Minat belajar siswa pada pembelajaran sastra dengan metode demonstrasi di kelas X Madrasah Aliyah Negeri XI Jakarta

(1)

Di kelas X Madrasah Aliyah Negeri XI Jakarta

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan Uuntuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Eti Kurniati NIM 107013000916

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruann Universitas Islam Jakarta. 2014.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat minat belajar siswa pada pembelajaran sastra dengan menggunakan metode demonstrasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013, di kelas X-5 Madrasah Aliyah Negeri IX Jakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dengan jumlah 24 pernyataan. Pernyataan tersebut terbagi menjadi 2 kategori, 12 butir untuk pernyataan positif dan 12 butir untuk pernyataan negatif. Pengaruh metode demontrasi terhadap minat belajar tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan persentase yang tinggi pada pernyataan positif yaitu sebanyak 32,60% menyatakan SANGAT SETUJU, 42,85% menyatakan SETUJU, 19,61% menyatakan BIASA, 3,19% Menyatakan KURANG SETUJU, dan 2,24% menyatakan TIDAK SETUJU. Pada pernyataan positif semakin tinggi jumlah siswa yang menyatakan SETUJU, maka siswa akan semakin berminat terhadap pembelajaran sastra. Sedangkan pada pernyataan negatif jawaban responden berada dalam persentase yang rendah dengan jumlah rata rata 37,34% menyatakan TIDAK SETUJU, 5,63% menyatakan KURANG SETUJU, 26,02% menyatakan BIASA, 5,63% Menyatakan SETUJU, dan 2,21% menyatakan SANGAT SETUJU. Pada pernyataan negatif semakin tinggi siswa yang menyatakan TIDAK SETUJU maka siswa semakin berminat terhadap pembelajaran sastra. Dengan demikian, terlihat adanya ketertarikan siswa pada pembelajaran sastra dengan menggunakan metode demonstrasi.


(6)

ii

Tiada kata yang paling indah, syahdu dan balaghoh seraya kita memanjatkan Puja dan Puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan hidayah, taufiq, serta nikmat-Nya, sehingga Alhamdulillahirobbil’alamin penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Minat Belajar Siswa pada Pembelajaran Sastra dengan Metode Demonstrasi Di Kelas X Madrasah Aliyah Negeri IX Jakarta”. Shalawat teriring salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw, kepada keluarganya, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung, sehingga membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis berterima kasih kepada: 1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mahmudah Fitriah, Z.A M.Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Rosida Erowati, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang saya banggakan, terima kasih ibu karena begitu sabar memberikan banyak masukan dan saran-saran. Semoga apa yang telah ibu ajarkan dan arahkan mendapat ganjaran yang berlimpah ruah dari Allah SWT. Amin.

4. Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta para pengurus perpustakaan yang telah meminjamkan buku-buku yang diperlukan oleh penulis.

5. Dra. Hj. Na’imah Fathoni. Lc, MA., Sebagai Kepala Madrasah Aliayah Negeri IX Jakarta.


(7)

iii

Terimakasih atas cinta, kasih dan sayangmu.

7. Ya Rabb, sampaikan ucapan terimakasih ku kepada orang-orang terkasih yang saat ini lebih dekat dengan-Mu. Bapakku, Alm. Tatang Haryana. Semoga amal ibadah Ayahanda tercinta diterima di sisi Allah SWT. Amin. 8. Kakakku Suryadi dan Sri Haryani serta Adik-adikku Siti Nuryani, Suryana,

Hafizd Rizqullah, maafin kakak ya karena jarang pulang, dan makasih ya ade ku sayang atas doa dan ketulusan sayangmu pada kakak. I love you All. 9. Kepada Ahmad Maulana yang selalu membantu dan menemani.

10. Keluarga Besar UKM Pramuka RAFANI, Untuk Arief, Adam, Ahyani, Slamet, Zul, Lela, Ema, Iik, Evi, Oji, Ilyas, Iskandar, dan semua angkatan GIGIL 2007.

11. Para sahabatku Gita, Vivi, Irma, Inayah, Yuyun, dan semua teman seangkatan PBSI Angkatan 2007.

Akhirnya, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berperan dalam proses penyelesaian tugas akhir penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat dan para peneliti pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia lainya.

Jakarta, 26 Januari 2014 Penulis,


(8)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

KATA PENGANTAR………..……… . ii

DAFTAR ISI………..………... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..……….. 1

B. Identifikasi Masalah……….. 3

C. Pembatasan Masalah……….. 4

D. Perumusan Masalah……… 4

E. Tujuan Penelitin……….. 4

F. Manfaat Penelitian……….. 4

BAB II KAJIAN TEORI A. Minat Belajar……… 5

1. Pengertian Minat……… 9

2. Fungsi Minat yang Menunjang Belajar……….. 9

3. Peranan Minat dalam Belajar……….. 9

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Minat………... 10


(9)

iv

5. Dimensi Indikator Minat………. 11

6. Pengukuran Minat……… 12

B. Sastra dan Pembelajaran Sastra………... 13

1. Pengertian Sastra………. 13

2. Pembelajaran Sastra………... 16

3. Pembelajaran Membaca Puisi…..……….... 17

4. Tujuan Pembelajaran Sastra……… 21

C. Metode Demonstrasi………. 26

1. Hakikat Metode Demonstrasi……….. 26

2. Langkah-langkah Metode Demonstrasi…………... 33

D. Hasil Penelitian yang Relevan……… 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian……… 37

B. Metode Penelitian... 37

C. Populasi dan Sampel... 37

1. Populasi... 37

2. Sampel... 37

3. Instrumen Penelitian... 38

4. Teknik Pengumpulan Data... 43


(10)

v

A. Deskripsi Data………. 44

B. Hasil Analisis Data……….. 44

1. Data Angket Peranyataan Positif……….. 44

2.Data Angket Pernyataan Negatif……… 51

3.Persentase Rata-rata Pernyataan Positif………. 57

4.Persentase Rata-rata Pernyataan Negatif……… 58

C. Pembahasan………. 59

D. Profil Sekolah……….. 61

1. Latar Belakang Sekolah………. 61

2. Keadaan Sekolah……… 61

3. Personil Sekolah……… 63

a. Daftar guru dantugas mengajar……….. 63

b. Tenaga pengajar………... 65

c. Personil dilihat dari jenjang pendidikan……….. 65

d. Kegiatan ekstra kurikuler………. 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……… 67

B. Saran……….. 67

DAFTAR PUSTAKA………. 68


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan bagian dari pelajaran bahasa Indonesia yang harus dipelajari di sekolah. Dengan adanya pelajaran bahasa Indonesia khususnya sastra, siswa dapat belajar tentang puisi, drama, prosa, dsb. Namun, pada saat ini pelajaran bahasa indonesia khususnya sastra dianggap sulit oleh siswa. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi: pertama, terbatasnya waktu pengajaran sastra. Meskipun sastra dapat diajarkan secara tersendiri, namun kenyataannya pengajaran sastra menjadi satu dengan pelajaran bahasa indonesia secara umum, sehingga waktu belajarnyamenjadi terbatas. Contoh, pengajaran tentang materi puisi. Pengajaran sastra seperti puisi meliputi teori, sejarah, bentuk-bentuk puisi, dan praktik, baik praktik menuliskan sebuah puisi ataupun membacakan puisi. Jika waktu yang diberikan dalam satu jam pelajaran adalah 35-45 menit, maka tidak akan dapat terselesaikan semua materi serta praktik yang ingin dilakukan, belum hal-nya dengan materi yang lain.Hal ini tentu menjadi salah satu faktor sulitnya siswa menangkap pelajaran, termasuk pelajaran sastra.Kedua, keberadaan bacaan popular menggeser bacaan sastra itu sendiri. Bacaan populer yang dianggap ringan dan menyenangkan, lebih dipilih siswa dibandingkan bacaan sastra yang abstrak dan berat. Ketiga, dampak negatif dari kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi kepribadian serta pola berpikir dan pola tingkah laku anak, termasuk cara mereka belajar. Dengan terlalu banyak menggunakan teknologi, anak dapat menjadi malas dan menyukai hal-hal yang praktis atau instan. Hal ini menjadikan anak tidak mau belajar tentang hal-hal yang rumit termasuk tentang sejarah,dan anak akan terbiasa untuk tidak berpikir kreatif.Sedangkan, dalam pelajaran sastra banyak meliputi tentang sejarah dan aplikasi-aplikasi praktik yang mengandalkan kreatifitas. Keempat, kurangnya kemampuan guru mencari metode yang tepat dalam mengajar sastra.


(12)

Guru memang selalu menjadi tokoh utama dalam dunia pendidikan dan bertanggung jawab atas keberhasilan dalam belajar, namun kenyataannya banyak guru yang hanya menjadikan mengajar sebagai formalitas semata. Seperti adanya guru yang hanya suka memberi tugas pada anak-anak tanpa adanya interaksi lain. Adapula guru yang hanya memberikan catatan semata, hafalan, dsb. Prilaku guru yang seperti inilah yang menjadikan siswa bosan dan tidak menyukai kegiatan belajar di kelas.

Jacob Sumardjo dalam bukunya Sastra Budaya yang terbit tahun1984 mengemukakan bahwa pengajaran sastra yang benar, dapat menjembatani segala permasalahan yang ada. Hal tersebut juga membuktikan bahwa kekhawatiran ini sudah ada sejak lama dan belum terselesaikan. Tidak jauh berbeda seperti yang diungkapkan Harun Nur Rasyid seorang guru sastra yang menulis di Majalah Horison pada tahun 2006, bahwa gurulah yang harus memulai dan harus mempersiapkan langkah-langkah yang tepat dalam mengajar sastra, agar siswa dapat melibatkan mental dengan aktif, kreatif, serta dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional1.

