Konflik sosial antar tokoh novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia : suatu pendekatan sosiologi sastra.
KONFLIK SOSIAL ANTAR TOKOH NOVEL
BERJUTA -
JUTA DARI DELI SATOE HIKAJAT KOELI CONTRACT
KARYA EMIL W. AULIA : SUATU PENDEKATAN
SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh : Lucia Intan Suharti
061224010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(2)
KONFLIK SOSIAL ANTAR TOKOH NOVEL
BERJUTA -
JUTA DARI DELI SATOE HIKAJAT KOELI CONTRACT
KARYA EMIL W. AULIA : SUATU PENDEKATAN
SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh : Lucia Intan Suharti
061224010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(3)
(4)
(5)
iv
MOTO
Binatang punya otak yang kecil, hanya untuk melakukan fungsi-fungsi tertentu yang sudah ditetapkan Tuhan, yang membentuk sebuah sistem. Binatang tak bisa memilih mereka mau melakukan sesuatu atau tidak. Mereka sekedar melakukannya. Sebaliknya, manusia punya otak begitu dahsyat, sehingga manusia bisa memilih untuk melakukan fungsi yang benar atau yang tidak benar, bahkan manusia bisa menciptakan sesuatu yang membentuk sistem baru (Agnes Jessica).
Hati manusia memikirkan jalannya, tapi Tuhanlah yang menetukan arah langkahnya (Agnes Jessica).
Kebanyakan tantangan dalam kehidupan memiliki solusi yang sederhana. Terkadang Anda hanya perlu mundur dan melihat situasinya. Pandanglah dari sudut yang berbeda untuk mendapatkan perspektif terbaik (Greg S. Reid).
Awalilah segala sesuatu yang ingin kamu lakukan dengan doa, keyakinan, dan ketulusan, maka kamu akan beroleh kemudahan dalam mengerjakannya dan kemenangan, serta kebahagiaan yang tak ternilai (penulis).
(6)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tulisan ini saya persembahkan kepada
Tuhan Yesus Kristus karena penyertaanNya, kasih setiaNya dan berkat yang berlimpah dariNya.
Bp. Richardus Tumpa dan Ib. Theresia Wartinah yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, serta untaian doa yang tak pernah ada habisnya.
(7)
(8)
vii
(9)
viii
ABSTRAK
Intan Suharti, Lucia. 2013. Konflik Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract Karya Emil W. Aulia : Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra. Skripsi. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji tokoh, penokohan, alur, keadaan sosial, dan konflik sosial. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial dan (2) mendeskripsikan konflik sosial novel
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial dan konflik sosial novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
Konflik Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract Karya Emil W. Aulia : Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra adalah teknik catat dan teknik simak. Langkah awal dari analisis adalah mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial. Tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis konflik sosial.
Dari hasil analisis menunjukkan tokoh utama dalam cerita adalah Van Den Brand dengan tokoh tambahan Jeanne, Wiryo, Tuan Asisten, Orang-orang Melayu, Tuan Breuking, Kuli-kuli Jawa (Barkat, Salim, Kusno, dan Harjo), Lelaki Cina, Idenburg, O.J.H. Van Limburg Stirum, dan Bergmeijer. Alur dalam novel
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koelii Contract adalah alur lurus atau progresif yang terdiri dari tahapan eksposisi, rangsangan, konflik, rumitan, klimaks, leraian, dan penyelesaian.Keadaan sosial novel terdapat di perkebunan tembakau di Deli.
Konflik sosial novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract
terdiri dari tiga konflik, (1) konflik sosial antara individu dengan individu, (2) konflik sosial antara individu dengan kelompok, dan (3) konflik sosial antara kelompok dengan kelompok.
(10)
ix
ABSTRACT
Intan Suharti, Lucia. 2013. The Social Conflict of Character in Emil W.Aulia’s Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract at Sociological Literature Approach.Thesis. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Sanata Dharma University.
The research is to analyze the character, plot, social situation and social conflict. The purposes are (1) to describe the character in a story, plot, social situation, and (2) to describe the social conflict novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract written by Emil W. Aulia.
The research is using the qualitative descriptive research which is having aim of describing the character in a story, plot, social situation, and social conflict in novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract written by Emil W. Aulia.The data collection’s technics are used on the research The Social Conflict of Character in Emil W.Aulia’s NovelBerjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract at Sociological Literature Approach consist of note and record technic. The first step of the analysis is describing the character, plot, and social situation. The character, plot, and social situation are used as the base of describing the social conflict.
The result of the analysis shows that the main character is Van Den Brand and the supporting characters are Jeanne, Wiryo, Tuan Asisten, Orang-orang Melayu, Tuan Breuking, kuli-kuli Jawa (Barkat, Salim, Kusno, and Harjo), Lelaki Cina, Idenburg, O.J.H. Van Limburg Stirum, and Bergmeijer. The plot of the novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract is going straight or progressive consist of exposition, inciting moment, conflict, complication, falling action and denouement. Social situation Novel’s consist at tobacco horticulture in Deli.
The social conflict of novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract consist of three conflict are (1) social conflict among individual with individual, (2) social conflict among individual with group, and (3) social conflict among group with group.
(11)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul Konflik Sosial Novel Berjuta - juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli
Contract Karya Emil W. Aulia : Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra yang
diajukan untuk memenuhi salah syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat selesai. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Rohandi Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Pogram Studi PBSID yang
selalu memberikan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi. 3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum., selaku dosen pembimbing pertama yang
telah mengarahkan dan membimbing dengan sabar dalam penulisan skripsi. 4. Drs. G. Sukadi, selaku dosen pembimbing kedua yang dengan telaten
membimbing dan memberikan banyak masukan selama penulisan skripsi. 5. Seluruh dosen PBSID yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan
ilmu pengetahuan yang dapat menjadi bekal masa depan mahasiswa.
6. Bapak Richardus Tumpa dan Ibu Theresia Wartinah yang telah memberikan kasih sayang, terimakasih untuk ajaran terus “berusaha, berjuang dan belajar” serta untaian doa yang tidak pernah putus untuk putra-putrinya.
7. Anastasia Sri Sulastri, Marcellus Widiarto, Christina Herni Bekti Pratiwi, dan Lukas Sutadi, kakak - kakakku yang selalu menjadi inspirasi terbesar dan memberikan semangat untuk penulis.
8. Bapak Paulus Masidi dan Ibu Marcia K. Haryani yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam segala hal bagi penulis.
(12)
(13)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….……. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……… iii
MOTO………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……… v
PERNYATAAN PUBLIKASI... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi vii ABSTRAK……….. viii
ABSTRACT………... ix
KATA PENGANTAR……….... x
DAFTAR ISI……….. xii
BAB I PENDAHULUAN………..
A. Latar Belakang……… B. Rumusan Masalah………... C. Tujuan………. D. Manfaat……… E. Batasan Istilah………. F. Sistematika Penyajian……….
1 1 5 5 5 6 7
BAB II LANDASAN TEORI………
A. Penelitian yang Relevan……….. B. Landasan Teori……… 1. Tokoh dan Penokohan………... 2. Alur.………. 3. Pengertian Konflik Sosial……… 4. Pengertian Novel………. 5. Kajian Struktural………. 6. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra………. 7. Teori Konflik Sosial………..
9 9 10 10 16 20 22 23 24 26
(14)
xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...… 27
A. Jenis Penelitian………. B. Sumber Data………. C. Teknik Pengumpulan Data………...……… D. Teknik Analisis Data………...………….
27 27 28 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...……. 30 A. Deskripsi Data………..
B. Analisis Data………...………. 1. Tokoh dan Penokohan………...……… 2. Alur atau Plot………. 3. Keadaan Sosial……….. 4. Konflik Sosial……… C. PEMBAHASAN………..
30 30 31 63 68 69 74
BAB V PENUTUP………. 78
A. Kesimpulan……….. B. Implikasi……….. C. Saran ………
DAFTAR PUSTAKA……….
LAMPIRAN………
BIODATA………..
78 81 81
83 85 88
(15)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pemikiran, perasaan,
pengalaman, ide-ide, gagasan, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa.
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa manusia menggunakan karya
sastra sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasan, pengalaman,
pemikiran, dan sebagainya. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang
mampu meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembacanya.
Menurut Jakob Sumarjo dan Saini, sastra adalah ungkapan spontan
dari perasaan yang mendalam. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa,
sedang yang dimaksud dengan pikiran di sini adalah pandangan, ide-ide,
perasaan, pemikiran dan semua kegiatan manusia (1986 : 2).
Tjahyono (1987 : 159) mengatakan sastra dibagi menjadi tiga genre,
yaitu drama, puisi, dan prosa. Prosa merupakan salah satu genre sastra dibagi
menjadi dua, yaitu prosa fiksi dan prosa non fiksi. Novel termasuk salah satu
jenis prosa fiksi. Novel adalah cerita yang mengisahkan bagian penting dari
episode kehidupan manusia dan diikuti perubahan nasib.
Sumardjo (dalam Sayekti 1998 : 4) mengatakan, untuk dapat
memahami atau menelaah karya sastra dapat dilakukan dengan menganalisis
(16)
dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang
dimaksud dengan analisis intrinsik adalah memahami suatu karya sastra
berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan dalam karya sastra.
Tokoh, tema, latar, alur, sudut pandang, bahasa, dan amanat adalah unsur
intrinsik dalam karya sastra. Lewat unsur inilah karya sastra dapat dianalisis.
Peneliti memilih novel sebagai objek penelitiannya karena novel
menyajikan kehidupan itu sendiri. Sebagian besar terdiri atas kenyataan
sosial, Walaupun karya sastra juga meniru alam dan kehidupan subjektivitas
manusia (Wellek dan Waren dalam Semi, 1990:90).
