6.02 Kesimpulan Deteksi Ilusi Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumareta Utara (Pengujian Perilaku Asimetris Pemerintah Daerah Dalam Merespon Dana Perimbangan)

44 Total rata-rata 7.11

8.72 6.02

9.87 24.31 Sumber: DJPK Sumut diolah Dari tabel diatas dapat kita lihat totalRata-rata kemandirian keuangan daerah kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2010-2013 adalah sebesar 24.31 persen. priode 2010 tingkat kemandirian keuangan daerah sebesar 7.11 persen dan terus mengalami peningkata sampai tahun 2011 mencapai 8.72 persen.Dan di tahun 2012 terjadi penurunan kemandirian keuangan daerah mencapai 6.02 Dan di tahun 2013 mengalami peningkatan kembali mencapai 9.87 persen. Hal ini terjadi peningkatan yang Pluktuatif pada setiap tahunya. Selanjutnya, periode tahun 2010-2013 kota medan merupakan daerah dengan tingkat kemandirian terbesar di provinsi Sumatera Utara dengan rata-ratanya 2.18 persen. Sebaliknya kabupaten pakpak bharat merupakan tingkat kemandirian yg paling rendah dengan rata-ratanya hanya 6.9 persen. Walaupun sudah diberlakukanya otonomi,kemampuan keuangan daerah di setiap kabupatenkota tergolong masih sangat rendah. Dan tingkat ketergantungan daerah terhadap dana transper masih cukup tinggi.

4.2 Analisis Data

4.2.1 Analisis Estimasi dengan Generalized least square GLS

Dalam penelitian ini variabel Independen yakni, Pajak daerah, Herfindhal consentration taxes HCT, Dana alokasi umum DAU, Dana bagi hasil DBH, yang diduga mempengaruhi variabel Dependen yakni Belanja daerah.Untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel Independen terhadap variabel Dependen, digunakan alat analisis regresi data panel.Dengan hasil estimasi faktor penentu adanya pengahuh negatif Pajak Daerah, HCT, DAU, DBH Universitas Sumatera Utara 45 terhadap Belanja Daerah, dan mendeteksi terjadinya ilusi fiskal di dalam keuangan daerah,untuk data panel dengan menggunakan metode OLS terbukti tidak konsisten dan efisien, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis dan mengestimasi dengan metode Generalized Least Square GLS seperti yang disarankan oleh Gujarati 2003. Gujarati 2003 mengatakan, bahwa metode GLS terbukti metode ini lebih baik dan konsisten. Hal ini dikarenakan metode GLS dapat dianalisis dengan fixed effects models FEM dan random effects model REM, sehingga dapat diketahui mana model yang terbaik. Berikut hasil estimasi dari kedua model tersebut dengan metode GLS seperti berikut ini. Tabel 4.6 Estimasi Metode GLS FEM dan REM Variabel Terikat : Belanja Daerah BD Periode 2010 – 2013 Variabel Bebas Random Effects Prob Fixed Effects Prob C PD? DAU? DBH? HCT? 7626243 0.000249 0.364733 0.001488 -9.143205 0.0000 0.7493 0.005 0.054 0.5835 2374930 0.000131 0.817756 0.000255 -0.000154 0.0000 0.5547 0.0000 0.4336 0.818 R2 0.986455 0.83751 Durbin Watson 2.294726 1.280043 Sumber: Data diolah Lampiran 1 2 Berdasarkan estimasil diatas model random effects models REM lebih baik dibandingkan fixed effects model FEM. Hal ini bisa dilihat dari nilai R- square � 2 dan nilai Durbin –Watson yang lebih baik pada random effects models REMSetelah berdasarkan estimasi diatas, maka dilakukan pemilihan model terbaik dengan Husman test, 1978 Gujarati,2003. Untuk penelitian ini, Husman Universitas Sumatera Utara 46 test diestimasi dengan program Eviews 7, sehingga diperoleh nilai chi-squarenya. Ketentuan dari Husman test adalah apabila null hypothesis Ho diterima, maka model yang digunakan adalah random effect model REM dan sebaliknya apabila null hypothesis Ho ditolak, maka model yang akan digunakan adalah fixed effect model FEM.

4.2.2. Uji Hausman Test

Uji ini dilakukan untuk memilih model terbaik antara fixed effect model FEM dan random effect model REM dalam metode Generalized Least Square GLS dan diperoleh hasil estimasi seperti pada berikut ini : Tabel 4.7 Hasil uji Hausman untuk fixed effect dan random effect Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: JULI Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 5.255495 4 0.2621 Sumber: Data diolah Lampiran 3 Berdasarkan hasil estimasi diatas diperoleh nilai Chi-squarenya sebesar5.255495 dengan prob.value sebesar 0.2621. Sedangkan Chi-square table dengan df 4 pada α 10 yakni 7.7794. Sehingga nilai Chi-square Chi-square table. maka null hypothesis Ho diterima. Berarti peneliti dapat menggunakan model Random Effect Model REM