Seorang guru harus mempunyai kemampuan, bukan hanya dalam mengajar, tapi juga dalammenciptakan suasana yang menyenangkan.Guru dapat menentukan sendiri kegitan intruksional yang mewujudkan keberhasilan dalam mengajar, mengetahui tingkat perkembangan siswa, dan terampil dalam menyajikan materi sehingga kegiatan belajar menjadi efektif dan efisien. Seperti yang dilakukan Bu Nurlaila di Bandung, guru Bahasa dan Sastra di SMAN 1 Margahayu yang bertahun-tahun bergrilya membawa para siswanya untuk dapat semakin dekat dengan sastra dan bukan menjauhinya. Untuk itu, sering dengan usaha-usahanya yang bersifat swadaya, ia membuat acara-acara sastra yang kreatif bagi para siswanya di sekolah. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran sastra.

Muhibin Syah dalam bukunya mengungkapkan bahwa ada tiga faktor yaitu faktor internal, faktor eksternal, serta faktor pendekatan dalam

1


(13)

pembelajaran. Salah satu faktor internal tersebut adalah minat belajar siswa. Menurut Slameto, minat sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar, karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada daya tarik baginya. Untuk itu diperlukan teknik penyampaian yang menarik agar bahan pelajaran mudah diserap dan dimengerti oleh siswa.

Kebanyakan guru menggunakan metode Ceramah dalam mengajarkan sastra, padahal metode tersebut bukan satu-satunya metode yang ada dalam dunia pendidikan. Seharusnya guru dapat memilih metode yang tepat untuk setiap materi pelajaran, agar sesuai dengan situasi dan kondisi. Selain itu guru harus memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menarik perhatian siswa.Bila kita perhatikan kondisi siswa saat ini lebih suka membaca situs jejaring sosial dari pada membaca buku terutama buku-buku sastra. Melihat permasalahan tersebut salah satu metode yang dapat dipilih untuk meningkatkan minat siswa adalah metode Demonstrasi, metode ini memiliki banyak kelebihan, diantaranya adalah dapat menghindari proses verbalisme. Sebab siswa diperintahkan langsung. Siswa akan memperoleh kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian, siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran. Metode ini akan sangat efektif bila digunakan pada materi membaca puisi. Karenasiswa dapat melihat secara langsung teori dan teknik membaca puisi yang didemontrasikan oleh guru serta praktik secara langsung.

Dari uraian-uraian yang diungkapkan di atas peneliti tertarik untuk membahas tentang “Minat Belajar Siswa pada Pembelajaran Sastra dengan Metode Demonstra di Kelas X Madrasah Aliyah Negeri XI Jakarta”. Adapun tujuan dan alasan penelitian mengambil judul tersebut diharapkan dengan penelitian ini dapat membantu guru menggunakan metode yang tepat untuk mengajar sastra, khususnya di Madrasah Aliyah Negeri XI Jakarta dan di sekolah lain pada umumnya.


(14)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi antra lain:

1. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi sastra. 2. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran sastra.

3. Metode ceramah kurang efektif digunakan dalam belajar sastra. 4. Kurangnya upaya guru dalam menggunakan metode demonstrasi 5. Kurangnya upaya guru dalam mengimbangi kemajuan teknologi

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah ada di atas, maka perlu adanya batasan sebagai fokus penelitian. Oleh karena itu, peneliti membatasi

masalah yang akan diteliti sebagai berikut: “Minat Belajar Siswa pada Pembelajaran Sastra dengan Metode Demonstrasi”. Pembelajaran sastra yang

akan dipilih adalah membaca puisi dan puisi yang digunakan untuk pembelajaran adalah puisi W.S. Rendra yang berjudul “Doa Di Jakarta”.

.

D. Perumusan Masalah

Dari masalah-masalah yang telah dibatasi maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut: “Bagaimana minat belajar siswa pada pembelajaran sastra dengan menggunakan metode Demonstrasi”?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana minat belajar siswa pada pembelajaran sastra dengan menggunakan metode demonstrasi.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat baik sekolah, guru, maupun penulis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:


(15)

1. Penelitian ini diharapkan menjadi inspirasi dan rujukan, dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran ke arah yang lebih baik. Sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah khususnya pada mata pelajaran sastra

2. Sebagai referensi guru sastra untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode pembelajaran demonstrasi terhadap minat belajar sastra, agar guru sastra dapat mempertimbangkannya sebagai alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menunjang jalannya proses belajar mengajar.


(16)

6

KAJIAN TEORI

A. MINAT BELAJAR

1. Pengertian Minat

Menurut Wayan Nurkancana di dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan. Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang minat. Jersild dan Tasch Menekankan bahwa minat atau interest menyangkut aktifitas-aktifitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Sedangkan menurut Doyles Fryer minat atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada individu. Minat senantiasa erat hubungannya dengan perasaan individu, objek, aktivitas, dan situasi.1 Dari berbagai definisi tersebut dapat dilihat bahwa minat adalah segala aktivitas atau suatu kegiataan yang dipilihnya sebagai suatu kebiasaan yang dilakukan dengan perasaan yang senang baik terhadap individu, objek, dan situasi.

Demikian pula menurut Kurt Singer minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seorang murid memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya. Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak akan memberi manfaat, jika tidak disertai adanya sifat terbuka terhadap materi pelajaran.2 Rasa ingin mempelajari sesuatu yang disenangi oleh murid, akan membuat murid merasa berminat dan selalu ingin belajar secara terus menerus untuk mengingatnya sebagai suatu keberhasilan belajar untuk mencapai prestasi.

Menurut Crow & Crow seperti yang dikutip oleh Djaali, dalam bukunya Educational Psychology halaman 248, minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda atau kegiataan, atau pun bisa berupa pengalaman yang afektif yang dirangsang oleh kegiataan itu sendiri. Dengan kata lain, minat dapat menjadi

1

Wayan Nurkanca dan Samartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), Cet IV, h. 229

2

Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, Penerjemaah Bergman Sitorus (Bandung: Remadja Karya, 1987), h.78


(17)

penyebab kegiataan dan penyebab partisipasi dalam kegiataan. Pengertian yang tak jauh beda dari itu juga disampaikan oleh Witherington/Bukhori, 1978, halaman 124.3

Arti Minat menurut H.C. Witherington adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi mengandung sangkutpaut dengan dirinya. Rupa-rupanya minat harus dipandang sebagai suatu sambutan yang sadar, kalau tidak demikian minat itu tidak mempunyai arti sama sekali. Oleh sebab itu pengetahuan atau informasi tentang seseorang atau suatu objek pasti harus ada lebih dahulu daripada minat terhadap orang atau obyek tadi. Minat yang terdapat dalam diri seseorang untuk mempelajari suatu aktivitas atau objek tertentu haru disadari oleh individu sebagai suatu sambutan untuk mengetahui tentang pengetahuan, wawasan, dan informasi yang ingin dipelajarinya sehingga akan menimbulkan perasaan senang setiap mempelajarinya.4

Menurut Elizabeth B. Hurlock, dalam bukunya yang berjudul Child Development minat adalah sumber motivasi yang mendorong seorang individu untuk melakukan apa yang mereka inginkan secara bebas dalam memilih, ketika mereka melihat dan merasa bahwa sesuatu itu akan bermanfaat unatuk mereka, mereka akan menjadi tertarik akan sesuatu itu. Maka mereka akan merasa ada kepuasan dalam dirinya. Ketika mereka merasa puas, maka mereka akan berminat.5

Demikian pula pendapat yang dikatakan oleh Ahmad D Marimba bahwa minat ialah kecenderungan jiwa pada sesuatu, karena kita merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu,6 pada umumnya disertai dengan perasaan senang akan sesuatu itu. Orang yang berminat dengan sesuatu maka ia akan merasa bahwa sesuatu itu

3

Djaali, Psikologi Pendidikan, (PT Bumi Aksara, 2008), Cet III, h. 112

4

Witherington, H.C, Psikologi Pendidikan, Penerjemaah Buchori, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), h. 124

5

Elizabeth B Hurlock, Child Development, (Singapore: McGraw-Hill Book Company, 1978), h. 420

6

Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Alma,arif, 1980), Cet IV, h. 79


(18)

mempunyai manfaat untuk dirinya dan ia akan merasa senang dalam mempelajarinya.

Minat merupakan faktor yang sangat penting bagi individu untuk melakukan sesuatu yang disenanginya dan disukainya, dengan adanya minat yang tumbuh dalam dirinya mereka akan selalu belajar dengan sungguh-sungguh demi suatu tujuan yang ingin dicapainya melalui minat itu, mereka akan selalu mempelajari dan memperdalam suatu kegiatan atau aktivitas tersebut dengan selalu belajar secara tekun, rajin dan terus menerus hingga akan timbul perasaan senang dalam dirinya, minat juga dapat menunjang belajar sebagai motivasi untuk lebih giat dalam belajar dan akan menghasilkan suatu prestasi.

Seperti yang dikemukakan oleh Alisuf Sabri bahwa minat yang dapat menunjang belajar adalah minat kepada bahan/matapelajaran dan kepada guru yang mengajarnya. Apabila siswa tidak berminat kepada bahan/matapelajaran juga kepada gurunya, maka siswa tidak akan mau belajar. Oleh karena itu apabila siswa tidak berminat sebaiknya dibangkitkan sikap positif (sikap menerima) kepada pelajaran dan kepada gurunya, agar siswa mau belajar memperhatikan pelajaraan.7 Dalam hal ini sikap yang dapat menunjang belajar ialah sikap positif (menerima/suka) terhadap bahan/mata pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru yang mengajar dan terhadap lingkungan dimana ia belajar, seperti kondisi kelas, teman-temanya, sarana dan prasarana pengajaran, dan sebagainya. Apabila tidak ada minat kepada pelajaran/gurunya, paling tidak pada diri siswa itu harus ada sikap yang positif (menerima) kepada pelajaran yang dipelajari atau kepada gurunya.

