Unsur Pembangun Novel Hakikat Prosa Fiksi

11 menyebutkan bahwa “fiksi merupakan sebuah cerita dan karenanya terkandung juga sebuah tujuan memberikan hiburan kepada pembaca disamping tujuan estetik. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin”. Dengan kata lain bahwa sebuah karya sastra memberikan manfaat kepada pembacanya hal ini juga berlaku pada novel. Fungsi novel sendiri menurut Jakob Soemardjo dan Saini K.M. 1988: 8-9 yang sebagai berikut: 1. Karya sastra novel memberi kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran. Kita dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang manusia, dunia, dan kehidupan karya sastra novel. 2. Karya sastra novel memberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan jenis ini adalah intelektual dan spritual yang lebih tinggi dari pada hiburan lain. 3. Karya sastra novel dapat memberikan kepada kita penghayatan yang mendalam terhadap apa yang kita ketahui. Pengetahuan ini menjadi hidup dalam sastra. 4. Membaca karya sastra novel dapat menolong pembacanya menjadi manusia yang berbudaya. Manusia berbudaya adalah manusia yang demikian ini selalu mencari mencari-cari novel nilai-nilai keindahan, kebenaran, dan kebaikan. Salah satu untuk memperoleh nilai-nilai tersebut adalah lewat pergaulan dengan karya-karya seni termasuk karya sastra. 5. Karya sastra novel adalah karya seni yang lebih indah untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri keindahan dan kodrat manusia. Novel memiliki kebebasan dalam menyampaikan dialog yang menggerakkan hati masyarakat dengan kekayaan perasaan, kedalaman isi, dan kekuasaan pandangan terhadap berbagai masalah.

