Hubungan Kondisi Kandang Ternak dengan Kejadia Malaria pada Masyarakat di Desa lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias 2013

(1)

HUBUNGAN KONDISI KANDANG TERNAK DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA MASYARAKAT DI DESA LAURI

KECAMATAN GIDO KABUPATEN NIAS 2013

SKRIPSI

Oleh :

SITI BERLIAN ZEBUA NIM. 091000066

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN KONDISI KANDANG TERNAK DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA MASYARAKAT DI DESA LAURI

KECAMATAN GIDO KABUPATEN NIAS 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SITI BERLIAN ZEBUA NIM. 091000066

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Sebanyak 42 kabupaten/Kota di Indonesia diantaranya endemis malaria. Salah satu Kabupaten yang enedmis malaria adalah Kabupaten Nias. Annual Parasite Malaria di Kabupaten Nias mencapai 30,97 per 1000 penduduk.

Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 64 kepala keluarga. Sampel ditetapkan berdasarkan kriteria yang ditentukan yaitu memiliki kandang ternak. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square atau Exact Fisher.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias tahun 2013.

Hasil penelitian berdasarkan analisis bivariat dengan taraf kepercayaan 95%, berdasarkan hasil uji statistik diperoleh, untuk jarak kandang ternak yaitu ρ = 0,742 (ρ > 0,05), kebersihan kandang ternak yaitu ρ = 0,206 (ρ > 0,05), keberadaan genangan air ρ = 0,051 (ρ > 0,05) dan tindakan pemeliharaan kandang yaitu ρ = 0,97 (ρ > 0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan variabel-variabel tersebut dengan kejadian malaria.

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria. Masyarakat Desa Lauri yang memiliki kandang ternak disarankan lebih memperhatikan kebersihan kandang ternak dan sekitarnya.


(5)

ABSTRACT

Malaria is a communicable disease which is still be a problem of public health in the world, including Indonesia. There are 42 districts / cities in Indonesia which endemic of malaria. One of them is District of Nias. Annual Malaria Parasite in Nias reached 30.97 per 1000 population.

This study used cross-sectional design with 64 samples of households. Sample was choosen based on specific criteria, that were who had cattle sheds. Data was analized using univariate and bivariate with Chi Square test or Fisher Exact.

This study aims to determine the relationship between the condition of cattle sheds with malaria incidence at the community of Lauri village in sub-district of Gido Nias district in 2013.

The results were based on bivariate analysis with a level of 95% and statistical tests showed that the ρ value of cattle sheds distance was 0.742 (ρ> 0.05), ρ value of cattle sheds hygiene was 0.206 (ρ> 0.05), ρ value of puddles existence was 0.051 (ρ> 0.05) and ρ value of cage maintenance action was 0.97 (ρ> 0.05). that means there is no relationshipbetween the variables with malaria incidence.

Based on the research results, it can be concluded that there is no relationship between the condition of cattle sheds with malaria incidence. Lauri village communities who have cattle sheds should pay more attention to the cleanliness of cattle sheds and surrounding areas.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Berlian Zebua

Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 02 Agustus 1991 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Jalan Air Bersih Ujung Blok III No.11B

Riwayat Pendidikan

1997 - 2003 : SD N 070974 GUNUNG SITOLI

2003 - 2004 : SMP RK SANTA MARIA TARUTUNG 2004 - 2005 : SMP BUNGA MAWAR GUNUNG SITOLI 2005 - 2006 : SMP NASRANI 5 MEDAN

2006 - 2009 : SMA N 14 MEDAN

2009 – Sekarang : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN KONDISI KANDANG TERNAK DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA MASYARAKAT DI DESA LAURI KECAMATAN GIDO KABUPATEN NIAS2013” ini.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini juga dapat terlaksana berkat dukungan berbagai pihak yang pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Ir. Evi Naria, MKes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Evi Naria, MKes, selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(8)

5. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

6. Ir. Indra Chahaya, Msi, selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

7. Dra. Jumirah, Apt, MKes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memperhatikan penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

8. Seluruh Dosen, dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan

9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias, dr. Idaman Zega, Msc yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

10.Kepala Desa Lauri, Idaman Zandroto, yang telah banyak membantu dan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa tersebut.

11.Kepada seluruh masyarakat Desa Lauri, yang juga turut berpartisipasi dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian di lapangan.

12.Papa dan Mama yang sudah menjadi motivator terbaikku, yang senantiasa mendukungku dalam doa, perhatian, dan semangat yang luar biasa buatku.

13.Keempat saudaraku, Agber Zebua, SH, Citra Zebua, SH, Yunita Zebua, SE, dan adikku tersayang Hasrat Ifolala Zebua yang selalu mendukungku dan memotivasi untuk mengerjakan skripsi ini.


(9)

14.Untuk sahabat tersayang “ZV” Adri, Sondang, Indri, Wati, Henny, Mory, Mince, Tina, Manda, Martha, Frenita, dan Lastri, yang menjadi teman dalam suka dan duka selama di FKM, terima kasih untuk hari-hari yang luar biasa yang kita lewati bersama selama di FKM.

15.Untuk POMK FKM yang senantiasa mendukung dalam doa.

16.Teman-teman PBL dan LKP yang telah banyak memberi semangat dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini

17.Rekan-rekan mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan, Delvina, Rahma, Windy, Sailent, Rahmawati, Thomson, Junietha dan masih banyak lagi, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak memberi semangat dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun isinya, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Juli 2013


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ...i

Abstrak ...ii

Abstract ...iii

Riwayat Hidup Penulis ...iv

Kata Pengantar ...v

Daftar Isi ...viii

Daftar Tabel ...xi

Daftar Lampiran ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 ... Latar Belakang ...1

1.2 ... Rumus an Masalah ...4

1.3 ... Tujuan Penelitian ...4

1.3.1 Tujuan Umum ...4

1.3.2 Tujuan Khusus ...4

1.4 ... Manfaa t Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7

2.1 Vektor ...7

2.1.1 Defenisi Vektor ...7

2.1.2 Vektor Sebagai Penular Penyakit ...7

2.1.3 Pengendaliaan Vektor ...9

2.2 Vektor Penyakit Malaria ...10

2.2.1 Bionomik Nyamuk Malaria ...12

2.3 Malaria ...14

2.3.1 Defenisi Malaria ...15

2.3.2 Siklus Hidup Plasmodium Malaria ...16


(11)

2.3.4 Gejala-Gejala Klinis Malaria ...18

2.3.5 Faktor Resiko Malaria ...20

2.3.6 Faktor-Faktor Yang Berperan dalam Terjadinya Malaria ...21

2.4 Kandang Ternak ...27

2.4.1 Defenisi Kandang Ternak ...27

2.4.2 Fungsi Kandang Ternak ...27

2.4.3 Syarat Kandang Ternak ...28

2.4.4 Usaha Ternak Babi ...31

2.4.5 Hasil Samping Ternak ...32

2.4.6 Pengelolaan Manajemen Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan ...33

2.5 Kerangka Konsep ...37

2.6 Hipotesis ...37

BAB III METODE PENELITIAN ...39

3.1 ... Jenis dan Rancangan Penelitian ...39

3.2 ... Lokasi dan Waktu Penelitian ...39

3.3.1 Lokasi Penelitian ...39

3.3.2 Waktu Penelitian ...39

3.3 ... Popula si dan Sampel ...39

3.3.1 Popolasi ...39

3.3.2 Sampel ...39

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ...40

3.4 ... Objek Penelitian ...40

3.5 ... Metode Pengumpulan Data ...41

3.5.1 Data Primer ...41

3.5.2 Data Sekunder ...41

3.6 ... Variab el Penelitian dan Defenisi Operasional ...41


(12)