Menurut Alisuf Sabri sikap dan minat sebagai faktor psikologis berbeda peranannya dalam belajar. Dalam proses belajar sikap itu berfungsi sebagai “Dinamic Force“ yaitu sebagai kekuatan yang akan menggerakan orang untuk belajar. Jadi siswa yang sikapnya negatif (menolak/tidak senang) kepada pelajaran/gurunya tidak akan tergerak untuk mau belajar. Sebaliknya siswa yang positif akan digerakkan oleh sikapnya yang positif itu untuk mau belajar. Begitu

7

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet I, h. 84


(19)

pun peran minat dalam belajar lebih Besar/Kuat, dari sikap yaitu minat akan

berperan sebagai “motivation force” yaitu sebagai kekuatan yang akan mendorong

siswa untuk belajar. Siswa yang berminat belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima kepada pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk bisa terus tekun karena tidak ada pendorongnya.8 Jadi minat merupakan sesuatu yang dapat timbul dalam diri seseorang jika ada keingina dan kemauan yang kuat dari dalam diri setiap individu untuk mempelajari sesuatu sehingga menimbulkan motivasi yang besar dalam belajar.

Terdapat tiga batasan minat, yakni (1) suatu sikap yang dapat mengikat perhatiaan seseorang ke arah objek tertentu secara selektif, (2) suatu perasaan bahwa aktivitas dan kegemaran terhadap objek tertentu sanagat berharga, dan (3) bagian dari motivasi atau kesiapan yang membawa tingkah laku ke suatu arah atau tujuan tertentu.9

Minat mempengaruhi proses hasil belajar yang juga berpengaruh terhadap motivasi. Kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, tidak dapat diharapkan bahwa dia akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut. Sebaliknya, kalau seseorang mempelajari sesuai dengan minatnya maka dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik.10

Siswa yang mempunyai minat besar terhadap bahasa Indonesia akan merasa senang dan dengan penuh perhatian mengikuti pelajaran bahasa Indonesia. Ia akan belajar dengan sepenuh hati. Dengan mengetahui hal ini, guru perlu berusaha untuk meningkatkan minat siswanya. Guru harus sering mengaitkan pelajarannya dengan minat siswa berdasarkan tingkah laku siswa dan hasil belajarnya.

Siswa menaruh minat terhadap pelajaran yang disajikan oleh guru terlihat dari perilaku siswa. Ia akan menaruh perhatian, tampak gembira, raut muka berseri-seri, dan hasil belajarnya baik. Apabila guru kurang berhasil membangkitkan minat siswa dan memeliharanya, dapat di duga bahwa pencapaian

8

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional….h. 85

9 Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Stategi Pembelajaran Bahasa…h. 113 10

Mansur M, dkk, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Malang: Jammars, 1987, h. 47)


(20)

siswa akan kurang memadai atau bahkan kemungkinan besar gagal. Oleh karena itu guru perlu berusaha menemukan hal-hal yang dapat memberi petunjuk tentang ada atau tidak adanya minat siswanya yang belajar. Hal ini penting bagi guru karena dapat merupakan balikan dalam rangka penyempurnaan pelajaran.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah sumber motivasi untuk memberi stimulasi yang mendorong untuk memperhatikan dan mengingat suatu kegiatan dalam memperoleh sesuatu yang dapat memberi pengaruh terhadap suatu pengalaman yang disertai ddengan perasaan senang sebagai faktor hasil belajar.

Dengan demikian segala aktivitas atau kegiatan bila dilakukan dengan minat maka akan mendatangkan perasaan yang senang dan tidak mudah bosan, karena kegiataan tidak bertentangan dengan keinginan seseorang sehingga dapat memperoleh prestasi yang tinggi, minat juga dapat berpengaruh pada tinggi atau rendahnya prestasi siswa.

2. Fungsi Minat yang Menunjang Belajar

Minat merupakan faktor psikologis yang akan mempengaruhi belajar. Minat yang dapat menunjang belajar adalah minat kepada bahan/mata pelajaran dan kepada guru yang mengajarnya. Apabila siswa tidak berminat kepada bahan/mata pelajaran juga kepada gurunya, maka siswa tidak akan mau belajar. Oleh karaena itu apabila siswa tidak berminat sebaiknya dibangkitkan sikap positif (sikap menerima) kepada pelajaran dan kepada gurunya, agar siswa mau belajar memperhatikan pelajaran.

3. Peranan Minat dalam Belajar

Minat sebagai faktor psikologis berbeda perannya dalam motivasi dalam proses belajar, peranan minat dalam belajar lebih besar dari sikap, minat berperan

sebagai “Motivating Force” yaitu sebagai kekuatan yang akan mendorong siswa

dalam belajar. Siswa yang berminat (sikapnya senang) kepada pelajaran yang akan tampak terdorong siswa untuk belajar.


(21)

4. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Minat

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi minat terhadap sesuatu dimana secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang bersumber dari dalam diri individu yang bersangkutan (misal: bobot, umur, jenis kelamin, pengalaman, perasaan mampu, kepribadian), dan yang berasal dari luar mencakup lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Faktor lingkungan justru mempunyai pengaruh lebih besar terhadap timbul dan berkembangnya minat seseorang.11

Menurut Crow & Crow seperti yang dikutip oleh Abdul Rahman Shaleh ada tiga faktor yang menjadi timbulnya minat, yaitu:

a. Dorongan dari dalam diri individu, misal dorongan untuk makan, ingin tahu seks. Dorongan untuk makan akan membangkitkan minat untuk bekerja atau mencari penghasilan, minat terhadap produksi makanan dan lain-lain. Dorongan ingin tahu atau rasa ingin tahu akan membangkitkan minat untuk membaca, belajar, menuntut ilmu, melakukan penelitian dan lain-lain. Dorongan seks akan membangkitkan minat untuk menjalani hubungan dengan lawan jenis, minat terhadap pakaian atau kosmetik dan lain-lain. b. Motif Sosial, dapat menjadi faktor yang membangkitkan minat untuk

melakukan suatu aktivitas tertentu. Misalnya minat terhadap pakaian timbul karena ingin mendapatkan persetujuan atau penerimaan dan perhatian orang lain. Minat untuk belajar atau menuntut ilmu pengetahuan timbul karena ingin mendapat penghargaan dari masyarakat, karena biasanya yang memiliki ilmu pengetahuan cukup luas (orang pandai) mendapatkan kedudukan yang tinggi dan terpandang dalam masyarakat.

c. Faktor emosional, minat mempunyai hubungan yang erat dengan emosi. Bila seseorang mendapatkan kesuksesan pada aktivitas akan menimbulkan perasaan senang, dan hal tersebut akan memperkuat minat terhadap aktivitas

11

Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta Prenada Media, 2004), Cet I, h.263


(22)

tersebut, sebaliknya suatu kegagalan akan menghilangkan minat terhadap hal tersebut.12

5. Dimensi Indikator Minat

Adapun yang dimaksud dengan minat (intrest) menurut psikologi adalah suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan perasaan terutama perasaan senang kepada sesuatu. Orang yang berminat kepada sesuatu berarti ia sikapnya senang kepada sesuatu itu.13

Setiap individu memiliki perbedaandalam beberapa hal, misalnya pada minatnya, perbedaan itu dapat diketahui melalui gejala-gejala yang ditampakkan oleh individu itu sendiri. Seseorang siswa yang sedang belajar di sekolah minatnya akan dapat diketahui oleh guru yang mengajarnya melalui indikator minat diantaranya:

a. Perasaan Senang

Seseorang yang memiliki perasaan yang memiliki perasaan suka atau senang dalam hal tertentu ia cenderung akan merasa senang untuk mempelajari sesuatu itu. Siswa yang berminat pad pelajaran bahasa Indonesia ia akan merasa senang dalam mempelajarinya. Ia akan rajin membaca dan terus menerus mempelajari semua ilmu yang berhubungan dengan bahasa Indonesia. Ia akan mengikuti pelajaran dengan sepenuh hati dan antusias tanpa ada paksaan dalam dirinya.

b. Perhatian

Seseorang yang menaruh minat pada matapelajaran atau kegiataan tentu biasanya akan cenderung untuk memperhatikan matapelajaran tersebut. Orang yang mempunyai minat terhadap pelajaran bahasa Indonesia akan cenderung selalu memberikan perhatian yang besar terhadap objek yang diamatinya. Jadi siswa dan pikirannya fokus dengan apa yang dipelajarinya.

12

Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam…, h.469


(23)

c. Perasaan Tertarik

Orang yang memiliki minat yang tinggi terhadap salah satu pelajaran akan cenderung tertarik pada guru dan matapelajaran yang diajarkan. Orang yang mempunyai minat terhadap kegiatan tertentu maka ia akan menunjukkan rasa ketertarikannya kepada kegiatan tersebut.

d. Giat Belajar

Giat belajar atau aktivitas belajar yang dilakukan di uar sekolah adalah sesuatu yang dapat menunjukkan minat seseorang. Siswa akan mersa bahwa pelajaran yang diberikan di sekolah sangatlah terbatas waktunya, sehingga ia merasa perlu untuk mencari pengetahuan lainnya di luar jam pelajaran yang berkaitan dengan matapelajaran tersebut.

e. Mengerjakan Tugas

Mengerjakaan tugas yang di berikan guru merupakan salah satau indikator yang menunjukan minat siswa. Tugas yang diberikan guru bertujuan untuk memperdalam kemampuan siswa. Siswa yang memiliki minat yang tinggi akan menyadari akan pentingnya melaksanakan tugas-tugas dari guru ia lebih menguasai materi dengan baik

6. Pengukuran Minat

Ada beberapa kegunaan pengukuran minat anatara lain adalah sebagai berikut: a. Untuk meningkatkan minat anak-anak. Setiap guru mempunyai kewajiban

untuk meningkatkan miinat anak-anak. Minat merupakan komponen yang penting dalam kehidupan pada umumnya dan dalam pendidikan serta pengajaran pada khususnya.

b. Memelihara minat yang timbul. Apabila anak-anak memiliki minat yang kecil, maka merupakan tugas guru untuk memelihara minat tersebut. Anak yang baru masuk ke suatu sekolah mungkin belum terlalu banyak menaruh minat terhadap aktivitas-aktivitas tertentu. Dalam hal ini guru wajib memperkenalkan aktivitas-aktivitas tersebut.

c. Mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik. Oleh karena sekolah adalah suatu lembaga yang menyiapkan anak-anak untuk hidup di


(24)

dalam masyarakat, maka harus mengembangkan aspek-aspek ideal agar anak-anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

d. Sebagai persiapan untuk memberikan bimbingan kepada anak tentang lanjut studi atau pekerjaan yang cocok baginya. Walaupun minat bukan merupakan indikasi yang pasti. Tentang sukses tidaknya anak dalam pendidikan yang akan datang atau dalam jabatan, namun minat (intrest) merupakan pertimbangan yang cukup berarti kalau dihubungkan dengan data-data yang lain.14

B. SASTRA dan PEMBELAJARAN SASTRA

1. Sastra

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni.15 Lebih lanjut Rene Wellek dan Austin Warren menyebutkan bahwa cara lain untuk memberi definisi pada sastra adalah membatasinya pada "mahakarya" (great books), yaitu buku-buku yang dianggap "menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya". Dalam hal ini kriteria yang dipakai adalah segi estetis, atau nilai estetis dikombinasikan dengan nilai ilmiah. Di antara puisi lirik, drama, dan cerita rekaan, mahakarya dipilih berdasarkan pertimbangan estetis. Buku-buku lain dipilih karena reputasinya atau kecemerlangan ilmiahnya, ditambah penilaian estetis atas gaya bahasa, komposisi, dan kekuatan penyampaian. Ini adalah cara yang lazim digunakan untuk berbicara tentang karya sastra. Dengan mengatakan bahwa "ini bukan karya sastra", kita sekaligus menjatuhkan suatu penilaian. Demikian pula jika kita menggolongkan buku sejarah, filsafat atau ilmu pengetahuan sebagai karya yang bernilai sastra.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mencantumkan pengertian kata sastra adalah 1. Bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari); 2. Kesusasteraan; 3. Kitab suci Hindu; kitab ihnu

14Wayan Nurkancana dan Sunartana, Evaluasi Pendidikan… h.230 15

Renne Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusasteraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 3


(25)

pengetahuan; 4. Kitab; pustaka; primbon (berisi ramalan, hitungan, dsb); 5. Tulisan; huruf.16

Sedangkan kata karya diartikan 1. Pekerjaan; 2. Hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama hasil karangan). Dan kata karya sastra diartikan sebagai hasil sastra, baik berupa puisi, prosa, maupun lakon.17

Sastra dalam bahasa Inggris disebut literature. Karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Meskipun demikian, sungguh mustahil memberikan suatu definisi mengenai sastra yang berlaku untuk semua lingkungan kebudayaan dan semua zaman. Sifat-sifat yang pada zaman tertentu dianggap ciri khas bagi sastra (misalnya rekaan, kiasan), pada zaman lain dianggap tidak relevan.18

Sastra sebagai seni sastra, adalah kegiatan kreatif manusia yang dijelmakan manusia dalam medium bahasa. Sastra berada dalam dunia fiksi, yaitu hasil kegiatan kreatif manusia, hasil proses pengamatan, tanggapan, fantasi, perasaan, pikiran, dan kehendak yang bersatu padu, yang diwujudkan dengan menggunakan bahasa. Perwujudan itu berupa karangan.19

Dalam bahasa Indonesia kata sastra berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari akar kata sas dalam kata kerja turunan yang berarti 'mengarahkan', 'mengajar', 'memberi petunjuk atau instruksi'. Akhiran tra biasanya menunjukkan 'alat' atau 'sarana'. Oleh sebab itu, sastra dapat berarti 'alat untuk mengajar', 'buku petunjuk', 'buku instruksi atau pengajaran'; misalnya, Nitisastra, kitab petunjuk tentang kebijaksanaan hidup, Silpasastra, buku petunjuk tentang arsitektur, Kamasastra, buku petunjuk mengenai seni bercinta, dan sebagainya.20

16

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke- 3,2005), h. 1001-1002

17Ibid,

h. 511

18

Dewan Redaksi Ensiklopedia Sastra Indonesia, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), h. 716

19

Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV Dipenogoro, 1984), h. 311-312

20

Partini Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, (PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 7


(26)

Istilah "sastra" dianggap berasal dari bahasa Sansekerta dan Kawi yang artinya "tulisan", "surat", "buku".21 Entah sejak kapan mulainya (saya berpraduga sejak beberapa pemuda Indonesia belajar dan sekolah-sekolah di Belanda), istilah "sastra" dibatasi pengertiannya pada "buah pena" pengarang. Artinya karya cipta (seni) tertulis.22

Sejak tingkat sekolah lanjutan, guru-guru kita mengajarkan bahwa "kesusasteraan" adalah hal ihwal "susastra", yang berasal dari gabungan "su" yang artinya baik/bagus/ indah ditambah "sastra" yang artinya tulisan . Diuraikan secara ilmu tata bentuk-kata (morfologis) kata kesusasteraan berasal dari kata dasar susastra yang diberi imbuhan ke-an. Kata dasar susastra sebenarnya kata dasar kedua (secundairestam) karena dapat diuraikan pula atas su dan sastra; kedua-duanya berasal dari bahasa Sansekerta; su berarti baik, sastra berarti tulisan.23 Kata susastra sendiri dalam bahasa Indonesia tidak hidup pemakaiannya kecuali dalam kata bentukan kesusasteraan. Untuk pengertian susastra dewasa ini dipakai kata sastra saja, sedangkan kesusasteraan mengandung pengertian jamak yaitu semua yang meliputi sastra. Kesusasteraan Indonesia artinya semua hal yang meliputi sastra Indonesia.

Usman Effendy, sebagaimana dikutip JS. Badudu mengemukakan definisi sastra atau kesusasteraan sebagai berikut:

"Kesusasteraan (sastra) ialah ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan mapun tulisan yang dapat menimbulkan rasa bagus". Jadi, karangan yang bersifat buku pelajaran atau bersifat laporan tidaklah termasuk ke dalam kesusasteraan karena tidak menimbulkan rasa bagus atau rasa indah.24

Sedangkan Nyonya B. Simurangkir Sumandjutak dalam buku Kesusasteraannya jilid I yang dikutip dari JS. Badudu, membagi kesusastraan atas 2 bagian:

a. Kesusastraan khusus b. Kesusastraan umum

21

Prawiroatmojo, Bausastra Jawa-Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 171

22

Ariel Heryanto, Perdebatan Sastra Kontekstual, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), h. 373

23Ibid,

h. 373

24


(27)

Kesusastraan khusus ini ialah apa yang dinyatakan oleh Usman Effendy dengan definisi sastranya tadi, sedangkan kesusastraan umum ialah semua yang dinyatakan dengan bahasa: uraian ilmu, warta, piagam, undang-undang, dan sebagainya.

Kata kesusastraan (sastra) dewasa ini mengandung pengertian yang sempit. Oleh sebab itu, bila kita membicarakan kesusastraan dewasa ini, takkan ada orang yang mengarahkan pikiran atau perhatiannya kepada buku-buku ilmu pengetahuan, kitab undang-undang, laporan dan yang seperti itu, tetapi akan terus teringat kepada hasil karya pujangga terkenal.25

Kata "sastra" dapat ditemukan dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah untuk menyebut fenomena yang sederhana dan gamblang. Sastra, merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara sastra secara umum. Misalnya, berdasarkan aktifitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya, .suku, maupun bangsa, sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra, sedangkan orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengarkan atau membacanya. Sastra dapat disajikan dalam berbagai cara: langsung diucapkan, lewat radio, majalah, buku, dsb.26

Dengan demikian, karya sastra dapat diartikan sebagai sebuah karya berbentuk fiksi yang di dalamnya terkandung nilai estetis.

2. Pembelajaran Sastra a. Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan ketrampilan menulis, membaca, menyimak, berbicara. Dalam praktiknya, pengajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra,

25Ibid., 6 26

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998), j. 9-10


(28)

membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra27. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran sastra mencakup hal-hal berikut:

1) Menulis sastra : menulis puisi, menulis cerpen, menulis novel, menulis drama.

2) Membaca sastra : membaca karya sastra dan memahami maknanya, baik terhadap karya sastra yang berbentuk puisi, prosa, maupun naskah drama. 3) Menyimak sastra : mendengarkan dan merefleksikan pembacaan puisi,

dongeng, Cerpen, novel, pementasan drama.

4) Berbicara sastra : berbalas pantun, deklamasi, mendongeng, bermain peran berasarkan naskah, menceritakan kembali isi karya sastra,menanggapi secara lisan pementasan karya sastra.

b. Sasaran Pembelajaran Sastra

1) Pembelajaran menulis sastra

Penulisan sastra membutuhkan penghayatan terhadap pengalaman yang ingin diekspresikan, penguasaan teknik penulisan sastra, dan memiliki wawasan yang luas mengenai estetika. Tujuan pembelajaran menulis sastra adalah: :

a) Agar siswa menguasai teori penulisan sastra yang berkaitan dengan unsur-unsur dan kaidah-kaidah dalam penulisan sastra, teknik penulisan sastra, dan estetika agar siswa terampil menulis sastra b) Pembelajaran membaca sastra

Salah satu syarat untuk dapat memahami karya sastra dan membaca sastra dengan baik adalah mempunyai pengetahuan yang baik tentang sastra. Sasaran pembelajaran membaca sastra adalah pengembangan kompetensi yang berkaitan dengan hakikat membaca, hakikat sastra dan membaca sastra, teknnik memahami dan mengomentari karya sastra.

2) Pembelajaran menyimak sastra

27

Aldo Samosir, http://aldonsamosir.wordpress.com/kurikulum/pembelajaran-sastra/


(29)

Sasaran pembelajaran menyimak sastra adalah pengembangan kemampuan mendengarkan, memahami, dan menanggapi berbagai ragam wacana lisan. Sasaran adalah pengembangan kemampuan siswa dalam memahami pikiran, perasaan, dan imajinasi yang terkandung dalam karya sastra yang dilisankan.