d. Unsur Pembangun Novel

Sebuah novel dibangun atas kerangka-kerangka yang saling terpadu. Unsur-unsur yang terbangun dalam novel banyak sekali dirumuskan oleh para ahli namun pada intinya ada dua unsur pembangun dalam novel yakni unsur intriksik 12 dan unsur ekstrensik. Unsur intriksik Burhan Nurgiyantoro, 2005: 23 adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Herman J. Waluyo 2006: 4 menyebutkan berbagai unsur intriksik karya sastra antara lain sebagai berikut: 1 tema atau pokok pikiran, 2 plot atau kerangka cerita, 3 penokohan dan perwatakan, setting atau tempat kejadian cerita atau disebut juga latar, 4 sudut pandang pengarang atau point of view, 5 latar belakang atau back ground, 6 dialog atau percakapan, 7 gaya bahasagaya bercerita, 8 waktu cerita dan waktu penceritaan dan 9 amanat. Menurut M. Saleh Saad dalam Ngulandara dan Margana Djajaatmatdja 2007: 9 unsur intrisik dibagi menjadi tokoh, peristiwa, latar, alur, dan pusat pengisahan. Unsur intrinsik prosa menurut Stanton dalam Ngulandara dan Margana Djajaatmatdja 2007: 9 adalah: 1 tokoh, 2 alur, 3 latar, 4 judul, 5 sudut pandang, 6 gaya dan nada . Secara garis besar, dari pendapat di atas dapat disimpulkan tentang unsur- unsur pembangun karya sastra sebagai berikut: 1. Tema Tujuan pengarang dalam menciptakan karya sastra, bukan semata-mata ingin menyampaikan ‘jalan cerita’, melainkan ada konsep pemikiran tertentu yang hendak dikemukakannya. Pengertian tema menurut Stanton dan Kenney yang dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro 2005: 67 adalah makna yang terkadung oleh sebuah cerita. Herman J. Waluyo 2006: 4 berpendapat bahwa tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Sehingga tema dapat dirumuskan sebagai pokok pikiran, ide, atau gagasan yang mendasari karangan yang memiliki makna bagi pembacanya. Tema senantiasa berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan dan pola tingkah laku. Tema yang banyak dijumpai pada karya sastra yang bersifat didaktis adalah pertentangan antara nilai baik-buruk, misalnya dalam bentuk kebohongan melawan kejujuran, kezaliman melawan keadilan, korupsi melawan kerja keras dan sebagainya. 13 2. Amanat Amanat sering pula disebut pesan moral atau himbauan-himbauan yang terdapat dalam cerita. Pada masa lampau, pesan moral seringkali disampaikan oleh pengarang secara eksplisit, verbal dan langsung; tetapi di zaman modern ini agaknya cara seperti itu sudah jarang terjadi. Penulis-penulis sekarang lebih sering menyiratkan pesan secara implisit melalui perilaku tokoh, terutama menjelang cerita berakhir. Teknik demikian kecuali menghilangkan kesan menggurui, juga memberi keleluasaan pada pembaca untuk mencari dan menemukan sendiri pesan moral suatu cerita. 3. PlotAlur Peristiwa yang dialami tokoh disusun sedemikian rupa menjadi sebuah cerita, tetapi tidak berarti semua kejadian dalam hidup tokoh ditampilkan secara lengkap. Peristiwa-peristiwa yang dijalin tersebut sudah dipilih dengan memperhatikan kepentingannya dalam membangun alur. Peristiwa yang tidak bermakna khas signifikan ditinggalkan, sehingga sesungguhnya pengaluran selalu memperhatikan hubungan kausalitassebab-akibat. Stanton dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113 misalnya mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu , peristiwa yang satu diakibatkan peristiwa yang lain. Hal ini senada dengan pendapat Herman J. Waluyo 2006: 5 yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Hubungan kausalitas ini tidak selalu tampak dalam sebuah novel yang tersusun rapi karena kadang-kadang tersembunyi dibalik peristiwa yang meloncat-loncat, atau di dalam ucapan maupun perilaku tokoh-tokohnya. Adapun unsur-unsur alur menurut Herman J. Waluyo 2002: 147: a. Paparan exposition Pengarang menyampaikan informasi sekedarnya kepada pembaca, misalnya memperkenalkan tokoh cerita, keadaannya, tempat tinggalnya, pekerjaannya, maupun kebiasaan-kebiasaannya. Fungsi paparan untuk 14 memberikan informasi kepada pembaca agar dapat mengikuti kisahan selanjutnya dengan mudah. b. Rangsangan inciting moment Rasangan atau inciting moment adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan, misalnya dengan kemunculan seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator, atau suatu kejadian yang merusak keadaan yang pada mulanya selaras. c. Gawatan rising action Gawatan adalah munculnya masalah antara tokoh utama dengan sesuatu bisa masalah dengan tokoh lain, diri sendiri, nilai-nilai, lingkungan, dan lain-lain sebagai kelanjutan dari bagian rangsangan. d. Rumitan complication Rumitan dimana alur cerita mencapai perselisihan yang semakin meruncing . e. Klimaks Klimaks adalah alur perselisihanrumitan yang mencapai puncaknya dan tidak ada lagi konflik yang lebih rumit atau kompleks. f. Leraian falling action Alur cerita mencapai pada perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Di sini nampak titik terang pemecahan masalah, yaitu perselisihan yang tadinya sudah mencapai titik gawat, berangsur-angsur surut dan nampak ada jalan keluarnya. g. Selesaian denouement Denouement adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian bisa melegakan happy ending, bisa menyedihkan unhappy endsad ending, bisa pula menggantung tanpa pemecahan. 