Penerapan ADIZ di Berbagai Negara

pertahanan udara. Sistem persenjataan pertahanan udara inilah yang menjadi faktor penentu keberhasilan ADIZ.

C. Penerapan ADIZ di Berbagai Negara

Air Defense Identification Zone ADIZ Tiongkok Konvensi Chicago 1944 merupakan landasan berpijak dari ketentuan-ketentuan hukum udara internasional. Kedaulatan wilayah udara negara diatur dalam Konvensi Chicago yang menyatakan: „the contracting States recognize that every State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory”. Hukum internasional tidak memberikan hak untuk lintas damai melalui ruang udara, dan untuk memasuki ruang udara suatu negara dibutuhkan izin dari Chicago 1944 mengenai Penerbangan Sipil Internasional Convention on International Civil Aviation. 47 Apabila mempelajari Konvensi Chicago 1944 maka terlihat bahwa tidak ada satupun pasal yang mengatur mengenai batas wilayah udara yang dapat dimiliki oleh suatu negara bawah baik secara horisontal maupun secara vertikal. Kembali kepada Pasal 1 Konvensi Chicago khususnya pada kata “ complete and exclusive ”, maka timbullah pertanyaan apakah yang dimaksud dengan kata ini bahwa kedaulatan negara di ruang udara dapat digunakan dan dilaksanakan secara penuh dan eksklusif tanpa memperhitungkan kepentingan negara lain. Namun pada Pasal 2 Konvensi Chicago 1944 menjelaskan apakah yang dimaksud dengan penuh complete adalah negara yang berada di bawah ruang udara mempunyai hak secara penuh atau utuh untuk mengatur ruang udara yang berada di atasnya, 47 Ida Bagus Rahma Supancana, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Kedirgantaraan, Jakarta, CV Mitra Karya, 2003, hal. 294 Universitas Sumatera Utara dan pada Pasal 3 Konvensi Chicago 1944 yang dimaksud dengan eksklusif exclusive adalah negara lain yang ingin memasuki wilayah udara suatu negara harus meminta izin terlebih dahulu kepada negara kolong tersebut. Batas wilayah darat suatu negara adalah berdasarkan perjanjian dengan negara-negara tetangga, dan dengan demikian setiap negara memiliki batas kedaulatan di wilayah udara. Wilayah udara secara horisontal adalah sama dengan seluas wilayah darat negaranya, sedangkan negara yang berpantai batas wilayah negara akan bertambah yaitu dengan adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam Article 3 United Nations Convention on the Law Of the Sea 1982 yang menyebutkan setiap negara pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai maksimum 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal base line, yaitu dengan cara luas daratan yang berdasarkan perjanjian perbatasan dengan negara tetangga dan ditambah dengan Pasal 3 Konvensi Hukum Laut 1982. Begitu pula dalam hal apabila laut wilayah yang berdampingan atau berhadapan dengan milik negara tetangga yang kurang dari 2 x 12 mil laut, maka penyelesaian masalah batas wilayah udara secara horisontal adalah melalui perjanjian antar negara tetangga seperti halnya dalam hukum laut internasional. Tetapi ada beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Kanada mengajukan secara sepihak untuk menetapkan jalur tambahan contiguous zone di ruang udara yang dikenal dengan ADIZ. Air Defence Identification Zone ADIZ dibentuk atas dasar keperluan identifikasi dalam sistem pertahanan udara bagi suatu negara, dimana zona tersebut pada umumnya terbentang mulai dari wilayah territorial negara yang bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut bebas yang