3.6.1 Variabel Penelitiaan ...41

3.6.2 Defenisi Operasional ...41

3.7 ... Aspek Pengukuran ...43

3.8 ... Analisa Data ...45

BAB IV HASIL PENELITIAN ...46

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...46

4.2 Karakteristik Responden ...46

4.3 Jarak Kandang ...48

4.4 Kelembaban Kandang ...49

4.5 Kebersihan Kandang ...49

4.6 Keberadaan Genangan Air yang Terdapat Jentiknya ...51

4.7 Tindakan Pemeliharaan ...53

4.8 Kejadian Malaria ...54

4.9 Hubungan Jarak Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria ...55

4.10 Hubungan Kelembaban Kandang dengan Kejadian Malaria ...55

4.11 Hubungan Kebersihan Kandang dengan Kejadian Malaria ...56

4.12 Hubungan Keberadaan Genangan Air yang Terdapat Jentik dengan Kejadian Malaria...57

4.13. Hubungan Tindakan Pemeliharaan dengan Kejadian Malaria ...58

BAB V PEMBAHASAN ...59

5.1 Jumlah Kasus Malaria ...59

5.2 Karakteristik Responden ...59

5.3 Hubungan Keberadaan Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria ...61

5.3.1 Hubungan Jarak Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria ...61

5.3.2 Hubungan Kelembaban Kandang dengan Kejadian Malaria ...62

5.3.3 Hubungan Kebersihan Kandang dengan Kejadian Malaria ...63

5.3.4 Hubungan Keberadaan Genangan Air yang Terdapat Jentik dengan Kejadian Malaria ...64

5.3.5 Hubungan Tindakan Pemeliharaan dengan Kejadian Malaria ...65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...68

6.1 Kesimpulan ...68

6.2 Saran ...69 Daftar Pustaka


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

di Desa Lauri Kecamatan Gido Tahun 2013 47 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Jarak Kandang

Ternak dengan Rumah di Desa Lauri Tahun 2013 48 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kelembaban

Kandang Ternak Di Desa Lauri Tahun 2013 49 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kebersihan Kandang

Ternak Di Desa Lauri Tahun 2013 50

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebersihan

Kandang Ternak Di Desa Lauri Tahun 2013 50 Tabel 4.6. Distribusi Keberadaan Genangan Air Di Sekitar Kandang

Ternak Di Desa Lauri Tahun 2013 52

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Keberadaan Genangan Air yang Terdapat Jentik di Sekitar Kandang Ternak

Di Desa Lauri Tahun 2013 52

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pemeliharaan

Kandang di Desa Lauri 2013 53

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan

Pemeliharaan Kandang Ternak Di Desa Lauri Tahun 2013 54 Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit Malaria pada

Masyarakat di Desa Lauri Kecamatan Gido Tahun 2013 54 Tabel 4.11. Tabulasi Silang Jarak Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria

pada Masyarakat di Desa Lauri Tahun 2013 55 Tabel 4.12. Tabulasi Silang Kelembaban Kandang Ternak dengan

Kejadian Malaria pada Masyarakat di Desa Lauri Tahun 2013 55 Tabel 4.13. Tabulasi Silang Kebersihan Kandang Ternak dengan


(14)

Tabel 4.14. Tabulasi Silang Keberadaan Genangan Air di sekitar

Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria pada Masyarakat

di Desa Lauri Tahun 2013 57

Tabel 4.15. Tabulasi Silang Tindakan Pemeliharaan Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria pada Masyarakat


(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian dari Instansi Terkait Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Jarak Kandang Ternak dengan Rumah Responden Lampiran 5. Hasil Pengukuran Kelembaban Kandang Ternak

Lampiran 6. Hasil-hasil Pengolahan Statistik Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian


(16)

ABSTRAK

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Sebanyak 42 kabupaten/Kota di Indonesia diantaranya endemis malaria. Salah satu Kabupaten yang enedmis malaria adalah Kabupaten Nias. Annual Parasite Malaria di Kabupaten Nias mencapai 30,97 per 1000 penduduk.

Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 64 kepala keluarga. Sampel ditetapkan berdasarkan kriteria yang ditentukan yaitu memiliki kandang ternak. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square atau Exact Fisher.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias tahun 2013.

Hasil penelitian berdasarkan analisis bivariat dengan taraf kepercayaan 95%, berdasarkan hasil uji statistik diperoleh, untuk jarak kandang ternak yaitu ρ = 0,742 (ρ > 0,05), kebersihan kandang ternak yaitu ρ = 0,206 (ρ > 0,05), keberadaan genangan air ρ = 0,051 (ρ > 0,05) dan tindakan pemeliharaan kandang yaitu ρ = 0,97 (ρ > 0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan variabel-variabel tersebut dengan kejadian malaria.

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria. Masyarakat Desa Lauri yang memiliki kandang ternak disarankan lebih memperhatikan kebersihan kandang ternak dan sekitarnya.


(17)

ABSTRACT

Malaria is a communicable disease which is still be a problem of public health in the world, including Indonesia. There are 42 districts / cities in Indonesia which endemic of malaria. One of them is District of Nias. Annual Malaria Parasite in Nias reached 30.97 per 1000 population.

This study used cross-sectional design with 64 samples of households. Sample was choosen based on specific criteria, that were who had cattle sheds. Data was analized using univariate and bivariate with Chi Square test or Fisher Exact.

This study aims to determine the relationship between the condition of cattle sheds with malaria incidence at the community of Lauri village in sub-district of Gido Nias district in 2013.

The results were based on bivariate analysis with a level of 95% and statistical tests showed that the ρ value of cattle sheds distance was 0.742 (ρ> 0.05), ρ value of cattle sheds hygiene was 0.206 (ρ> 0.05), ρ value of puddles existence was 0.051 (ρ> 0.05) and ρ value of cage maintenance action was 0.97 (ρ> 0.05). that means there is no relationshipbetween the variables with malaria incidence.

Based on the research results, it can be concluded that there is no relationship between the condition of cattle sheds with malaria incidence. Lauri village communities who have cattle sheds should pay more attention to the cleanliness of cattle sheds and surrounding areas.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu hamil serta menimbulkan kejadian luar biasa (Harijanto, 2000). Malaria di dunia berdasarkan The World Malaria Report 2011 sebanyak lebih dari 655 ribu orang meninggal pada tahun 2010 dimana 81% terjadi di Afrika, dan 6% nya terjadi di Asia. Secara keseluruhan terdapat 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah beresiko (endemis) malaria terdapat di 106 negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi transmisi malaria (beresiko malaria/Risk malaria), dimana pada tahun 2010 terdapat sekitar 229.819 kasus malaria positif, sedangkan tahun 2011 menjadi 256.592 kasus (Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011).

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2008, dari 576 kabupaten/Kota yang ada, 42 kabupaten/Kota (73,6%) diantaranya endemis malaria. Sebanyak 6 Provinsi dinyatakan endemis tinggi (Annual Parasite Incidence/API > 5/1000 penduduk), yaitu: Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara (Nias, Nias Selatan, Madina, Labuhan Batu, Asahan, Tapanuli Selatan) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), sedangkan daerah yang termasuk daerah endemis sedang (API 1-5/1.000 penduduk) Aceh, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan yang termasuk daerah


(19)

endemis rendah (API 0-1/1.000 penduduk) yakni Jawa Barat, dan sebagian daerah di Jawa, Kalimantan serta Sulawesi, serta daerah non endemis atau tanpa penularan malaria, DKI Jakarta, Bali dan Barelang Binkar.

