BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI merupakan negara kepulauan Archipelagic State yang terdiri dari pulau besar dan kecil yang
menurut perhitungan terakhir berjumlah 17.508 buah. Luas wilayah Republik Indonesia termasuk ZEE kurang lebih 7,7 juta km², wilayah daratan 1,9 juta km,
serta lautan sebesar 5,5 juta km.
1
Wilayah NKRI secara geografis merupakan negara yang sangat strategis, karena berada pada posisi silang antara dua benua
yaitu benua Asia dan benua Australia serta dua samudra yaitu samudra Pasifik dan samudra Hindia. Letak wilayah yang strategis tersebut membuat Indonesia
menjadi negara yang sangat sibuk karena menjadi area perlintasan bagi negara- negara lain yang hendak menuju suatu tempat ke tempat lainnya, sehingga sering
terjadi berbagai pelanggaran baik terhadap ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional dalam pelaksanaan hak lintas bagi negara asing tersebut yang
memerlukan penyelesaian lebih lanjut. Indonesia merupakan bagian dari masyarakat internasional, maka dalam
pemanfaatan wilayah udara nasional, bangsa Indonesia berkewajiban pula untuk memanfaatkannya bagi kepentingan masyarakat dunia lainnya dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan menurut hukum internasional. Penataan ruang wilayah udara Indonesia pada saat ini belum dapat dilaksanakan secara
1
Ermaya Suradinata, Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI,Suara Bebas, Jakarta, 2005, hal.35.
Universitas Sumatera Utara
optimal, sehingga masih terdapat ruang-ruang udara yang belum dikelola secara optimal. Terdapat pengaturan tata ruang wilayah udara Indonesia yang belum
sesuai dengan ketentuan hukum, khususnya ketentuan hukum internasional. Di samping itu penataan ruang wilayah udara Indonesia belum seluruhnya didasarkan
pada aspek kepentingan pertahanan negara dan hanya mengutamakan aspek keselamatan penerbangan, sehingga belum mampu mendukung pelaksanaan tugas
TNI AU secara optimal. Hakekatnya wilayah kedaulatan negara meliputi ruang udara di atas
wilayah negara yang bersangkutan. Dalam suatu dalil hukum Romawi dikenal ungkapan cujus est soum, ejus est usque ad coelum. Dalil tersebut mengandung
pengertian bahwa barang siapa memiliki sebidang tanah, maka berarti pula memiliki segala sesuatu yang berada di atas permukaan tanah tersebut sampai
dengan ke langit dan segala sesuatu yang berada di dalam tanah.
2
Sebelum abad 19, perhatian negara terhadap wilayah ini praktis belum ada sama sekali. Namun
setelah berhasil ditemukan pesawat terbang oleh Wright bersaudara, ruang udara karenanya mulai diperhit
ungkan dalam masyarakat lnternasional .
Kedaulatan yang menjadi ciri utama dari suatu negara masih menjadi suatu menjadi isu sensitif. Meskipun telah terjadi pergeseran dari national security ke
human security namun isu perbetasan masih menjadi topik utama dalam dunia internasional. Hal ini dikarenakan masih seringnya terjadi konflik masalah
kedaulatan suatu negara. Ada dua jenis kedaulatan yang berkaitan dengan negara: kedaulatan internal berarti penyelenggaraan otoritas di dalam sebuah wilayah
2
Agus Pramono, Wilayah Kedaulatan Negara Atas Ruang Udara Dalam Perspektif Hukum Internasional, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2012
Universitas Sumatera Utara
tertentu dan terhadap orang-orang tertentu; yang kedua, kedaulatan eksternal meliputi pengakuan dari negara-negara lain sebagai pihak yang sah yang berhak
bertindak bebas di dalam urusan-urusan internasional.
3
Kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki dari negara, di mana negara tersebut berdaulat, tetapi
mempunyai batas-batasnya, yaitu ruang berlakunya kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas-batas wilayah negara itu, di luar wilayahnya negara tersebut
tidak lagi memiliki kekuasaan demikian.