3) Pembelajaran berbicara sastra

Kemampuan berbicara sastra merupakan kemampuan melisankan karya sastra yang berupa menuturkan, membawakan, dan membacakan karya sastra. Kemampuan tersebut merupakan salah satu indicator dari subkompetensi

“menguasai ekspresi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk”

1) Pembelajaran Membaca Puisi a. Pengertian Puisi

Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter.28 menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.

Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah

28

Henry Guntur Tarigan. Membaca; Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:Angkasa, 2008), Cet. Ke-1 revisi, hlm. 7


(30)

rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.

Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.

Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).

Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

b. Cara Membaca Puisi dari Segi Lafal, Intonasi, Penghayatan dan

Ekspresi yang Sesuai

Membaca puisi tidak sekedar membaca saja. Namun, disini harus memperhatikan beberapa syarat yaitu dari segi lafal, intonasi dan ekspresi. Apresiasi puisi dapat ditempuh dengan berbagai bentuk yaitu:

a) Pembacaan puisi: Dititikberatkan pada pemahaman, keindahan vokal, dan ekspresi wajah.


(31)

b) Deklamasi puisi: Menekankan kepada ketepatan pemahaman, keindahan vokal, dan ekspresi wajah disertai dengan gerak-gerik tubuh yang lebih bebas dan ekspersi wajah yang lebih kuat.

c) Dramatisasi puisi: Puisi dipandang sebagai suatu kesatuan peristiwa yang dapat diperagakan dalam suatu pementasan. Oleh karena itu pembaca akan memeragakan peristiwa-peristiwa dalam pusi dengan lakuan tubuh (akting) yang sesuai.

d) Musikalisasi puisi: Puisi dinotasikan sebagaimana musik lirik puisi dijadikan syair lagu.

Pembacaan atau pendeklamasian puisi mengutamakan kejelasan, ketepatan, dan keakuratan lafal, volume, intonasi, ekspresi, gesture dan penghayatan.

a) Lafal: cara menyembunyikan atau mengucapkan huruf (bagaimana mengucapkan misalnya f, v, p, z, j, dan sebagainya).

b) Volume suara: tingkat kenyaringan atau kekuatan bunyi atau suara

c) Intonasi: lagu kalimat, perubahan nada pengucapan tuturan (kata, frasa, klausa kalimat yang menimbulkan makna atau arti.

d) Ekspresi: perubahan atau pandangan air muka (raut wajah) untuk memperlihatkan perasaan tertentu.

e) Gestur: gerak anggota tubuh (tangan, kaki, kepala, dan sebagainya) untuk memperkuat kesan tertentu atau untuk mengungkapkan perasaan.

f) Penghayatan: cara memahami atau memaknai sebuah puisi.

Di samping hal-hal tersebut, pembacaan puisi hendaknya didahului kegiatan memberi tanda bantu pada puisi sehingga pembacaannya tidak keliru atau menyimpang dari rencana. Tanda-tanda yang lazim digunakan dan bisa dikreasi sendiri, antara lain:

/ = Perhentian sejenak di antara kata atau frasa tanpa menarik napas. // = Perhentian sesaat untuk mengambil napas (menandai koma atau titik). /// = Perhentian relatif lebih lama untuk mengambil napas beberapa kali. = Nada menaik


(32)

= Pembacaan langsung ke baris berikutnya. = Pembacaan dengan tempo tinggi dan cepat.

Pembacaan puisi dapat dikatakan berhasil apabila pendengar terhanyut dalam suasana pembacaan. Untuk mencapai tujuan itu, pembaca hendaknya berlatih dan melalui beberapa tahapan sebagai berikut.

a) Tahap pertama, pembaca hapan secara jelas, misalnyarus mempelajari dan memahami puisi yang akan dibaca.

b) Tahap kedua, pembaca memahami pemenggalan (jeda) baik pada kata, frasa, atau kalimat.

c) Tahap ketiga, pembaca memahami siapa yang menjadi yang menjadi pendengarnya.

d) Tahap keempat, pembaca harus senang terhadap puisi yang akan dibaca.

Di samping tahapan-tahapan diatas, perlu juga memperhatikan pelafalan atau pengucapan secara jelas, misalnya:

(1) terhadap intonasi (nada naik, turun atau datar) secara Fonem diucapkan secara jelas, misalnya huruf a dengan mulut terbuka lebar.

(2) Pemberian tekanan atau aksentuasi (3) Penekanan tepat.

4. Tujuan Pembelajaran Sastra

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian, pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing serta memiliki budi pekerti luhur dan moral yang baik.

Mengingat betapa pentingnya arti pendidikan bagi manusia, khususnya masyarakat Indonesia, maka dibuatlah berbagai macam cara agar unsur pendidikan dapat tersalurkan dengan baik. Pemerolehan nilai pendidikan tidak hanya dapat dilalui dengan jalan formal seperti, sekolah.


(33)

Kehidupan sehari-hari yang kita jalani pun dapat dijadikan sebagai sumber pendidikan. Pada setiap harinya kita mengalami berbagai peristiwa yang dijadikan sebagai pengalaman. Maka pengalaman tersebut merupakan sebuah pelajaran yang berfungsi mendidik. Pengalaman bukan hanya segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, tetapi juga segala hal yang terjadi pada orang lain, terjadi di lingkungan sekitar kita, bahkan pada karya sastra. Berbagai konflik yang diceritakan dalam sebuah karya sastra bisa dijadikan pelajaran yang mendidik. Selain itu, sastra juga bisa memberi kenikmatan melalui keindahan isi dan gaya bahasanya.29

Yus Rusyana dalam bukunya yang berjudul Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan menyatakan bahwa "sastra dipelajari hubungannya dengan masyarakat tempat lahirnya, serta dukungan-dukungan yang diperolehnya. Sastra dipelajari nilainya, pada masanya, dan pada masa setelahnya.30 Hal ini membuktikan bahwa sastra memiliki kaitan yang erat dengan dunia pendidikan, dimana pendidikan merupakan suatu tonggak utama dalam kehidupan. Artinya di saat kita mengilhami nilai dari sebuah karya sastra, maka kita telah menyerap unsur pendidikan yang terkandung di dalam sebuah karya sastra. Berbagai pelajaran yang diceritakan dalam sebuah karya sastra dapat mendidik kita pada berbagai sisi dalam kehidupan.

Pengajaran sastra dianggap sebagai hal yang penting untuk pendidikan, tujuan pengajaran sastra, tentulah merupakan bagian dari tujuan pendidikan keseluruhannya, karena proses belajar dan mengajarkan sastra merupakan bagian dari proses pendidikan. Karena tujuan pengajaran menentukan komponen pengajaran lainnya. Jadi, pengajaran sastra sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan.31

29

Partini Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 5-6

30

Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV Dipenogoro, 1984), h. 312

31Ibid.,


(34)

Mengenai pembelajaran sastra, Taufiq Ismail mengatakan bahwa anak bangsa Indonesia masih rabun membaca dan pincang menulis32. Menurutnya, padahal sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik, dan budaya dalam bingkai moral dan estetika. Melalui karya sastra para pembaca akan menikmati realitas imajinasi pengarang melalui tokoh, peristiwa, dan latar yang disajikan. Belajar sejarah tidak harus membaca buku sejarah. Dengan membaca tokoh, peristiwa, dan latar sastra yang berlatar peristiwa tertentu, pembaca akan diajak berpikir dan bersentuhan dengan sejarah.33

Dari keterangan di atas menjelaskan bahwa sastra erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sastra dapat menjadi media dalam mencurahkan pikiran dan imajinasi pengarang. Dengan demikian, gagasan dan imajinasi tersebut dapat tersampaikan kepada para pembaca.

Karena karya sastra berhubungan erat dengan manusia, maka hubungan itu juga akan berakar pada kegiatan manusia, salah satunya adalah pendidikan. Karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia pendidikan nyata. Kinayati Djoyosuroto berpendapat bahwa, sangat keliru bila di dalam dunia pendidikan selalu dianggap bidang eksakta lebih utama dan lebih penting dibandingkan dengan ilmu sosial atau ilmu-ilmu humaniora. Masyarakat memandang bahwa karya sastra hanyalah khayalan pengarang yang penuh kebohongan sehingga timbul klasifikasi. Di SMA, (kelas IPA dianggap kelas

Poundsterling, artinya kelas ini dianggap yang paling istimewa, kelas IPS dianggap kelas mau kita harus melibatkan diri secara sukarela. Keterlibatan ini, bukan hanya untuk kepuasan yang serta merta, tetapi untuk berbagai kepuasan yang bernilai .tinggi yang hanya dapat dicapai dengan jalan melibatkan langsung ke dalam karya sastra tersebut.34

Berbicara mengenai pengajaran, jika siswa kita hadapi sebagai subjek pengajaran, kita harus menyadari bahwa setiap siswa merupakan individu,

32

Taufiq Ismail, Agar Anak Bangsa Tak Rabun Membaca Tak Pincang Mengarang, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2003), h. 5

33

Kinayati Djojosuroto, Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), h. 77-78

34


(35)

sekaligus suatu totalitas yang kompleks, yang menyimpan sejumlah kecakapan. Dalam kegiatan belajar-mengajar, kecakapan itulah yang perlu dikenali, ditumbuhkembangkan. Berkaitan dengan pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah yang bersifat (1) indrawi; (2) nalar; (3) afektif; (4) sosial; dan (5) religius. Kecakapan (1), (2), dan (3) mencakup aspek personal kehidupan manusia, sedangkan kecakapan (4) dan (5) melengkapinya sebagai insan seutuhnya. Dengan kata lain, pengembangan kelima sifat kecakapan itu sejalan dengan mengasah, mengasuh, dan mengasihi nilai-nilai yang disajikan setiap karya sastra pada umumnya karena tema sastra mencakup ketiga segi hakikat kehidupan manusia, yaitu yang bersifat personal, sosial, dan religius.35