Penyakit malaria merupakan penyakit yang endemis di Kabupaten Nias (Harijanto, 2000). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Nias diperoleh keterangan bahwa pada tahun 2005 penyakit malaria menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit utama di Kabupaten Nias, yaitu sebanyak 23.237 kasus (34,45%). Upaya pemberantasan telah dilaksanakan, namun angka kesakitan malaria masih tinggi hal ini terbukti dengan AMI Kabupaten Nias masih tinggi, yaitu tahun 2004 85,78%, tahun 2005 52,02% dan tahun 2006 42,12%. Di samping tingginya AMI yang memperlihatkan bahwa pelaksanaan program pengendalian malaria belum mencapai hasil yang diharapkan, juga ditunjukkan dengan adanya KLB malaria di Nias tahun 2005 sejumlah 253 kasus, kematian 2 orang dengan AR = 2,97% dan CFR = 0,79% (Dinas Kesehatan Kabupaten Nias, 2006). Pada tahun 2010 Angka kesakitan Malaria (AMI) di Kabupaten Nias sebesar 83,99 per 1000 penduduk, lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 sebesar 49,50 per 1000 penduduk, sedangkan Annual Parasite Incidence (API) tahun 2011 sebesar 30,97 per 1000 penduduk (Dinas Kesehatan Kabupaten Nias 2011). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Nias merupakan wilayah dengan endemis tinggi dengan API > 5 per 1000 penduduk.

Kecamatan Gido merupakan wilayah dengan angka kejadian malaria klinis tertinggi di Kabupaten Nias. Dari data puskesmas Gido pada tahun 2011, angka


(20)

malaria klinis sangat tinggi yaitu dengan AMI 31,5% (Dinas Kesehatan Kabupaten Nias 2011).

Pada umumnya masyarakat Nias yang tinggal di Desa Lauri memelihara ternak babi pada masing-masing rumah tangga. Hal ini merupakan salah satu kebudayaan serta telah menjadi salah satu mata pencaharian bagi masyarakat nias. Hal ini merupakan faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi kejadian malaria, termasuk kondisi kandang ternaknya. Dengan situasi lingkungan seperti diatas, maka vektor penyebab penyakit pun akan semakin banyak. Kondisi kandang merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria (Ikrayama, 2008).

Tingginya angka kejadian penyakit malaria ini berhubungan erat dengan beberapa faktor, dan yang terpenting diantaranya berkaitan dengan lingkungan. kondisi lingkungan, terkait dengan keberadaan vektor penular malaria di Kabupaten Nias menyebabkan hampir semua wilayah di Kabupaten Nias memungkinkan untuk terjadinya penularan malaria. Terjadinya suatu penyakit menyangkut tiga aspek yaitu host, agent dan environment. Host dalam hal ini manusia, untuk menjadi sakit tergantung banyak hal yaitu perilaku, daya tahan tubuh, imunitas. Agent untuk malaria adalah Plasmodium, sedangkan environment adalah lingkungan, lingkungan yang mendukung terjadinya penularan malaria adalah lingkungan yang sesuai bagi nyamuk penular malaria untuk berkembang biak dan memungkinkan terjadinya kontak antara nyamuk dan manusia (Ikawati, Bina 2010).


(21)

Pada penelitian Merdiana (2005) mengenai tempat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles, diketahui bahwa dari keempat lokasi penangkapan nyamuk yaitu di dalam rumah, luar rumah, kandang ternak, dan vegetasi, yang terbanyak ditemukan adalah disekitar kandang dan luar rumah. Dengan keadaan seperti ini apabila orang yang berada di luar rumah pada malam hari kemungkinan besar kontak dengan nyamuk bisa terjadi. Jarak kandang ternak dengan rumah penduduk sangat berpengaruh terhadap penularan malaria. Makin jauh jarak rumah dengan kandang makin berkurang kontak manusia dengan nyamuk.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa perlu untuk meneliti apakah ada hubungan antar kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias tahun 2013.

1.2. Rumusan Masalah

Dari hal-hal yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu tingginya kejadian malaria di Kabupaten Nias, dimana masyarakat di Desa Lauri pada umumnya memelihara ternak dan memiliki kandang ternak di sekitar rumah yang dapat menjadi tempat peristirahatan nyamuk Anopheles. Maka perlu diteliti apakah ada hubungan kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria pada masyarakat dengan melihat jarak kandang, kelembaban kandang, kebersihan pada kandang, serta keberadaan genangan air di sekitar kandang.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum


(22)

Mengetahui gambaran karakteristik responden dan mengetahui hubungan kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri kecamatan Gido Kabupaten Nias.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui jumlah kasus malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

b. Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

c. Mengetahui jarak kandang ternak dengan rumah responden d. Mengetahui tingkat kelembaban kandang ternak

e. Mengetahui gambaran kebersihan kandang ternak

f. Mengetahui ada atau tidaknya genangan air yang terdapat jentiknya di sekitar kandang ternak

g. Mengetahui tindakan responden terhadap pemeliharaan kandang ternak h. Mengetahui hubungan kondisi kandang ternak meliputi jarak dengan

rumah, kelembaban, kebersihan, genangan air yang terdapat jentiknya di sekitar kandang dan tindakan pemeliharaan kandang dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai hubungan kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria dan informasi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengeruhi


(23)

kejadian malaria sehingga masyarakat dapat melakukan pengendalian dan pencegahan terhadap penyakit malaria pada masyarakat di Desa Lauri.

1.4.2 Bagi Instansi Terkait

Memberikan informasi kepada instansi terkait khususnya Puskesmas di Desa Lauri mengenai hubungan kondisi kandang ternak dengan kejadian malaria sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit malaria guna menurunkan angka kejadian malaria.

1.4.3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai sumber informasi mengenai hubungan keberdaan kandang ternak dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri khususnya yang terkait dengan kejadian malaria di Desa Lauri.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vektor

2.1.1. Defenisi Vektor

Vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar (Soulsby dalam Beriajaya).

2.1.2. Vektor Sebagai Penular Penyakit

Arthropoda sebagai vektor yang mampu menularkan penyakit dapat berperan sebagai vektor penular dan sebagai intermediate host (Slamet, 1994).

1. Arthropoda Sebagai Vektor Penular

Arthropoda sebagai penular berarti arthropoda sebagai media yang membawa agent penyakit dan menularkannya kepada inang (host). Vektor dikategorikan atas 2 yaitu :

a. Vektor Mekanik

Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan menularkannya kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun seluruh bagian luar tubuhnya dimana agent penyakitnya tidak mengalami perubahan bentuk maupun jumlah dalam tubuh vektor. Arthropoda yang termasuk ke dalam vektor mekanik antara lain kecoa dan lalat.


(25)

b. Vektor Biologi

Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit dimana agent penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor. Vektor Biologi terbagi atas 3 berdasarkan perubahan agent dalam tubuh vektor, yaitu :

i. Cyclo Propagative

Cyclo propagative yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, plasmodium dalam tubuh nyamuk anopheles betina.

ii. Cyclo Development

Cyclo development yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk namun tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, microfilaria dalam tubuh manusia.

iii. Propagative

Propagative yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan bentuk namun terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila cheopis.


(26)

2. Arthropoda Sebagai Intemediate Host

Arthropoda sebagai intermediate host artinya arthropoda berperan hanya sebagai tuan rumah ataupun tempat perantara agent infeksius tanpa memindahkan ataupun menularkan agent infeksius tersebut ke tubuh inang (host).

2.1.3. Pengendalian Vektor

Dalam PERMENKES RI No 374/MENKES/PER/III/2010, pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk:

1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularanan penyakit di suatu wilayah. 2. Menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor

dapat dicegah.

Vektor merupakan makhluk hidup yang perlu untuk dikendalikan. Terdapat 3 metode pengendalian vektor yaitu:

1. Pengendalian secara fisik dan mekanik

Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik. Contohnya: modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll), pemasangan kelambu, memakai baju lengan panjang, penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier), pemasangan kawat.


(27)

2. Pengendalian secara biologi

Pengendalian secara biologi yaitu pemanfaatan predator yang menjadi musuh vektor dan bioteknologi sebagai alat untuk mengendalikan vektor. Misalnya, predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dan lain sebagainya), pemanfaatan bakteri, virus, fungi, manipulasi gen (penggunaan vektor jantan mandul dan lain sebagainya)

3. Pengendalian secara kimia

Pengendalian secara kimia merupakan pengendalian vektor dengan menggunakan pestisida kimia. Misalnya, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida dan lain sebagainya

2.2. Vektor Penyakit Malaria

Diperkirakan di dunia terdapat 422 spesies nyamuk Anopheles dan ada 67 spesies yang telah dikonfirmasi dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah diidentifikasi sebanyak 90 spesies, 20 diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria. Nyamuk Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria A. aconitus, A. punculatus, A. farauti, A.balabacencis, A. punculatus, A. farauti, A. balabacencis, A. sundaicus, A. maculatus. Sedangkan di luar pulau tersebut khusunya Indonesia Tengah dan wilayah timur adalah A. punctulatus, A. farauti, A.koliensis, A.balabacencis, A. barbirostris, A. subpictus (Achmadi,2008).