4
Kedaulatan suatu negara tidak lagi bersifat mutlak atau absolut, akan tetapi pada batas-batas tertentu harus menghormati kedaulatan negara lain, yang diatur
melalui hukum internasional. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah kedaulatan negara bersifat relatif Relative Sovereignty of State. Dalam konteks
hukum internasional, negara yang berdaulat pada hakikatnya harus tunduk dan menghormati hukum internasional, maupun kedaulatan dan integritas wilayah
negara lain.
5
Berkenaan dengan hal tersebut, kedaulatan tidak dipandang sebagai sesuatu yang bulat dan utuh, melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tunduk
pada pembatasan-pembatasan yang berupa hukum internasional maupun kedaulatan dari sesama negara lainnya. Dengan demikian suatu negara yang
berdaulat tetap saja tunduk pada hukum internasional serta tidak boleh melanggar atau merugikan kedaulatan negara lain. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
3
Jill Staens dan Lloyd Pettiford, Hubungan Internasional:Perspektif dan Tema, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hal. 60.
4
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I Bagian Umum, Bina Cipta, Jakarta, 2010, hal. 7.
5
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional, Graha Ilmu, Yogyakarta 2011 hal 8.
Universitas Sumatera Utara
dapat dikatakan pula bahwa pada masa kini kedaulatan negara merupakan sisa dari kekuasaan yang dimiliki dalam batas-batas yang ditetapkan melalui hukum
internasional.
Air Defence Identification Zone ADIZ merupakan zona bagi keperluan
identifikasi dalam sistem pertahanan udara bagi suatu negara, dimana zona tersebut pada umumnya terbentang mulai dari wilayah territorial negara yang
bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut bebas yang berbatasan dengan negara tersebut, namun penetapan ADIZ yang demikian tidak
dimaksudkan untuk memperluas. Kedaulatan negara pemilik ADIZ atas laut bebas yang tecakup dalam
ADIZ negara itu. ADIZ dibentuk atas dasar keperluan identifikasi dalam sistem pertahanan udara bagi suatu negara, dimana zona tersebut pada umumnya
terbentang mulai dari wilayah territorial negara yang bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut bebas yang berbatasan dengan negara tersebut.
Zona ini mewajibkan pesawat sipil maupun militer untuk melaporkan rencana penerbangannya.
Dasar hukum pendirian ADIZ adalah praktek internasional yang telah menjadi hukum kebiasaan internasional Customary International Law. Pasal 38
1 Statuta Mahkamah Internasional menyebutkan Hukum kebiasaan internasional merupakan salah satu sumber hukum yang diakui oleh negara-negara pada
umumnya. Hukum kebiasaan berasal dari praktek negara-negara melalui sikap dan tindakan yang diambil terhadap suatu persoalan. Bila suatu negara mengambil
suatu kebijakan dan kebijakan tersebut diikuti oleh negara-negara lain dan
Universitas Sumatera Utara
dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes atau tantangan dari pihak lain maka secara berangsur-angsur terbentuklah suatu kebiasaan
Sejarah pembentukan ADIZ di level internasional, pertama kali diperkenalkan oleh Amerika Serikat pada bulan Desember 1950, semasa perang
Korea. Lima bulan kemudian Canada juga mengeluarkan sejumlah peraturan yang diberi nama Rules for the Security Control of Air Traffic. Sama dengan Amerika
Serikat, peraturan yang dikeluarkan oleh Kanada itu maksudnya untuk in the interest of national security, to identify, locate and control aircraft operation
within areas designated as “Canadian Air Defence Identification Zone” CADIZ. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 secara tegas menyatakan bahwa negara-
negara pihak mengakui bahwa tiap-tiap negara mempunyai kedaulatan penuh dan ekslusif atas ruang udara yang terdapat diatas wilayahnya. sedangkan Konvensi
Chicago 1944 mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam Konvensi Paris 1919.
Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul Pengaturan Air Defence Identification Zone ADIZ Sebagai Perwujudan
Kedaulatan Teritorial Ditinjau Dari Konvensi Paris 1919.
B. Perumusan Masalah