Hal tersebut berkaitan dengan tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam Kurikulum 2004 adalah agar (1) peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.36

Dengan lebih spesifik B. Rahmanto menyebutkan beberapa manfaat penggunaan karya sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya sebagai berikut:

a. Membantu keterampilan berbahasa

Seperti kita ketahui ada 4 keterampilan berbahasa: (i) menyimak (ii) wicara (iii) membaca (iv) menulis. Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca, dan ditambah sedikit ketrampilan menyimak, wicara, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya.

b. Meningkatkan pengetahuan budaya

35

Boen S. Oemarjati, "Pengajaran Sastra pada Pendidikan Menengah di Indonesia: Quo Vadis?", dalam M. Yoesoef, dkk, Susastra, (Depok: Pusat Pengembangan Seni dan Budaya, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2003), h. 39

36


(36)

Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra bila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayatinya.

c. Mengembangkan cipta dan rasa

Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra; yang bersifat penalaran; yang bersifat afektif; dan yang bersifat sosial; serta dapat ditambahkan lagi yang bersifat religi.

d. Menunjang pembentukan watak

Dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak ini. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan hal mana yang tak bernilai.37

Dalam bentuknya yang paling sederhana, pengajaran sastra membekali siswa dengan keterampilan mendengarkan dan membaca (jika bagian-bagian tertentu karya sastra dibacakan secara bergantian), menulis dan berbicara (jika siswa diberi kesempatan menuliskan ataupun mendiskusikan pandangannya tentang karya sastra).38

Dalam hal ini, Sarumpaet, mengajukan model pembelajaran integratif, dengan menggunakan karya sastra sebagai wahana peningkatan keterampilan berbahasa. Menurutnya, sastra perlu diperkenalkan pada siswa supaya mereka sadar akan adanya sastra sebagai bagian dari keterampilan berbahasa.39

Tujuan pengajaran sastra bagi keterampilan berbahasa dapat dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Kemampuan mendengarkan sastra meliputi kemampuan mendengarkan, memahami, dan mengapresiasi ragam karya sastra (puisi, prosa, drama) baik karya asli maupun saduran/ terjemahan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.

37

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 25

38

Muljanto Sumandi, Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992), h. 200

39

Kinayati Djojosuroto, Analisis Teks Sastra & Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), h. 84


(37)

Kemampuan berbicara sastra meliputi kemampuan membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra di atas sesuai dengan isi dan konteks lingkungan dan budaya. Kemampuan membaca sastra meliputi kemampuan membaca dan memahami berbagai jenis dan ragam karya sastra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat. Kemampuan menulis sastra meliputi kemampuan mengekspresikan karya sastra yang diminati (puisi, prosa, drama) dalam bentuk sastra tulis yang kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca.40

Secara khusus, pengajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai sosial, ataupun gabungan keseluruhannya.41 Namun, sebagai totalitas suatu karya seni, maka manfaat sastra bagi pengajaran adalah menyajikan kemungkinan-kemungkinan yang ada dan dapat ditemui dalam kehidupan manusia sebagaimana direka oleh pengarangnya.

Hakikat pengajaran ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang dikandung karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan itu. Secara khusus, pengajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial, secara sendiri-sendiri, atau gabungan dari keseluruhannya itu, sebagaimana yang tercermin di dalam karya sastra. Dalam bentuknya yang paling sederhana, pembinaan apresiasi sastra membekali siswa dengan keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara. Porsi dan cara penyampaian bekal tersebut bergantung pada tingkatan, pendidikan siswa; tentu saja penyampaian tersebut tetap berpegang pada ketimbal balikan proses belajar mengajar. Dengan kata lain, sastra menyajikan kepada siswa sejumlah pengalaman: yang sama, yang mirip, yang berbeda, yang baru; sejumlah situasi dengan sejumlah pelaku dalam jalinan yang tersaji (tersurat) dan yang mungkin (tersirat). Menangkap kemungkinan-kemungkinan yang dipancarkan

40

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 171

41

Muljanto Sumandi, Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992), h. 198


(38)

karya sastra tidaklah selalu mudah. Yang pasti, kita harus sabar dan senantiasa membukakan diri

2) METODE DEMONTRASI

1. Hakikat Metode Demontrasi

Dalam melaksanakan proses pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang di ajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Selain itu guru harus memahami sehingga dapat merangsang kemampuan yang matang sehingga dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan matang.

Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung.42

Metode demonstrasi juga merupakan metode mengajar dengan cara mendemokan atau memperlihatkan suatu proses. Metode ini, biasanya cocok digunakan untuk mengajarkan suatu pembentukan suatu konsep atau proses suatu percobaan dalam suatu materi yang diajarkan.43

Hal serupa juga di kemukakan oleh Dr. Winarno Surachmad M. Sc. Ed. Dengan demonstrasi sebagai metode mengajar dimaksudkan bahwa seorang guru, orang luar yang sengaja diminta, atau siswa sekalipun memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya bagaimana cara bekerjanya sebuah alat pencuci pakaian yang otomatis.44

42

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2010, h 90.

43

. Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran Sain s. Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. h 103.

44

Tasdik B. A dan Rahmat B.A., Enam Belas Metoda Pengajaran, Bandung, Ideal, 1973. H 19.


(39)

Sudjana dalam bukunya mengatakan bahwa teknik demonstrasi adalah teknik yang digunakan, untuk membelajarkan peserta didik terhadap suatu bahan belajar dengan cara memperhatikan, menceritakan dan memperagakan bahan belajar itu.45

Metode demonstrasi secara umum dikatakan merupakan format interaksi pembelajaran yang sengaja mempertunjukkan atau memperagakan tindakan, proses atau prosedur yang dilakukan oleh pengajar atau orang lain kepada seluruh mahasiswa atau sebagian mahasiswa46. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa pada pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.47

Syah mengatakan bahwa tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar iyalah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukan suatu atau proses terjadinya sesuatu.48

Lebih lanjut Syah menyebutkan alasan perlunya penggunaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar yaitu asumsi psikologis, yakni belajar adalah proses melakukan dan mengalami sendiri (learning by doing and experiencing) apa-apa yang dipelajari. Selain itu metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar juga memiliki arti penting yang strategis. Dalam

memberantas penyakit “verbalisme”.49

Proses belajar yang dilakukan dengan metode demonstrasi dapat membantu siswa melalui pengamatan untuk pemecahan masalah.50 Metode demonstrasi mengambil bentuk sebagai contoh pelaksanaan suatu keterampilan atau proses kegiatan. Penggunaan metode ini mempersyaratkan adanya suatu ke

45

Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung, Falah Peodction, 2000. h 154.

46

Ni Wayan Sukerti, Optimalisasi Metode Demonstrasi pada Mata Kuliah Dasar Tata Boga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Semester I Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No, 2 TH. XXXVIII, April 2005, h.264.

47

Ibid. h. 264-265.

48

Muhibbin Syah, Psikolo i Pendidikan dengan pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), cet Ke-15, h. 205.

49

Ibid h., h. 205-207.

50

Sujiwo Miranto, Model Pembelajaran Portofolio, Catatan Kuliah Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: 2005), h. 1-15, t.d.


(40)

ahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan yang sesungguhnya.51 Roestiyahdalam bukunya yang berjudul Didaktik Metodik mengatakan bahwa metode demonstrasi do gunakan abila ingin memperlihatkan bagaimana sesuatu harus terjadi dengan cara yang paling baik.52 Dengan metode demonstrasi maka emosi siswa digiring memasuki materi pelajaran sehingga mereka akan lebih mudah mengingat kembali materi tersebut.53 Melalui kegiatan demonstrasu\i dan diskusi, siswa yang memiliki kemampuan sedang dan tinggi cenderung lebih mudah mengakomodasi konsep yang baru dan ketidakkonsistenan pola respon siswa menunjukkan bahwa siswa menyadari adanya konflik yang dimiliki dengan hasil percobaan.54

Menurut Syagala dan Zain metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi atu benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan,yang sering di sertai penjelasan.55 Jika penyampaian materi hanya berupa penjelasan banyak menimbulkan miskonsepsi dan sedikit yang mengerti. Oleh karena itu guru sastra harus merubah persepsi siswa terahadap dunia.56 Suatu simulasi dapat di sajikan dalam beragam cara. Cara yang sering digunakan adalah melalui kegiatan demonstrasi. Dengan demikian dapat ditemukan suatu bentuk 57

Demonstrasi menjadikan bahan ajar lebih konkret dan lebih nyata bagi siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyaksikan atau

51

Atwi Suparman, Desain Instruksional, (Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka, 2001),cet. Ke-1, h. 176.

52

Roestiyah, Didaktik Metodik, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), cet. Ke-2, h. 76.

53

Muhammad Muslim, Mengatasi Kesalahan Konsep pada Pokok Bahasa Gaya dan Tekanan melalui Metode Demonstrasi di Kelas 1 STPN 1 Inderalay, Jurnal Forum MIPA, Vol. 18, No. 2, Mei 2003, h. 62-63.

54

Ruli Meiliawati, Pengaruh Pelaksanaan Demonstrasi Terhadap Ppengetahuan Siswa SMU Tentang Konsep Perubahan Materi dan Hukum Kekekalan Massa, dalam Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 07, No. 01, Januari 2006, h. 16

55

Syaiful Syagala dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,1996), Cet. Ke-1, h. 102.

56

Derek A. Muller & Manjula D. Sharma, Whay Should We Change How We Teach Physich?

http://ww.Physics.usyd.edu.au/Fondation/Outreach/STW/Preceeding/muller.pdf2-05-2008, h. 2.

