama senyawa Ringwoodite dan Periclase, namun jumlah kandungan pengotor SiO
2
malah meningkat lebih tajam hingga mencapai 28,7 dari sebelumnya yang hanya terdapat sekitar 9,3 , hal ini mungkin
dikarenakan waktu pencucian yang kurang lama ditambah pada saat yang bersamaan senyawa MgSiO
4
akan terurai menjadi SiO
2
. Dari tabel 4.6 juga dapat diketahui bahwa jumlah kandungan nanosilikon mengalami penurunan setelah dicuci dengan
campuran pelarut CH
3
COOH 25 dan HF 4,8 hal ini mungkin ada sebagian nanosilikon yang larut dalam pelarut HF dan membentuk ion [SiF
6
]
2-
, sesuai dengan reaksi:
Si
s
+ 6HF
aq
[SiF
6
]
2- aq
+ 2H
+ aq
+ 2H
2aq
Hessler,1921
Universitas Sumatera Utara
Dari difraktogram pada gambar 4.4 di atas terlihat bahwa puncak – puncak
sudut 2θ yang muncul pada 28,441°; 47,315°; 56,119°; 69,124°; 76,366° serta 87,994° sangat mirip dengan puncak sudut 2θ standar nanosilikon seperti yang dicantumkan
pada Lampiran 2.
Berdasarkan puncak sudut 2θ nanosilikon tersebut maka dapat ditentukan distribusi ukuran partikel nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam
dengan menggunakan persamaan Scherrer’s seperti yang dicantumkan di bawah ini:
= ��
���� × � �
t = Ukuran partikel yang akan dicari nm.
C = Konstanta Scherrer untuk silika = 0,94
� = Panjang gelombang yang digunakan pada saat analisa m
λ tembaga = 1,540598Å FWHM = Full Width at Half Maximum untuk setiap puncak sudut
2θ Nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam rads
Lampiran 10 �
= Sudut refleksi deg Langford,1995 Berdasarkan pada rumus di atas kita dapat membuat Tabel perhitungan
distribusi ukuran partikel nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam seperti pada Tabel 4.8 di bawah ini:
Tabel 4.8. Perhitungan Distribusi Ukuran Partikel Nanosilikon Hasil Reaksi Pada
Suhu 800°C selama 6 jam.
No 2 θ
θ Cos θ
FWHM Cos θ ×
FWHM Cλ Cos θ ×
FWHM nm
1.
28,441 14,220
0,969 0,003508
0,003400 42,585
2.
47,315 23,657
0,915 0,003002
0,002749 52,666
3.
56,119 28,059
0,882 0,003578
0,003157 45,866
4.
69,124 34,562
0,823 0,00288
0,002371 61,064
5.
76,366 38,183
0,786 0,003368
0,002647 54,693
6.
87,994 43,997
0,719 0,003752
0,002699 53,646
C λ nanosilikon = 1,44816212 Å
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa ukuran partikel nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam terdistribusi dari ukuran 42,585 nm
– 61,064 nm. Sedangkan partikel nanosilikon yang jumlahnya paling banyak yakni ada pada
ukuran 52,66 nm dan ukuran 45 nm, hal ini bisa dilihat dari intensitas puncak nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam yang paling tinggi ada pada
sudut 42,585° dan 56,119° yakni sebesar 740 dan 879 Lampiran 10. Dari distribusi ukuran partikel nanosilikon tersebut dapat diketahui bahwa ukuran
partikel yang dihasilkan belum cukup seragam. Untuk lebih jelasnya distribusi partikel nanosilikon tersebut bisa dilihat pada
foto hasil analisa TEM Transmisi Elektron Mikroskop pada gambar 4.5 di bawah ini:
Gambar 4.5. Foto TEM Partikel Nanosilikon Hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam.
