93
membunuh asisten itu. Mereka membalaskan dendam teman mereka. Kematian telah menyelamatkan asisten itu dari hukum dunia BD:
193.
Selain dengan cara membalaskan dendam kuli-kuli ada yang memilih cara lain untuk bebas dari penderitaan. Ada kuli yang mencoba dengan lari dari
perkebunan ada pula yang melanggar hukum agar mereka dihukum. Hukuman mereka terima dianggap sebagai pembebas penderitaan. Hal ini tampak pada
pernyataan: Kini, Kasan merasa lepas dari belenggu baja yang menghimpit kaki dan
dadanya-belenggu baja uang berupa aturan yang diciptakan oleh tuan-tuan Eropa dan dan tuan-tuan pribumi di perkebunan. Hutan belantara
memberiakannya kebebasan. Untuk pertama kalinya dia berani melarikan diri meski dia masih terikat kontrak. Kasan tahu hukuman yang akan
didapatnya bila tertangkap. Tapi, dia tidak memikirkan itu. Sama sekali tidak peduli. Sekarang, dia hanya ingin meikmati kebebasan BD, 2006:
258-259 . Para stinkers telah bersikap baik dalam penjara. Begitu pula kuli-kuli Jawa
itu. Sebab, mereka sudah memilih: lebih baik masik penjara daripada menderita perkebunan. Mereka pun sengaja melakukan kesalahan. Kenapa
mereka sengaja membuat kesalahan? Itu karena mereka ingin mendapat hukuman. Benar-benar ingin dihukum. Mereka mencuri bukan karena
ingin mendapatkan barang yang ingin dicuri melainkan agar dihukum. Mereka sengaja malas bekerja agar dihukum. Seberat apa pun hukuman
yang ditimpakan, itu memberikan napas lega bagi mereka untuk lepas dari penderitaan hidup di perkebunan BD: 186
Simpulan yang dapat diambil bahwa perbudakan telah menimbulkan
kesengsaran bagi kuli-kuli. Mereka hidup dalam penderitaan dan kedudukan mereka tidak lebih tinggi dari hewan ternak. Perbudakan juga menyulut konflik
antara kuli dengan majikan dan kuli dengan kuli. Manusia diciptakan dengan kedudukan yang sama, yang membedakanya perilakunya di hadapan Tuhan.
2. Kesehjahteraan Kuli yang Diabaikan oleh Perusahaan Perkebunan.
Selain perlakuan yang semena-mena para kuli juga tidak diperhatikan kesejahteraanya. Para kuli tidak mendapatkan jaminan keselamatan kerja.
Sebagai pekerja seharusnya kuli mendapatkan tunjangan keselamatan kerja namun sayangnya mereka tidak mendapatkan itu semua. Perlakuan buruk dan rakus justru
94
mereka dapatkan. Bahkan alat-alat kerja yang seharusnya menjadi beban perusahaan justru dibebankan kepada kuli. Hal ini tampak pada pernyataan:
Lalu ada pegawai lainnya, pendek bermuka bulat. Memberi mereka 10 kilogram beras dan cangkul baru. Cangkul yang mengkilat. Sebelum
disisihkan ke barisan yang selesai diperiksa, kerani mengingatkan bahwa semua yang mereka terima dihitung sebagai hutang yang harus dibayar
dengan upah yang akan mereka terima 15 hari kemudia-hari gajian. Beberapa orang kemudian mengatar mereka menuju bangsal BD: 53.
Kuli-kuli yang ada di perkebunan disediakan tempat tinggal berupa
bangsal. Namun bangsal yang mereka tempati sempit dan kusam. Tidak ada kasur yang diberikan, sebagai fasilitas yang diberikan perusahaan. Kasur dan bantal
bisanya dibeli sendiri oleh kuli. Bangsal yang sempit tersebut diperparah dengan di huni banyak kuli. Hal ini tampak pada pernyataan:
Kuli-kuli baru beranjak menuju ke bilik yang telah dijatahkan, mengikuti kuli-kuli lama yang belum beristri. Mereka ditempatkan di bangsal para
lajang. Bangsal yang sempit dan kusam. Satu bilik diisi enam papan yang berjajar rendah di atas lantai tanah yang kasar BD: 58.
Warsidi memperhatikan tempat tidurnya. Hanya sebilah papan tanpa tikar dan tanpa bantal. Dia kuli baru. Kalau mau memilki dia harus beli di kedai
perkebunan. Bisa pakai persekot yang diterima atau nanti kalau gajian BD: 100.