57

Noah Finkelstein,dkk., High-Tech for Teacing Physics: The Physics Educatio Technology Project, http;//www.jolt.merlot.org/vol2no3/Finkeilstein.htm , 24-05-2008, h. 4


(41)

mengalami kejadian atau keterampilan nyata sambil memperhatikan penjelasan.58 Oleh karena itu metode demonstrasi sangat efektif dalam menolong siswa untuk mencari jawaban atas pertanyaan seperti: bagaimana cara membuatnya, terdiri dari bahan apa, cara mana yang paling baik, dan bagaimana dapat diketahui kebenaranya.59 Hasil penelitian Bates yang dikutip oleh Sumardi dkk. Menyebutkan bahwa metode demonstrasi termasuk salah satu metode yang efektif.60

Supramono mengatakan bahwa demonstrasi di gunakan untuk mengilustrasikan fakta ilmiah prinsip-prinsip dan proses–proses untuk menstimulir interest dan menimbulkan problem-solving bagi para siswa.61

Sola dan Ojo menyebutkan bahwa metode demonstrasi adalah teknik mengajar dalam mengkombinasikan penjelasan dengan praktek untuk mengomunikasikan proses, konsep-konsep dan fakta-fakta. Demonstrasi biasanya di sertai dengan penjelasan hal-hal yang esensial. Lebih lanjut di katakan bahwa metode demonstrasi pada dasarnya sangat sederhana akan tetapi menekankan .prinsip lerning by doing.62

Menurut Mansyur yang dimaksud dengan metode demonstrasi dalam proses belajar dan mengajar ialah yang dipergunakan oleh seorang guru atau orang luar yang sengaja didatangkan atau murid sekalipun untuk mempertunjukan gerakan-gerakan atau suatu proses dengan prosedur yang benar disertai

58

Pudyo Susanto, Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2002) h. 61.

59

Tim Penyusunan LPK Sarjanawiyata Taman Siswa, Beberapa Alam Pikiran Pendidikan Dewasa ini, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Sarjanawiyata Taman Siswa, 1981) h. 48

60 Yhosaphat Sumardi, dkk, “Kajian Ekspl

oratif Tentang Penggunaan Alat-alat laboratorium Fisika Sebagai Sarana Penunjang Proses Belajar Mengajar Fisika di SMA Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam Simposium Nasional Penelitian Pendidikan, IKIP Yogyakarta tanggal 9-11 Mei 1994, h. 61.

61Edi Supramono, “

Pendekatan Inquri dengan Alat-alat Peraga dalam Pembelajaran Fisika”, dalam Jurnal Fisika dan Pengajarannya, tahun ke-4 No 02, Agustus 2000, h. 84.

62

Agbooola Omowunmi Sola dan 0loyede Ezekiel Ojo, “Effeect of Project, Inquiry and Lecture-Demonstrasion Teaching Methods on Senior Secondary Student’s In separation of Mixtures Practical Tes”, dalam Academic Journal Educational Researech and Review vol. 2(6),PP. 124-132, June 2007. h.2.


(42)

keterangan-keterangan kepada seluruh kelas. Murid mengamati dengan teliti dan seksama serta dengan penuh perhatian dan partisipasi.63

Menurut Bahri Djamarah metode demonstrasi ialah metode yang di gunakan untuk memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.karena memang gurulah yang memperlihatkan sesuatu kepada anak didik.64

Demonstrasi sebagai metode mengajar adalah bahwa seorang guru, atau demonstrator (orang luar yang sengaja di minta), atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya suatu alat pencuci otomatis, cara membuat kue, dan sebagainya.65 Gilberto menyatakan bahwa demonstrasi digunakan untuk memperkaya dan menambah pemahaman siswa. Bagi demonstretor, hal penting yang harus di sadari bahwa metode demonstrasi memiliki sesuatu yang lebih daripada hanya sekedar menunjukan sesuatu.66

Penggunaan metode demonstrasi dapat diterapkan dengan syarat memiliki ke ahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti yang sesungguhnya. Keahlian mendemonstrasikan tersebut harus di miliki seorang guru dan pelatih yang di tunjuk, setelah di deminstrasikan siswa diberi kes empatan melakukan latihan keterampilan seperti yang telah di peragakan oleh guru atau pelatih. Metode demonstrasi ini sangat efekktif menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan seperti: bagaimana prosesnya? Terdiri dari unsur apa? Cara mana yang paling baik? Bagaimana dapat di ketahui kebenarannya? Melalui pengamatan induktif.67

Setelah demonstrasi selesai, apakah itu dilakukan oleh guru atau oleh murid, hendaknya di susul dengan kegiatan diskusi. Dalam diskusi ini dapat diberikan atau diminta komentar, kritik, saran atau penjelasan yang berhubungan

63

H. Mansyur, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta ; Universitas Terbuka, 1997), h. 152.

64

Syaiful Bahri Djamara, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:rinera cipta, 2000), cet. Ke-1, h. 201.

65

J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remadja Karya, 1988), Cet. Ke-3, h. 29.

66

Gilberto Teixeira, The Demonstrasion Method, http;/www.spu.autoupdate.com/ler.php?modulo=14&texto=1591, 12-05-2008, h. 1.

67

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2004), cet. Ke-2, h. 65-66


(43)

dengan demonstrasi yang dilakukan. Diskusi ini penting terutama jika demonstrasi dilakukan oleh murid.68

Dalam metode demonstrasi para siswa menonton suatu tampilan yang nyata, atau seperti contoh hidup dari suatu keterampilan atau prosedur yang harus dipelajari siswa.69

Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa metode demonstrasi merupakan metode mengajar dengan memperlihatkan suatu proses atau fenomena alam yang dilakukan oleh guru, demonstrator (orang luar yang sengaja dipanggil), atau siswa yang selalu melibatkan. Siswa dalam pelaksanaanya dengan menggunaan alat peraga baik asli atau tiruan disertai dengan penjelasan lisan.

Dalam pembelajaran sastra, demonstrasi dapat memberikan fasilitas kepada siswa untuk menemukan masalah dan membimbing siswa untuk memecahkan masalah.

Dalam pelajaran sastra demonstrasi dapat memberikan pasilitas kepada siswa untuk meningkatkan keterampilan proses belajar sastra, dan melakukan inkuiri ilmiah, antara lain:

1. Meningkatkan keterampilan mengamati, dan rasa ingin tahu.

2. Memberikan inspirasi untuk meningkatkan keterampilan memprediksi, inferensi, dan komunikasi.

3. Meningkatkan kejelian terhadap adanya masalah.

4. Memberi arah untuk menemukan atau menyusun hipotesis. 5. Memberi inspirasi untuk merancang investigasi.

2. Langkah-langkah Metode Demonstrasi

Demonstrasi dapat digunakan sebagai metode pembelajaran yang berdiri sendiri dalam proses belajar mengajar, atau dapat digunakan bersama-sama dengan metode lain dalam suatu kombinasi multimedia. Jika demontrasi digunakan dalam proses pembelajaran sebagai kombinasi metode diantara metode

68

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran Matematika, (Bandung: JICA, 2001), h. 172.

69


(44)

lain, pelaksanaan demonstrasi dapat ditempatkan pada awal, inti atau penutup pelajaran. Dalam penelitian ini metode demonstrasi digunakan sebagai metode yang berdiri sendiri.]

Penerapan demontrasi sebagai metode yang berdiri sendiri dalam suatu proses belajar mengajar dapat dijalankan dengan mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Joice and Well dalam Louisell (1992). Yang membagi prosedur demonstrasi menjadi lima tahap:70

1. Pembukaan

2. Menyajikan pengetahuan prasyarat atau rasional.

3. Menampilkan model penampilan dengan benar. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan demonstrasi, dan pada tahap ini guru dituntut untuk melakukan tiga hal:

a. Mempelajari dan mengusai konsep dan keterampilan yang akan didemontrasi.

b. Memecah-mecah konsep atau keterampilan menjadi komponen-komponen lebih kecil dan mengaturnya dalam urutan belajar yang sesuai.

c. Menjalankan langkah-langkah demonstrasi tahap demi tahap (untuk ini diperlukan persiapan tertulis)

4. Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dalam kondisi terkontrol.

5. Memberi kesempatan pada siswa untuk mentransfer pengetahuan dan pengalamanya kesituasi yang kompleks.

Dalam proses pembelajaran, kegiatan pembelajaran dibagi menjadi tiga tahap, yaitu; tahap awal (pendahuluan), tahap inti, dan tahap penutup.

Apabila tahapan demonstrasi di atas disesuaikan dengan tahapan yang biasa digunakan, akan menjadi bentuk seperti dalam tabel dibawah ini;

Tabel 2.1

Tahap-tahap Demonstrasi Joice and Well, dalam Louisell 1992

70


(45)

Tahap Pembelajaran Tahap Demonstrasi Keterangan

Awal Pembukaan

Menyajikan pengetahuan prasyarat rasional.

Membangkitkan motivasi kepada siswa.

Menggali pengetahuan awal siswa, bisa kemempuan prasyarat atau pengetahuan awal tentang konsep yang di pelajari.

Inti Pelaksanaan demonstrasi, Penyajian, penjelasan konsep.

Meamberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dalam kondisi terkontrol.

Kegiatan latihan siswa merefleksikan materi

yang telah

didemonstrasikan:

mencatat data, menganalisis data, dan penarikan kesimpulan. Bila diperlukan siswa diberi kesempatan untuk mengulang demonstrasi. Penutup Memberi kesempatan

kepada siswa untuk mentransfer pengetahuan dan pengalamanya ke situasi yang kompleks.

Kegiatan pemantapan: tugas rumah, proyek, dll.

Sumber: Pudyo Susanto, Keterampilan Dasar Mengajar Sastra Berbasis Konstruktivisme


(46)

Lebih lanjut Susanto menyatakan bahwa dalam penggunaan metode demonstrasi guru perlu menguasai kecakapan dan keterampilan berdemonstrasi, dengan cara sebagai berikut:71

a. Pra Demonstrasi

1. Memahami tujuan demonstrasi, Dalam pembelajaran konstruktivisme,tujuan khusus demonstrasi ada dua macam: (1) demonstrasi pada awal pelajaran bertujuan untuk menampilkan fenoimena yang menimbulkan konflik kognitif, (2) demonstrasi pada pengajaran ini bertujuan untuk menyajikan fakta atau data, untuk memecahkan masalah. 2. Mengenali fakta atau informasi esensial dari konsep yang akan

didemonstrasikan. Fakta atau iformasi esensial inilah yang perlu dijadikan fokus amnat oleh siswa ketika didemonstrasikan.