Universitas Sumatera Utara
Dari foto partikel nanosilikon hasil analisa dengan TEM Transmisi Elektron Mikroskop pada gambar 4.5 di atas terbukti bahwa ukuran partikel nanosilikon belum
cukup seragam, karena masih adanya partikel nanosilikon yang teraglomerasi satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui jumlah partikel nanosilikon yang
teraglomerasi yang membentuk sebuah kristal nanosilikon dapat dilakukan berdasarkan pada perhitungan di bawah ini:
Kristal nanosilikon memiliki bentuk kristal Face Centered Cubic FCC, berarti memiliki sisi kubus dengan panjang dua kali akar kuadrat jari
– jari atom nanosilikon sisi kubus = 2
√
�� �
, dengan memasukkan nilai jari – jari atom
nanosilikon sebesar 1.1 Å, maka akan diperoleh panjang sisi kristal nanosilikon yang memiliki bentuk FCC sebesar:
Panjang sisi kristal nanosilikon = 2
√
�� �
= 2 √ , Å
= 2,0976 Å = 0,20976 nm
Jadi diperoleh tebal satu kristal nanosilikon sebesar 0,20976 nm. Dengan membagi ukuran partikel nanosilikon terkecil yang dihasilkan oleh
penelitian sebesar 42,5 nm dengan tebal sebuah kristal nanosilikon maka akan diperoleh jumlah kristal nanosilikon yang teraglomerasi yang membentuk satu kristal
nanosilikon yakni sebanyak: Jumlah kristal nanosilikon yang teraglomerasi
=
, ,
= 203 partikel nanosilikon. Berdasarkan puncak sudut 2θ nanosilikon sebelumnya pada difraktogram
gambar 4.4 dapat juga ditentukan bidang refleksi dari kristal nanosilikon hasil reaksi selama 6 jam pada suhu 800°C dengan menggunakan persamaan Bragg seperti yang
dicantumkan di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
�� � = �
� ℎ +
+ λ
= panjang gelombang yang digunakan pada saat menganalisa m
λ tembaga = 1,540598Å a
= konstanta lattice kristal nanosilikon
hkl =
bidang yang menyebabkan terjadinya refleksi Bragg,1955
Untuk menghitung nilai hkl dari kristal nanosilikon, kita harus membandingkan nilai
Sin θ dari setiap puncak dominan nanosilikon dengan nilai Sin θ terkecil dari kumpulan nilai Sin θ itu sendiri, kemudian mengalikan setiap hasil
yang ada dengan bilangan bulat 1,2,3,.... ,sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
kristal yang memiliki bentuk kristal kubik, kemudian hasil yang diperoleh adalah nilai h + k + l . Dari nilai tersebut bisa ditentukan bidang refleksi hkl dari setiap sudut
2θ yang muncul sebagai puncak dominan nanosilikon pada difraktogram gambar 4.4 sebelumnya. Adapun perhitungannya bisa dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini:
Tabel 4.9. Perhitungan Nilai Bidang Refleksi Kristal Nanosilikon Hasil Reaksi
pada Suhu 800°C selama 6 jam.
No. 2θ
Sin θ ×
�� � �� �
�
× �� �
�� �
�
× �� �
�� �
�
h
2
+k
2
+l
2
hkl
1. 28,441
0,06034 1
2
3
3 111
2. 47,315
0,16101 2,66822
5,336439
8,004659
8 220
3. 56,119
0,22126 3,666607
7,333214
10,99982
11 311
4. 69,124
0,32182 5,333024
10,66605
15,99907
16 400
5. 76,366
0,38214 6,332492
12,66498
18,99748
19 331
6. 87,994
0,48249 7,995524
15,99105
23,98657
24 422
Dari urutan nilai h
2
+k
2
+l
2
yang diperoleh pada Tabel 4.9 diatas, yakni 3,8,11,16,19 dan 24 menunjukkan bahwa kristal nanosilikon tersebut memiliki bentuk
kristal FCC Face Centered Cubic, sedangkan untuk menentukan konstanta lattice dari kristal nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam juga didasarkan
pada puncak sudut 2θ nanosilikon yang diperoleh pada difraktogram gambar 4.4 sebelumnya dan persamaan yang digunakan merupakan modifikasi persamaan yang
digunakan dalam penentuan bidang refleksi sebelumnya, seperti di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
a = λ√h + k + l
Sin θ a
= konstanta lattice dari kristal yang akan ditentukan.
λ =
panjang gelombang yang digunakan pada saat menganalisa m. θ
= sudut refleksi dari kristal yang dianalisa deg.
hkl =
bidang yang menyebabkan terjadinya refleksi. Berdasarkan persamaan di atas bisa dibuat tabel perhitungan untuk
menentukan konstanta lattice dari kristal nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam seperti pada Tabel 4.10 di bawah ini:
Tabel 4.10. Perhitungan Konstanta Lattice Kristal Nanosilikon Hasil Reaksi Pada Suhu 800°C selama 6 jam.
No. 2θ
Sin θ �� �
h
2
+k
2
+l
2
�√ℎ + + aÅ
1. 28,441
0,245654 0,491308
3 2,668
5,4304 2.
47,315 0,401268
0,802537 8
4,357 5,4290
3. 56,119
0,470388 0,940776
11 5,109
5,4306 4.
69,124 0,567298
1,134595 16
6,162
5,4310 5.
76,366 0,618175
1,23635 19
6,715
5,4313 6.
87,994 0,694621
1,389241 24
7,547
5,4324
λ tembaga = 1,540598 Å Dari Tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa rata
– rata nilai konstanta lattice yang diperoleh adalah sekitar 5,4307 Å , nilai tersebut sangat mendekati nilai
konstanta lattice silikon murni 5,4308 Å, menunjukkan bahwa kristal nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 6 jam yang dihasilkan tersebut memiliki struktur
susunan atom yang sangat bagus.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2. Reaksi Pada Suhu 800°C selama 7 jam
Reaksi antara silikat dengan magnesium dengan keberadaan natrium klorida selama 7 jam menghasilkan nanosilikon yang memiliki kemurnian 29 , distribusi ukuran
partikel 47,180 nm – 62,586 nm dengan jumlah partikel nanosilikon yang terglomerasi
yang membentuk sebuah kristal silikon sebanyak 255 partikel dan konstanta lattice a = 5,4273Å dengan bentuk kristal FCC Face Centered Cubic .
Dimana nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 7 jam tersebut pertama
– tama didinginkan terlebih dahulu ketika dikeluarkan dari tanur, kemudian dicuci masing
– masing dengan menggunakan akuades, HCl 2N, campuran HCl 2N dan CH
3
COOH 25 dan campuran CH
3
COOH 25 dan HF 4,8. Produk nanosilikon yang dihasilkan berupa serbuk yang berwana coklat keabuan. Serbuk
tersebut kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan difaktometer dan difraktogrammnya bisa dilihat pada gambar 4.6 di bawah ini:
Gambar 4.6. Difraktogram Nanosilikon hasil Reaksi pada suhu 800°C selama 7 jam.
Dari difraktogram pada gambar 4.6 di atas terlihat bahwa puncak – puncak
sudut 2θ yang muncul pada 28,495°; 47,318°; 56,142°; 69,139°; 76,450° serta 88,038° sangat mirip dengan puncak sudut 2θ standar nanosilikon seperti yang dicantumkan
pada Lampiran 2. Adapun kandungan nanosilikon serta pengotornya dapat ditentukan
berdasarkan difraktogram pada gambar 4.2 di atas dengan menggunakan metode RIR Reference Intensisty Ratio yang hasilnya bisa dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11. Kandungan Nanosilikon dan Pengotor Hasil Reaksi pada Suhu 800°C selama 7 jam
Nama Senyawa Rumus Molekul
Kandungan Silicon
Si 29
Perovskite Mg
2
SiO
3
13 Periclase
MgO 7
Silicon Oxide SiO
2
51
Dari Tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa kandungan nanosilikon tidaklah tinggi hanya 29, sedangkan kandungan yang tinggi yakni senyawa silikon dioksida,
mencapai 51. Tingginya senyawa silikon dioksida yang terbentuk mungkin dikarenakan oleh seiring bertambahnya waktu reaksi, maka semakin banyaknya
nanosilikon yang teroksidasi kembali membentuk silikon dioksida. Walaupun pada saat pencucian menggunakan pelarut HF 4,8, tetapi belum mampu
secara sempurna melarutkan senyawa silikon oksida yang terbentuk, hal ini mungkin dikarenakan waktu pelarutan yang kurang lama.