berbatasan Universitas Sumatera Utara dengan negara tersebut. Pada dasarnya ADIZ merupakan sarana penunjang sistem pertahanan udara nasional. Dasar hukum pendirian ADIZ adalah asas bela diri self defence yang diakui dalam Pasal 51 Piagam PBB. 48 Hak negara untuk menggunakan senjata untuk mempertahankan diri dari kekuatan dari luar negara lain didasarkan kepada hukum kebiasaan internasional customary international law. Hak untuk membela diri yang dimaksud dalam piagam PBB pada hakekatnya memang merupakan sesuatu hak yang melekat. Ketentuan dalam Pasal 51 piagam PBB tersebut bukan semata-mata menciptakan hak tetapi secara eksplisit hak membela diri itu memang diakui menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional. Hak untuk membela diri yang diatur dalam piagam PBB Pasal 51. Pasal itu berbunyi: “Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take anytime such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security.” Meskipun redaksional hak membela diri self defence tersirat dalam bunyi pasal tersebut, namun dalam travaux prepatoires dinyatakan bahwa hak tersebut merupakan sesuatu yang melekat inherent. Bunyi Pasal 51 memang tidak 48 Yuwono Agung Nugroho, Kedaulatan Wilayah Udara Indonesia, Jakarta, Bumi Intitama, 2006, hal. 94-95. Universitas Sumatera Utara menyebutkan cara yang dapat dilakukan untuk melaksanakan hak membela diri. Pasal ini sering dikaitkan dengan hak untuk menggunakan kekerasan bersenjata secara terbatas. Rosalyn Higgins misalnya berpendapat bahwa piagam PBB telah memberikan izin terbatas atas penggunaan kekerasan bersenjata dalam kerangka hak membela diri baik secara individual maupun kolektif. PBB juga mempertimbangkan bahwa tindakan itu dapat menjadi sebuah mekanisme untuk menuntut hak hukum serta mencapai keadilan sosial dan politik. Beberapa sarjana hukum internasional dan juga praktek-praktek Negara telah menafsirkan hak membela diri tersebut dengan meluaskan maknanya menjadi melindungi diri self preservation. D.W. Bowett misalnya mengatakan bahwa Pasal 51 diartikan hak untuk membela diri bukan membatasinya. Menurutnya tidak ada hubungan antara serangan bersenjata dengan hak membela diri. Tidak ada negara yang dapat menunggu hingga ada serangan bersenjata baru dapat membela diri. Selain itu ADIZ juga diatur dalam Document 9426-AN924 First Edition 1984 ICAO, pada chapter 3 tentang Airspace Organization ayat 3.3.4 Special Designated Airspace yang mengakui keberadaan ADIZ suatu Negara. 49 Selain itu, dasar hukum pendirian ADIZ adalah praktek internasional yang telah menjadi hukum kebiasaan internasional customary international law. Pasal 38 1 Statuta Mahkamah Internasional menyebutkan Hukum kebiasaan internasional merupakan salah satu sumber hukum yang diakui oleh negara-negara pada umumnya. Hukum kebiasaan berasal dari praktek negara-negara melalui sikap dan tindakan yang diambil terhadap suatu persoalan. Bila suatu negara 49 Priyatna Abdurrasyid, Pengantar Hukum Ruang Angkasa dan Space Treaty 1967, Binacipta, Bandung, 1977, hal. 103 Universitas Sumatera Utara mengambil suatu kebijakan dan kebijakan tersebut diikuti oleh negara-negara lain dan dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes atau tantangan dari pihak lain maka secara berangsur-angsur terbentuklah suatu kebiasaan. Setelah Amerika Serikat dan Kanada menerapkan ADIZ untuk wilayah udaranya, pada tanggal 23 November Tiogkok melakukan hal yang sama untuk