7 saluran anus. Dalam rectum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Segitiga lapisan
tersebut merupakan rectum yang menahan feses untuk sementara. Setiap lipatan mempunyai arteri dan vena Hidayat, 2006.
Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltic sering terjadi sesudah makan. Biasanya,
1 2-1 3 dari produk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses, dan sisanya sesudah 24-48 jam berikutnya Hidayat, 2006.
Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat, atau dikenal dengan nama chyme, baik berupa air, nutrient maupun elektrolit kemudian
akan diarbsorbsi. Usus akan mansekresi mucus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Secara umum, kolon berfungsi sebagai tempat absorbs, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Proses
perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa gerakan, di antaranya Haustral Suffing atau dikenal dengan gerakan mencampur zat makanan dalam
bentuk padat untuk mengabsorbsi air; Kontraksi Haustral atau gerakan mendorong zat makananair pada daerah kolon; dan gerakan Peristaltik, yaitu gerakan maju ke anus
Hidayat, 2006. Otot lingkar sfingter bagian dalam dan luar saluran anus menguasai
pembuangan feses dan gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan penghalang oleh sistem parasimpatis. Bagian dari sistem saraf
otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris yang berada dibawah penguasaan
parasimpatis. Baik diwaktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan, makanan
yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi Hidayat, 2006.
2.1.4 Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yaitu terletak di
medulla oblongata dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar akan
menguncup. Reflex defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau
mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot- otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis Hidayat, 2006.
Universitas Sumatera Utara
8 Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat
makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang
normal terdiri atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil Hidayat, 2006.
Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi intrinsic yang dimulai dari adanya zat sisa makanan feses dalam
rectum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus, di mana proses defekasi terjadi saat
sfingter interna berelaksasi; refleks defekasi parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rectum yang merangsang saraf rectum, kemudian ke spinal cord,
merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rectum dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi Hidayat, 2006.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan
posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO
2
, metana, H
2
S, O
2
, dan Nitrogen Tarwoto Wartonah, 2006.
Feses terdiri atas 75 air dan 25 materi padat. Feses normal berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh
dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk Tarwoto Wartonah, 2006.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi yaitu usia, Pada usia bayi control defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut control defekasi
menurun. Diet, makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk kedalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. Intake cairan,
intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi cairan yang meningkat. Aktivitas, tonus otot abdomen, pelvis, dan
diafragma akan sangat membantu proses defekasi, gerakan peristaltic akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon. Fisiologis, keadaan cemas, takut,
dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan diare. Pengobatan, beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi. Gaya hidup, kebiasaan
untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar. Prosedur diagnostic, klien yang akan dilakukan
Universitas Sumatera Utara
9 prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat
buang air besar kecuali setelah makan. Penyakit, beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi. Anastesi dan pembedahan, anastesi umum dapat
menghalangi inpuls parasimpatis sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam. Nyeri, pengalaman nyeri waktu
buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomiakan mengurangi keinginan untuk buang air besar. Kerusakan sensorik dan motorik, kerusakan spinal
cord dan injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi Tarwoto Wartonah, 2006.
2.1.5 Gangguan Eliminasi: Konstipasi