Pengkajian dengan pendekatan PQRST dapat membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai M uttaqin, 2011.
Tabel 2.1. Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRS T Muttaqin, 2011:
Variabel Deskripsi dan Pertanyaan
Faktor Pencetus
P: Provoking Incident
Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor yang menjadi predisposisi nyeri.
− Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri? − Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?
Kualitas Q: Quality of
Pain Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara
subyektif. Karena sebagian besar deskripsi sifat dari nyeri sulit ditafsirkan.
− Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien? − Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien?
Lokasi R: Region
Pengkajian untuk mengindentifikasi letak nyeri secara tepat, adanya radiasi dan penyebabnya.
− Dimana dan tunjukan dengan satu jari rasa nyeri paling hebat mulai dirasakan?
− Apakah rasa nyeri menyebar pada area sekitar nyeri?
S: Scale of Pain
Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien. Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan
skala nyeri dan pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu
keluhan nyeri bersifat subyektif. − Seberapa berat keluhan yang dirasakan.
− Dengan menggunakan rentang 0-10. Keterangan:
0 = Tidak ada nyeri 1-3 = Nyeri ringan
4-5 = Nyeri sedang 6-7 = Nyeri hebat
8-9 = Nyeri sangat 10 = Nyeri paling hebat
Waktu T: Time
Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
− Kapan nyeri muncul? − Tanyakan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau
seketika itu juga? − Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus-menerus
atau hilang timbul. − Tanyakan kapan terakhir kali pasien merasa nyaman atau
merasa sangat sehat.
Pengukuran intensitas nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan
berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang perawat hanya bisa mengkaji nyeri dengan bertumpu pada ucapan dan perilaku klien karena hanya klien yang
mengetahui nyeri yang dialaminya. Oleh sebab itu perawat harus mempercayai bahwa nyeri tersebut memang ada. Gambaran skala dari berat nyeri merupakan
makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dalam mengevaluasi
perubahan kondisi klien Potter dan Perry, 2005 M enurut Hayward 1975 dalam M ubarak 2007, mengembangkan
sebuah alat ukur nyeri painometer dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 untuk keadaan tanpa nyeri dan ujung lainnya
nilai 10 untuk kondisi nyeri paling hebat. Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subyektif
dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan
dengan beberapa kategori M ubarak, 2007.
Tabel 2.2. Nyeri Menurut Hayward
Skala nyeri menurut Hayward Skala
Keterangan
Tidak Nyeri
1-3 Nyeri Ringan : secara objekstif klien dapat berkomunikasi
dengan baik 4-6
Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik
7-9 Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak
dapatmengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi
nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi. 10
Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
1. Numerik 0-10
Skala penilaian numerik Numerical Rating Scale, NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsikan kata dengan
menggunakan skala analog visual Visual Analog Scale, VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri. Skala nyeri yang
digunakan yaitu:
2. Face Rating Scale
Ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas
nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu
berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi
dan komunikasi M ubarak, 2007
Keterangan: 0 = Tidak ada nyeri
11-3 = Nyeri ringan 2 4-5 = Nyeri sedang
3 6-7 = Nyeri hebat 4 8-9 = Nyeri sangat
5 10 = Nyeri paling hebat Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi pengkajian data subjektif dan
data objektif.
1. Data S ubjektif a. Intensitas skala nyeri
Karakteristik nyeri yang paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering diminta untuk
mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan, sedang, atau parah. Namun, makna istilah tersebut berbeda bagi klien dan perawat. Skala deskriptif merupakan
pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal Verbal Descriptor Scale merupakan sebuah garis yang terdiri dari lima kata
pendeskripsi yaitu “tidak nyeri, sampai nyeri tidak tertahankan”. Skala Penilaian Numerik Numerical Rating Scale lebih digunakan sebagai alat pengganti
deskripsi kata yang menggunakan skala 0-10 dimana 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri yang sangat hebat.
b. Karakteristik nyeri
Laporan tunggal klien tentang nyeri yang dirasakan merupakan indikator tunggal yang paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan
apapun yang berhubungan dengan ketidaknyamanan NIH, 1986. Pengkajian karakteristik nyeri antara lain; awitan dan durasi kapan, berapa lama, terjadi pada
waktu yang sama atau tidak, kekambuhan nyeri, lokasi nyeri, irama terus- menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau
keberadaan dari nyeri, dan kualitas nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti ditekan.
c. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
d. Efek nyeri terhadap klien
Apabila klien mengalami nyeri maka perawat perlu mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon verbal meringis, menangis, gerakan wajah dan tubuh
meringis sambil mengguling ke kanan, melindungi area nyeri, interaksi sosial klien, dan aktivitas klien. Pada aktivitas sehari-hari nyeri menyebabkan klien
kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin. Seperti pada kehidupan sehari-
hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai.
e. Kekhawatiran klien tentang nyeri.
Dapat meliputi berbagai maslah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri Smeltzer Bare,
2002.
2. Data Objektif
Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. M enurut Taylor 1997, respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat
dikategorikan sebagai :
a. Respons Perilaku
respon prilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami nyeri bermacam- macam. Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon prilaku tersebut
untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri yang dirasakan pasien. Respon prilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh
pasien antara lain : merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis,
ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung Prasetyo, 2010.
b. Respons Fisiologik
Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil,
berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah Berger, 1992. Respon fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien
tidak sadar Smeltzer Bare, 2002.
c. Respons Afektif
respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas
perlu digali dengan menanyakan pada pasien seperti : “ Apakah anda saat ini merasakan cemas ?”. selain itu juga adanya depresi, ketidaktertarikan pada
aktivitas fisik dan prilaku menarik diri dari lingkungan perlu diperhatikan Prasetyo, 2010
2.2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil
konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien. Selama pengkajian, data dikumpulkan dari berbagai sumber, divalidasi, dan
diurut kedalam kelompok yang membentuk pola. Data dasar secara kontinu direvisi sejalan dengan perubahan dalam fisik status dan emosi klien. Hal ini juga
mencakup hasil laboratorium dan diagnostic. Selama langkah ini, perawat