Sejarah munculnya Mediasi di Indonesia
                                                                                adalah  fungsi  memutus,  dengan  diberlakukannya  Perma  tentang  mediasi  diharapkan fungsi mendamaikan atau memediasi dapat berjalan seiring dan seimbang dengan fungsi
memutus. Perma tentang mediasi  diharapkan dapat  mendorong perubahan cara pandang para pelaku dalam proses peradilan perdata,  yaitu Hakim dan Advokad, bahwa lembaga
pengadilan  tidak  hanya  memutus,  tetapi  juga  mendamaikan.  Perma  ini  memberikan panduan untuk dicapai perdamaian.
Untuk  mengisi  kekosongan  hukum  terhadap  pengaturan  prosedur  mediasi  yang terintegrasi ke dalam proses litigasi, karena belum adanya pengaturan  yang memfasilitsi
perihal bagaimana tata cara melakukan mediasi yang terintegrasi ke dalam proses litigasi. HIR dan Rbg mewajibkan pengadilan negeri untuk lebih dahulu mendamaikan para pihak
sebelum  perkara  diputus,  tetapi  HIR  dan  Rbg  tidak  mengatur  secara  rinci  prosedur perdamaian  yang  difasilitasi  oleh  pihak  ketiga  netral.  Selain  adanya  alasan  di  atas  yaitu
untuk mengurangi penumpukan perkara ditingkat kasasi, penyelesaian perkara yang lebih cepat  dan  murah  serta  akses  keadilan  yang  lebih  luas,  penerbitan  Peraturan  Mahkamah
Agung  tentang  prosedur  mediasi  juga  didorong  oleh  keberhasilan  negara-negara  lain seperti  Jepang,  Singapore  Dan  Amerika  Serikat  dalam  penerapan  mediasi  terintegrsi
dalam proses litigasi, hal inilah yang menjadi alasan Mahkamah Agung merevisi Perma No.  2  Tahun  2003  menjadi  Perma  No.1  Tahun  2008  dan  yang  saat  ini  menjadi  Perma
No.1 Tahun 2016.
                