Berdasarkan puncak sudut 2θ nanosilikon yang diperoleh pada gambar 4.6 sebelumnya dapat ditentukan bidang refleksi dari kristal nanosilikon hasil reaksi
selama 7 jam pada suhu 800°C dengan menggunakan persamaan Bragg seperti yang dicantumkan di bawah ini:
�� � = �
� ℎ +
+ λ
= panjang gelombang yang digunakan pada saat menganalisa m
λ tembaga = 1,540598Å a
= konstanta lattice kristal nanosilikon
hkl =
bidang yang menyebabkan terjadinya refleksi Bragg,1955
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghitung nilai hkl dari kristal nanosilikon, kita harus membandingkan nilai
Sin θ dari setiap puncak dominan nanosilikon dengan nilai Sin θ terkecil dari kumpulan nilai Sin θ itu sendiri, kemudian mengalikan setiap hasil
yang ada dengan bilangan bulat 1,2,3,.... ,sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
kristal yang memiliki bentuk kristal kubik, karena sesuai standar JCPDS silikon Lampiran 2, silikon memiliki bentuk kristal kubik, kemudian hasil yang diperoleh
adalah nilai h + k + l . Dari nilai tersebut bisa ditentukan bidang refleksi hkl dari
setiap sudut θ yang muncul sebagai puncak dominan sebelumnya. Adapun perhitungannya bisa dilihat pada Tabel 4.12 di bawah ini:
Tabel 4.12. Distribusi Ukuran Partikel Nanosilikon hasil reaksi selama 7 jam pada Suhu 800°C
No 2
θ θ
Cos θ FWHM
Cos θ × FWHM
Cλ Cos θ × FWHM nm
1. 28,495
14,2475 0,96924
0,002688 0,002605
55,588 2.
47,318 23,659
0,91595 0,003351
0,003069 47,180
3. 56,142
28,071 0,88237
0,002845 0,002510
57,690 4.
69,139 34,5695
0,82344 0,00281
0,002313 62,586
5. 76,45
38,225 0,78559
0,003665 0,002879
50,295 6.
88,038 44,019
0,71911 0,003473
0,002497 57,981
Dari Tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa ukuran partikel nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 7 jam terdistribusi dari ukuran 47,180 nm
– 62,586 nm. Sedangkan partikel nanosilikon yang jumlahnya paling banyak yakni ada
pada ukuran 55,588 nm dan ukuran 47,180 nm, hal ini bisa dilihat dari intensitas yang tinggi dari kedua puncak tersebut seperti yang tertera pada Lampiran 12 yakni sebesar
1983 dan 1045. Dari distribusi ukuran partikel nanosilikon tersebut juga dapat diketahui bahwa
ukuran partikel yang dihasilkan belum cukup seragam, hal ini mungkin dikarenakan banyaknya partikel nanosilikon yang teraglomerasi yang membentuk sebuah kristal
nanosilikon. Untuk mengetahui jumlah partikel nanosilikon yang teraglomerasi yang membentuk sebuah kristal nanosilikon dapat dilakukan berdasarkan pada perhitungan
di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Kristal nanosilikon memiliki bentuk kristal Face Centered Cubic FCC, berarti memiliki sisi kubus dengan panjang dua kali akar kuadrat jari
– jari atom nanosilikon sisi kubus = 2
√
�� �
, dengan memasukkan nilai jari – jari atom
nanosilikon sebesar 1.1 Å, maka akan diperoleh panjang sisi kristal nanosilikon yang memiliki bentuk FCC sebesar:
Panjang sisi kristal nanosilikon = 2
√
�� �
= 2 √ , Å
