Saran Perilaku Asimetris Pemerintah Daerah terhadap Dana Perimbangan

51 disebabkan karena tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer pemerintah pusat. Dengan kata lain, pemerintah hanya mengandalkan dana perimbangan sebagaipembelanjaan daerah,dan pemerintah daerah tetap menganggarkan belanja daerah lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, karena harapanketergantungan untuk mendapatkan dana transfer dari pusat tersebut. Namun tidak berupaya untuk meningkatkan potensi konsentrasi pajaknya HCT seperti pajak sektor personal, pajak perusahaan,penerimaan pajak bukan dari penduduk serta beberapa pajak dengan kreteria khusus sebagai pembelanjaan daerah.

5.2 Saran

1. Pentingnya bagi daerah dalam meningkatkan kemampuan keuangannya antara lain melalui optimalisasi penerimaan daerah dari pajak melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi konsentrasi pajak HCT 2. Pemerintah daerah agar dapat mengalokasikan dana perimbangan yang diterima pada sektor-sektor pembangunan agar penggunaannya menjadi efisien. 3. Pemerintah pusat perlu menyusun dan merancang sistem dan kebijakan pengawasan terhadap penggunaan dana perimbangan yang diberikan kepada daerah. agar dana perimbangan tepat sasaran dan guna, sehingga pelaksanaan otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Universitas Sumatera Utara 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fenomena Ilusi Fiskal

Teori ilusi fiskal pertama kali dikemukakan oleh seorang ekonom Italia yang bernama Amilcare Puviani. Amilcare Puviani menggambarkan ilusi fiskal terjadi saat pembuat keputusan yang memiliki kewenangan dalam institusi menciptakan ilusi dalam penyusunan keuangan yang mampu merubah perilaku keuangan.Mueller 1989 sebagaimana dikutip oleh Dollery dan Worthington 1999 memberikan pengertian definisi ilusi fiskal kontemporer sebagai berikut : To bring about an increase in government size, for which citizens are not willing to pay voluntary, the legislative – executive entites must increase citizens tax burdens in such a way that citizens are unaware that they are paying more taxes ..... if tax burdens can be disguished in this way, citizens have the illusion that the government is smaller than it actually is and government can grow beyond the levels citizens prefer. Defenisi ini mengindikasikan bahwa pemerintah akan melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan sedemikian rupa, sehingga mampu mengarahkan pihak lain pada persepsi penilaian maupun pada tindakanperilaku tertentu. Ilusi fiskal dapat dideteksi baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Apabila terdapat respon yang asimetris terkait dengan penerimaan maupun pengeluaran, maka dapat diindikasikan terjadi ilusi fiskal. Berkaitan dengan hal itu Dollery dan Worthington 1996 memberikan pengertian lebih mendasar tentang ilusi fiskal sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 8 The concept of fiscal revolves around the proposition that the true cost and benefit of government may be consistenly misconstrued by the citizenry of a given fiscal juridictions. ........ The empirical analysis of fiscal illusion has been directed almost exclusively at revenue side of fiscal equation with corresponding neglect benefit of public sector activity. Pendapat yang disampaikan kedua peneliti ini menegaskan bahwa berbagai penerimaan harus memberikan benefit adanya peningkatan aktivitas layanan yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah itu sendiri. Bila realitas yang terjadi justru berlawanan maka dapat diindikasikan terjadi ilusi fiskal. Menurut Hewitt 1989 dalam Kuncoro 2007 Ilusi fiskal ini terjadi karena asimetris informasi Pemerintah pusat tidak memahami sepenuhnya kapasitas fiskal daerah dan situasi seperti ini justru dimanfaatkan daerah untuk meningkatkan kebutuhan fiskalnya meningkatkan belanja dalam rangka untuk memperoleh dana transfer yang besar khususnya DAU. Menurut khasanah ekonomi, telaah mengenai flypaper effect dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran pemikiran, yaitu model birokratik bureaucratic model dan ilusi fiskal fiscal illusion model. Model birokratik menelaah flypaper effect dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya Kuncoro, 2007. Oates dalam Kuncoro2007 menyatakan fenomena flypaper effect dapat dijelaskan dengan ilusi fiskal. Bagi Oates, transfer akan menurunkan biaya rata-rata penyediaan barang publik bukan biaya marginalnya. Namun, Universitas Sumatera Utara 9 masyarakat tidak memahami penurunan biaya yang terjadi adalah pada biaya rata-rata atau biaya marginalnya. Masyarakat hanya percaya harga barang publik akan menurun. Bila permintaan barang publik tidak elastis, maka transfer berakibat pada kenaikan pajak bagi masyarakat. Ini berarti flypaper effectmerupakan akibat dari ketidaktahuan masyarakat akan anggaran pemerintah daerah. Fillimon, Romer, dan Rosenthal 1982 mengembangkan hipotesis ilusi fiskal dalam konteks ketidaktahuan masyarakat akan jumlah transfer yang diterima.Dalam kasus ini, pemerintah daerah menyembunyikan jumlah transfer yang diterima dari pusat dan kemudian membelanjakannya pada level puncak. Akibatnya, masyarakat memandang telah terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah daerah dengan kenaikan yang lebih tinggi daripada kenaikan kuantitas yang diminta sebagai cerminan dari kenaikan pendapatannya.