Beberapa faktor lingkungan sangat berperan dalam tumbuhnya nyamuk sebagai vektor penular penyakit malaria. Faktor-faktor tersebut antara lain, lingkungan fisik, seperti suhu udara. Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya


(28)

masa inkubasi ekstrinsik, yakni fase sopogoni dalam perut nyamuk. Kelembaban udara yang akan memperpendek umur nyamuk. Hujan yang diselingi panas semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya, sedangkan pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. Sundaicus lebih suka tempat teduh. Faktor lain, adalah arus air. An. Barbirostris lebih suka aliran tenang sedikit mengalir. Oleh sebab itu pada musim hujan, populasi nyamuk ini berkurang (Susanna dalam Achmadi, 2008).

Beberapa jenis nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah disebut endofagik, dan ada yang suka menggigit di luar rumah atau eksofagik. Setelah itu beristirahat di dalam (endofilik) atau di luar rumah (eksofilik), dan ada yang suka menggigit sore hari atau malam hari atau pada tempat teduh dan gelap. Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya atap yang terbuat dari kayu merupakan tempat yang paling disenangi oleh anopheles (Achmadi, 2008).


(29)

2.2.1. Bionomik Nyamuk Malaria 1. Tempat Perindukan

Keberadaan nyamuk malaria di suatu daerah sangat tergantung pada lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan pantai, curah hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari, ketinggian tempat dan bentuk perairan yang ada. Nyamuk Anopheles aconitus dijumpai di daerah-daerah persawahan, tempat perkembangbiakan nyamuk ini terutama di sawah yang bertingkat-tingkat dan di saluran irigasi (Hiswani, 2004). Anopheles balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah pegunungan non persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau (Barodji dkk, 2001). Tempat perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar matahari langsung seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air - mata air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu (Barodji, 1987).

Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak. Dari gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis tidak spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis dapat hidup di beberapa jenis genganan air, baik genangan air hujan maupun mata air,


(30)

pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain (Barodji dkk, 2001). An. maculatus yang umum ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji dkk, 2001).

Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras (flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Sunaryo, 2001) An. sundaicus dijumpai di daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau dengan salinitas antara 0-25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus yang banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak ditumbuhi tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan berlumut (Hiswani, 2004). An. sundaicus ditemukan sepanjang tahun dan paling banyak ditemukan pada pertengahan sampai akhir musim kemarau (September-Desember) (Sundararman dkk, 1957).

2. Tempat Istirahat

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari


(31)

menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).

Tempat istirahat alam nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan teduh, terletak di tengah kebun salak (Damar, 2002). Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah. Nyamuk ini biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004). Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak (Damar, 2002). An. balabacencis juga ditemukan di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah bersemak (Harijanto, 2000). Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab (Sundararman dkk, 1957). Perilaku istirahat nyamuk An. sundaicus ini biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk (Hiswani, 2004).


(32)

2.3. Malaria

2.3.1. Defenisi Malaria

Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal yaitu buruk dan area yaitu udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa - rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 ).

Malaria merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang disebabkan oleh parasit atau protozoa dari genus plasmodium. Terdapat empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. (Anies, 2006). Jenis plasmodium tersebut menimbulkan malaria yang berbeda pola demam maupun gejala-gejala klinik yang ditimbulkannya.

Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax, disebut juga malaria tertiana brnigna (jinak), sedangkan Plasmodium faciparum menimbulkan malaria falciparum atau malaria tertiana maligna (ganas). Selain itu Plasmodium falciparum juga menimbulkan malaria perniciosa dan Blackwater Fever. Plasmodium malariae menimbulkan malaria malariae, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale. (Soedarto, 2009).

Parasit Plasmodium berkembang di dalam sistem imun (kekebalan tubuh) manusia, menginfeksi hati, dan menghancurkan sel darah merah. Pada masa inkubasi,


(33)

Plasmodium hidup dan berkembang biak dalam sel hati. Beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam. Demam ini dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi (FKUI, 1990).

2.3.2. Siklus Hidup Plasmodium Malaria

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina (Harijanto P.N.2000)

1. Siklus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh) (Depkes RI.2006)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses


(34)

perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina (Depkes RI. 2006)

2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luar dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia (Harijanto, 2000)

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium, sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik (Harijanto, 2000).

2.3.3. Penularan Malaria

Infeksi malaria bermula ketika nyamuk betina anopheles menyuntikkan sporozoit salah satu bentuk dalam siklus kehidupan plasmodium di alam bebas ini, ketika nyamuk menghisap darah manusia. Bentuk sporozoit ini dikeluarkan dari kelenjar ludah nyamuk (Harrisons dalam Umar Fachmi, 2008).


(35)

Pada keadaan tertentu, penularan dapat juga terjadi dengan masuknya bentuk aseksual (tropozoit) sehingga terjadi trophozoite incluced malaria. Penularan melalui transfusi darah, melalui plasenta yag rusak atau penularan melalui jarum suntik. (Soedarto, 1990).

Faktor penentu penularan terbagi ke dalam 2 kelompok variabel, yaitu:

1. Faktor yang berpengaruh langsung, rata-rata nyamuk menggigit manusia dalam sehari, rata-rata gametosit plasmodium pada populasi, lamanya siklus sporogonik dalam tubuh nyamuk, rata-rata kemampuan hidup harian pada nyamuk.

2. Lingkungan dan iklim, curah hujan, kekeringan, pengelolaan lingkungan buatan, perubahan pola menggigit vektor, suhu udara, kelembaban (Susanna dalam Achmadi, 2008).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia, penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:

1. Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria.

2. Banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (17 spesies), dari berbagai macam habitat.

3. Mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemik malaria. 4. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan.

5. Semakin meluasnya penyebaran parasit malaria yang telah resisten terhadap obat anti malaria.


(36)

6. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa yang bermasalah malaria, karena hambatan geografis, ekonomi, dan sumber daya. 2.3.4. Gejala-Gejala Klinis Malaria

Secara umum seorang yang mengalami penyakit malaria akan merasakan gejala penyakit seperti demam, pening, lemas, pucat (karena kurang darah), nyeri otot, chess pain, menggigil, suhu bisa mencapai 400C terutama pada infeksi falciparum. Pada infeksi falciparum bahkan seringkali mengalami koma, mual, muntah. Komplikasi yang sering timbul adalah splenomegali (pembesaran limpa), hipoglikemia, serta kegagalan ginjal (Achmadi, 2008).

1. Tahap demam menggigil atau stadium dingin (cold stage). Penderita akan merasa dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, bibir dan jari-jemari kebiru-biruan pucat, kadnag muntah. Pada anak-anak demam bisa menyebabkan kejang. Demam ini berkisar antara 15 menit hingga 1 jam. 2. Tahap puncak demam (hot stage) yang berlangsung 2-6 jam, wajah memerah,

kulit mengering, nyeri kepala, denyut nadi keras, haus yang amat sangat terus menerus, mual hingga muntah. Pada saat ini sebenarnya merupakan peristiwa pecahnya schizon matang menjadi merozoit-merozoit yang beramai-ramai memasuki aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah merah.

3. Stadium berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali. Hal ini bisa berlangsung 2 sampai 4 jam.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu


(37)

hamil. Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer, 2001).

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Pembesaran terjadi akibat timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Harijanto, 2000).