= 2,0976 Å = 0,20976 nm
Jadi diperoleh tebal satu kristal nanosilikon sebesar 0,20976 nm. Dengan membagi ukuran partikel nanosilikon yang terkecil hasil reaksi pada suhu 800
selama 7 jam yakni sebesar 47,180 nm dengan tebal sebuah kristal nanosilikon maka akan diperoleh jumlah kristal nanosilikon yang teraglomerasi yang membentuk satu
kristal nanosilikon yakni sebanyak: Jumlah kristal nanosilikon yang teraglomerasi
=
, ,
= 225 partikel nanosilikon. Berdasarkan puncak sudut 2θ nanosilikon yang diperoleh pada difraktogram
gambar 4.6 dapat juga ditentukan bidang refleksi dari kristal nanosilikon hasil reaksi selama 7 jam pada suhu 800°C dengan menggunakan persamaan Bragg seperti yang
dicantumkan di bawah ini: �� � =
� �
ℎ + +
λ =
panjang gelombang yang digunakan pada saat menganalisa m λ tembaga = 1,540598Å
a =
konstanta lattice kristal nanosilikon hkl
= bidang yang menyebabkan terjadinya refleksi
Bragg,1955 Sedangkan untuk menghitung nilai hkl dari kristal nanosilikon, kita harus
membandingkan nilai Sin θ dari setiap puncak dominan nanosilikon dengan nilai
Sin θ terkecil dari kumpulan nilai Sin θ itu sendiri, kemudian mengalikan setiap hasil yang ada dengan bilangan bulat 1,2,3,.... ,sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
kristal yang memiliki bentuk kristal kubik.
Universitas Sumatera Utara
Hasil yang diperoleh adalah nilai h + k + l , dari nilai tersebut bisa ditentukan
bidang refleksi hkl dari setiap sudut 2θ yang muncul sebagai puncak dominan nanosilikon pada difraktogram gambar 4.6 sebelumnya. Adapun perhitungannya bisa
dilihat pada Tabel 4.13 di bawah ini: Tabel 4.13. Perhitungan Nilai Bidang Refleksi Kristal Nanosilikon Hasil Reaksi
pada Suhu 800°C selama 7 jam.
No. 2θ
Sin θ ×
�� � �� �
�
× �� �
�� �
�
× �� �
�� �
�
h
2
+k
2
+l
2
hkl
1. 28,495 0,06057 1
2 3
3 111
2. 47,318 0,16103 2,6586
5,3172 7,9759
8 220
3. 56,142 0,22143 3,6557
7,3115 10,9672
11 311
4. 69,139 0,32194 5,3152
10,630 15,9457
16 400
5. 76,450 0,38285 6,3207
12,641 18,9623
19 331
6. 88,038 0,48288 7,9722
15,944 23,9166
24 422
Dari informasi yang diketahui dari Tabel 4.13 di atas dapat diperoleh urutan nilai h
2
+k
2
+l
2
yakni 3,8,11,16,19, dan 24. Dari urutan nilai tersebut dapat diketahui bahwa kristal nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 7 jam memiliki bentuk
kristal FCC Face Centered Cubic, sedangkan untuk menentukan konstanta lattice dari kristal nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C selama 7 jam juga didasarkan
pada puncak sudut 2θ nanosilikon yang diperoleh pada difraktogram gambar 4.6 sebelumnya dan persamaan yang digunakan merupakan modifikasi persamaan yang
digunakan dalam penentuan bidang refleksi sebelumnya, seperti di bawah ini: a =
λ√h + k + l Sin θ
a =
konstanta lattice dari kristal yang akan ditentukan. λ
= panjang gelombang yang digunakan pada saat menganalisa m.
θ =
sudut refleksi dari kristal yang dianalisa deg. hkl
= bidang yang menyebabkan terjadinya refleksi.