2.1.1. Deteksi Ilusi Fiskal

Deteksi terhadap ilusi fiskal dapat dilakukan melalui berbagai cara, dua diantaranya adalah melalui pengukuran pendapatan revenue enhancement Bergstrom dan Goodman, 1973 Dollery dan Worthington, 1999 dan melalui manipulasi belanja expenditure manipulation. Pengukuran dengan menggunakan pengukuran pendapatan mengasumsikan bahwa komponen penerimaan mempunyai hubungan positif dengan belanja.penelitian ini hanya memfokuskan pada pengukuran ilusi fiskal dengan Pengukuran Pendapatan Revenue Enchancement Universitas Sumatera Utara 10 Menurut Adi 2009 Belanja daerah pada dasarnya merupakan fungsi dari penerimaan daerah. Belanja merupakan variabel terikat yang besarannya akan sangat bergantung pada sumber-sumber pembiayaan daerah, baik yang berasal dari penerimaan sendiri maupun dari transfer pemerintah pusat. Sehingga dalam pengukurannya jika terdapat hubungan negatif antara variabel- variabel pendapatan dengan variabel belanja, maka terdapat ilusi fiskal. Sedangkan pengukuran dengan manipulasi belanja, deteksi terjadinya ilusi fiskal dilakukan dengan melihat perankontribusi masing-masing komponen penerimaan terhadap peningkatan anggaran. Komponen belanja dimanipulasi dihilangkan, sehingga diasumsikan sama ceteris paribus dengan besarnya penerimaan daerah itu sendiri. Semakin besar penerimaan daerah maka besaran Pendapatan Asli Daerah PAD seharusnya juga menjadi semakin besar. Maimunah 2006 dalam Ekaristi 2008 Secara umum menurut APBD, penerimaan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Tujuan dari pemberian dana perimbangan yang berupa Dana Alokasi Umum adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Dengan peningkatan standar pelayanan publik, diharapkan PAD juga mengalami peningkatan. DAU yang besar diharapkan dapat memaksimalkan kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD baik yang berupa pajak maupun retribusi. Universitas Sumatera Utara 11 Dollery dan Worthington 1996 dalam Ekaristi 2008 mengindikasikan adanya keuntungan yang didapat pemerintah daerah dengan melakukan ilusi fiskal melalui peningkatan belanja dan penurunan pendapatan pajak. Oleh karena itu, pemerintah daerah akan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat yang lebih besar. Pengukuran peningkatan belanja dilakukan dengan membandingkan antara anggaran dan realisasi anggaran DAU, untuk melihat kesesuaian alokasi DAU dengan kebutuhan daerah. Untuk melihat adanya indikasi ilusi fiskal dalam anggaran belanja dan untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya ilusi fiskal, dapat dilakukan dengan menganalisis pertumbuhan realisasi belanja daerah dibandingkan dengan realisasi PAD. Pemerintah pusat dapat mengetahui seberapa efektif dana bantuan yang diberikan untuk meningkatkan PAD, bila dibandingkan dengan belanja daerah. Penelitian terkait oleh Holtz-Eakin 1985 dalam Ekaristi 2008 menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara transfer pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek lebih ditentukan oleh transfer yang diterima oleh pemerintah pusat. Idealnya semua komponen penerimaan daerah mempunyai korelasi yang positif terhadap besarnya belanja daerah. Peningkatan belanja daerah diharapkan memprioritaskan aspek pelayanan publik, sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya terjadi peningkatan kontribusi pajak maupun retribusi dari masyarakat.Gemmel dkk 1998 dalam Elaristi 2008 menunjukkan naiknya anggaran belanja daerah sebagai upaya untuk mendapatkan jumlah transfer yang besar. Universitas Sumatera Utara 12 Diamond 1989 dan Ashworth 1995 dalam Ekaristi 1998 menemukan terjadinya ilusi fiskal melalui adanya hubungan yang negatif antara pengeluaran pemerintah dengan pajak tidak langsung dan rasio pengeluaran yang digunakan untuk belanja.

