PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ini, dijumpai mayoritas pasien yang berobat berumur 41- 50 tahun sebanyak 38 orang 34.2 sementara minoritas pasien berobat berumur 71- 80 tahun adalah sejumlah 2 orang 1.8. Menurut B. T Tirtana kelompok umur yang rentan terkena TB pada dasarnya adalah pada usia produktif karena kebanyakan keluar rumah mencari nafkah pada usia produktif, dengan frekuensi keluar rumah yang sering dapat dimungkinkan terjadi penularan. Menurut Munawwarah et al. 2013, pasien berjenis kelamin laki-laki lebih rentan menderita TB karena laki-laki sebagai ketua keluarga yang lebih banyak beraktifitas di luar sehingga mudah untuk tertular TB. Banyak aktivitas yang dilakukan menjadi penyebab kelalaian menjalani pengobatan sehingga menjadi MDR-TB. Laki-laki juga biasanya sulit untuk di atur sehingga kemungkinan lalai selama pengobatan lebih besar dibanding perempuan. Pada penelitian ini didapati bahwa mayoritas pasien yang berobat untuk pengobatan TB adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 79 orang 71.2 sementara pasien berjenis kelamin perempuan didapati sebanyak 32 orang 28.8. Pada penelitian ini dijumpai mayoritas pasien yang datang berobat adalah mereka yang sudah menikah yaitu sejumlah 89 orang 80.2. Salah satu alasannya adalah kemungkinan mereka dipengaruhi oleh anggota keluarga dan teman-teman mereka ketika mereka kembali ke rumah setelah motivasipengobatan awal dan pengobatan wajib bulan pertama. Motivasi dari anggota keluarga lain mungkin berpengaruh ke pasien untuk mendukung program pengobatan TB secara tuntas Sarwani et al, 2012. Studi di Yogyakarta menemukan bahwa sebagian besar pasien TB resisten OAT adalah bekerja sebagai pedagang wiraswasta 38,5. Dari hasil penelitian ini didapati bahwa mayoritas pasien yang datang berobat bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 33 orang 29.7 sementara minoritas pasien berprofesi sebagai tukang becak dan tukang gereja. Semua jenis pekerjaan yang menyebabkan subyek Universitas Sumatera Utara penelitian terpapar oleh zat-zat yang dapat mengganggu fungsi paru dan pekerjaan yang memungkinkan subyek penelitian yang kontak dengan pasien TB dianggap sebagai pekerjaan yang berisiko Tirtana, B.T, 2011. Menurut Mapperenta et al. 2013, di Indonesia masih banyak ditemukan ketidakberhasilan dalam terapi tuberkolosis, hal ini disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat secara rutin sehingga dapat menyebabkan resistensi kuman tuberkulosis terhadap obat-obat anti tuberkulosis dan kegagalan terapi. Ketidaksesuaian pemilihan jenis obat OAT berdasarkan standar pengobatan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan terapi dan terjadinya kekambuhan karena jenis obat yang diterima pasien tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan pengobatan tuberkulosisnya. Pada penelitian ini dijumpai, mayoritas pasien dengan riwayat pengobatan sebanyak 2 kali yaitu sejumlah 51 orang 45.9 dan minoritas pasien dengan riwayat pengobatan sebanyak 5 kali adalah berjumlah 1 orang 0.9. Pengobatan TB dilakukan dengan pemberian OAT yang diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal intensif selama 2 bulan dan tahap lanjutan selama 4 bulan. Untuk pengobatan selanjutnya setelah 6 bulan sekiranya pasien tidak sembuh maka harus dicuriga terjadi TB-MDR. Menurut Dwiastuti 2011, riwayat pengobatan merupakan faktor resiko kejadian TB paru resisten. Risiko kejadian TB paru resisten dengan riwayat pengobatan lebih besar dibandingkan dengan penderita TB paru yang tidak memiliki riwayat pengobatan sebelumnya. Menurut Notoamodja, S2010, pengobatan dapat berhasil jika dipengaruhi oleh kepatuhan penderita meminum obat. Jika penderita tidak patuh meminum obat, berhenti minum obat sebelum waktu yang ditentukan, atau putus berobat maka akan menimbulkan mutan Mycobacterium Tuberculosis yang resisten dengan pengobatan Mapperenta et al, 2013. Pada penelitian ini dijumpai, mayoritas pasien mendapatkan pengobatan TB adalah di Puskesmas atau RS Pemerintah yang berjumlah 154 orang 65.2 dan minoritas pasien mendapatkan pengobatan TB adalah di RS Swasta atau Dr Umum Universitas Sumatera Utara yang berjumlah sebanyak 28 orang 11.9. Kebanyakan pasien ini mendapatkan pengobatan TB lebih dari satu tempat. Terdapat sebanyak 84 orang 75.7 berobat di satu tempat, 25 orang 22.5 berobat di dua tempat dan terdapat 3 orang 1.8 yang berobat di ketiga tempat pengobatan tersebut. Kemungkinan jarak tempat asal pasien ke fasilitas pengobatan mempengaruhi tempat mereka berobat serta pasien berpendapat bahwa penyakitnya akan sembuh sekiranya berobat di beberapa tempat dan tidak teratur berobat di satu tempat. Menurut Ti T et al. 2006, menyatakan bahwa orang yang melakukan pengobatan tidak teratur memiliki risiko terkena TB- MDR lebih besar dibandingkan dengan yang melakukan pengobatan teratur Sarwani et al, 2012. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang di peroleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat sejumlah 111 penderita TB-MDR dengan pengobatan OAT lini pertama. 2. Penyakit TB sering terjadi pada laki-laki sebanyak 79 kasus 71.2 yang berusia 41-50 tahun sebanyak 38 kasus 34.2. Mayoritas pasien sudah bernikah sebanyak 89 kasus 80.2 dan berprofesi sebagai wiraswata sebanyak 33 kasus 29.7. 3. Jumlah penderita yang teratur berobat adalah sebanyak 58 kasus 51.8. 4. Jumlah pengobatan TB terbanyak terdapat di Puskesmas atau RS Pemerintah sebanyak 154 kasus 65.2. 5. Jumlah penderita TB-MDR dengan riwayat pengobatan sebanyak 2 kali pengobatan TB sebelumnya berjumlah 71 kasus 64.0.