Berdasarkan persamaan di atas bisa dibuat tabel perhitungan untuk menentukan konstanta lattice dari kristal nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800°C
selama 6 jam seperti pada Tabel 4.14 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.14. Perhitungan Konstanta Lattice Kristal Nanosilikon Hasil Reaksi Pada Suhu 800°C selama 7 jam.
No. 2θ
Sin θ �� �
h
2
+k
2
+l
2
�√ℎ + + aÅ
1. 28,495
0,246111 0,492222
3 2,668
5,4203 2.
47,318 0,4012924
0,8025849 8
4,357 5,4287
3. 56,142
0,4705653 0,9411307
11 5,109
5,4285 4.
69,139 0,5674055
1,134811 16
6,162 5,4299
5. 76,450
0,6187512 1,2375025
19 6,715
5,4262 6.
88,038 0,6948969
1,3897937 24
7,547 5,4303
λ Tembaga = 1,540598 Å Dari Tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa rata
– rata nilai konstanta lattice yang diperoleh adalah sekitar 5,4273 Å, nilai tersebut sangat mendekati nilai
konstanta lattice silikon murni 5,4308 Å, menunjukkan bahwa kristal nanosilikon yang dihasilkan tersebut memiliki struktur susunan atom yang sangat bagus.
Dari semua data di atas dapat disimpulkan bahwa telah dapat dibuat nanosilikon yang memiliki ukuran ≤ 50 nm dengan kemurnian 49,4 dengan
distribusi partikel 42,585 nm – 61,064 nm, tetapi dengan seiring meningkatnya waktu
reaksi, jumlah NaCl yang ada belum secara efektif menyerap semua kalor yang muncul akibat lamanya waktu pemanasan, hal ini bisa dilihat dari ukuran partikel
nanosilikon hasil reaksi selama 7 jam lebih besar dibanding dengan ukuran partikel nanosilikon hasil reaksi selama 6 jam, yakni masing
– masing berukuran 42,585 nm – 61,064 nm dan 47,180 nm
– 62,586 nm dan jumlah partikel nanosilikon yang teraglomerasi yang membentuk sebuah kristal nanosilikon hasil reaksi pada suhu 800
selama 7 jam lebih banyak dibanding jumlah partikel nanosilikon yang teraglomerasi pada nanosilikon hasil reaksi selama 6 jam yakni masing masing sebesar 203 partikel
dan 225 partikel.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 1. Setelah dilakukannya penambahan NaCl pada pembuatan nanosilikon secara
magnesiotermik dengan perbandingan mol silikat dan NaCl 1:10, kelebihan kalor sebanyak 32,6 kJ yang dihasilkan oleh magnesium dapat diserap oleh NaCl,
sehingga partikel nanosilikon yang dihasilkan memiliki ukuran ≤ 50 nm dengan distribusi partikel 42 nm
– 61 nm. 2. Dengan bertambahnya waktu reaksi reduksi dari 6 jam menjadi 7 jam, dihasilkan
produk nanosilikon partikel yang masing – masing sebesar 42 nm – 61 nm dan
47 nm – 62 nm, dari data tersebut membuktikan bahwa dengan bertambahnya
waktu reaksi, dengan perbandingan mol NaCl dan silika yang tetap yakni 1:10 mol, belum secara efektif menyerap seluruh kalor yang berlebihan akibat
berlebihnya waktu pemanasan, hal ini bisa dilihat dari ukuran partikel nanosilikon yang membesar pada produk hasil reaksi selama 7 jam.
5.2. Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang melakukan sintesis nanosilikon dari pasir alam dapat menentukan kalor reaksi yang berlebihan selain yang dihasilkan oleh
magnesium melainkan karena faktor lamanya waktu reaksi, sehingga dapat ditentukan jumlah NaCl yang tepat yang akan digunakan pada saat reaksi reduksi berlangsung
sehingga dapat dihasilkan nanosilikon yang memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan merata lagi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pasir Kuarsa