2.2. Perilaku Asimetris Pemerintah Daerah terhadap Dana Perimbangan

Menurut Ekaristi 2007 menunjukkan salah satu contoh perilaku asimetris terjadi karena pemerintah pusat tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kemampuan dan potensi daerah yang dimiliki untukmemaksimalkan pendapatannya. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk menggunakan celah kesempatan yang ada dengan dengan tidak memaksimalkan PAD agar pemerintah pusat bersedia untuk memberikan bantuan berupa DAU dalam jumlah yang besar. Hal inilah yang dikemudian hari berdampak pada menurunnya kemandirian daerah. Menurut Ndadari dan Adi, 2008 Pemerintah daerah memperlihatkan adanya perilaku asimetris dengan cara memanipulasi pengeluaran pemerintah setinggi mungkin dengan tidak mengupayakan memaksimalkan PAD agar nantinya dapat memperoleh bantuan berupa transfer daripemerintah pusat. Timbulnya perilaku asimetris pada umumnya dikarenakan pemerintah pusat tidak memiliki informasi yang cukup, mengenai kemampuan dan potensi daerah yang dimiliki untuk memaksimalkanpendapatannya dan juga, pemerintah daerah menginginkan agar besarnya DAU dan DBH yang diterima tetap, atau dapat terus bertambahdari satu periode keperiode selanjutnya. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk menggunakan celah kesempatan yang ada dengan tidak Universitas Sumatera Utara 13 memaksimalkan PAD, agar pemerintah pusat bersedia untuk memberikan bantuan berupa DAU dan DBH dalam jumlah yang besar. Perilaku asimetris dapat dilihat saat pemerintah daerah mendapatkan transfer berupa DAU yang lebih kecil dari periode sebelumnya maka belanja pemerintah akan turun. Ndadari dan Adi, 2008 menegaskan, Penurunan belanja yang ada tidak sebanding dengan penurunan PAD, belanja pemerintah justru lebih rendah dibanding dengan penurunan PAD. Kemudian pada saat pemerintah mendapatkan DAU yang lebih tinggi, maka pemerintah meningkatkan belanjanya, namun tidak disertai dengan peningkatan PAD yang signifikan.Sedangkan Gramlich 1977 menyatakan bahwa dalam kasus keuangan daerah ada respon yang tidak simetris terhadap perubahan besarnya transfer. Argumentasi ini didasarkan pada pemikiran bahwa transfer diberikan untuk suatu jangka waktu tertentu. Selama periode tersebut, pihak-pihak yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer cenderung meningkat. Setelah transfer dikurangi, pihak-pihak tersebut mulai lobi untuk mempertahankan keuntungannya melalui kenaikan pajak lokal. Transfer yang di berikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah memiliki kaitan yang erat dengan pertumbuhan perekonomian. Transfer dapat meningkatkan belanja dearah yang kemudian akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Menurut Holtz-Eakin et al 1994 dalam Harianto dan Adi 2007 menyatakan adanya keterkaitan yang sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja modal.Respon tiap-tiap pemerintah daerah terhadap dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat berbeda-beda. Tidak semua Universitas Sumatera Utara 14 daerah memiliki kesiapan dalam menerima dana transfer tersebut. Dampaknya adalah terjadi perilaku yang tidak simetris sebagai respon terhadap dana transfer yang diberikan. Maimunah 2006 juga membuktikan bahwa besarnya nilai DAU berpengaruh secara positif terhadap belanja daerah. Selain itu penelitian yang dilakukan Adi 2006 membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah memberikan dampak yang positif terhadap PAD. Hal ini membuktikan bahwa PAD dan transfer pemerintah dalam bentuk DAU dan DBH memiliki peran yang penting di dalam perekonomian suatu daerah. Dalam APBD belanja daerah terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja rutin merupakan