wilayah udaranya. Penggunaan ruang dan aset udara untuk target pencapaian tujuan militer saat invasi Irak telah menandai secara signifikan pentingnya penguasaan ruang dan kekuatan udara. Penguasaan atas ruang udara terkait juga pada kewenangan untuk menetapkan ADIZ yang hingga saat ini tidak diatur oleh lembaga internasional. Dasar penerapan ADIZ adalah terjaminnya hak suatu negara untuk menciptakan prakondisi bagi setiap pergerakan udara. Dengan itu, pesawat apa pun yang mendekati sebuah wilayah udara nasional dapat diminta untuk mengidentifikasikan diri. 50 ADIZ mencantumkan wilayah udara atas daratan dan lautan di mana identifikasi, lokasi, dan kontrol akan pergerakan pesawat diperlukan bagi kepentingan keamanan nasional. Beberapa negara malah menetapkan ”extended ADIZ zone” yang melampaui wilayah udara negara lain untuk memberikan lebih banyak waktu untuk memantau dan menindak pesawat asing berawak atau tidak yang ditengarai memiliki potensi berbahaya. ADIZ pertama kali ditetapkan AS setelah Perang Dunia II. Diikuti beberapa negara antara lain Kanada, India, Jepang, Pakistan, Norwegia, Inggris, RRC, Korea Selatan, dan ROC. Umumnya, zona ADIZ mencakup wilayah tak terbantahkan atas kedaulatan suatu negara dan tidak 50 Lautanopini.com20140308jalinan-adiz-dan-keamanan-kawasandiakses tanggal 1 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara tumpang tindih. Karena umumnya ditetapkan secara unilateral, terjadi beragam model penerapan pada aplikasinya. Misalnya AS tidak pernah mengakui hak negara pesisir untuk menerapkan prosedur ADIZ bagi pesawat asing untuk memasuki wilayah udara nasional. Jepang satu-satunya negara yang menerapkan ekspansi atas ADIZ-nya 1972 dan 2010. Korea Selatan baru memperluas zona identifikasi wilayah udara nasionalnya hingga 666.480 km2menyikapi eskalasi terkait China ADIZ CADIZ pada akhir 2013. Selain menetapkan ADIZnya di Laut China Timur, secara tegas China juga mewajibkan semua pesawat sipil dan nonsipil untuk mengidentifikasi diri ketika mendekati zona CADIZ. 51 Kemhan China bahkan menetapkan penerapan “langkah-langkah darurat defensif” oleh AU PLA untuk pesawat yang tidak mau memberikan identifikasinya Bitzinger, 2013. Sesungguhnya, langkah nyata China akan penerapan ADIZ dan aturan mainnya merupakan reaksi atas aksi kebijakan AS di kawasan dengan ”US Strategic Pacific”yang merupakan elemen kunci evolusi kekuatan-militer di mana akan membawa perubahan signifikan terhadap aliansi AS di kawasan. Pemerintah China secara strategis menetapkan CADIZ untuk dapat mengantisipasi beberapa kemampuan baru terkait teknologi terkini militer AS antara lain pesawat tempur F- 35, Sistem Tempur Aegis, serta pesawat surveillance MQ-4C TRITON yang memiliki kemampuan pemindaian 360 derajat dan memiliki sistem identifikasi otomatis yang jelas akan menjadi senjata mata- mata utama tak berawak. IMQ-C4 akan mulai beroperasi pada 2015 dengan lima 51 Ibid. Universitas Sumatera Utara basis operasi untuk mengawasi Laut China Selatan, Laut China Timur, dan Korea Utara, dari ketinggian 60.000 kaki selama 24 jam nonstop. Australia yang menjadi aliansi utama AS di kawasan sudah sejak lama juga mengoperasikan satelit stasiun pelacakan dikenal sebagai fasilitas Joint Defence Space ResearchPine Gap. Satelit ini menjadi kontributor kunci untuk jaringan global surveillanceECHELON. Pemerintah Indonesia menjadi sorotan tersendiri dalam ‘diam’-nya menanggapi masalah ADIZ di Laut China Timur. Sebenarnya momentum ini dapat digunakan oleh Presiden SBY untuk menetapkan ADIZ Indonesia segera secara unilateral agar mampu melegitimasi ulang kepemimpinan SBY dalam masa-masa terakhir jabatannya. Pertama, ADIZ dapat menjadi faktor karakteristik dan psikologis karena seorang pemimpin hebat harus mampu berorientasi pada kebijakan luar negeri untuk menunjukkan kemampuannya berperan di luar masalah domestik negara. Kedua, ADIZ dapat menjadi cara meningkatkan nasionalisme. Ketiga,ADIZ dapat dilihat sebagai langkah untuk meningkatkan peran Indonesia dalam memperluas proyeksi kekuatan menghadapi kebijakan ‘Rebalancing AS’ yang sesungguhnya telah mengundang reaksi ‘Imbalancing’ kawasan. CADIZ dapat merupakan bagian dari strategi China untuk dapat menerapkan anti-access and area-denial jauh dari garis pantai China. AS dipastikan akan terseret dalam konflik atas ADIZ, di mana bobot kredibilitas aliansi AS untuk menjaga stabilitas kawasan akan diuji. Misalnya seberapa jauh AS akan berpihak pada Jepang atau Taiwan dalam sengketa militer serta bagaimana memainkan One China Policyatas Taiwan yang menjadi peace maker Universitas Sumatera Utara utama di konflik Laut China Timur atas inisiatif Presiden Taiwan Ma Ying Jeaou 2012. 52 Kekhawatiran yang mengemuka bahwa CADIZ juga akan diterapkan di Laut China Selatan dapat menjadi momentum untuk menunjukkan kedaulatan Indonesia atas ruang udara nasionalnya sendiri yang terabaikan. ”Claiming what is ours and defending what is ours”seharusnya menjadi semangat Indonesia dalam mengantisipasi masalah akan ruang udara selain wilayah perairannya. Langkah inisiasi unilateral ADIZ harus didorong oleh kepercayaan diri Indonesia untuk melindungi kepentingan nasional atas pengelolaan, pemanfaatan, dan pengamanan atas ruang udara. Pemimpin Indonesia perlu meniru kepercayaan diri Jepang dengan ADIZ-nya yang tumpang tindih dengan Taiwan. ADIZ antara Taiwan dan Jepang membentang membagi wilayah udara di atas Pulau Yonaguni dan menjadikan daerah timur masuk ke wilayah Jepang dan daerah barat masuk ke wilayah ke Taiwan. ADIZ Jepang telah memperluas areanya hingga 12 mil laut dari baseline. Terkait klaim sepihak itu, PM Jepang Yukio Hatoyama tegas mengatakan norma-norma internasional atas demarkasi ADIZ terletak pada kebijaksanaan tiap negara sehingga wajar bagi Jepang untuk tidak meminta persetujuan Taiwan akan penetapan zonaADIZ- nya. Hatoyama dapat dijadikan contoh kriteria pemimpin yang diperlukan oleh negara suprastrategis seperti Indonesia. Penerapan ADIZ Indonesia terbentang di atas Pulau Jawa, Pulau Bali dan sebagian wilayah Nusa Tenggara Barat dengan luas keseluruhan berbentuk empat 52 Ibid Universitas Sumatera Utara persegi panjang dengan ukuran lebar dari utara ke selatan 180 NM, dan panjangnya dari Barat ke Timur 390 NM, merupakan upaya pemerintah melakukan pengamanan wilayahnya untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, pusat-pusat pemerintahan serta melindungi obyek vital nasional. Penetapan koordinat dan luas wilayah ADIZ Indonesia tercantum di Aeronautical Information Publication AIP pada lampiran XVI. 53 53 Buku Dasar-Dasar Hukum Udara Bagi Pelaksanaan Operasi Udara TNI AU. Cetakan IV Tahun 2011 Universitas Sumatera Utara 64 BAB IV PENGATURAN AIR DEFENCE IDENTIFICATION ZONE ADIZ SEBAGAI PERWUJUDAN KEDAULATAN TERITORIAL DITINJAU DARI KONVENSI PARIS 1919

A. Pengaturan ADIZ dalam Hukum Udara Internasional