Sumarjo (1981: 12) mengatakan bahwa novel adalah produk
masyarakat. Novel berada di masyarakat karena novel dibentuk oleh anggota
masyarakat berdasarkan desakan-desakan emosional atau rasional dalam
masyarakat. Faruk (1999:29) menyatakan bahwa novel adalah cerita tentang
suatu pencarian yang tergradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan
oleh seorang hero yang promblematik dalam suatu dunia yang juga tergradasi.
Jadi, jelas bahwa kesusastraan dapat dipelajari dari disiplin ilmu sosial juga.
Novel di pihak lain, umumnya memiliki lebih dari satu plot: terdiri
dari satu plot utama dan subplot. Plot utama berisi konflik utama yang
menjadi inti persoalan yang diceritakan sepanjang karya itu, sedangkan
sub-subplot adalah berupa (munculnya) konflik - konflik tambahan yang bersifat
menopang, mempertegas, dan mengintensifkan konflik utama untuk sampai
ke klimaks. Plot - plot tambahan atau sub-subplot tersebut berisi konflik -
(17)
terhadap plot utama. Masing-masing subplot berjalan sendiri, bahkan
mungkin sekaligus dengan penyelesaian sendiri pula, namun harus tetap
berkaitan satu dengan yang lain dan tetap dalam hubungannya dengan plot
utama (Nurgiyantoro, 1995: 12).
Dalam penelitian ini, peneliti terdorong untuk menganalisis konflik
sosial yang terdapat dalam novel “Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli
Contract” karya Emil W. Aulia. Salah satu novel tentang uraian keadilan
(Millioenen uit Deli). Yang menceritakan tentang jutaan kekejaman yang
terjadi di Deli, sesuatu yang bagi orang Belanda amat terlarang untuk
diketahui. Perbudakan yang nyata terjadi di Deli. Dari suatu masyarakat
Kristen yang berkuasa di tanah Sumatera Timur ini, telah mengantarkan kita
pada kenyataan bahwa orang Belandalah yang berkuasa di sini. Di Deli,
hampir tidak ada gereja, tempat beribadah, tempat memuja Tuhan.
Orang-orang Kristen di Deli tidak merayakan Hari Kebangkitan atau Pantekosta.
Hanya ada satu gereja katolik di Medan.
Pada awal abad XX haraga seorang manusia Indonesia tidak lebih
mahal dari seekor sapi. Perdagangan manusia benar-benar terjadi (dan
diiklankan) pada masa itu. Berlomba-lomba para makelar memasang
advertensi mencari dan menyalurkan tenaga kerja untuk mengurus pohon di
sebuah perkebunan. Bukan sembarang pohon, tapi konon pohon berdaun
uang. Orang pun berbondong-bondong pergi ke tanah yang bernama Deli itu.
Sampai di sana, bukan pohon uang yang ditemukan tetapi para tuan kebun
(18)
Perbudakan terjadi di balik rimbunnya daun-daun tembakau. Tak
banyak yang tahu bahwa tembakau Deli yang terkenal di seluruh dunia,
akarnya telah menyerap keringat, air mata, dan darah para kuli. Kolusi terjadi
antara para penguasa daerah dengan tuan kebun. Poenale Sanctie menjadi
tameng yang melegalkan kekejaman mereka. Tak ada hukum yang
melindungi para kuli. Sampai seorang advokat mengungkapkan perbudakan
yang keji di dalam sebuah tulisan berjudul Millioenen uit Deli. Sebuah tulisan
yang menggemparkan negeri Belanda pada tehun 1902.
Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract menarik
untuk diteliti karena bahasanya yang lugas dan mudah dipahami. Selain itu
terdapat konflik-konflik sosial dalam perbudakan di Deli meliputi konflik
antara kuli dengan kuli, konflik kuli dengan tuan asistennya, konflik antara
tuan tanah dengan orang-orang melayu, konflik antara lelaki cina dengan
kuli-kuli Jawa, dan konflik-konflik juga kekejaman para penguasa daerah
dengan tuan kebun. Pesan moral yang ingin disampaikan juga sangat
bermanfaat untuk pembaca dan mudah ditemukan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih menggunakan pendekatan
sosiologi sastra untuk mendukung penelitiannya yang menaganalisis konflik
sosial dalam sebuah novel. Pendekatan sosiologi sastra tersebut
dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat
terlepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat (Wiyatmi,2006:97).
Menurut (Atar Semi, 1989:46), Pendekatan sosiologi sastra ini bertolak dari
(19)
Melalui sastra, pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan
masyarakat yang mereka ketahui dengan sejelas-jelasnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan permasalahannya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tokoh, penokohan, dan alur serta keadaan sosial novel
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia?
2. Bagaimanakah konflik sosial novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat
Koeli Contract karya Emil W. Aulia?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan alur serta keadaan sosial novel
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia.
2. Mendeskripsikan konflik sosial novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat
Koeli Contract karya Emil W. Aulia.
D. Manfaat
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Manfaat yang ingin dicapai peneliti melalui penelitian tersebut
(20)
1. Penelitian ini dapat menambah koleksi penelitian dalam bidang kajian
sastra, yaitu tentang konflik sosial dalam novel.
2. Bagi guru Bahasa Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu acuan dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama dalam
pengajaran kesusastraan.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti yang
ingin meneliti konflik sosial khususnya konflik sosial dalam novel.
4. Peneliti juga berharap agar penelitian mengenai sastra khususnya tentang
konflik sosial dalam novel dapat dikembangkan dan dilanjutkan oleh para
peneliti yang lain.
E. Batasan Istilah
Agar tercapai kesamaan persepsi sebagai usaha dalam memahami
penelitian ini, terdapat beberapa istilah berikut ini yang perlu untuk diketahui:
a. Konflik Sosial
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya (http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik).
b. Novel
“Novel adalah suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek
(21)
isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari
kehidupan seseorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara
singkat dan pokok-pokok saja” (Santosa dan Wahyuningtyas, 2010: 46).
c. Tokoh
“Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan mempunyai kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan” (Nurgiyantoro, 1995: 165).
d. Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165).
e. Alur
Alur itu merupakan rangkaian kejadian dan perbuatan, rangkaian hal yang
dikerjakan atau diderita oleh tokoh dalam prosa fiksi (Hudson dalam
Tjahyono, 1987 : 107).
f. Pendekatan Sosiologi Sastra
Pendekatan sosiologi sastra adalah suatu pendekatan yang bertolak dari
pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat
(Atar, 1989: 46).
F. Sistematika Penyajian
Skripsi ini menggunakan sistematika penyajian, diawali dengan
(22)
pembahasan, kemudian penutup. Penelitian ini disajikan dan dibahas menjadi
lima bab sebagai berikut:
Bab satu merupakan pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika. Bab dua merupakan kajian teori
terdiri dari penelitian yang relevan dan landasan teori. Bab tiga merupakan
metodologi penelitian terdiri atas jenis penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab empat merupakan hasil
penelitian dan pembahasan. Bab lima merupakan penutup terdiri dari
(23)
9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Ada tiga penelitian terdahulu yang dapat menunjukkan bahwa
penelitian tentang Konflik Sosial Antar Tokoh Novel “Berjuta-juta dari Deli
Satoe Hikajat Koeli Contract” karya Emil W. Aulia : Suatu Pendekatan
Sosiologi Sastra masih relevan untuk dilaksanakan, yaitu yang pertama
penelitian yang dilakukan oleh Maria Yulia Kusrini pada tahun 2008 dengan
judul Konflik Sosial Novel Orang-Orang Malioboro Karya Eko Susanto
suatu Tinjauan Sosiologi Sastra. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan konflik soaial yang merupakan cerminan kehidupan suatu
kelompok masyarakat di suatu daerah, yaitu Malioboro.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Tri Sakti Murti Astuti pada
tahun 2010, Universitas Muhamadiyah Surakarta dengan judul Aspek Sosial
dalam Kumpulan Cerpen “Protes” karya Putu Wijaya:Tinjauan Sosiologi Sastra. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kajian struktur
dalam kumpulan cerpen “Protes” karya Putu Wijaya dan memaparkan aspek
sosial yang terkandung dalam kumpulan cerpen “Protes”.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuti pada tahun 2011,
Universitas Negeri Malang dengan judul Konflik Politik dan Sosial dalam
Novel De Wints Karya Afifah Afra (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra).
(24)
konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat pada novel De Wints. Konflik
politik yang terjadi meliputi perebutan kekuasaan, kapitalisme, dan motif
ekonomi. Sedangkan konflik sosial meliputi permintaan kenaikan harga
sewa tanah oleh pribumi dan perbedaan kelas sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah deskripsi konflik politik yang terjadi dalam novel De Wints. Konflik
tersebut meliputi perebutan kekuasaan antara pihak Belanda dan kaum
pribumi dalam menjalankan perekonomian terutama di pabrik gula,
kapitalisme yaitu kepemilikan modal, dan motif ekonomi yang menjadi
dorongan terjadinya konflik politik. Selain itu konflik sosial yang berupa
permintaan kenaikan sewa tanah oleh para pribumi yang tanahnya disewa
oleh pihak pabrik (didominasi orang Belanda) dan perbedaan kelas
sosial masyarakat baik antara pribumi dengan Belanda maupun antarpribumi
itu sendiri.
B. Landasan Teori
1. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi
(Wiyatmi, 2006: 30). Menurut Abram melalui Nurgiyantoro (1995: 165)
tokoh cerita adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral
(25)
apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat
dibedakan dalam berapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana
penamaan itu dilakukan. Dilihat dari segi peran dan tingkat pentingnya,
terdapat tokoh utama dan tokoh sampingan. Tokoh utama adalah tokoh
yang tergolong penting dan mendominasi sebagian besar cerita. Tokoh
tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali
dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif
pendek (Nurgiyantoro, 1995: 176).