6.2 Saran

 Sehubungan dengan tingginya angka kejadian TB MDR, maka pasien dengan riwayat pengobatan lebih dari 2 kali pengobatan TB sebelumnya harus disuspek terjadi TB MDR.  Jika pasien tidak mengambil pengobatan yang tuntas maka pasien beresiko untuk mendapat infeksi TB kembali jadi pasien haruslah mengambil pengobatan seperti yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan agar pasien dapat sembuh sepenuhnya dan dapat mencegah infeksi kembali.  Dokter harus bertanya kepada pasien apakah pasien tersebut pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya setelah dokter menegakkan diagnosa.  Penderita TB harus diedukasi untuk terus berobat dan tidak putus obat Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Angka Kejadian Hepatotoksisitas pada Penderita Tuberkulosis Paru Pengguna Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama Di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010

12 121 83

Hubungan Pemakaian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

1 9 82

Hubungan Pemakaian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 13

Hubungan Pemakaian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 2

Profil Pemberian Oat (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama Pada Penderita Tb-Mdr Di RSUP Haji Adam Malik Pada Periode Juli 2012-April 2014

0 0 12

Profil Pemberian Oat (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama Pada Penderita Tb-Mdr Di RSUP Haji Adam Malik Pada Periode Juli 2012-April 2014

0 0 2

Profil Pemberian Oat (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama Pada Penderita Tb-Mdr Di RSUP Haji Adam Malik Pada Periode Juli 2012-April 2014

0 0 4

Profil Pemberian Oat (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama Pada Penderita Tb-Mdr Di RSUP Haji Adam Malik Pada Periode Juli 2012-April 2014

0 1 30

Profil Pemberian Oat (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama Pada Penderita Tb-Mdr Di RSUP Haji Adam Malik Pada Periode Juli 2012-April 2014

0 0 3

Profil Pemberian Oat (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama Pada Penderita Tb-Mdr Di RSUP Haji Adam Malik Pada Periode Juli 2012-April 2014

0 0 15