Masa inkubasi setiap jenis malaria berbeda-beda. Pada malaria vivax dan malaria ovale inkubasi berlangsung antara 10 sampai 17 hari, pada malaria falciparum antara 8 sampai 12 hari dan pada malaria malariae, masa inkubasi berlangsung 21 sampai 40 hari (Soedarto, 2009)

2.3.5. Faktor Resiko Malaria

Faktor resiko penyakit malaria adalah berbagai faktor yang memiliki peran dalam kejadian atau timbulnya penyakit malaria. Faktor resiko malaria terbagi ke dalam dua keompok besar, yakni faktor yang mempengaruhi siklus kehidupan plasmodium bersama kehidupan nyamuk sekaligus, serta siklus kehidupan plasmodium dalam tubuh penderita beserta perilaku kependudukannya.


(38)

1. Faktor risiko berkenaan dengan nyamuk, baik karakteristik maupun bionomiknya. Masing-masing wilayah dan nyamuk memiliki karakteristik ekosistem dan bionimik sendiri-sendiri, dan cara penularannya tergantung perilaku penduduk, kebiasaan, adat-istiadat, cara mencari nafkah, pekerjaan, dan lain-lain.

2. Faktor risiko berkenaan dengan kependudukan. Kegiatan-kegiatan masyarakat yang dapat memberi peluang penularan malaria, tergantung jenis spesies yang ada. Contohnya, di Sumatera menyadap karet sering dilakukan pada pagi hari, kebiasaan nonton televisi di rumah, memelihara ternak di rumah karena takut di curi, dan lain sebagainya.

Variabel lain yang berkenaan dengan kependudukan adalah mobilitas, lintas batas perladangan, konflik sosia yang menimbulkan pengungsian, serta bencana alam.

3. Faktor risiko berkenaan dengan kondisi lingkungan. Faktor-faktor yang termasuk hal ini pada dasarnya adalah faktor-faktor yang membentuk ekosistem seperti topografi, suhu lingkungan, serta kondisi iklim yang berubah setiap musim. Iklim akan mempengaruhi kelembaban, suhu lingkungan, cahaya matahari, vegetasi dan sebagainya. Termasuk disini kondisi peruntukan lahan yang mengubah ekosistem menjadi ekosistem buatan, seperti perkebunan, persawahan, pertambangan.

2.3.6. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria 1. Faktor Agen


(39)

Nyamuk Anopheles dalam malariologi diartikan sebagai spesies yang mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai pembawa parasit (vektor) yang efisien.(Yudhastuti, 2005). Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada 22 (ada yang menyebut 16) di antaranya mempunyai potensi untuk menularkan malaria. Setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Vektor-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2008).

Menurut Achmadi (2008), secara umum nyamuk yang diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu: Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang.

Anthropofilik : nyamuk yang menyukai darah manusia.

Zooanthropofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan juga manusia.

Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumatera adalah A. sundaicus, A. maculatus, A. aconitus dan A. balabacensis. Sedangkan di luar pulau tersebut, khususnya Indonesia wilayah tengah dan timur adalah A.barbirostis, A. farauti, A. koliensis, A. punctulatus, A. subpictus dan A. balabacensis (Achmadi, 2008).

Kepadatan nyamuk yang cukup tinggi akan menyebabkan penularan (transmisi) parasit antar manusia. Kepadatan nyamuk yang cukup tinggi dapat


(40)

menyebabkan jumlah atau frekuensi kontak antara nyamuk dengan manusia cukup tinggi dan memperbesar keterpaparan serta risiko penularan ( Yudhastuti, 2005)

2. Faktor Manusia

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Menurut Anies (2006), manusia menjadi sumber infeksi malaria bila mengandung gametosit dalam jumlah yang besar dalam darahnya, kemudian nyamuk mengisap darah manusia tersebut dan menularkan kepada orang lain.

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental (Anies, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak. Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi terjadinya malaria, dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons immunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor (Harijanto, 2000). Di daerah endemis, penderita terutama anak-anak merupak sumber infeksi yang utama (Soedarto, 2009).


(41)

Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut Harijanto (2000) ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :

a) Lingkungan fisik i. Suhu

Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Suhu yang hangat membuat nyamuk mudah untuk berkembang biak dan agresif mengisap darah.

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar anatara 20-300C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,700C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P.falcifarum dan 8- 11 hari untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae dan P. ovale. (Depkes RI, 2001)

ii. Kelembaban

Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek usia nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif atau lebih sering menggigit, juga mempengaruhi perilaku nyamuk, misalnya kecepatan


(42)

berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain dari nyamuk, sehingga meningkatkan penularan malaria.

iii. Curah Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

iv. Kecepatan Angin

kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat terbang nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk adalah jarak terbang nyamuk (flight range) tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya, jika ada tiupan angin yang kencang, bisa terbawa sejauh 20-30 km.

v. Ketinggian

Ketinggian yang semakin naik maka secara umum malaria berkurang, hal ini berhubungan dengan menurunnya suhu rata-rata. Mulai ketinggian diatas 2000 m diatas permukaan laut jarang ada transmisi malaria, hal ini dapat mengalami perubahan bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria.


(43)

Ketinggian maksimal yang masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut (di Bolivia).

vi. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. A. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. A.hyrcanus dan A.pinctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. A.barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.

vii. Arus air

A.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir lambat, sedangkan A. minimus menyukai aliran air yang deras dan A.letifer menyukai air tergenang.

b) Lingkungan biologik

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh jaraknya dari rumah.


(44)

Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, seperti A. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan A. sundaicus dalam air tawar.

d) Lingkungan sosial budaya

Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan anti nyamuk (Achmadi, 2005).

Menurut penelitian Dasril (2005), masyarakat yang berpengetahuan rendah kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap baik Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai risiko tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari.

2.4. Kandang Ternak


(45)

Kandang ternak adalah bangunan yang dapat digunakan untuk melindungi ternak dari pengaruh cuaca buruk, seperti hujan, panas matahari, angin kencang dan gangguan lainnya.

2.4.2. Fungsi Kandang Ternak

Walaupun karakteristik, genetik dan cara pemeliharaan berbeda-beda antara jenis ternak yang satu dengan jenis lainnya, namun secara umum fungsi kandang dalam suatu usaha peternakan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebagai tempat tinggal bagi ternak agar terlindung dari pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas dan angin) serta gangguan lainnya (hewan liar/buas dan pencurian).

2. Menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar dari cekaman (stres) akibat perubahan lingkungan dan kebisingan, sehingga ternak dapat memberikan hasil produksi sebagaimana yang diharapkan.

3. Mengendalikan kebutuhan ternak sesuai dengan tujuan pemeliharaan sebagai penghasil daging, telur, susu, wol dan kulit.

4. Membatasi ruang gerak bagi ternak agar energi yang dikonsumsi dalam bentuk pakan dapat diubah secara efektif sehingga dapat meningkatkan efesiensi penggunaan pakan dan kebutuhan tenaga kerja.

5. Menyediakan suhu ambang dengan kualitas udara yang baik, tingkat gas beracun yang rendah dan pencahayaan yang cukup.

6. Menyediakan perlengkapan pakan dan minum yang baik. 7. Membuat hasil produksi yang lebih bersih.


(46)

9. Mempermudah pengontrolan internal parasit dan masalah penyakit.

10.Mencegah pencemaran lingkungan dari ternak yang membuang kotoran sembarangan.

2.4.3. Syarat Kandang Ternak

1. Cukup dapat sinar matahari, bersih, kering 2. Ventilasi baik

3. Drainase dalam dan luar kandang harus lancar 4. Dalam satu kandang babi harus sejenis dan seumur 5. Ukuran Kandang:

i. Ukuran kandang anak babi 2,5 x 1,5 m/ekor ii. Babi pejantan 3 x 2 m/ekor

iii. Kandang penggemukan 40 Kg (0,36 m/3kor), berat 40-90 Kg (0,50 m/ekor), daan berat >90 Kg (0,75 m/ekor).