Jika dilihat dari fungsi peranan tokoh, terdapat tokoh protagonis
dan tokoh antagonis. Menurut Altenbern dan Lewis melalui Nurgiyantoro
(1995: 178) tokoh protagnis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah
satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, niai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh
antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Berdasarkan
perwatakannya terdapat tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh
bulat. Tokoh sederhana (simple atau flat character) adalah tokoh yang
hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak tertentu saja.
Sifat dan tingkah laku tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya
mencerminkan satu watak saja (Nurgiyantoro, 1995: 182-182). Tokoh
kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character) adalah tokoh
yang memiliki dan diungkapkan berbagai sisi kehidupannya, sisi
kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang
(26)
tingkah laku bermacam-macam bahkan mungkin bertentangan dan sulit
diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit
dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh
bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di
samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga
sering memberikan kejutan (Abrams melalui Nurgiyantoro, 1995: 183).
Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan terdapat tokoh
statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara
esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan
sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd dan
Lewis melalui Nurgiyantoro, 1995: 188). Tokoh statis memiliki sifat dan
watak yang relatif tetap, tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.
Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan
perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan)
peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan
lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam maupun yang lain dan
kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya
(Nurgiyantoro, 1995: 188).
Berdasarkan pencerminannya terdapat tokoh tipikal dan tokoh
netral. Tokoh tipikal (typical character) adalah tokoh yang hanya sedikit
ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan
kualias pekerjaannya atau kebangsaannya (Altenbernd dan Lewis melalui
(27)
pencerminan, atau penunjukkan kepada orang, atau sekelompok orang
yang terikat dalam sebuah lembaga atau seorang individu sebagai bagian
dari sebuah lembaga, yang ada di dunia nyata. Tokoh netral (neutral
character) adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia
benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi
dalam dunia fiksi (Nurgiyantoro, 1995: 191).
Masalah penokohan daam sebuah karya tidak semata-mata hanya
berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para tokoh
cerita saja, melainkan bagaimana melukiskan kehadiran dan
penghadirannya secara tepat sehingga mampu menciptakan dan
mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan. Secara garis besar
teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya atau lengkapnya: pelukisan sifat,
sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan
dengan jati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu
teknik ekspositori atau pelukisan secara langsung dan teknik dramatik atau
pelukisan secara tidak langsung (Nurgiyantoro, 1995: 194).
a. Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori yang sering juga disebut sebagai teknik
analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi,
uraian, atau penjelasan seara langsung. Tokoh cerita hadir dan
dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak
berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya
(28)
b. Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip
dengan yang ditampilan dalam drama, dilakukan secara tidak langsung.
Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan
sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita
untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang
dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat
tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi
(Nurgiyantoro, 1995: 198). Penampilan tokoh secara dramatik dapat
dilakukan dengan sejumlah teknik yang meliputi.
1) Teknik Cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya
juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang
bersangkutan.
2) Teknik Tingkah Laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat
nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan
dan tingkah laku, dalam banyak dapat dipandang sebagai
menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan
sifat-sifat kediriannya.
3) Teknik Pikiran dan Perasaan
Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa
(29)
dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan
mencerminkan sifat kediriannya juga.
4) Teknik Arus Kesadaran
Teknik arus kesadaran (stream of consciousness) berkaitan
erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Abrams melalui
Nurgiyantoro menyatakan bahwa arus kesadaran merupakan
sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan
aliran proses mental tokoh, di mana tanggapan indera bercampur
dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan,
harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (1995: 206).
a) Teknik Reaksi Tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh
terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap,
tingkah laku orang lain, dan sebagainya berupa rangsang dari
luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh
terhadap hal-hal tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk
penampilan yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.
b) Teknik Reaksi Tokoh Lain
Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang
diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang
dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap,
(30)
c) Teknik Pelukisan Latar
Suasana latar (tempat) sekitar tokoh juga sering dipakai
untuk melukiskan kediriannya.
d) Teknik Pelukisan Fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan
kejiwaannya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan
memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis
menyaran pada sifat ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran
pada sifat tidak mau mengalah, dan sebagainya.
2. Alur
Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak
sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara
berbagai unsur fiksi yang lain. Hal itu beralasan sebab kejelasan plot,
kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linear akan
mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Plot
memang mengandung unsur jalan cerita atau tepatnya peristiwa-peristiwa
yang susul-menyusul namun ia lebih dari sekedar jalan cerita itu sendiri
(Nurgiyantoro, 1995: 111). Agar menjadi sebuah plot, peristiwa-peristiwa
itu haruslah disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan dan
penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik,
khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara
(31)
Luxemburg mengemukakan alur pada dasarnya merupakan deretan
peristiwa dalam hubungan logik dan kronologik saling berkaitan dan yang
diakibatkan atau dialami oleh para pelaku (Wiyatmi, 2006: 49). Brooks
menuturkan alur atau plot adalah struktur yang terdapat dalam fiksi atau
drama (Tarigan, 1984: 126). Stanton juga mengemukakan bahwa plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
yang menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Nurgiyantoro, 1995:
113). Pernyataan Stanton juga didukung pernyataan Kenny bahwa plot
sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak
bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu
berdasarkan kaitan sebab akibat (Nurgiyantoro, 1995: 113).
Nurgiyantoro (1995: 153-163) membedakan alur atau plot
berdasarkan urutan waktu, jumlah, dan kepadatan. Berdasarkan kriteria
urutan waktu alur atau plot dibedakan menjadi:
a. Lurus atau progresif
Plot dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang
dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa(-peristiwa) yang pertama
diikuti peristiwa oleh (atau: menyebabkan terjadinya)
peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut cerita dimulai dari tahap
awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan, konfliks), tengah (konflik
(32)
b. Sorot balik atau flash-back
Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot
regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal
(yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan
mungkin dari tahap tengah, atau bahkan tahap akhir, baru kemudian
tahap cerita dikisahkan. Karya yang berplot jenis ini, dengan demikian
langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan barangkali
konflik yang telah meruncing, padahal pembaca belum lagi dibawa
masuk mengetahui situasi dan permasalahan yang menyebabkan
terjadinya konflik dan pertentangan itu, yang kesemuanya itu
dikisahkan justru sesudah peristiwa-peristiwa yang secara kronologis
terjadi sesudahnya.
c. Campuran
Secara garis besar plot sebuah karya sastra progresif, tetapi di
dalamnya, betapapun kadar kejadiannya, sering terdapat adegan-adegan
sorot-balik. Demikian pula sebaliknya, hal itu disebabkan jika yang
demikian terjadi, pembaca akan sangat sulit, untuk tidak dikatakan tidak
bisa, mengikuti cerita yang dikisahkan yang secara terus menerus
dilakukan secara mundur. Pengkategorian plot sebuah karya sastra ke
dalam progresif atau flash-back, sebenarnya lebih didasarkan pada
nama yang lebih menonjol. Hal itu disebabkan pada kenyataannya
sebuah cerita umumnya akan mengandung keduanya, atau berplot
(33)
Karya sastra yang lengkap mengandung cerita, pada umumnya
mengandung delapan bagian alur, yaitu: eksposisi, rangsangan, konflik,
rumitan, klimaks, leraian, dan penyelesaian (Hariyanto, 2000: 38).
Uraiannya sebagai berikut:
1) Eksposisi
Eksposisi atau paparan adalah bagian karya sastra yang berisi
keterangan mengenai tokoh serta latar. Biasanya eksposisi terletak
pada bagian awal karya tersebut. Dalam tahapan ini pengarang
memperkenalkan para tokoh, menjelaskan tempat peristiwa,
memberikan gambaran peristiwa yang terjadi.
2) Rangsangan
Rangsanagan adalah bagian alur ketika muncul kekuatan,
kehendak, kemauan, sikap, pandangan yang saling bertentangan.
Bentuknya berupa yang segera terjadi setelah bagian eksposisi
terakhir serta memulai timbul konflik.
3) Konflik
Konflik atau tikaian adalah tahapan ketika suasana emosional
memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan.
Pertentangan atau konflik tersebut dapat dikelompokkan menjadi
empat: manusia dengan alam, manusia dengan sesama manusia,
(34)
4) Rumitan
Rumitan atau komplikasi merupakan tahapan ketika suasana
semakin panas karena konflik semakin mendekati puncaknya.
5) Klimaks
Klimaks atau titik puncak cerita. Bagian ini merupakan
tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya.
Peristiwa dalam tahap ini merupakan pengubah nasib tokoh. Bagian
ini, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca,
menimbulkan puncak ketegangan.
6) Leraian
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks
dan krisis, merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan
lakuan ke arah selesaian. Dalam tahap ini kadar pertentangan
mereda.
7) Penyelesaian
Penyelesaian merupakan bagian akhir alur cerita. Dalam
tahap ini biasanya rahasia atau kesalahpahaman yang bertalian
dengan alur cerita terjelaskan.
3. Pengertian Konflik Sosial
Konflik sosial (social conflict), yaitu konflik antar manusia.
(35)
terjadinya konflik semacam ini. Setiap hari kita melihat atau mengalami
sendiri konflik semacam ini (Likumahua, 2001:82).
Konflik merupakan satu elemen yang sangat vital di dalam karya
sastra. Di samping menggambarkan konflik, karya sastra juga terkadang
membahas solusi dari konflik tersebut bagaimana pengarang, melalui
tokoh-tokoh atau peristiwa-peristiwa di dalam karyanya menyelesaikan
konflik dan mengungkapkan efeknya terhadap penyelesaian seluruh
masalah yang dibahas dalam karya tersebut (= resolution atau
denouement). Jadi suatu karya sastra membentuk, membahas, dan
menyelesaikan konflik sebagai suatu cermin kehidupan nyata manusia
yang dapat diambil manfaat dan kemungkinan mengalami konflik yang
sama (Likumahua, 2001:83).