3. Merancang bahan atau kegiatan untuk demonstrasi.yang dimaksud di sini adalah menerjemahkan informasi pada konsef materi pelajaran menjadi informasi yang dapat divisualisasikan dalam demonstrasi.

4. Merancang prosedur pelaksanaan demonstrasi. Di samping prosedur adalah urut-urutan penyajian demonstrasi jika informasi yang akan di tampilkan merupakan beberapa seri informasi. Urutan setting informasi perlu dirancang.

b. Pelaksanaan Demonstrasi

1. Menyajikan demonstrasi dengan lancar dan benar, agar informasi yang di munculkan benar sesuai dengan yang di rencanakan.

2. Menampilkan fenomena secara atraktif, khususnya fenomena-fenomena yang diharapkan dapat menimbulkan konflik kognitif pada siswa. Demonstrasi dapat melakukan trik-trik untuk mengkonflikkan pikiran siswa dengan fenomena yang teramati.

3. Penampilan demonstrasi dapat diulang, untuk memperbanyak sempel pengamatan.

4. Mengatur posisi peralatan,sampai demonstrasi dapat di amati dengan jelas oleh semua anggota kelas.

71


(47)

c. Pasca Demonstrasi

1. Kesenyapan. Setelah demonstrasi berakhir, guru diam beberapa saat untuk menunggu respon siswa, mungkin (sampai) ada siswa yang mangajukan masalah dari fenomena yang di amati. Jika respon tidak muncul, masalah dapat diajukan sendiri oleh guru.

3) HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Penggunaan Metode Demonstrasi sudah banyak ditemukan dalam penelitian bidang lain, terutama dalam proses pembelajaran. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Novia Dewi Andriani dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Metode Demonstrasi dalam Meningkatkan Kemampuan Apresiasi Drama Siswa

Kelas XI SMA Negeri 4 Jayanti Tanggerang”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah metode demonstrasi efektif dalam meningkatkan kemampuan apresiasi drama siswa kelas XI SMA Negeri 1 Jayanti Tanggerang dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran apresiasi drama dengan menggunakan metode demonstrasi. Penelitian ini lebih menekankan pada metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil, dan proses pembelajaran yang dilaksanakan telah sesuai dangan tuntutan tujuan pembelajaran. Hal ini terbukti dari perubahan hasil belajar siswa dengan nilai prates 53,13% dan meningkat menjadi 60,02% pada nilai postes. Dengan demikian metode demonstrasi efektif untuk mudah dipahami oleh siswa dalam pembelajaran apresiasi drama.72

penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Rahmat Budiman dengan

judul “Uji Coba Pembelajaran Apresiasi Drama dengan Menggunakan Teknik

Campuran (Diskusi, Inquiri, dan Demonstrasi) di Kelas XI SMA Mandiri Balaraja”. Hasil penelitian pembelajaran apresiasi dengan menggunakan teknik campuran dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil. Hal ini terbukti dari nilai rata-rata prates mencapai 50,55 meningkat menjadi rata-rata 70,42 pada nilai

72

Novia Dewi Andriani, Abstrak Skripsi. Penerapan Metode Demonstrasi dalam Meningkatkan Kemampuan Apresiasi Drama Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Jayanti Tanggerang, , terdapat di perpustakaan FKIP Universitas Pakuan Bogor.


(48)

postes, pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian mengenai pembelajaran drama, namun lebih menekankan kepada metode campuran pada pembelajaran apresiasi drama.

Penelitian relevan yang ketiga dilakukan oleh Resti dengan judul

“Kemampuan Bermain Peran dalam Drama „Mahkamah’karya Asrul Sani”. Hasil

pembelajaran apresiasi drama dengan menggunakan teknik bermain peran dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil. Hal ini terbukti dari perubahan hasil belajar siswa pada nilai prates 55,50 meningkat menjadi 7,38 pada nilai postes, pada dasarnya penelitian ini marupakan penelitian mengenai pembelajaran drama, namun penelitian ini menekankan kepada teknik bermain peran.

Penelitian relevan yang keempat dilakukan oleh Elizza Fandera dengan judul “Penerapan Model Demonstrasi dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Teks Berita pada Siswa Kelas XI SMA Cisarua”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran demonstrasi dalam meningkatkan kemampuan membaca teks berita pada siswa kelas XI SMA Cisarua, berdasarkan hasil analisis data, hipotesis yang pertama terbukti kebenarannya bahwa penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan kamampuan membaca teks berita. Dapat terlihat dari adanya nilai membaca di kelas eksperimen. Nilai rata-rata siswa yang awalnya 5,48 menjadi 8,46. Hal ini menunjukan bahwa model demonstrasi dapat meningkatkan kemamouan mambaca teks berita.73

Penelitian relevan yang ke lima dilakukan oleh Tutut Sri Nurul Musarofa dengan judul skripsi “ Peningkatan Kemampuan Membaca Ekspresif Puisi Siswa Kelas III SDN Wirilegi Melalui Penerapan Metode Demonstrasi” Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode demonstrasi dapat meningkatkan kemampuan membaca ekspresifpuisi siswa kelas III SDN Wirolegi 05 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember tahun pelajaran 2009-2010. Hal ini jelas tergambar dari nilai yang dicapai siswa pada siklus I dan siklus II. Pada

73

Elizza Fandera, Abstrak Skripsi, Penerapan Model Demonstrasi dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Teks Berita pada Siswa Kelas XI SMA Cisarua, terdapat di perpustakaan FKIP Universitas Pakuan Bogor.


(1)

Sebelum kita membacakan puisi, ada beberapa hal

yang harus kita lakukan sebagai persiapan yaitu :

Memahami makna/isi puisi dengan cara membaca

berulang-ulang puisi tersebut.

Memberi tanda pada kata/frase/baris yang perlu

mendapatkan penekanan khusus.

Memberi tanda jeda untuk membantu kita ketika

memenggal kata/frase dalam puisi tersebut. Tanda yang

umum digunakan adalah :

/ = jeda/berhenti sesaat (seperti tanda koma)

// = jeda/berhenti agak lama (seperti tanda titik)


(2)

Contoh :

Aku ingin

(Sapardi Djoko Damono)

Aku ingin mencintaimu / dengan sederhana //

dengan kata / yang tak sempat diucapkan //

kayu kepada api / yang menjadikanya abu //

Aku ingin mencintaimu / dengan sederhana //

dengan isyarat / yang tak sempat disampaikan//

awan kepada hujan / yang menjadikanya tiada/


(3)

(4)

Rubrik Penilaian Pembacaan Puisi

Nama siswa

: ………

Judul puisi

: ………

No

Unsur yang dinilai

Skor

A

90-100

B

80-90

C

70-80

D

60-70

1

Ekspresi

(mimik wajah sesuai dengan isi puisi)

2

Kinestesik

(gerak tubuh sesuai dengan isi puisi)

3

Pelafalan (pelafalan jelas dan tepat)


(5)

Metode penilaian

Untuk mencegah penilaian yang subjektif

Maka penilaian dilakukan oleh 2 orang yaitu:

1.

Guru Sastra

2.

Peneliti

Hasil penilaian akan dijumlahkan dan dibagi 2


(6)

BIODATA PENULIS

Eti Kurniati lahir di Bogor pada tanggal 3 Maret 1988. Terlahir sebagai anak ketiga dari enam orang bersaudara. Nama ayah Tatang Haryana (almarhum) nama ibu Eni Salamah. Tempat tinggal di Jln. Pahlawan Rt 002/014 Kelurahan Bondongan Kecamatan Bogor Selatan Kode Pos 16131 Jawa Barat. Jenjang pendidikan dimulai dari TK Nurul Huda, lajut ke SD Negeri Gang Aut, Lalu masuk di SMP Negeri 10 Bogor dan masuk ke MA. PUI Bogor dan diterima di Universitas Islam Negeri Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif dalam organisasi UKM Pramuka Racana Fatahillah Nyi Mas Gandasari jabatan dalam Organisasi tersebut di bidang Pendidikan dan Latihan dan Outdoor Activity. Jenis Olahraga yang disukai

sejak SD adalah basket dan berenang. Alamat Email


Dokumen yang terkait

Efektivitas metode demonstrasi pada pembelajaran PAI hubungan dengan motivasi belajar siswa di SMP PGRI i Ciputat Tengerang Selatan

1 12 115

Peningkatan Minat Belajar Akuntansi Dengan Metode Peer Teaching Pada Konsep Jurnal Umum Dan Laporan Keuangan Siswa Kelas Xi Di Sma Darussalam Ciputat

0 6 170

Motivasi berprestasi dikalangan siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) V Cilincing Jakarta Utara

0 12 36

PEMBELAJARAN MEMAHAMI INFORMASI DENGAN MENDENGARKAN BERITA DI KELAS XI Pembelajaran Memahami Informasi Dengan Mendengarkan Berita Di Kelas Xi Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Boyolali.

0 1 15

PENDAHULUAN Pembelajaran Memahami Informasi Dengan Mendengarkan Berita Di Kelas Xi Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Boyolali.

0 1 5

PEMBELAJARAN MEMAHAMI INFORMASI DENGAN MENDENGARKAN BERITA DI KELAS XI Pembelajaran Memahami Informasi Dengan Mendengarkan Berita Di Kelas Xi Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Boyolali.

0 3 18

EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA KELAS XI IPA MADRASAH ALIYAH NEGERI Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 24

EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA KELAS XI IPA MADRASAH ALIYAH NEGERI KARANGANYAR Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 14

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PADA SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MEDAN.

0 0 34

HUBUNGAN PENERAPAN METODE DISKUSI DENGAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH: Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI Sekolah Madrasah Aliyah Negeri Sukamanah.

4 43 45