27
bagi individu maupun kelompok, sedangkan hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:
a. meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok ingroup yang mengalami konflik dengan kelompok lain
b. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai c. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam,
benci, saling curiga dan lain-lain d. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia
e. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik dalam Depsos, 2007:1
5. Perbudakan
Akibat dari adanya perbudakan adalah tercipta kelas sosial seperti yang oleh Karl Marx bahwa penggolongan masyarakat menjadi dua yakni golongan
kapitalis dan golongan poletelar. Dalam perkembangan golongan poletelar merupakan budak. Dalam Al‘Quran dan Kitab Perjanjian Lama disini
menjabarkan kehidupan budak pada zaman Firaun. Perbudakan biasanya ditemui masyarakat agraris karena adanya sistem tuan tanah.
Perbudakan slavery yang ciri utamanya ialah pemilikan orang tertentu oleh orang lain James M. Henslin, 2006: 178. Perbudakan disebabkan adanya
keterikatan seseorang dengan orang lain. Perbudakan menjadikan mereka bekerja kepada golongan di atas mereka bisanya merupakan golongan kapitalis atau tuan
tanah. Secara tidak langsung kedudukan pekerja atau buruh atau budak sangat rendah, kadang kedudukan mereka bisa diperjualbelikan. Di sebagian negara pada
zaman dahulu menganggap budak senilai dengan hewan ternak. Ras atau asal daerah seseorang tidak menyebabkan seseorang menjadi
budak akan tetapi disebabkan oleh tiga faktor. Faktor pertama adalah utang, dalam beberapa kebudayaan, kreditor akan memperbudak orang yang tidak
mampu membayar utang. Faktor kedua ialah kejahatan, seseorang pembunuh atau pencuri tidak dihukum mati, melainkan diperbudak oleh keluarga korban sebagai
ganti rugi. Faktor ketiga ialah perang, jika suatu kelompok menundukan
28
kelompok lain maka yang kalah akan dijadikan budak Starna dan Watkins dalam James M. Henslin, 2006: 178-179.
6. Kritik Sosial
Kritik sosial digolongkan menjadi dua, yakni pengecaman dan pengupasan. Kritik dapat didefinisikan sebagai kecaman atau tanggapan,
kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dsb. Kritik yang cenderung pada pengecaman adalah pengertian
kritik di wilayah umum pragmatik, sedangkan kritik yang cenderung pada pengupasan adalah kritik yang berada di wilayah khusus diskursif dalam Topik
Mulyana, 2008: 1 Searah perkembanganya, kritik sastra lebih kepada pengupasan tentang
kandungan yang terjadi dalam karya sastra. Kenneth Burke dalam A Grammer of Motives and A Rhetoric of Motives menyatakan bahwa sastra idealnya berperan
secara estetika dan praktis artinya, meski sastra merupakan dunia dengan tebaran keindahan, tetapi harus memiliki relevansi dan kontribusi bagi kehidupan. Sastra
harus memiliki kandungan atau isi bermanfaat, mengangkat derajat perikemanusiaan dan mengajarkan nilai-nilai moral yang luhur Agus Wibowo,
2008: 1 . Karya rekaan memang merupakan dokumen sosial, yang lebih dahulu
disebut jalan keempat kebenaran: lewat sastra pembaca sering kali jauh lebih baik dari lewat tulisan sosiologi manapun juga, dapat menghayati hakikat ekstansi
manusia dengan segala permasalahannya: ”good litterature recreates the sense of life, it is weight and text time it recreates ex perintial wholenes of life- of the life
of emotions, the life of the mind, the individual life and the object laden world. It creates these all interpanting, as thedo in lifes we life ourselves”, yang artinya
sastra yang baik menciptakan kembali keseluruhan hidup yang dihayati, kehidupan emosi, kehidupan budi, individu maupun sosial, dunia yang sastra yang
sarat objek. Hal ini diciptakan bersama-sama secara saling berjalinan, seperti terjadi dalam kehidupan yang kita hayati. Sastra yang baik menciptakan kembali
kemedesakan hidup Richard Hoggart dalam A. Teeuw, 1984: 237-238.