belanja yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah sehari-hari, seperti belanja pegawai, belanja operasional dan pemeliharaan, serta belanja perjalanan dinas. Sedangkan belanja pembangunan digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasarana publik. Namun yang terjadi saat ini adalah bagi pemerintah pusat, DAU dijadikan sebagai instrumen horizontal imbalance untuk pemerataan atau untuk mengisi fiscal gap. Sedangkan bagi pemerintah daerah DAU dijadikan sebagai sarana untuk mendukung kecukupan sufficiency. Dengan demikian dapat diartikan pemerintah daerah akan mengupayakan agar pemerintah pusat tetap memberikan DAU sehingga belanja daerah tercukupi. Universitas Sumatera Utara 15 Menurut Levaggi 1991, dalam Kuncoro 2006 hubungan antara pemerintah daerah digambarkan sebagaimana layaknya prinsipal dengan agen. Pemerintah pusat prinsipal akan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah agen untuk menyelenggarakan penyediaan barang dan jasa publik di daerahnya. Permasalahan mulai timbul saat ada asimetri informasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan berakibat pemerintah pusat tidak memiliki kontrol terhadap penggunaan transfer. Namun hal inilah yang justru menjadi tujuan dari bantuan tak bersyarat, yaitu pemerintah daerah mampu menentukan sendiri penggunaan transfer yang paling efisien sesuai dengan kebutuhan daerahnya.Perilaku asimetris juga dapat dilihat saat pemerintah daerah mendapatkan transfer berupaDAU yang lebih kecil dari periode sebelumnya maka belanja pemerintah akan turun. Penurunanbelanja yang ada tidak sebanding dengan penurunan PAD, belanja pemerintah justru lebihrendah dibanding dengan penurunan PAD. Kemudian pada saat pemerintah mendapatkan DAUyang lebih tinggi, maka pemerintah meningkatkan belanjanya, namun tidak disertai denganpeningkatan PAD yang signifikan. Kuncoro 2007 menjelaskan bahwa saat masyarakat pemerintah daerah menerima transfer maka akan terjadi kenaikan penerimaan pajak daerah dan peningkatan konsumsi barang publik. Hal ini menunjukkan bahwa transfer meningkatkan konsumsi akan barang publik namun tidak menjadi substitut pajak daerah. Kondisi inilah yang dalam berbagai literatur disebut dengan flypaper effect. Universitas Sumatera Utara 16 Dougan dan Kenyon 1988 menyebutkan flypaper effect merupakan suatu keganjilan dimana kecenderungan dari dana bantuan transfer akan meningkatkan belanja publik yang lebih besar dibandingkan dengan pertambahan pendapatan yang diperoleh dari masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa flypaper effect muncul saat transfer pemerintah pusat digunakan sepenuhnya untuk membiayai kegiatan belanja pemerintah daerah tanpa diimbangi dengan peningkatan PAD. Dadan 2006 juga menuturkan bahwa masalah timbul karena belum maksimalnya pengalokasian DAU karena dasar perhitungan fiscal needs yang tidak memadai. Ditambah lagi pengeluaran anggaran APBD belum mencerminkan belanja yang sesungguhnya dan cenderung tidak efisien. Seharusnya untuk membiayai pengeluaran dan belanja daerah, pemerintah perlu untuk mempertimbangkan kebutuhan daerah dan potensi daerah yang dimilikinya. Salah satu cara yaitu dengan menggali dari sumber penerimaan pajak atau dari potensi SDA. Davey 1988 menyatakan bahwa setiap transfer dari pusat pada dasarnya merupakan sedekah yang tidak diperlukan pemerintah daerah, jika mereka tidak terlalu boros dalam pengeluaran dan lebih tekun menarik pajak dari penduduknya. Transfer dana dari pusat justru akan mudah mengundang munculnya intervensi pusat kepada daerah yang akhirnya justru menimbulkan ketergantungan suatu daerah kepada pemerintah pusat. Universitas Sumatera Utara 17

2.3 Pendapatan Asli Daerah