Gejala Bahasa Hasil Analisis Data Penelitian

 Gak Gak berasal dari kata enggak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal yakni bunyi “eng”.  Aja Aja berasal dari kata saja, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “s”.  Gitu Gitu berasal dari kata begitu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal yakni bunyi “be”.  Gimana Gimana berasal dari kata bagaimana, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal yakni bunyi “ba”.  Entar Entar berasal dari kata sebentar.Dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal yakni bunyi “seb”.  Emangnya Emangnya memiliki kata dasar emang, berasal dari kata memang.Dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “m”.  Ni Ni berasal dari kata ini, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “i”.  Moga Moga berasal dari kata semoga, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “s”.  Tu Tu berasal dari kata itu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “i”.  Ama Ama berasal dari kata sama, kata tersebut merupakan kosakata bahasa Betawi. Ama mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “s”.  Ngantuk Kata yang seharusnya adalah mengantuk, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni “me-”.  Ngambek Kata yang seharusnya adalah mengambek, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni “me-”.  Nyuruh Kata yang seharusnya adalah menyuruh, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni “me-”.  Maksa Kata yang seharusnya adalah memaksa, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni “me-”.  Mancing Kata yang seharusnya adalah memancing, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni “me-”.  Gak Gak berasal dari kata enggak yang mengalami perubahan yang ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni morfem “eng”.  Tapi Tapi berasal dari kata tetapi, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal yakni bunyi “te”. 5 Analisis Sinkope Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi  Tau Tau berasal dari kata tahu, dalam bahasa Betawi katatersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf tengah pada kata tersebut, yakni huruf “h”.  Sapa Sapa berasal dari kata siapa, dalam bahasa Betawi katatersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan pada hilangnya huruf tengah pada kata tersebut, yakni huruf “i”.  Dulu Dulu berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu rahulu. Kata tersebut mengalami dua jenis perubahan fonem tetapi pada bagian ini peneliti merujuk pada kata sebelumnya, bukan kata asalnya. Perubahan fonem tersebut ditunjukkan oleh hilangnya dua huruf di tengah kata, yakni huruf “a” dan “h”. Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Jawa  Malang Malang berasal dari bahasa Jawa yaitu ma-alang. Kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh pemendekan kata dengan menghilangkan satu huruf di tengah kata, yakni huruf “a”. 6 Analisis Apokop Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi  Engga Engga berasal dari kata enggak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir pada kata tersebut, yakni huruf “k”.  Ok Ok berasal dari kata oke, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir pada kata tersebut, yakni huruf “e”.  Ko Ko berasal dari kata kok, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir pada kata tersebut, yakni huruf “k”. 7 Analisis Kontraksi Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi  Makasih Makasih berasal dari kata terima kasih, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata dengan menghilangkan beberapa huruf.  Oya Oya berasal dari kata oh iya, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata dengan menghilangkan dua huruf, yakni huruf terakhir pada kata pertama “h” dan huruf pertama pada kata kedua.  Yaudah Yaudah berasal dari kata ya sudah, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata dengan menghilangkan satu huruf, yakni huruf pertama pada kata kedua. 8 Analisis Monoftongisasi Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi  Pake Pake berasal dari kata pakai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.  Rame Rame berasal dari kata ramai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.  Kalo Kalo berasal dari kata kalau, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di akhir kata, yakni “au” menjadi “o”.  Sampe Sampe berasal dari kata sampai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di akhir kata , yakni “ai” menjadi “e”.  Cape Cape berasal dari kata capai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.

2. Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian

a. Campur kode

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat diketahui bahwa cerpen yang ditulis oleh siswa SMA kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan siswa banyak terjadi peristiwa campur kode. Campur kode tersebut melibatkan penggunaan delapan bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jawa, bahasa Betawi, bahasa slang, dan bahasa Batak. Campur kode yang dilakukan oleh setiap siswa menggunakan bahasa yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan dalam tulisan masing-masing dengan jumlah yang berbeda pula. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penulis menemukan campur kode yang sering dilakukan oleh siswa yaitu percampuran bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi. Campur kode dibedakan menjadi dua macam, yaitu campur kode intern dan campur kodeekstern. Campur kode intern yaitu campur kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, sedangkan campur kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing. Campur kode intern pada penelitian ini terdiri dari bahasa Indonesia, bahasa Jawa,bahasa Betawi,bahasa slang, dan bahasa Batak. Sementara campur kode ekstern terdiri dari bahasa Arab dan bahasa Inggris. Selanjutnya, untuk mengetahui peristiwa campur kode tersebut, peneliti akan mengambil beberapa contoh campur kode yang terdapat pada bab analisis untuk dijelaskan pada bab pembahasan ini. 1 Campur kode Intern Campur kode intern merupakan campur kode yang terjadi antar ragam bahasa sendiri. Campur kode intern pada penelitian ini ditemukan sebanyak empat bentuk percampuran, yakni dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi, bahasa Indonesia ke dalam bahasa slang, bahasa Indonesia ke dalam bahasa Batak, dancampur kode yang beralih dari bahasa Indonesia ke dalam beberapa bahasa campuran. Pemaparan lebih jelas akan dikemukakan sebagai berikut. Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta cukup dominan. Hal tersebut disebabkan kosakatabaku bahasa Indonesia banyak diambil dari bahasa Jawa. Apabila menengok keadaan penduduk, di mana banyak orang Jawa yang berdatangan ke Jakarta. Mereka yang menjadi pendatang baru, tentu saja masih menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi. Perhatikan beberapa data berikut 1 Anak-anak di kelas pun kerap memanggilnya dengan sebutan “inyong.” Data 5, paragraf ke-3, kalimat ke-5 Campur kode yang terjadi pada tuturan 1 yaitu pada kata “inyong”. Inyong adalah bahasa Jawa yang artinya “saya”. Kata inyong sudah sangat popular di kalangan masyarakat luas, bahkan hampir semua orang megetahui kata tersebut. Penggunaan kata “inyong” pada kutipan cerita di atas dimaksudkan untuk memberi julukan kepada seseorang yang berasal dari Jawa yang logat Jawanya masih sangat terdengar jelas. 2 Beberapa menit sebelum masuk untuk melaksanakan UN, aku mencatat jawaban di kertas barengteman-temanku juga.Data 15, paragraf ke-3, kalimat ke-8 Campur kode yang terjadi pada tuturan 2 yaitu pada kata “bareng”. Kata “bareng” adalah bahasa Jawa yang memiliki arti “bersama-sama”. Penggunaan kata “bareng” pada kalimat tersebut dimaksudkan untuk menciptakan suasana akrab dengan pembaca. Selain itu, kata bareng bukanlah sebuah kata yang asing lagi bagi masyarakat Jakarta. Kata tersebut sudah menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan dalam masyarakat di mana cerpen tersebut ditulis. Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Betawi Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi pada penelitian ini merupakan peritiwa campur kode yang paling dominan. Peristiwa campur kode ke dalam bahasa Betawi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Bahasa Betawi lahir dan berkembang di wilayah Kota Jakarta dan sekitarnya. Perkembangan bahasa Betawi didukung oleh penggunanya. Pengguna bahasa Betawi bukan hanya dari suku Betawi saja, melainkan setiap orang yang tinggal di lingkungan suku Betawi dan bergaul dengan orang-orang yang mayoritas adalah suku Betawi. Dewasa ini, marak berkembang bahasa remaja yang disebut dengan bahasa gaul, di mana bahasa gaul tersebut berasala dari bahasa Betawi. Menengok ke wilayah, Jakarta adalah kota yang penduduknya mayoritas orang Betawi, di mana bahasa sehari-hari yang digunakan penduduknya adalah bahasa Betawi. Jakarta adalah kota metropolitan yang identik dengan pergaulan modern. Jadi, segala sesuatu yang digunakan oleh masyarakat Jakarta dapat dikatakan menjadi ciri tingkatan status sosial dalam pergaulan. Begitu pun dengan bahasa, orang, khususnya remaja akan merasa memiliki status sosial yang tinggi apabila menggunakan bahasa Jakarta yaitu bahasa Betawi. Oleh sebab itu, bahasa Betawi menjadi bahasa gaul di kalangan remaja. Berikut ini akan dijelaskan campur kode ke dalam bahasa Betawi yang dilakukan oleh siswa kelas X. 3 Jaraknya cuman 100 meter dari sini.” ajak Kapi lagi. Data 3, paragraf ke-6, kalimat ke-6 Campur kode yang terdapat pada tuturan 3 yaitu kata “cuman”. Kata “cuman” dikatakan tidak baku pada situasi-situasi tertentu, tetapi sebuah cerpen tidak mementingkan kebakuan kata. Kata yang sepadan dengan “cuman” yaitu hanya. Penulis menggunakan kata “cuman” dikarenakan cerpen yang ditulis berlatar belakang Betawi. Selain latar tempat yang digunakan berada di lingkungan Betawi, lawan bicara yang berperan sebagai temannya tersebut juga orang Betawi, dan situasi saat terjadi percakapan tersebut juga dalam keadaan santai. Percakapan terjadi saat memancing. Jadi, untuk menciptakan suasana yang lebih akrab digunakan bahasa betawi 4 Kalau ada atletik berangkatnya berame-rame dan masih banyak lagi. Data 5, paragraf ke-9, kalimat ke-9 Campur kode yang terdapat pada tuturan 4 berupa reduplikasi, yakni kata “berame-rame”, yang dalam bahasa Indonesia adalah beramai-ramai. Tuturan tersebut terjadi pada saat si tokoh menceritakan tentang keakrabannya dengan teman-teman satu kelasnya, yaitu kelas X-5. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia pada tuturan tersebut digunakan untuk megalihkan situasi yang terasa resmi menjadi lebih santai. Tujuannya agar pembaca tidak merasa kaku dengan bahasa yang monoton, karena lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia yang baku. 5 Kulihat raut wajah mereka berubah, lalu Tika menyela, “Agha lagi nganter Mira ke toko buku.” Data 6, paragraf ke-4, kalimat ke-17 Campur kode yang terdapat pada tuturan 5 yaitu berupa frasa, yakni “lagi nganter”, yang artinya “sedang mengantar”. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia pada tuturan tersebut disebabkan oleh faktor lawan bicara. Sebelum masuk ke dalam dialog, si pencerita menggunakan bahasa Indonesia, yaitu Kulihat raut wajah mereka berubah, lalu Tika menyela. Selanjutmya, setelah masuk ke bagian dialog, penulis bercampur kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “Agha lagi nganter Mira ke toko buku.”Frasa “lagi nganter” yang berupa bahasa Betawi tersebut digunakan karena si tokoh “aku” pada saat itu berbicara kepada teman sebayanya, yaitu sedang memberitahu temannya bahwa Agha orang yang dicari