4.2.3. Random Effect Model REM

Universitas Sumatera Utara 47 Sebagaimna hasil estimasi dari Hausman test diperoleh model untuk penelitian ini yaitu Random Effect Model REM. Sehingga untuk menganalisis faktor penentu pengaruh Pajak daerah, DAU, DBH daan HCT terhadap Belanja Daerah serta mendeteksi terjadinya ilusi fiskal menggunakan Random Effect Model REM. Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan Random Effect Model REM memperilihatkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.986455yang berarti secara keseluruhan variabel bebas yang ada dalam model persamaan tersebut, yakni Pajak Daerah, Dana alokasi khusus Dana Alokasi Umum, Dan Harfhindal Consentration Taxes, berpengaruh terhadap Belanja Daerah mampu menjelaskan variasi ini sebesar 98,60 dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model persamaan tersebut. Deteksi ilusi fiskal dengan pendekatan Pendapatan dalam penelitian ini dimaktriks seperti terlihat pada kutiban output sebagai berikut ini. Tabel 4.8 Hasil Estimasi Random Effect Model REM BD = 7626243 C + 0.000249 PD + 0.364733 DAU + 0.001488 DBH+ -9.143205 HCT +µ it Sumber: Data diolah lampiran 2 Model estimasi di atas menginterpretasikan bahwa ilusi fiskal Belanja Daerah KabupatenKota se-Sumatera Utara memiliki nilai konstanta sebesar Rp. 7626243 Milyar tanpa dipengaruhi Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum,Dana Bagi Hasildan HCT.Pajak Daerah diestimasi berpengaruh positif terhadap ilusi fiskal Universitas Sumatera Utara 48 Belanja Daerah, hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi Pajak Daerah yang bertanda positif, sebesar 0.000249 yang berarti setiap pertambahan Rp.1,-Pajak Daerah diestimasi dapat meningkatkan positif Pada Belanja Daerah sebesar Rp. 0.000249Pajak Daerah juga berpengaruh positif terhadap belanja daerah, hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi dana alokasi umum yang bertanda positif sebesar0.364733, yang berarti, setiap pertambahan Rp. 1,- pajak daerah diestimasi dapat meningkat posittif belanja daerah sebesar Rp.0.364733. Demikian juga halnya dengan HCT juga diestimasi berpengaruh negatif terhadap belanja daerah, hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi HCT yang bertanda negatif, yakni sebesar Rp.-9.143205, yang berarti setiap pertambahan Rp.1,-HCT diestimasi dapat meningkatkan ilusi fiskal belanja daerah kabupatenkota se-Sumatera Utara sebesar Rp. 9.143205. Dana Alokasi Umum juga diestimasi berpengaruh positif terhadap ilusi fiskal Belanja Daerah, hal ini terlihat dari tabel di bawah ini: Tabel 4.9 Keputusan Analisis Ilusi Fiskal pada Keuangan KabupatenKota se-Provinsi Sumatera Utara. Variabel Koefisien Prob Keterangan Kesimpulan C 7626243 0.0000 PD 0.000249 0.7493 signifikan Tidak terjadi ilusi fiskal DAU 0.364733 0.005 siknifikan Tidak terjadi ilusi fiskal DBH 0.001488 0.054 signifikan Tidak terjadi ilusi fiskal HCT -9.13205 0.5835 tidak signifikan Terjadi ilusi fiskal Data diolah dari lampiran 2 4.2.4. Analisis Ilusi Fiskal Universitas Sumatera Utara 49 Deteksi Ilusi Fiskal dalam penelitian ini dimaktriks seperti terlihat pada kutipan output Tabel di atas menginterpretasikan bahwa Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasilberpengaruh positif signifikan terhadap Belanja Daerah KabupatenKota se-Sumatera Utara. Sedangkan HCT perpengaruh negatif terhadap Belanja Daerah kabupatenkota se-Sumatera Utara. Interpretasi ini mengindikasikan terjadinya ilusi fiskal setelah diberlakukannya otonomi daerah. Karena terdapat variabel pendapatan yang memberikan kontribusi negatif terhadap pengeluaran pemerintah Belanja Daerah.Dengan demikian hipotesis 4 yang menyatakan : Terjadi ilusi fiskal pada kinerja keuangan KabupatenKota se- Sumatera Utara, diterima dan terbukti kebenarannya dengan taraf signifikansi 10. Universitas Sumatera Utara 50 BABV KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ketergantunganpemerintah kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara selama periode Tahun 2010 – 2013 masih terkategori tinggi, sehingga tingkat kemandirian pemerintah daerah masih tergolong rendah dalam hal meningkatkan Potensi keuangan daerahnya. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Dana perimbangan 2010-2013 terus mengalami peningkatan yang siknifikan. Sedangkan perkembangan PAD 2010-2013 mengalami peningkaatan yang pluktuatif, Serta Besarnya kotribusi dana perimbangan terhadap pengeluaran pemerintah daerah. 2. Hasi penelitian menunjukkan bahwa, Pajak daerah, DAU, DBH memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan pengeluaran pemerintah. Sedangkan Herfindahl Concentration Taxes HCT memiliki hubungan yang negatif dan signifikan secara statistik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadi Ilusi fiskal setelah diberlakukannya otonomi daerah. Karena terdapat variabel pendapatan yang memiliki korelasi negatif dengan pengeluaran pemerintah, dengan nilai yang signifikan. 3. Terdapatnya fenomena ilusi fiskal di dalam kinerja anggaran pemerintah kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara yang ditunjukkan oleh pengaruh negatif signifikan antara HCT terhadap belanja daerah, Universitas Sumatera Utara 51 disebabkan karena tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer pemerintah pusat. Dengan kata lain, pemerintah hanya mengandalkan dana perimbangan sebagaipembelanjaan daerah,dan pemerintah daerah tetap menganggarkan belanja daerah lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, karena harapanketergantungan untuk mendapatkan dana transfer dari pusat tersebut. Namun tidak berupaya untuk meningkatkan potensi konsentrasi pajaknya HCT seperti pajak sektor personal, pajak perusahaan,penerimaan pajak bukan dari penduduk serta beberapa pajak dengan kreteria khusus sebagai pembelanjaan daerah.

5.2 Saran