Membangun kandang dalam bentuk bangunan seperti untuk hewan besar seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan lainnya banyak hal yang harus diperhatikan, diantaranya:

1. Struktur tanah, hal ini penting untuk mengurangi gangguan kesehatan pada ternak, tanah yang cenderung berawa atau berair dapat menjadi masalah serius dalam kesehatan ternak.

2. Arah angin, sebelum membangun kandang perhatikanlah arah angin yang biasa bertiup di daerah anda ini bisa berguna menghindari rembesan air hujan masuk ke kandang ternak.


(47)

3. Suhu rata-rata wilayah, di dataran tinggi suhu sudah pasati dingin, maka kandang di dataran tinggi sebaiknya lebih tertutup, begitu juga dengan kandang di dataran rendah sebaiknya agak terbuka untuk menjaga kestabilan sirkulasi udara yang masuk kedalam kandang.

4. Bahan bangunan yang akan digunakan, hindarilah bahan bangunan yang bersipat sintetis khusus di bagian bawah kandang terutama dinding dan tempat pakan ternak, bial aitu satu-satunya pilihan maka sebainya sterilisasi seluruh bahan bangunan tersebut.

5. Jenis hewan ternak, setiap hewan ternak berbeda perilaku hidup mereka seperti sapi lebih suka temapat yang kering bila dibandingkan dengan kerbau, kerbau sangat suka berkubang. Hala-hal seperti ini harus anda perhatikan agar efisien dalam menjaga kesehatan ternak.

Sedangkan beberapa komponen sanitasi kandang yang harus kita perhatikan menurut HAKLI 2013 antara lain menyangkut letak bangunan kandang. Beberapa persyaratan letak kandang sebagai berikut :

1. Harus memperhatikan faktor hygiene. Faktor higiene lingkungan penting untuk ternak maupun peternak, antara lain untuk menjamin kesehatan ternak dan lingkungan sekitar

2. Letak bangunan kandang juga harus jauh dari pemukiman penduduk. Kandang di dalam rumah tertutup dapat menarik nyamuk vektor An. aconitus (zoophilic), sehingga memungkinkan kontak dengan manusia makin besar. Berdasarkan teori dari Kusnoputranto H (2002) Dan MENRISTEK (2005)


(48)

mengenai jarak kandang dengan rumah sebaiknya terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimum 10 meter.

3. Dibangun dekat sumber air, yang berfungsi untuk air minum dan memandikan ternak serta sebagai sarana pembersih lantai.

4. Mudah diakses transportasi

5. Kandang tunggal menghadap ke timur, kandang ganda membujur utara-selatan

6. Penggunaan sumber air untuk ternak tidak mengganggu ketersediaan air bagi masyarakat. Persyaratan untuk topografi ini antara lain tempat kandang harus lebih tinggi dari sekitar, tanah mudah menyerap air sehingga mengurangi kemungkinan genangan air

7. Tempat tidak terlalu tertutup pepohonan rindang yang dapat mengurangi sinar matahari dan sirkulasi udara

8. Kandang harus dekat dengan petugas, sehingga mempermudah dan memperlancar pengawasan kesehatan, keamanan, dan tata laksana

9. Ketersediaan air bersih untuk minuman ternak dan jarak dengan pakan ternak seperti rumput (HMT), sebaiknya di dekat kandang ada cukup sumber air bersih, seperti sumur, air pdam, atau mata air. Agar proses perawatan ternak lebih efisien.


(49)

Suatu usaha peternakan babi, harus telah membuat perkiraan dampak lingkungan hidup, baik fisik, ekonomis dan sosial budaya. Berdasarkan analisis tersebut dapat diperkirakan secara terperinci dampak negatif dan positif yang akan timbul dari usaha atau kegiatan beternak babi, sehingga sejak dini sudah dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positifnya. Dampak yang perlu dipertimbangkan antara lain : banyak manusia yang akan terkait disekitarnya; luas wilayah penyebaran dampak; lama dampak berlangsung; intensitas dampak; banyak komponen lingkungan lainnya yang akan terkena; sifat komulatif dampak tersebut; berbalik (reversible) atau tidaknya (irreversibel) dampak (Kementerian Pertanian RI, 2012)

Usaha peternakan babi seharusnya berada di daerah yang jauh dari penduduk. Hal ini sangat tepat untuk menghindari manusia dari pencemaran bau dan kebisingan dari peternakan babi. Limbah ternak babi dapat didaur ulang, sebagian besar menjadi pupuk dan sebagian ada yang mengolahnya untuk menghasilkan biogas. Pupuk yang dihasilkan kemudian dapat dipakai untuk memupuk tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak babi itu sendiri. Peternakan babi harus dikelola secara lebih baik sehingga tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan. Jika ingin membuang limbah ternak, maka dalam memilih lokasi penampungan limbah ternak pun perlu dilakukan secara hati-hati, sehingga limbah pembuangan tersebut tidak mencemari air tanah sekitarnya terutama lokasi pembuangan limbah tersebut. Untuk itu dapat dilakukan pengujian dengan cara menggali satu atau dua lubang untuk mengetahui ambang air tanah dan kondisi tanah,


(50)

sehingga mempermudah memilih lokasi penampungan limbah ternak (Kementerian Pertanian RI, 2012).

2.4.5. Hasil Samping Ternak

Disamping hasil utama, suatu usaha peternakan pasti menghasilkan hasil sampingan yaitu berupa limbah. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti limbah padat dan limbah cair yaitu feses, urine, sisa makanan dll. Volume limbah yang dihasilkan tergantung dari skala usaha, jenis ternak yang dipelihara, dan sistim perkandangan. Manajemen dan penampungan limbah ternak babi menggunakan teknologi terapan untuk menekan pencemaran dari usaha peternakan babi seminimal mungkin, misalnya menangani limbah ternak dengan cara : pengomposan, kolam oksidasi ataupun kocokan, kolam aerob alamiah, kolam anaerob, kolam fakultatif (aerob dan anaerob), Pencerna anaerob dan membuat biogas, dehidrasi, pensilasean, pengeringan, pengkonversian elektrokimiawi, penumbuhan simbiotik dengan ganggang (algae) atau bakteri. Limbah ternak babi perlu ditampung di suatu tempat penampungan sementara, misalnya lagun, yakni semacam kolam dengan sistem manajemen limbah yang praktis, mengurangi tenaga kerja dan cukup waktu menampung sebelum digunakan selanjutnya untuk berbagai tujuan, misalnya untuk tanaman pertanian (Kementerian Pertanian, 2012).

Mengenai saluran pembuangan air limbah kandang ternak harus ada saluran pembuangan yang khusus dengan lantai dengan kemiringan ± 30 derajat yang bertujuan agar air limbah (air kencing dan kotoran) dengan mudah bisa dialirkan langsung ke parit (Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor, 2005) atau tertampung di dalam bak penampungan dan tidak mengganggu sekelilingnya serta bisa


(51)

dimanfaatkan untuk usaha-usaha pertanian. Ukuran bak ini tergantung dari persediaan bak yang ada serta jumlah babi atau luas kandang. Adanya saluran pembuangan air limbah pada kandang ternak yang baik dapat melindungi hewan ternak terhadap berbagai serangan penyakit dan menghindari intervensi dari serangga dan hama ke tempat hewan lain dan menularkan penyakit (Mukono Hj, 1999).

Tempat penampungan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Cukup volume penampungan agar jangan ada yang tercecer atau berserak; b. Tempat penampungan harus cukup menampung untuk jangka waktu

tertentu dan jangan sampai limbah nilai haranya kurang;

Struktur penampungan harus menjamin limbah agar jangan mencemari air; Limbah yang ditampung harus mudah diangkut untuk dipindah ke tempat lain.