29
Pada umumnya karya sastra yang dievokasi melalui problematika masyarakat inilah yang berhasil diterapakan sebagai karya yang diperbicangkan
sepanjang masa. Dasar pertimbangan jelas bahwa karya sastra memiliki homologi dan simetris tertentu dengan struktur sosialnya. Apabila kemudian ternyata
tatanan dan struktur sosial berubah karya itupun akan berubah sebab dalam karya sudah terkandung unsur-unsur fleksibilitas yang memadai yang mampu
mengimbangi perubahan dinamika sosial Nyoman Kutha Ratna, 2005:160. Seorang kritkus sastra saat ini harus mampu menguapas apa yang ada
dalam karya sastra, salah satunya dari segi sosial. Sehingga yang dimaksud dengan kritik sosial adalah suatu ajakan, usul, atau ajuran yang bisanya
terselubung dituangkan dalam novel, lakon, film. Kritik itu bertujuan untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan dalam masyarakat yang dianggap
tidak memuaskan Soenarjati Djajanegara, 2005: 1. Menurut Goldman dlam Deddy Hernandy Oekon dan Siti Chamamah Soeratno 2004: 329 karya sastra
bukanlah lahir dari struktur yang otonom yang lahir dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil strukturisasi pikiran subjek penciptanya yang timbul akibat
interaksi antara dirinya dengan situasi sosial ekonami dan sosial. Sebagaimana manusia sendiri bersifat organik, kumpulan manusia pun
juga punya sifat organik. Di dalam ada pula daya hidup dan daya mati. Tiranisme, fasisme, anarki, oligarki, ologopoli, kolonialisme, imperealisme, mafia, kekolotan,
pelacuran, korupsi, kriminalitas dan segala macam bentuknya dan sebagainya yang serupa itu adalah bentuk daya mati yang merupakan penyakit di dalam
masyarakat. Karena semuanya itu juga merusak daya akal, daya organisasi, daya mobilitas, daya tumbuh-kembang, daya inisatif para anggota masyarakat yang
merupakan daya hidup, sehingga mereka menjadi manusia rendah sumber dayanya Rendra, 2001: 18. Dengan asumsi ini bahwa karya sastra sebagai
dokumen sosial bukan hanya sebagai penggambaran struktur dan tatanan sosial masyarakat tetapi juga sebagi perlawanan atas ketidakadilan atau sebagai kritik
sosial. Sebagaimana fungsi kritik sosial yakni mengupas keadaan sosial yang
terjadi dalam karya sastra. Dimensi sosial yang diangkat dalam teori kritik sastra
30
Marx dan Engels menggunakan teori dialektika Hegel yang menyatakan bahwa sejarah berlangsung melalui resolusi atas pertentangan di dalam beberapa aspek
realitas tertentu dan keduanya mengedepankan deskripsi para materialis tentang sejarah yang berpusat pada pergolakan dan penekanan pada masyarakat.
Berbeda dengan ahli ilmu pengetahuan yang membuat statistik dengan fakta-fakta, maka seniaman itu memilih fakta-fakta yang mana yang paling plastik
untuk menggambarkan situasi kehidupan sosial, politik, ekonomi, maupun kultural yang memang lebih banyak menjadi pendekatan bagi seniman Rendra,
2001: 14. Novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga dewasa ini boleh
dikatakan, mengadung unsur pesan kritik sosial walaupun dengan tingkat intensitas yang berbeda. Kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam
seluas lingkup sosial itu sendiri. Pada umumnya karya sastra yang bernilai tinggi yang didalamnya menampilkan pesan-pesan kritik sosial. Namun, perlu
ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan lantaran pesan itu melainkan lebih ditentukan oleh kohenrasi semua unsur intrisiknya. Pesan moral
yang merupakan salah satu unsur pembangun karya fisik saja, yang sebenarnya justru tidak mungkin terlihat dipaksakan dalam karya baik, walaupun hal itu
mungkin sekali sebagai pendorong ditulisnya sebuah karya. Selain itu, pesan moral pun, khususnya yang berupa kritik sosial, dapat mempengaruhi aktualisasi
karya bersangkutan Burhan Nurgiyantoro, 2005: 330-331. Penggambaran kritik sosial dalam novel merupakan catatan sejarah.
Masyarakat dalam interaksinya membentuk kelas, strata, konflik, sehingga penyair bisa menuangkan idenya untuk memperbaiki masyarakat. Selain sebuah
karya sastra adalah paparan dari ketidak berterimaan sistem yang terjadi dalam masyarakat.
7. Hakikat Nilai dalam Sastra