Menurut (Nurgiyantoro, 1995 : 122) Konflik (conflict), yang
notabene adalah kejadian yang tergolong penting (jadi ia akan berupa
peristiwa fungsional yang utama atau kernel), merupakan unsur esensial
dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan
dipengaruhi untuk tidak dikatakan: ditentukan oleh wujud dan isi konflik,
bangunan konflik yang ditampilkan. Kemampuan pengarang untuk
memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi
maupun kejadian) akan sangat menetukan kadar kemenarikan, kadar
(36)
4. Pengertian Novel
Novel adalah suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek
daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang
isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari
kehidupan seseorang (dari suatu episode kehidupan seseorang). Secara
singkat dan pokok-pokok saja. Juga perwatakan pelaku-pelakunya
digambarkan secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah
sekecil-kecilnya. Dan kejadian yang digambarkan itu mengandung suatu konflik
jiwa yang mengakibatkan adanya perubahan nasib (Santosa dan
Wahyuningtyas, 2010:46).
Sementara itu, menurut W. Kramer dalam bukunya Inleiding tot de
Stilistiche interpretasi van Literaire kunst mengatakan bahwa wujud novel
ialah konsentrasi, pemusatan kehidupan dalam suatu saat dalam suatu
krisis yang menentukan.
Novel menyajikan kehidupan itu sendiri. Sebagian besar terdiri atas
kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan kehidupan
subjektivitas manusia (Wellek dan Warren, 1990:12 dalam Santosa dan
Wahyuningtyas, 2010: 47).
Sumardjo, (1981:12) dalam Santosa dan Wahyuningtyas, (2010:47)
mengatakan novel adalah produk masyarakat. Novel berada di masyarakat
karena novel dibentukoleh anggota masyarakat berdasarkan
desakan-desakan emosional atau rasional dalam masyarakat Faruk (1999:29)
(37)
tergradasi akan nilai-nilai otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang
problematik dalam suatu dunia yang juga terdegradasi. Jadi jelas bahwa
kesusastraan dapat dipelajari dari disiplin ilmu sosial juga.
5. Kajian Struktural
Karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti
bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem,
yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling
menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya
merupakan kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang
berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling
berkaitan, dan saling bergantung (Pradopo, 2005: 118 -119).
Struktur karya sastra adalah hubungan antarunsur (intrinsik) yang
bersifat timbal balik, saling mempengaruhi yang secara bersama
membentuk satu kesatuan yang utuh. Tujuan analisis struktural adalah
memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai
unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah
kemenyeluruhan. Analisis struktural tak cukup dilakukan hanya sekedar
mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya plot, tokoh, latar, dan
yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana
hubungan-hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan
terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai
(38)
struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya
sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom,
berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca (Teeuw
dalam Wiyatmi, 2006: 89).
Analisis struktural merupakan prioritas pertama sebelum yang
lain-lain, tanpa itu kebulatan makna yang intrinsik yang hanya dapat digali dari
karya itu sendiri, tidak akan tertangkap. Makna unsur-unsur karya sastra
hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman
tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra (Pradopo,
1995: 141).
6. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra
Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari
pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya
dengan realitas dan aspek social kemasyarakatan. Pendekatan tersebut
dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat
terlepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat (Wiyatmi,
2006:97).
Menurut (Semi, 1989:46), pendekatan ini bertolak dari pandangan
bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Melalui
sastra, pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan
(39)
Secara etimologi (asal-usul kata), sosiologi berasal dari kata
“sosio” dari bahasa Yunani “sosius” yang berarti bersama-sama, bersatu,
kawan dan teman yang dalam perkembangannya berarti “masyarakat” ;
dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu mengenai
masyarakat, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia lainnya (antar
manusia) yang kemudian membentuk masyarakat (Kurniawan, 2009: 103).
Menurut (Ratna, 2003: 2-3), sosiologi sastra adalah pemahaman
karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.
Suatu pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan
aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya. Selain itu juga
didefinisikan suatu pemahaman terhadap karya sastra sekaligus
hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya. Sosiologi
sastra adalah hubungan dwiarah (dialektik) antara sastra dengan
masyarakat. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interpendensi
antara sastra dengan masyarakat.
Menurut (Endraswara dalam Kurniawan, 2009 : 105) Sosiologi
adalah ilmu yang objek studinya adalah manusia, sedangkan sastra juga
demikian, merupakan hasil ekspresi kehidupan manusia yang tidak akan
lepas dari akar mastyarakatnya. Oleh karena itu, studi sosiologi sastra
hakikatnya adalah menerapkan seperangkat cara pandang dan paradigma
sosiologi untuk menganalisis dan memaknai karya sastra, yang menurut
(Wellek dan Waren dalam Kurniawan, 2009 :105) mengarah pada : (1)
(40)
lain-lainnya yang menyangkut pengarang sebagai pencipta karya sastra; (2)
sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri,
yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya
sastra dan apa yang menjadi tujuannya; (3) sosiologi sastra yang
mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap
masyarakatnya. Oleh karena itu, analisis sosiologi ini dilakukan dalam
rangka untuk memahami dan memaknai hubungan yang terjalin dan saling
mempengaruhi antara karya sastra dengan masyarakat. Tujuannya agar
pemaknaan terhadap karya sastra tidak lepas dari konteks sosialnya karena
karya sastra tercipta dalam konteks sosial (Kurniawan, 2009 : 106).
7. Teori Konflik Sosial
Menurut Roberth C. North tujuan kelompok-kelompok yang
berkonflik tidak hanya mendapatkan nilai-nilai yang diinginkan tetapi juga
menentukan, melukai atau mengurangi saingan-saingan mereka. Konflik
dapat terjadi di antara individu dan individu, antara individu dan
kelompok, maupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain
(Sills, 1968: 221-226). Teori ini dimaksudkan untuk mengetahui dan
memperjelas mengenai apa itu konflik sosial dan keberadaan konflik sosial
yang terjadi pada tiap-tiap tokoh dalam novel Berjuta-juta dari Deli Satoe
(41)
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul Konflik Sosial Antar Tokoh Novel
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia : Suatu
Pendekatan Sosiologi Sastra ini termasuk penelitian deskriptif dokumentatif
yang bertujuan mendeskripsikan tokoh dan penokohan, alur serta keadaan
sosial yang terdapat dalam novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli
Contract karya Emil W. Aulia dan penelitian ini juga bertujuan
mendeskripsikan konflik sosial yang terdapat dalam novel tersebut. Penelitian
deskriptif adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan
tersebut (Moleong, 1989: 7). Metode dokumentasi sendiri berasal dari kata
dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan
metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian,
dan sebagainya (Arikunto, 2002: 135).
B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat
(42)
sumber data (Arikunto, 1987: 102). Sumber data dalam penelitian yang
berjudul Konflik Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe
Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia : Suatu Pendekatan Sosiologi
Sastraadalah sebagai berikut:
Judul Buku : Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract
Pengarang : Emil W. Aulia
Tahun Terbit : 2006
Penerbit : Penerbit Gramedia
Halaman : 1 - 259
Jumlah Halaman : 259 halaman
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian Konflik
Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract
karya Emil W. Aulia :Suatu Pendekatan Sosiologi Sastraadalah teknik catat
dan teknik simak. Teknik simak adalah teknik yang dilakukan dengan
menyimak yaitu menyimak penggunaan bahasa, dalam penelitian ini peneliti
menyimak langsung dari teks kemudian dicatat dalam kartu data. Pencatatan
seperti itu dapat dipandang sebagai teknik catat (Sudaryanto, 1993: 133-136).
D. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
(43)
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
(Moleong, 1989: 112). Selanjutnya menurut Janice McDrury melalui
Moleong tahapan analisis data adalah sebagai berikut (2007: 248).
1. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang
ada dalam data.
2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang
berasal dari data.
3. Menuliskan ‘model’ dari yang ditemukan.
4. Koding yang telah dilakukan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Konflik
Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract
karya Emil W. Aulia: Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra adalah analisis
deskriptif. Langkah awal dalam analisis ini adalah mendeskripsikan tokoh
dan penokohan, alur serta keadaan sosial.
Bagian dari unsur intrinsik yang dianalisis tersebut (tokoh, dan
penokohan), serta alur. Ketiga unsur tersebut digunakan sebagai dasar untuk
(44)
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Secara keseluruhan hasil penelitian ini dapat dikelompokan menjadi
dua bagian. Hasil penelitian tersebut meliputi (1) deskripsi dan analisis tokoh
dan penokohan, alur, serta keadaan sosial yaitu novel yang berjudul
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia. (2)
deskripsi analisis konflik sosial dalam novel yang berjudul Berjuta-juta dari
Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia.
Novel yang akan dianalisis itu berjudul Berjuta-juta dari Deli Satoe
Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia. Novel Berjuta-juta dari Deli
Satoe Hikajat Koeli Contract terdiri dari 259 halaman, diterbitkan oleh
Gramedia pada tahun 2006.
B. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
(Moleong, 1989: 112). Adapun hasil analisis data yang ditemukan dalam
Novel “Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract” karya Emil W.
(45)
1. Tokoh dan Penokohan
Menurut Abram melalui Nurgiyantoro (1995 : 165) tokoh cerita
adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh dalam novel “Berjuta-juta dari
Deli Satoe Hikajat Koeli Contract” karya Emil W. Aulia ada 11 orang,
yaitu Van Den Brand, Jeanne Alice Heijligers, Wiryo, Tuan Asisten,
Orang-orang Melayu, Tuan Breuking, Kuli-Kuli Jawa (Barkat, Salim,
Kusno, Harjo), Lelaki Cina, Idenburg, O.J.H. Van Limburg Stirum, dan
Bergmeijer.
a. Van Den Brand
Van Den Brand adalah seorang advokat terkenal Belanda.