2.4.6. Pengelolaan Manajemen Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan a. Manajemen pemeliharaan

Untuk pencegahan penularan penyakit, maka pemeliharaan ternak babi di pedesaan harus dilakukan secara tertib dan memenuhi tata cara budidaya ternak babi yang baik terutama menyangkut masalah biosecuriti, higiene dan sanitasi dan pencemaran lingkungan. (Kementerian Pertanian, 2012). Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Melakukan pembersihan dan pencucian kandang serta menyediakan desinfektan.

2. Membersihkan lingkungan sekitar kandang;

3. Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan, penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama lainnya;


(52)

4. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari suatu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani hewan sakit/kandang isolasi tidak diperkenankan untuk melayani ternak-ternak/kandang lainnya;

5. Membakar atau mengubur bangkai babi yang mati karena penyakit hewan menular dibawah pengawasan Dokter Hewan Peternakan setempat;

6. Setiap usaha peternakan babi harus menyediakan fasilitas desinfeksi untuk petugas dan tamu serta kendaraan di pintu masuk ke peternakan. 7. Kandang ternak babi harus terpisah dengan kandang ternak lainnya. 8. Pemberian pakan tambahan untuk menghilangkan bau kotoran dengan

cara pemberian probiotik kedalam pakan babi. b. Kebersihan Kandang

1. Kandang harus cukup luas, dibersihkan setiap hari dan didisinfeksi secara teratur ( 2 x dalam seminggu) serta memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup.

2. Hindarkan/cegah dan bersihkan makanan yang berceceran di sekitar kandang.

c. Kesehatan Hewan dan Biosekuriti 1. Situasi Penyakit Ternak Babi

Situasi penyakit ternak babi yaitu penyakit cacing pita, hog cholera, brucellosis dan penyakit menular lain yang dapat menyerang ternak babi seperti desentri, cacar babi dan Influenza, Tuberculosis.


(53)

a) Pemelihara ternak babi, perlu melakukan desinfeksi kandang dan peralatan, penyemprotan terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama-hama lainnya dengan menggunakan desinfektan yang ramah lingkungan atau teregestrasi.

b) Kandang-kandang yang ada harus dibersihkan dan didesinfeksi secara berkala.

c) Menjaga kebersihan lingkungan sehingga memenuhi syarat higiene yang dapat dipertanggung jawabkan; ternak babi sebaiknya dimandikan 1-2 kali sehari tergantung suhu udara.

d) Ternak babi yang menderita penyakit menular atau bangkai babi dan bahan yang berasal dari kandang yang bersangkutan tidak diperbolehkan dibawa keluar melainkan harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur sesuai ketentuan yang berlaku; e) Ternak bersangkutan tidak diperbolehkan dibawa keluar melainkan

harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur sesuai ketentuan yang berlaku;

f) Setiap terjadinya kasus penyakit terutama yang dianggap/diduga penyakit menular, petugas/peternak segera melaporkan kepada Instansi/Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan atau ke Drh yang ada pada pos keswan;

g) Lakukan pengawasan terhadap serangga, lalat dan pengganggu lainnya agar tidak masuk kedalam lokasi kandang;


(54)

h) Masyarakat membantu pemerintah dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular.


(55)

2.5. Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut :

2.6.1. Hipotesis Mayor

Ha: Ada hubungan kondisi kadang ternak dengan kejadian malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Karakteritik Responden 1. Umur

2. Pendidikan 3. Pekerjaan

Kejadian Malaria

Karakteristik Kondisi kandang Ternak

1. Jarak Kandang dengan rumah

2. Kelembaban Kandang 3. Kebersihan Kandang

4. Genangan air di sekitar kandang ternak yang terdapat jentik

5. Tindakan Pemeliharaan terhadap kandang ternak


(56)

2.6.2. Hipotesis Minor

Ha: Ada hubungan jarak kandang ternak dengan kejadian malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan tingakat kelembaban kandang ternak dengan kejadian malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan kebersihan kandang ternak dengan kejadian malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan keberadaan genangan air di sekitar kandang ternak dengan kejadian malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan tindakan pemeliharaan kandang ternak dengan kejadian malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik yang merupakan penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat (Sudigdo, 2009). 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai Juni 2013 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang memiliki kandang ternak di sekitar rumahnya yaitu sebesar 180 Keluarga

3.3.2. Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Taro Yamane dalam Soekidjo, 2002) :


(58)

Dimana:

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan/ ketetapan yang diinginkan (0,1) maka :

Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 kepala keluarga dengan responden yaitu salah satu anggota keluarga yang paling sering membersihkan kandang ternak.

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Simple Random Sampling, yaitu metode pengambilan sampel secara acak dimana masing-masing populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk terpilih sebagai sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik undian terhadap nama kepala keluarga sehingga setiap kepala keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel.

3.4. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek pada penelitian ini adalah kandang ternak di sekitar rumah masyarakat.


(59)

3.5. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam melakukan penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder.

3.5.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui lembar observasi dan kuesioner (terlampir) yang berisi sejumlah pertanyaan dengan melakukan wawancara langsung dan observasi kandang ternak yang meliputi jarak kandang dengan rumah, kelembaban kandang, kebersihan kandang, keberadaan genangan air di sekitar kandang serta tindakan pemeliharaan kandang.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Nias. 3.6. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

3.6.1. Variabel Penelitian A. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jarak kandang ternak dengan rumah, kelembaban kandang, kebersihan kandang, keberadaan genangan air di sekitar kandang dan tindakan pemeliharaan kandang.

B. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias.


(60)

A.Kejadian malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina dalam 6 bulan terakhir yang diderita oleh masyarakat.

B.Pendidikan adalah kegiatan akademik formal tertinggi yang pernah diikuti responden berdasarkan ijasah terakhir.

C.Pekerjaan adalah kegiatan utama maupun sampingan yang dilakukan responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari – hari.

D.Jarak kandang ternak adalah jarak kandang ternak dari rumah penduduk. Alat ukur : Meteran

E.Kelembaban kandang adalah tingkat kelembaban di dalam kandang Alat ukur : Hygrometer

F.Kebersihan kandang adalah keadaan kandang yang bersih dan rapi Cara ukur : Pengamatan langsung

G.Keberadaan genangan air di sekitar kandang adalah ada tidaknya genangan air dengan diameter minimal 10 Cm di luar rumah berupa parit, kolam, bekas galian dan sebagainya yang ditemukan jentiknya di sekitar kandang ternak.


(61)

H.Tindakan pemeliharaan kandang adalah hal-hal yang dilakukan masyarakat untuk memelihara keadaan kandang agar dapat mengurangi kepadatan nyamuk pada kandang

Cara ukur : Wawancara

3.7. Aspek Pengukuran

1. Pengukuran Karakteristik Responden

Pengukuran karakteristik responden dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden meliputi

1. Umur responden dengan kategori: 10-14 tahun, 15-44 tahun, ≥ 45 tahun. 2. Pendidikan dengan kategori: Tidak sekolah, sekolah dasar, sekolah

menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi. 3. Pekerjaan responden saat diwawancara.

2. Pengukuran Kejadian Malaria

Untuk mengetahui adanya kejadian malaria yang diderita responden selama enam bulan terakhir dengan kriteria sebagai berikut:

1. Ya, jika salah satu anggota keluarga ada yang terserang penyakit malaria dengan gejala demam, panas, menggigil dan berkeringat dalam 6 bulan terakhir.


(62)

2. Tidak, jika tidak ada satupun dari anggota keluarga yang terserang penyakit malaria dengan gejala demam, panas, menggigil dan berkeringat dalam 6 bulan terakhir.