4. KarakterisasiPerwatakan Karakterisasiperwatakan adalah cara pengarang menggambarkan wataksifat tokoh cerita. Ada dua macam karakterisasi, yaitu secara langsung dan tak langsung. Disebut karakterisasi langsung apabila pengarang secara langsung menyebutkan watak tokoh-tokoh cerita. Pada masa lampau, pengarang biasanya 15 menggambarkan watak tokoh cerita secara statis, tidak berubah dari awal hingga akhir cerita. Karakterasi tidak langsung adalah pengarang menggambarkan melalui perantara hubungannya tentang tokoh lain dan lingkungan. Selain dari penggambaran hubungan dari tokoh-tokoh lain bisa juga melalui pemikiran dan tingkah laku tokoh. Dewasa ini nampaknya pengarang lebih objektif. Watak tokoh cerita digambarkan sangat manusiawi dan bisa berubah. Tokoh yang baik suatu ketika dapat berubah menjadi jahat, demikian pula sebaliknya. Karakterisasi demikian disebut perwatakan bulat the around character. Menurut Herman J. Waluyo 2006: 8 penokohan dalam novel dapat dibagi menjadi lima yaitu: a. Protagonis adalah tokoh utama cerita yang berperan sebagai penggerak cerita. Tokoh inilah yang pertama-tama menghadapi masalah dan terlibat dalam kesulitan. Biasanya pembaca berempati pada tokoh ini. b. Antagonis adalah tokoh utama yang berperan sebagai penghalang tokoh protagonis. Tokoh ini merupakan lawan protagonis, sehingga karakternya bisa jadi membuat pembaca jengkel. c. Tokoh Sentral adalah berarti tokoh yang dipentingkan atau ditonjolkan atau menjadi pusat penceritaan d. Tokoh andalan adalah tokoh mempunyai peran sebagai tokoh pembantu yang menjadi kepercayaan atau yang menjadi andalan protagonis dan atau antagonis. e. Tokoh Bawahan adalah tokoh tambahan yang perannya tidak penting bagi keutuhan tema cerita. Tokoh tambahan dihadirkan untuk menciptakan suasana agar cerita lebih hidup. 5. SettingLatar Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 216 menyatakan bahwa latarsetting yang disebut landas tumpu yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial yang tempat terjadi peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Hartoko dan Rahmanto 1986: 78 menyamakan antara latar 16 dan setting artinya penempatan dalam ruang dan waktu seperti terjadi dengan karya naratif atau dramatis. Burhan Nurgiyantoro 2005: 227-237 membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial budaya 6. Point of ViewSudut Pandang Cerita Point of view menyangkut teknik penceritaan, yaitu melalui tokoh siapa pengarang mengisahkan ceritanya. Pengarang dapat bercerita melalui tokoh ‘aku’’saya’, dapat pula memakai tokoh ‘dia’, ‘mereka’, atau seseorang dengan nama tertentu. Herman J. Waluyo 2002: 184-185 mengkategorikan beberapa macam point of view antara lain sebagai berikut: a. Point of View Orang Pertama Pengarang memakai tokoh ‘aku’ sebagai penutur cerita, sehingga seolah-olah kisah yang dituangkan adalah pengalaman hidupnya sendiri. Tidak jarang pembaca salah duga dan menganggap tokoh ‘aku’ dalam cerita sebagai gambararan pribadi pengarang. Tentu saja ini menyesatkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.. b. Point of View Orang Ketiga. Tokoh utama cerita dengan point of view ini adalah ‘dia’, ‘ia’, c. Pengarang serba tahu yang menceritakan secara bebas tokoh- tokoh yang ditulis. Di sini pengarang bisa bertindak sebagai yang maha tahu omniscient point of view, bisa pula mendudukkan diri di luar cerita objective point of view.

2. Kajian Sosiologi Sastra

Dokumen yang terkait

Kekerasan Terhadap Kuli Kontrak Dalam Novel Berjuta-Juta Dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contact Karya Emil W. Amelia

5 68 82

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKYMADASARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 15

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL SURGA RETAK KARYA SYAHMEDI DEAN : TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN Kritik Sosial Dalam Novel Surga Retak Karya Syahmedi Dean : Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesi

0 4 15

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Novel Negeri Para Bedebah Karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

5 36 12

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI PARA BEDEBA KARYA TERE LIYE: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Novel Negeri Para Bedebah Karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 5 16

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL KALATIDHA KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Novel Kalatidha Karya Seno Gumira Ajidarma: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 0 13

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Novel Kalatidha Karya Seno Gumira Ajidarma: Tinjauan Sosiologi Sastra.

7 18 27

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL KALATIDHA KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Novel Kalatidha Karya Seno Gumira Ajidarma: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 13

Konflik sosial antar tokoh novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia : suatu pendekatan sosiologi sastra.

0 4 104

Konflik sosial antar tokoh novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia : suatu pendekatan sosiologi sastra - USD Repository

0 1 102