Makan siang pun dibatasi tidak hanya waktu jumlahnya pun dibatasi,
setiap kuli hanya mendapatkan sekali jatah makan. Apabila mereka ingin mendapatkan lebih mereka harus membayar uang makan. Kenyang atau tidak
kenyang mereka harus tetap bekerja dengan jatah makan yang ditentukan. Hal ini tampak pada pernyataan:
Satu demi satu mereka berdiri, meluruskan pungung yang bungkuk selama bekerja. Pekerjaan kini ditinggalkan. Cangkul kini ditumpuk. Lalu
terdengar kuli-kuli Cina yang melangkah menuju ke dangau-dangau. Di situ, beberapa orang bertopi pandan telah siap dengan tong berisi air teh
dan nasi bungkus dan pisang yang diletakan dalam beberapa bakul besar. Berebut mereka mengambil jatah makanan dan minuman. Satu orang
dapat satu. Tidak boleh lebih. Kalau ada yang mau tambah mereka harus membayar dan harga dinaikkan. Berebut pula mereka memilih tempat
yang nyaman untuk menyatap. Hanya sebentar waktu untuk makan siang. Kuli-kuli makan dengan cepat.
Pekerjaan sudah menunggu. Ketongan sudah berbunnyi lagi. Istirahat selesai. Kenyang tak kenyang, mereka harus kembali ke ladang. Tandil-
95
tandil berteriak-teriak, menyuruh cepat-cepat mengambil cangkul lalu berbaris. Pekerjaan harus selesai sebelum sore BD: 84-85.
Kesehatan para kuli juga tidak diperhatikan. Sebagai sebuah perusahaan
seharusnya kuli-kuli mendapatkan perawatan yang memadai agar mereka dapat sembuh. Hal ini tidak berlaku di Deli. Rumah sakit yang ada di perkebunan Deli
sangat tidak layak. Hal ini tampak pada pernyataan: Di salah satu bagian perkebuan dia mendapati sebuah bangunan kecil,
tepatnya bilik berlantai tanah. Sebuah pintu tampak tertutup dari luar bilik dengan gerendel yang kokoh mengunci. Di dekat pintunya, ada jendela
kecil yang bertali. Penuh rasa ingin tahu, Kontrolir mendekat ke billik itu ternyata......... Rumah sakit perkebunan.
Kontrolir memandang ke bilik jendela yang bertali. Di ruangan yang lusanya hanya beberapa meter persegi itu terdapat dua dipan kayu dan
beberapa tikar tanah. Kontrolir menghitung. Ada dua laki-laki dan delapan perempuan Jawa, kurus, tampak menderita karena sakit yang dialami.
Seorang diantaranya mereka-perempuan-sudah menjadi mayat. Sudah lebih dari 24 jam dia mati tidak dikuburkan BD: 202.
Pengobatan jarang sekali dilakuakan oleh pihak perkebunan. Pada
umumnya dibiarkan begitu saja sampai menemui ajal. Hal ini tampak pada pernyataan:
Temanku, si Kontrolir itu masuk ke dalam bangunan itu. Pada sebuah banguna bertali, dia mendapati seorang perempuan Jawa terbaring di atas
papan kayu berlaskan karung goni tanpa bantal. Bau busuk tercium dari tempatnya. Dia kotor dan tidak dimandikan. Kotoran dan air kencing
menumpuk, mengenang di bawah badanya. Di patat kirinya ada luka, disebabkan telentang berkepanjangan. Seluruh luka kulit di bagian
belakang kaki kanannya terkelupas hingga terbentuk luka-luka. Lukanya menunjukan kalau sedikit pun dia tidak pernah diobati BD: 200.
Dari sini dapat simpulkan bahwa sebagai perusahaan sudah sehurusnya
memikirkan kesejahteraan para pekerjaanya bukan hanya memikirkan keuntungan karena pekerja merupakan bagian dari perusahaan, dan sudah selayaknya pekerja
mendapatkan kesejahteraan. Memberikan tunjangan kesejahteraan kepada pekerja bukan berati mengurangi laba perusahaan tetapi malah menambah laba
perusahaan karena pekerja akan semakin giat dan loyal terhadap perusahaan. Selain itu akan menambah citra perusahaan sebagai perusahaan yang maju.
96
3. Mengejar Keuntungan Perusahaan dengan Berbagai Cara