Namanya tidak hanya tersohor di Deli dan Batavia namun sampai ke
daratan Belanda. Dia mempunyai istri bernama Jeanne Alice Heijligers.
1) Penokohan
Penokohan pada Van Den Brand dapat diketahui melalui
pikiran, tingkah laku, dan sikap. Uraian dari penokohan Van Den
Brand adalah sebagai berikut:
a) Penegak Keadilan
Van Den Brand merupakan sosok yang memperjuangkan
keadilan dari dulu sejak Jeanne mengenalnya, menikah, lalu hidup
(46)
Tiga belas tahun berlalu. Sejak mengenal Van Den Brand, menikah lalu hidup bersama, lelaki itu tidak pernah berubah. Keadilan, keadilan, keadilan harus direbut! Begitu prinsip yang sudah menjadi prasasti dalam jiwanya (hlm. 246).
Van Den Brand melakukan protes menyeluruh tentang
ketidakadilan yang dialami kuli-kuli itu dengan keberanian dan
kemauannya yang begitu besar. Pikiran yang mendukung
pernyataan tersebut adalah
“Aku teringat akan protesnya tentang ketidakadilan yang dialami kuli-kuli itu. Saat datang ke Hindia-Belanda lalu mengetahui keadaan di sini, baru kusadari betapa besar keberanian dan kemauan yang dibutuhkan untuk bisa melancarkan protes secara menyeluruh seperti yang dilakukannya. Dan semua kemauan serta keberanian itu bisa ada berkat kepercayaan dan ketaatannya pada Tuhan. Keadilan, keadilan, keadilan harus harus dikejar. Demikian prinsip yang diyakininya,…. (hlm 254-255).
Kutipan di atas menunjukan keadilan Van Den Brand yang
berprinsip untuk terus memperjuangkan keadilan dengan
kemauan dan keberaniannya yang begitu besar. Dan semangat
juang itu bisa dimiliki berkat kepercayaan dan ketaatannya pada
Tuhan. Pelukisan tokoh Van Den Brand berdasarkan
kutipan-kutipan di atas ditunjukkan melalui pikiran.
b) Pantang Menyerah
Van Den Brand adalah seorang yang berpegang teguh pada
prinsip keadilan. Dia tak pernah menyerah, Karena keadilan itu
hanya bisa diraih bila terus diperjuangkan. Tingkah laku yang
mendukung pernyataan tersebut adalah
Dia sadar, perjuangannya menentang poenale Sanctie mendapat tantangan keras namun Tuan Van Den Brand tidak menyerah. Keputusannya kembali ke Belanda untuk sementara waktu, bukan sebagai tanda bahwa dia menyerah. Tuan Van Den Brand mencoba meneruskan perjuangannya melalui jalur politik. Dia mencalonkan diri menjadi anggota Majelis Rendah. Namun usahanya gagal. Dia tidak
(47)
mendapat dukungan dari tman-temannya karena dianggap terlalu radikal. Adakah dia menyerah? Tidak. Tuan Van Den Brand tidak pernah menyerah sebab dia yakin, keadilan hanya bisa diraih bila terus diperjuangkan. Dan prinsip itu memberinya kekuatan untuk meraih kemenangan dari musuh-musuhnya (hlm. 255).
Kutipan di atas menunjukan sikap Van Den Brand yang
tidak mudah menyerah. Mencoba meneruskan perjuangannya
dengan berbagai cara. Walaupun usahannya gagal, ia tidak
menyerah. Karena dia yakin akan prisipnya. Bahwa keadilan
hanya bisa diraih bila terus diperjuangkan. Pelukisan tokoh Van
Den Brand berdasarkan kutipan di atas ditunjukkan melalui
tingkah laku.
c) Tabah
Van Den Brand adalah seorang yang tabah. Walaupun
hidupnya penuh dengan duka dan masalah. Ia diboikot,
dikucilkan, dipojokkan dan dituduh. Namun ia tetap tabah
menghadapi semua permasalahan itu. Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut adalah
Suka dan duka mereka lewati bersama. Jeanne ingat saat kantor firma hukum Van Den Brand diboikot; polisi-polisi menebang pohon-pohon di depan kantornya; hingga tidak ada yang bersedia menyewakan ruangan untuk praktik pengacaranya. Jean ingat bagaimana tuan-tuan kebun mengucilkannya, mengusirnya dari sositet. Pers borjuis yang memojokkan. Pemerintah Belanda mengirim beberapa polisi untuk memeriksanya dan mengancam menyeretnya ke pengadilan dengan tuduhan memfitnah.
Namun Van Den Brand selalu tabah, ketabahan yang beberapa tahun kemudian berbuah (hlm. 246).
Kutipan di atas menunjukkan sikap Van Den Brand yang
(48)
tokoh Van Den Brand berdasarkan kutipan-kutipan di atas
ditunjukkan melalui sikap.
d) Pembela rakyat kecil
Van Den Brand adalah pembela rakyat kecil dari kejahatan
poenale sanctie. Dia memiliki kemauan yang besar untuk terus
berjuang menegakan keadilan dan membela kuli-kuli yang
tertindas oleh perbudakan di Deli. Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut adalah
“Tuan-tuan tentu tahu kenapa para pengusaha perkebunan begitu berkuasa di Deli. Sebab, mereka bisa membeli hukum dan hakim. Aku mengetahui, Inspeksi Perburuan lebih dulu sudah dibentuk namun lembaga itu belum bekerja dengan baik. Lihatlah personil lembaga ini miskin dan tidak memiliki wewenang untuk berbuat tegas terhadap para pengusaha perkebunan. Apalagi, tidak ada mata-mata ditempatkan di perkebunan sehingga kejahatan terhadap kuli lolos dari pantauan inspeksi itu. Kekerasan terhadap para kuli tetap ada. Di atas segalanya, sepanjang poenale sanctie belum dihapuskan maka selama itu pula kekerasan terhadap kuli-kuli pribumi akan terus terjadi. Tidak ada kata lain, poenale sanctie harus dicabut karena peraturan itu hanya membuat pengusaha hidup bergelimang kemewahan sementara kuli-kuli hidup sengsara dalam genangan keringat, air mata dan darahnya. Para pekerja di perkebunan harus mendapat kemerdekaan. Mereka harus diberi kebebasan menentukan pekerjaan yang mereka sukai dan dengan apa mereka menghidupi dirinya”(hlm. 251).
Tuan Van Den Brand adalah pembela rakyat kecil dari kejahatan poenale sanctie. Tidak banyak orang seperti dia. Tuan Van Den Brand menunjukkan keberanian, kelugasan, kecerahan, dan hidup mudanya pada perlawanan terhadap kerakusan para pembesarnya sendiri. Sampai akhir hayatnya, dia terus berjuang meruntuhkan tembok perbudakan yang orang kira tidak mungkin bisa diruntuhkan (hlm. 256).
Kutipan di atas menunjukkan sikap Van Den Brand yang
selalu membela rakyat kecil, kuli-kuli yang menjadi budak di
perkebunan Deli yang menderita, tertindas, dan sengsara akibat
dari kejahatan poenale sanctie. Pelukisan tokoh Van Den Brand
(49)
2) Jenis Tokoh
a) Tokoh Utama
Dilihat dari segi peran dan tingkat pentingnya tokoh utama
adalah tokoh yang penting dan mendominasi sebagian besar
cerita. (Nurgiyantoro, 1995: 176). Ia adalah tokoh yang paling
banyak diceritakan karena tokoh utama paling banyak
dihubungkan dengan tokoh-tokoh lain (Nurgiyantoro, 1995: 178).
Tokoh Van Den Brand juga menjadi pusat cerita dalam novel.
Bukti tokoh Van Den Brand penting dan mendominasi cerita
adalah penceritaan yang mulai dari awal, tengah, sampai akhir
menceritakan tentang Van Den Brand, kutipan yang mendukung
pernyataan berikut adalah
“Tuan-tuan yang saya hormati,” Van Den Brand menyapa lantang. “Sekalipun rumah sakit yang baik dibangun dan sejumlah uang ditambah sebagai upah bagi kuli-kuli itu, tidak akan mengubah pandanganku tentang aturan kuli. Pemerintah Belanda, baik yang berada di seberang sana atau tangan-tangannya yang berkuasa di Hindia-Belanda ini telah melakukan kesalahan yang menakuktkan. Mereka telah melawan Tuhan karena membiarkan puluhan ribu orang pribumi dan orang Cina di Deli ini menderita akibat aturan yang mereka buat (hlm.64).
Sekitar pukul sembilan setelah sarapan pagi.
Van Den Brand duduk di beranda kamar di lantai dua Hotel Medan tempatnya menginap. Di bawah siraman hangat cahaya matahari tropis khas Sumatera Timur, dia meneruskan membaca tulisan sejumlah ahli tentang ordonansi perbudakan. Dia sudah membaca beberapa; disertasi Van Delden, tulisan Prof. Mr. G.A. Van Hamel. Sekarang dia larut dalam artikel karangan Justus yang dimuat dalam koran Java Bode (hlm. 118).
Tak terkecuali Van Den Brand. Dia datang ke Deli, ke Hindia-Belanda untuk mencari penghidupan. Tanah Kolonial adalah tanah masa depan. Begitu menyandang gelar Meester in de Rechten (Belanda) Sarjana Hukum dari Universitas Amsterdam, dia melintasi lautan, meninggalkan Geervliet, tanah kehidupannya. Mulanya Van Den Brand menetap di Semarang, bekerja di sebuah kantor advokat. Sempat pula beberapa waktu tinggal di Batavia untuk pekerjaan yang sama. Hingga pada sebuah petang yang panas di akhir Oktober 1897, dia tiba di
(50)
Medan, menyahuti ajakan J. Hallerman. Pria Jerman itu mengajaknya menerbitkan Sumatera-Post, koran ketiga setelah Deli-Courant dan De Ooskust yang lebih duli beredar di Medan.
