untuk diperiksa. Cairan yang disemprotkan pertama sebanyak 20-30mL, dibuang karena banyak mengandung sel bronki. Untuk menghindari sampling errors, dan
menghindari kontaminasi oleh darah, BAL dilakukan sebelum brushing atau TBB. Bronkskop langsung mengarah ke perifer,yaitu ke bronkus subsegmental turunan ke-
4 atau turunan ke-5. Garam fisiologik disemprotkan dan langsung diisap kembali. Komplikasi BAL adalah hipoksemia, demam, bronkospasme, dan pendarahan
Djojodibroto, 2009.
2.1.11 DIAGNOSIS
Diagnosis TB Paru •
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu SPS.
• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Diagnosis TB ekstra paru •
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura Pleuritis, pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang gibbus pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
• Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau
histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS ODHA Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai
berikut: 1.
TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif.
2. TB Paru BTA negatif,
yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB
positif. 3.
TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena. Menkes RI, 2011
2.1.12 PENATALAKSANAAN
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis OAT. Tabel 2.1: Pengelompokkan OAT
Golongan dan Jenis Obat
Golongan-1 Obat Lini Pertama
Isoniazid H Ethambutol E
Pyrazinamid Z Rifampisin R
Streptomycin S Golongan-2Obat suntik
Suntikan lini kedua Kanamycin Km
Amikacin Am Capreomycin Cm
Golongan-3Golongan Floroquinole
Ofloxacin Ofx Levofloxacin Lfx
Moxifloxacin Mfx
Universitas Sumatera Utara
Strategi Nasional Pengendalian TB, 2011
Tabel 2.2 : Efek Samping OAT Efek Samping
Penyebab Penatalaksanaan
Minor
Tidak nafsu makan,mual dan sakit perut
Rifampisin Obat diminum malam sebelum
tidur Nyeri sendi
Pyranazinamid Beri aspirinallopurinol
Kesemutan sehingga rasa terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6 piridoksin
100mg perhari Warna kemerahan pada air
seni Rifampisin
Beri penjelasan,tidak perlu diberi apa-apa
Mayor
Gatal dan kemerahan pada kulit
Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin
Streptomisin dihentikan Ikterik
Hampir semua OAT
Hentikan semua OAT sehinnga ikterik hilang
Binggung dan muntah-muntah Hampir senua obat Hentikan semua OAT dan
Golongan-4Obat bakteriostatik lini kedua
Ethionamide Eto Prothionamide Pto
Cycloserine Cso Para amino
salisilatPAS Terizidone Trd
Golongan-5Obat yang belum terbukti efikasinya dan
tidak direkomendasi Oleh WHO
Clofazimine Cfz Linezolid Lzd
Amoxilin-Clavulanate Amx-Clv
Thioacetazone Thz Clarithromycin Clr
Imipenem Imp
Universitas Sumatera Utara
lakukan uji fungsi hati Gangguan penglihatan
Ethambutol Hentikan ethambutol
Purpura dan renjatan shok Rifampisin
Hentikan rifampisin Pedomen Diagnosis Penatalaksanaan di Indonesia
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal monoterapi. Pemakaian OAT-Kombinasi
Dosis Tetap OAT-KDT lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal intensif dan lanjutan.
Tabel 2.3 : Dosis Obat AntiTuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap
BB Fasa Intensif
Fasa Lanjutan 2 bulan
4 bulan Harian
Harian 3Xminggu
Harian 3Xminggu
RHZE 15075400
275 RHZ
1507540 RHZ
15015050 RH
15075 RH 150150
30-37
38-54
55-70
2
3
4 2
3
4 2
3
4 2
3
4 2
3
4
Universitas Sumatera Utara
71
5 5
5 5
5 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis
Penatalaksanaan di Indonesia. Available from:
http:www.klikpdpi.comkonsensustb.tb.html
Tahap Pengobatan TB Paru menurut Program Nasional Penanggulan TB di Indonesia:
1. Tahap intensif Pada tahap awal intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif konversi dalam 2 bulan.
2. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan OAT Yang Digunakan di Indonesia paduan pengobatan yang digunakan oleh program nasional Penanggulangan TB oleh pemerintah Indonesia:
1. Kategori 1: 2 HRZE 4 HR3 Tahap intensif diberikan untuk penderita baru TB paru BTA Positif, penderita TB
paru BTA negatif rontgen positif dan penderita TB ekstra paru terdiri dari Isonazid H,Rifampisin R,Pirazinamid Z dan Etambutol E. Obat-obatan ini diberikan
Universitas Sumatera Utara
setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
2. Kategori 2: 2 HRZES HRZE 5 HR3E3 Tahap intensif diberikan untuk penderita kambuh relaps, penderita gagal failure,
dan penderita dengan pengobatan setelah lalai after default diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZE dan suntikan streptomisin S,
diberikan setelah penderita selesai menelan obat. setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
3. Kategori 3 : 2HRZ 4HR3 Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan 2HRZ,
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif
sakit ringan dan Penderita TB ekstra paru ringan.
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat serta evaluasi keteraturan berobat
. PDPI,2006
2.1.12.1 EVALUASI PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU
Evaluasi Klinik •
Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
• Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit •
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi Bakteriologik 0-2-69 •
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak •
Pemeriksaan evaluasi pemeriksaan mikroskopik - Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan setelah fase intensif - Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan 0 - 2 – 69
Evaluasi Radiologik 0-2-69 Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
• Sebelum pengobatan
• Setelah 2 bulan pengobatan
• Pada akhir pengobatan
Evaluasi Efek Samping Secara Klinik •
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
• Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula
darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.
• Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri •
Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi Keteraturan Berobat •
Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah keteraturan berobat. Diminum tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka
sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan
• Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Kriteria Sembuh •
BTA mikroskopik negatif dua kali pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
• Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap samaperbaikan
• Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
2.1.13 PENCEGAHAN
Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan. Tersedia sarana-sarana
kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan. BCG, vaksinasi
diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa
tempat pencegahan. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan pasteurisasi air susu sapi Hiswani, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.2 MULTI DRUG RESISTANCEMDR RESISTEN GANDA
2.2.1 DEFINISI
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis
dibagi menjadi : •
Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB
• Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah penderitanya sudah
pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak •
Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya riwayat pengobatan sebelumnya PDPI, 2006.
Drug Resistance TB dikonfirmasi melalui uji laboratorium yang menunjukkan bahwa isolate Mycobacterium Tuberculosis dapat tumbuh secara invitro meskipun dengan
adanya satu atau lebih obat antituberkulosisOAT. Empat kategori resistensi OAT dapat dibedakan atas:
Mono-resistance: resistensi terhadap salah satu dari OAT
Poly-resistance: resistensi terhadap lebih dari satu OAT, selain isoniazid
INH dan rifampisin secara bersamaan
Multidrug-resistance: resisten terhadap sekurang-kurangnya INH beserta rifampisin
Extensive drug-resistance: Multidrug-resistance ditambah resisteni terhadap
salah satu golongan fluroquinolon, dan sedikitnya satu dari tiga jenis obat lini kedua injeksi kapreomisin, kanamisin dan amikasin Yunita, 2011.
Universitas Sumatera Utara