3. Jarak Kandang Ternak

Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan meteran, kemudian dikategorikan berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dengan katergori sebagai berikut :

1. Memenuhi syarat, jika jarak kandang ternak babi dengan rumah responden >10 meter

2. Tidak memenuhi syarat , jika jarak kandang ternak babi dengan rumah responden <10 meter

4. Pengukuran Kelembaban Kandang Ternak

Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan hygrometer, kemudian dikategorikan berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dengan katergori sebagai berikut :

1. Baik, jika kelembaban kandang <60%

2. Tidak baik, jika kelembaban kandang ≥60% 4. Pengukuran Kebersihan Kandang Ternak

Pengukuran variabel dilakukan dengan observasi langsung, kemudian dikategorikan berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dengan katergori sebagai berikut :


(63)

2. Tidak baik, jika tidak memenuhi seluruh penilaian terhadap kebersihan kandang

5. Pengukuran Genangan Air di Sekitar Kandang Ternak

Pengukuran variabel dilakukan dengan observasi langsung, kemudian dikategorikan berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dengan katergori sebagai berikut :

1. Ada, jika terdapat genangan air di sekitar kandang dengan kedalaman >10 cm

2. Tidak ada, jika tidak terdapat genangan air di sekitar kandang dengan kedalaman ≥10 cm

6. Pengukuran Tindakan Pemeliharaan Kandang Ternak

Pengukuran variabel dilakukan dengan wawancara langsung, kemudian dikategorikan berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dengan katergori sebagai berikut (Sudjana, 2005):

1. Baik, jika skor jawaban responden ≥50% 2. Tidak baik, jika skor jawaban responden <50% 3.8. Analisa Data

3.8.1. Analisa Univariat

Analisa dengan mendistribusikan variabel penelitian, yaitu jarak kandang ternak dengan rumah , kelembaban kandang, kebersihan kandang, keberadaan genangan air di sekitar kandang, tindakan pemeliharaan kandang dan variabel kejadian malaria dengan menggunakan table distribusi frekuensi.


(64)

Variabel jarak kandang ternak dengan rumah , kelembaban kandang, kebersihan kandang, keberadaan genangan air di sekitar kandang, tindakan pemeliharaan kandang dengan angka kejadian malaria akan dianalisa dengan menggunakan uji chi-square atau exact fisher pada taraf kepercayaan 95% sehingga diketahui hubungan antar variabel penelitian.


(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Lauri merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sugaiadu yang baru saja pemekaran, dimana sebelumnya merupakan bagian dari Kecamatan Gido di Kabupaten Nias. Desa Lauri masih merupakan wilayah kerja Puskesmas Hiliweto Gido. Luas wilayah Desa Lauri 17,8 Km2.

1. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Lolofitu Moi 2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Idanogawo 3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Idanogawo 4. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Gido

Berdasarkan data dari Desa Lauri Kecamatan Sugaiadu Kabupaten Nias, bahwa jumlah kepala keluarga di Desa Lauri adalah 220 KK dan rata-rata penduduk bekerja sebagai petani. Masyarakat di Desa Lauri, hampir di setiap rumah tangga memiliki ternak babi.

4.2. Karakteristik Responden

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberadaan kandang ternak dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Lauri. Jumlah responden penelitian adalah 64 orang. Pembahasan mengenai karakteristik responden digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden yang berdasarkan atas umur, pekerjaan dan pendidikan, Adapun karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.


(66)

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden di Desa Lauri Kecamatan Gido Tahun 2013

No Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%)

1 Umur (Tahun)

- 10-14 2 3,1

- 15-44 34 53,1

- ≥ 45 28 43,8

Jumlah 64 100,0

2 Pendidikan

- Tidak Sekolah 19 29,7

- SD 27 42,2

- SMP 6 9,4

- SMA/Sederajat 12 18,8

Jumlah 64 100,0

3 Pekerjaan

- Petani 52 81,3

- Pedagang 2 3,1

- Pegawai swasta 2 3,1

- PNS/TNI/POLRI 2 3,1

- Tidak Bekerja 6 3,1

Jumlah 64 100,0

4 Jenis Kelamin

- Laki-laki 39 60,9

- Perempuan 25 39,1

Jumlah 64 100,0

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat karakteristik responden menurut umur bahwa responden lebih banyak pada umur 15-44 tahun yaitu 54 orang (53,1%) dan paling sedikit berada pada umur 10-14 tahun yaitu 2 orang (3,1%).

Karakteristik responden menurut pendidikan, yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SD yaitu 27 orang (42,2%), kemudian diikuti tidak sekolah yaitu 19 orang (29,7%), SMA 12 orang (18,8%) dan tingkat SMP yaitu 6 orang (9,4 %).


(67)

Karakteristik responden menurut pekerjaan, yang lebih banyak adalah jenis pekerjaan petani yaitu 52 orang (81,3%) dan yang paling sedikit jenis pekerjaannya adalah PNS yaitu 2 orang (1,3%), Pedagang 2 orang (3,1%), Pegawai swasta 2 orang (3,1%), dan tidak bekerja 2 orang (3,1%).

Karakteristik responden menurut jenis kelamin dalam tabel 4.1 dapat diketahui laki-laki lebih banyak dimiliki responden yaitu 39 orang (60,9%) dan yang paling sedikit perempuan yaitu 25 orang (39,1%).

4.3. Jarak Kandang Ternak

Variabel jarak kandang ternak babi dalam penelitian ini diketahui dengan mengukur jarak kandang ternak dengan rumah responden dengan menggunakan meteran dan observasi langsung ke lapangan. Hasil dari pengukuran tersebut dapat dilihata pada lampiran, kemudian dikategorikan menjadi memenuhi syarat (≥10 meter) dan tidak memenuhi syarat (<10 meter). Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Jarak Kandang Ternak dengan Rumah di Desa Lauri Tahun 2013

Kategori Jarak Kandang Ternak

dengan Rumah Jumlah Persentase (%)

Memenuhi syarat (≥10 meter) 17 26,6 Tidak memenuhi syarat (<10 meter) 47 73,4

Jumlah 64 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat diketahui distribusi responden menurut jarak kandang ternak dengan rumah yaitu paling banyak responden berada dalam kategori yang tidak memenuhi syarat yakni 47 orang (73,4%) dan responden dalam kategori memenuhi syarat yaitu 17 orang (26,6%).


(1)

4. Ada/Tidak Jentik Nyamuk * anggota keluarga yang terkena malaria Crosstabulation

anggota keluarga yang terkena malaria

Total Tidak

malaria Malaria Ada/Tidak Jentik

Nyamuk

ada Count 21 10 31

Expected Count

24.2 6.8 31.0

% of Total 32.8% 15.6% 48.4%

Tidak ada Count 29 4 33

Expected Count

25.8 7.2 33.0

% of Total 45.3% 6.3% 51.6%

Total Count 50 14 64

Expected Count

50.0 14.0 64.0

% of Total 78.1% 21.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 3.793a 1 .051

Continuity Correctionb 2.706 1 .100 Likelihood Ratio 3.880 1 .049

Fisher's Exact Test .071 .049

Linear-by-Linear Association

3.733 1 .053 N of Valid Cases 64

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,78.


(2)

5. skor tindakan pemeliharaan kandang * anggota keluarga yang terkena malaria Crosstabulation

anggota keluarga yang terkena malaria

Total Tidak

malaria Malaria skor tindakan

pemeliharaan kandang

Tidak Baik (< 7)

Count 43 12 55

Expected Count

43.0 12.0 55.0

% of Total 67.2% 18.8% 85.9%

Baik (> 7) Count 7 2 9

Expected Count

7.0 2.0 9.0

% of Total 10.9% 3.1% 14.1%

Total Count 50 14 64

Expected Count

50.0 14.0 64.0

% of Total 78.1% 21.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .001a 1 .978

Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .001 1 .978

Fisher's Exact Test 1.000 .636

Linear-by-Linear Association

.001 1 .978

N of Valid Cases 64

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,97.


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .001a 1 .978

Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .001 1 .978

Fisher's Exact Test 1.000 .636

Linear-by-Linear Association

.001 1 .978 N of Valid Cases 64

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,97.


(4)

Lampiran 7

Dokumentasi Penelitian

Gambar Lampiran 1. Observasi Kandang Babi


(5)

Gamabr Lampiran 3. Observasi jenis kandang


(6)

Gambar Lampiran 5. Observasi genangan air di sekitar kandang