Dan, waktu berputar seperti kincir yang teratur. Dua tahun kemudian, dia meninggalkan pekerjaannya sebagai wartawan, memutuskan berkarier penuh sebagai advokat (hlm.124-125).
“Belanda dan Hindia gempar. Semua orang membicarakan Millioenen uit Deli yang Tuan tulis. Tuan telah membuat sejarah. Luar biasa.” J.T.L. Rhemrev menatap mata Van Den Brand. Roman wajah pria itu terlihat serius.
“Terima kasih atas pujian Anda, Tuan Rhemrev.” Bibir Van Den Brand mengukir senyum. Senyum yang tampak pahit. Diraihnya cangkir kopi di meja lalu diteguknya. “Dan saya tidak ingin Anda terkena getah, Tuan Rhemrev. Saya berharap Anda tidak takut berhubungan dengan saya.” Van Den Brand melanjutkan. Nada suaranya terdengar getir. “Oh, Tentu tidak. Justru saya berharap Tuan bisa membantu saya selama berada di sini. Bukankah saya kemari karena Millioenes uit Deli yang Tuan tulis itu?” Rhemrev tersenyum (hlm.228-229).
“Tuan-tuan yang terhormat,” Van Den Brand sudah memulai nada suaranya tegas. “Kondisi Pantai Timur Sumatera sangat mengkhawatirkan dan sungguh tidak sulit bagiku menuliskan kembali brosur Millioenen uit Deli. Kekerasan demi kekerasan yang menimpa kuli-kuli it uterus terjadi sementara skandal-skandal lama tidak pernah terselesaikan. Poenale sanctie terbukti hanya melahirkan kesengsaraan berkepanjangan terhadap para pekerja di perkebunan-perkebunan Deli. Tidak ada keadilan di tanah-tanah Sumatera Timur. Apa yang kusampaikan dalam brosurku 19 tahun silam terus terjadi hingga sekarang (hlm.249).
Dibatasi oleh meja kecil itu, Jeane duduk mendampingi. Van Den Brand tidak bisa menolak lagi anjuran dokter. Dia harus banyak istirahat kalau tidak ingin kesehatannya memburuk (hlm.252).
Sesosok tubuh terbaring tenang dalam sebuah peti berselimut tirai putih. Sejumlah anggota Volksraad, wakil-wakil dari berbagai perkumpulan Eropa di Batavia, sahabat-sahabat dan kerabat, mengitari peti itu. Kepala mereka tertunduk. Keharuan menggantung.
Bergmeijer menekukkan kepalanya sedikit. Dipandanginya kembali peti itu. Matanya berkaca-kaca. Dia tak bisa menyembunyikan perasaan duka karena kehilangan Van Den Brand, sahabatnya (hlm.254).
b) Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang
salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang
merupakan pengejawantahan norma-norma, niai-nilai yang ideal
(51)
cerita tersebut adalah Van Den Brand. Van Den Brand dapat
dikatakan sebagai hero karena penegak keadilan, pantang
menyerah, tabah, pembela rakyat kecil dalam cerita. Hal tersebut
terlihat dalam kutipan cerita berikut ini
Tiga belas tahun berlalu. Sejak mengenal Van Den Brand, menikah lalu hidup bersama, lelaki itu tidak pernah berubah. Keadilan, keadilan, keadilan harus direbut! Begitu prinsip yang sudah menjadi prasasti dalam jiwanya (hlm. 246).
Dia sadar, perjuangannya menentang poenale Sanctie mendapat tantangan keras namun Tuan Van Den Brand tidak menyerah. Keputusannya kembali ke Belanda untuk sementara waktu, bukan sebagai tanda bahwa dia menyerah. Tuan Van Den Brand mencoba meneruskan perjuangannya melalui jalur politik. Dia mencalonkan diri menjadi anggota Majelis Rendah. Namun usahanya gagal. Dia tidak mendapat dukungan dari tman-temannya karena dianggap terlalu radikal. Adakah dia menyerah? Tidak. Tuan Van Den Brand tidak pernah menyerah sebab dia yakin, keadilan hanya bisa diraih bila terus diperjuangkan (hlm. 255).
Suka dan duka mereka lewati bersama. Jeanne ingat saat kantor firma hukum Van Den Brand diboikot; polisi-polisi menebang pohon-pohon di depan kantornya;hingga tidak ada yang bersedia menyewakan ruangan untuk praktik pengacaranya. Jean ingat bagaimana tuan-tuan kebun mengucilkannya, engusirnya dari sositet. Pers borjuis yang memojokkan. Pemerintah Belanda mengirim beberapa polisi untuk memeriksanya dan mengancam menyeretnya ke pengadilan dengan tuduhan memfitnah. Namun Van Den Brand selalu tabah, ketabahan yang beberapa tahun kemudian berbuah (hlm. 246).
Tuan Van Den Brand adalah pembela rakyat kecil dari kejahatan poenale sanctie. Tidak banyak orang seperti dia. Tuan Van Den Brand menunjukkan keberanian, kelugasan, kecerahan, dan hidup mudanya pada perlawanan terhadap kerakusan para pembesarnya sendiri. Sampai akhir hayatnya, dia terus berjuang meruntuhkan tembok perbudakan yang orang kira tidak mungkin bisa diruntuhkan (hlm. 256).
c) Tokoh Sederhana (simple atau flat character)
Tokoh sederhana (simple atau flat character) adalah tokoh
yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu
sifat-watak tertentu saja. Sifat dan tingkah laku tokoh sederhana
(52)
(Nurgiyantoro, 1995: 182-182). Van Den Brand hanya memiliki
satu pencerminan sifat-watak tertentu saja, yaitu sebagai seorang
yang berjiwa pahlawan atau pejuang yang dengan kemauan besar
menegakkan keadilan dan pembela rakyat kecil, seperti kuli-kuli
di perkebunan Deli. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas
adalah
“Aku teringat akan protesnya tentang ketidakadilan yang dialami kuli-kuli itu. Saat datang ke Hindia-Belanda lalu mengetahui keadaan di sini, baru kusadari betapa besar keberanian dan kemauan yang dibutuhkan untuk bisa melancarkan protes secara menyeluruh seperti yang dilakukannya. Dan semua kemauan serta keberanian itu bisa ada berkat kepercayaan dan ketaatannya pada Tuhan. Keadilan, keadilan, keadilan harus harus dikejar. Demikian prinsip yang diyakininya,…. (hlm 254-255).
Tuan Van Den Brand adalah pejuang hukum yang disegani di Hindia-Belanda. Dia membela nasib para pekerja di perkebunan-perkebunan Deli. Banyak di antara orang-orang yang dibelanya itu tidak tahu bagaimana Tuan Van Den Brand gigih berjuang menegakkan hukum bagi mereka (hlm. 257).
Tuan Van Den Brand telah meninggal, bagi mereka yang pernah kenal dengan almarhum, baik sebagai sahabat, saudara atau lawan-lawannya pasti mengakui kehilangan atas kepergiannya. Almarhum dikenal memiliki kemauan besar untuk menegakkan keadilan di Hindia-Belanda. Secara cuma-cuma dia membela keadilan bagi kepentingan orang-orang tertindas (hlm. 257).
d) Tokoh Statis
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak
mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan
sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi
(Altenbernd dan Lewis melalui Nurgiyantoro, 1995: 188). Tokoh
statis memiliki sifat dan watak yang relatif tetap, tidak
(53)
merupakan tokoh yang tidak mengalami perubahan dan
perkembangan perwatakan. Kutipan yang mendukung pernyataan
di atas adalah
Tiga belas tahun berlalu. Sejak mengenal Van Den Brand, menikah lalu hidup bersama, lelaki itu tidak pernah berubah. Keadilan, keadilan, keadilan harus direbut! Begitu prinsip yang sudah menjadi prasasti dalam jiwanya (hlm. 246).
Sembilan belas tahun berlalu dan waktu tak sedikitpun bisa mengikis pandangannya tentang Deli. Bahwa Deli hanya sebuah kata, sebuah bunyi, namun betapa tanah itu memberinya jutaan kesan. Tak sejengkal pun tanah Deli lepas dari perhatiannya (hlm. 249).
Dia sadar, perjuangannya menentang poenale Sanctie mendapat tantangan keras namun Tuan Van Den Brand tidak menyerah. Keputusannya kembali ke Belanda untuk sementara waktu, bukan sebagai tanda bahwa dia menyerah. Tuan Van Den Brand mencoba meneruskan perjuangannya melalui jalur politik. Dia mencalonkan diri menjadi anggota Majelis Rendah. Namun usahanya gagal. Dia tidak mendapat dukungan dari tman-temannya karena dianggap terlalu radikal. Adakah dia menyerah? Tidak. Tuan Van Den Brand tidak pernah menyerah sebab dia yakin, keadilan hanya bisa diraih bila terus diperjuangkan (hlm. 255).
Tuan Van Den Brand adalah pembela rakyat kecil dari kejahatan poenale sanctie. Tidak banyak orang seperti dia. Tuan Van Den Brand menunjukkan keberanian, kelugasan, kecerahan, dan hidup mudanya pada perlawanan terhadap kerakusan para pembesarnya sendiri. Sampai akhir hayatnya, dia terus berjuang meruntuhkan tembok perbudakan yang orang kira tidak mungkin bisa diruntuhkan (hlm. 256).
b. Jeanne Alice Heijligers
Jeanne Alice Heijligers adalah istri Van Den Brand. Biasa
dipanggil Jeanne. Mereka bertemu di Medan. Jeanne pertama kali
bertemu dengan Van Den Brand di kantor. Karena dulu lelaki itu sering
datang ke kantor Tuan Heijligers, ayah Jeanne, seorang notaris.
1) Penokohan
Penokohan pada Jeanne Alice Heijligers dapat diketahui
melalui tingkah laku, dan pikirannya. Uraian dari penokohan Jeanne
(54)
a) Setia
Jeanne Alice Heijligers atau Jeanne merupakan sosok yang
baik dan setia kepada suaminya. Sudah bertahun-tahun lamanya
hidup bersama dengan Van Den Brand. Jeanne selalu menemani
dalam keadaan suka dan duka. Kutipan yang mendukung
pernyataan di atas adalah
Tiga belas tahun berlalu. Sejak mengenal Van Den Brand, menikah lalu hidup bersama, lelaki itu tidak pernah berubah. Keadilan, keadilan, keadilan harus direbut! Begitu prinsip yang sudah menjadi prasasti dalam jiwanya. Suka dan duka mereka lewati bersama (hlm. 246).
Pada suatu hari suaminya sakit, Jeanne selalu menemani,
mengamati dan merawatnya. Perasaan cemas Jeanne juga sering
muncul karena melihat sakit suaminya. Kutipan yang mendukung
peryataan di atas adalah
“Hugh… huk… huk.”
Van Den Brand terbatuk. Jeanne seketika bangkit. Dadanya berdebar. Segera diraihnya gelas di pinggir meja dan cepat-cepat diberikannya kepada Van Den Brand.
“Minumlah!”
Van Den Brand meneguknya. Jeanne mengamati penuh kecemasan sampai gelas itu kembali diraihnya.
“Sayang, sudah malam. Kau kurang istirahat. Aku tidak ingin kau jatuh sakit. Ayolah kita tidur (hlm. 247).”
Kutipan di atas menunjukkan kesetiaan Jeanne kepada
suaminya dalam keadaan apapun. Di saat sehat ataupun sakit.
Ketika suaminya jatuh sakit, Jeanne setia menemani,
(55)
suaminya dengan mengajaknya untuk beristirahat yang cukup.
Pelukisan tokoh Jeanne berdasarkan kutipan-kutipan di atas
ditunjukkan melalui tingkah laku.
2) Jenis Tokoh
Jeanne merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan
sekali secara langsung dalam uraian cerita pada bagian akhir saja.
Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah
“Hugh… huk… huk.”
Van Den Brand terbatuk. Jeanne seketika bangkit. Dadanya berdebar. Segera diraihnya gelas di pinggir meja dan cepat-cepat diberikannya kepada Van Den Brand.
“Minumlah!”
Van Den Brand meneguknya. Jeanne mengamati penuh kecemasan sampai gelas itu kembali diraihnya.
“Sayang, sudah malam. Kau kurang istirahat. Aku tidak ingin kau jatuh sakit. Ayolah kita tidur (hlm. 247).”
“Ayo kita istirahat.” Jeanne masih menatap mata Van Den Brand. “Kau harus istirahat (hlm. 248)!”
Mata Jeanne tampak khawatir. Beberapa hari ini Van Den Brand terlihat tidak begitu sehat. Dia sering batuk. Kemarin, dokter telah memeriksa dan member obat. Udara Batavia di musim kemarau ini sepertinya tidak begitu baik untuk Van Den Brand (hlm.248).
c. Wiryo
Wiryo adalah seorang kuli pembuka hutan. Sudah empat tahun
dia bekerja di perkebunan. Setahun belakangan dia dipindahkan ke
bangsal peragian. Sejak itu, pundaknya yang kecoklatan, nyaris hitam
itu, memanggul daun-daun tembakau yang telah dikeringkan di bangsal
(56)
1) Penokohan
Penokohan pada Wiryo dapat diketahui melalui tingkah laku.
Uraian dari penokohan Wiryo adalah sebagai berikut:
a) Jahat
Wiryo yang siang itu terlihat bekerja seperti biasa, tak ada
tanda-tanda kalau dia berani melakukan hal tercela itu. Semua
terjadi saat istirahat siang, semua kuli beristirahat untuk makan
siang. Wiryo diama-diam berjalan mengikuti Tuan Asisten ke
kamar mandi karena ingin membunuhnya. Kutipan yang
mendukung pernyataan di atas adalah
Semua terjadi saat istirahat siang, saat semua kuli beristirahat untuk makan siang. Wiryo mengendap-endap masuk melalui dapur di rumah Tuan Asisten. Saat membelok ke arah kamar, dia melihat Tuan Asisten berjalan menuju kamar mandi. Wiryo tau kebiasaan Tuan Asisten. Siang hari, lelaki Eropa itu biasa pulang ke rumahnya untuk istirahat tidur siang, satu hingga dua jam (hlm. 93-94).
Wiryo mengecilkan badannya di balik dinding, menahan napas dan memusatkan perhatian. Dengan langkah kaki hati-hati, mata yang awas, diam-diam dia mengikuti pria jangkung berambut pirang seperti jagung itu.
Tuan Asisten saat itu sedang mencuci muka dan alangkah terperanjat dia tatkala sosok Wiryo muncul tiba-tiba di balik cermin. Sebelum sempat dia berteriak, Wiryo telah menumbukkan tubuh jangkungnya ke dinding. Membungkam mulutnya. “Diam!” ancam Wiryo dengan suara berdesis.
Wajah Tuan Asisten seketika memucat.
Wiryo segera meraba pinggangnya, meraih pisau yang disimpan di balik bajunya. Napas pemuda itu memburu. Dadanya turun naik. Keinginan membunuh yang sudah menjalar sampai ke ubun-ubunnya kini siap meledak. Wiryo segera menyarangkan pisau itu ke pinggang Tuan Asisten. Semua hampir terjadi ketika Mandor Kosim tiba-tiba muncul. Laki-laki itu menarik bahu Wiryo (hlm. 94).
Kutipan di atas menunjukkan niat jahat Wiryo yang
(57)
membunuh yang sudah menjalar sampai ke ubun-ubunnya dan
meledak. Namun usaha yang telah dilakuan Wiryo untuk
membunuh Tuan Asisten gagal. Ketika semua hampir terjadi
Mandor Kosim tiba-tiba muncul dan menarik bahu Wiryo.
Pelukisan tokoh Wiryo berdasarkan kutipan-kutipan di atas
ditunjukkan melalui tingkah laku.
2) Jenis Tokoh
Wiryo merupakan jenis tokoh tambahan karena hanya
dimunculkan sekali secara langsung dan tidak langsung dalam uraian
cerita pada bagian awal saja. Kutipan-kutipan yang mendukung
pernyataan di atas adalah
Sudah empat tahun Wiryo bekerja di perkebunan. Dulu, dia kuli pembuka hutan. Setahun belakangan, dia dipindahkan ke bangsal peragian. Sejak itu, pundaknya yang kecoklatan, nyaris hitam itu, memanggul daun-daun tembakau yang telah dikeringkan di bangsal pengeringan untuk diangkut ke bangsal peragian (hlm. 93).
Sebuah pukulan tiba-tiba menghujam di wajah Wiryo. Kuli itu terhenyak, terpelanting, lalu jatuh berguling hingga tubuhnya membentur pintu kamar mandi. Mandor Kosim menatapnya penuh kemarahan. Tapi seperti singa kelaparan yang kehilangan buruan, Wiryo menghambur, berusaha menerkam Tuan Asisten. Namun dengan sigap Mandor Kosim berhasil menghalanginya (hlm. 94).
Cemeti panjang itu membelah udara, meliuk seperti ular hitam dan segera menyengat punggung Wiryo yang telanjang. Wiryo meraung keaskitan. Kepalanya dan kakinya terhenyak naik menahan kesakitan tak terperikan. Daging punggungnya koyak, dibelah oleh lecutan cemeti yang liar (hlm. 95).
Cemeti terus berputar- putar di udara bagai tarian liar seekor ular hitam. Suara desing dan bunyi daging yang tercabik-cabik membelah langit. Sahut bersahut. Lolongan Wiryo yang panjang dan terdengar memilukan itu menggetarkan dinding-dinding bangunan perkebunan dan menembus hingga ke pucuk-pucuk pohon di hutan. Kuli-kuli bergidik mendengar suara-suara itu (hlm. 96).
Dokter perkebunan, seorang Belanda mendekati Wiryo. Sejenak, dia meletakkan tangannya di leher kuli malang itu lalu menatap Tuan Asisten dengan tatapan dingin. Setelah menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat, dokter perkebunan itu berseru pelan. “Hij is dood.” (Belanda) dia sudah mati (hlm. 96).
(58)
d. Tuan Asisten
Tuan Asisten adalah seorang kepala bagi kuli-kuli di perkebunan
Deli. Sifatnya yang kejam membuat para kuli merasa takut melakukan
apapun yang diperintahkan Tuan Asisten kepada mereka.
1) Penokohan
Penokohan pada Tuan Asisten dapat diketahui melalui
tingkah laku. Uraian dari penokohan Tuan Asisten adalah sebagai
berikut:
a) Kejam
Tuan Asisten adalah seorang yang begitu kejam dan selalu
menekan para kuli. Ia juga menghukum dua orang kuli cina yang
malas, tidak mau bekerja. Mereka ketahuan berkelahi pada saat
bekerja. Mereka disuruh untuk berkelahi, saling memukul,
layaknya sebuah pertandingan. Kutipan yang menunjukkan
pernyataan di atas adalah
Dari balik dangau, Lau Liong mucul. Dia berjalan sambil menyeret dua orang kuli (hlm. 85).
“Ada apa dengan mereka tandil (mandor)?” Tuan Asisten menyongsong mereka dengan pertanyaan. Nada suaranya pelan dan dingin (hlm. 85). Lau Liong berdiri tegap. Dadanya membusug (hlm. 85).
“Ini macam, Tuan. Ini olang pemalas. Mereka titak mau kelja. Mereka kelahi. Tlus, saya wawa ke sini.” (hlm. 85)
Tuan asisten mengamati sambil mengelus kumisnya yang melengkung, ditatapnya satu demi satu kedua kuli itu. Lurus-lurus. Dua orang kuli Cina yang kusam berdiri dengan kepala menekuk (hlm. 85).
Sekarang didekatinya mereka (hlm. 85).
“Jij en jou (Belanda) Kamu dan kau tidak mau kerja, heh? Begitu?” suara Tuan Asisten penuh tekanan. Mata birunya tajam meringis. Di sini bukan tempat kelahi. Di sini tempat kerja. Mengerti?” (hlm. 85)
(1)
LAMPIRAN
Sinopsis CeritaBerjuta – juta Dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract
Van den Brand adalah seorang advokat yang tinggal di Medan dan melihat secara langsung derita kuli-kuli kontrak di perkebunan tembakau di Deli. Berdasakan apa yang dilihatnya dan didukung oleh data-data tertulis yang ia kumpulkan dari berbagai media yang terbit dimasa itu, Van Den Brand dengan penuh keberanian menentang sengit poenale sanciate (aturan hukum bagi kuli-kuli yang bekerja di perkebunan) yang dibuat oleh pemerintahan kolonial Belanda di wilayah tersebut. Ia melihat bahwa aturan ini hanya menguntungkan pemilik-pemilik perkebunan secara sepihak dan menyengsarakan kuli-kuli kontrak yang menyebabkan mereka kehilangan kebebasan dan harkat manusianya selama menjadi kuli kontrak.
Brosur Millioenen uit Deli setebal 71 halaman diterbitkan pada tahun 1902 di Belanda. Brosur yang memprotes diberlakukannya poenale sanciate dan juga mengurai derita dan skandal perbudakan yang dialami ribuan kuli kontrak asal Jawa yang berkerja di perkebunan tembakau milik swasta Belanda di Deli Sumatera Timur ini tentu saja menggegerkan kedamaian negeri Belanda. Perjuangan Van den Brand tidaklah mulus, pihak-pihak yang merasa kedudukannya terancam akibat terungkapnya kebobrokan di Deli tidak tinggal diam. Tuan-tuan perkebunan di Medan dan pejabat-pejabat Belanda bersatu mengucilkan dirinya. Mereka menuding Van den Brand menyebar fitnah, tidak patriotik, hanya mencari popularitas dan melawan pemerintahan Belanda. Meski demikian Van den Bran tetap pada pendiriannya, ia kembali menulis brosur
Millioenen uit Deli (Sekali Lagi : Berjuta-juta dari Deli : 1903). Di brosur keduanya ini Van den Brand menyerang balik pihak-pihak yang menentangnya. Akhirnya kegigihannya membuahkan hasil, pemerintah kolonial melahirkan sejumlah perubahan yang walau mungkin tak seusai dengan yang diharapkannya,
(2)
namun setidaknya suara kaum kuli kontrak yang selama ini tak terdengar menjadi menggaung di mana-mana.
Para kuli kontrak yang berasal dari Jawa umumnya terbujuk oleh mulut manis makelar pencari kerja yang dengan mahir mempengaruhi penduduk desa agar mau dijadikan kuli kontrak. Mereka diming-imingi hal yang menarik bahwa di Deli mereka akan menemukan, pohon yang berdaun uang, ronggeng, wayang kulit. Para penduduk desa yang miskin tentu saja tertarik untuk dijadikan kuli kontrak. Ironisnya apa yang dijanjikan dan mereka impikan itu tak menjadi kenyataan, mereka malah menemui berbagai penderitaan di Deli. Para kuli kontrak berangkat menuju perkebunan dengan sebuah kapal. Sesampai di pelabuhan mereka segera diharuskan membubuhkan cap jempol mereka pada secarik kertas yang isinya tidak mereka mengerti karena toh mereka tidak bisa membaca. Seketika itu mereka dihadapkan pada kenyataan yang pedih, mereka bertemu dengan sosok-sosok asing yang menggenggam kehidupan mereka. Jiwa dan raga para kuli-kuli kontrak itu telah ikut tergadai!. Di perkebunan derita para kuli kontrak semakin menjadi, kehidupan mereka diatur oleh bunyi suara kentongan. Kentongan bangun pagi, istirahat siang, tidur malam. Di sela-sela kerja dan istirahat para kuli kontrak, kerap terjadi tindak kekerasan yang tak manusiawi baik dari para mandor maupun Tuan Besar perkebunan. Setiap kuli yang melakukan kesalahan akan mendapat pukulan, tendangan, cambukan. Tak peduli kuli pria ataupun wanita, semua mendapat hukuman keji. Seorang kuli wanita yang tak mau diajak ‘main’ oleh Tuan Asisten Perkebunan harus mendapat siksaan disalib seperti Kristus. Dijemur dalam keadaan telanjang selama berhari-hari dari matahari terbit hingga terbenam. Ada juga praktek pelacuran, perjudian, dan madat yang terjadi di perkebunan. Setiap akhir bulan setelah masa gajian para kuli dibiarkan terpikat ke dalam perjudian, masuk dalam bilik-bilik pelacuran dan rumah candu agar mereka menghabiskan upah mereka hingga harus meminjam uang kepada mandor perkebunan dengan bunga yang mencekik. Dengan begitu para kuli akan terbelit oleh hutang yang tak terbayarkan sehingga mau tidak mau mereka harus terus memperpanjang kontrak kerja mereka. Jika mereka kabur, para penduduk asli siap menangkap mereka
(3)
untuk memperoleh imbalan yang besar dari pengelola perkebunan. Para kuli yang kabur akan diburu, ketika tertangkap mereka akan diikat dan dibawa ke perkebunan dengan tangan dan kaki diikat pada sebilah kayu.
(4)
BIODATA
Nama lengkap Lucia Intan Suharti. Lahir di Sleman, 06 Juli 1988 dari Ayah yang bernama Richardus Tumpa dan Ibu Theresia Wartinah. Riwayat pendidikan yang telah ditempuh antara lain: Taman Kanak - Kanak Indriyasana Darmoyuwono Jering tahun 1992 -1994 di Sleman. Sekolah Dasar (SD K Sekolah Dasar (SD) Kanisius Jering) tahun 1994-2000 di Sleman. Sekolah Menengah Pertama (SMP Pangudi Luhur Moyudan) tahun 2000-2003 di Sleman, Sekolah Menengah Atas (SMA Pangudi Luhur Sedayu) tahun 2003-2006 di Bantul. Pada tahun yang sama melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. Mengakhiri kuliah pada tahun 2013 dengan skripsi yang berjudul Konflik Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract Karya Emil W. Aulia : Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra.
(5)
viii ABSTRAK
Intan Suharti, Lucia. 2013. Konflik Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari
Deli Satoe Hikajat Koeli Contract Karya Emil W. Aulia : Suatu
Pendekatan Sosiologi Sastra. Skripsi. Yogyakarta. PBSID. FKIP.
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji tokoh, penokohan, alur, keadaan sosial, dan konflik sosial. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial dan (2) mendeskripsikan konflik sosial novel
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial dan konflik sosial novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract karya Emil W. Aulia. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
Konflik Sosial Antar Tokoh Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract Karya Emil W. Aulia : Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra adalah teknik catat dan teknik simak. Langkah awal dari analisis adalah mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial. Tokoh, penokohan, alur, dan keadaan sosial tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis konflik sosial.
Dari hasil analisis menunjukkan tokoh utama dalam cerita adalah Van Den Brand dengan tokoh tambahan Jeanne, Wiryo, Tuan Asisten, Orang-orang Melayu, Tuan Breuking, Kuli-kuli Jawa (Barkat, Salim, Kusno, dan Harjo), Lelaki Cina, Idenburg, O.J.H. Van Limburg Stirum, dan Bergmeijer. Alur dalam novel
Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koelii Contract adalah alur lurus atau progresif yang terdiri dari tahapan eksposisi, rangsangan, konflik, rumitan, klimaks, leraian, dan penyelesaian.Keadaan sosial novel terdapat di perkebunan tembakau di Deli.
Konflik sosial novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract
terdiri dari tiga konflik, (1) konflik sosial antara individu dengan individu, (2) konflik sosial antara individu dengan kelompok, dan (3) konflik sosial antara kelompok dengan kelompok.
(6)
ix ABSTRACT
Intan Suharti, Lucia. 2013. The Social Conflict of Character in Emil W.Aulia’s
Novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract at
Sociological Literature Approach.Thesis. Yogyakarta. PBSID. FKIP.
Sanata Dharma University.
The research is to analyze the character, plot, social situation and social conflict. The purposes are (1) to describe the character in a story, plot, social situation, and (2) to describe the social conflict novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract written by Emil W. Aulia.
The research is using the qualitative descriptive research which is having aim of describing the character in a story, plot, social situation, and social conflict in novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract written by Emil W. Aulia. The data collection’s technics are used on the research The Social Conflict of Character in Emil W.Aulia’s NovelBerjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract at Sociological Literature Approach consist of note and record technic. The first step of the analysis is describing the character, plot, and social situation. The character, plot, and social situation are used as the base of describing the social conflict.
The result of the analysis shows that the main character is Van Den Brand and the supporting characters are Jeanne, Wiryo, Tuan Asisten, Orang-orang Melayu, Tuan Breuking, kuli-kuli Jawa (Barkat, Salim, Kusno, and Harjo), Lelaki Cina, Idenburg, O.J.H. Van Limburg Stirum, and Bergmeijer. The plot of the novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract is going straight or progressive consist of exposition, inciting moment, conflict, complication, falling action and denouement. Social situation Novel’s consist at tobacco horticulture in Deli.
The social conflict of novel Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract consist of three conflict are (1) social conflict among individual with individual, (2) social conflict among individual with group, and (3) social conflict among group with group.